cover
Contact Name
Herin Setianingsih
Contact Email
herin.setianingsih@hangtuah.ac.id
Phone
+6282257037541
Journal Mail Official
putra.abdullah@hangtuah.ac.id
Editorial Address
Jl. Gadung no. 1 Komplek Barat RSAL dr. Ramelan Surabaya 60111 Jawa Timur
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Surabaya Biomedical Journal
Published by Universitas Hang Tuah
ISSN : -     EISSN : 2808649X     DOI : https://doi.org/10.30649/sbj.v1i1
Core Subject : Health, Science,
The scope of the journal includes: - marine medicine - hyperbaric medicine - general medicine - dentistry - nursing - related health sciences - pharmacy
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 1 No 3 (2022): Mei" : 7 Documents clear
HUBUNGAN USIA, INDEKS MASA TUBUH, DAN GRAVIDA PADA IBU HAMIL DENGAN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH SURABAYA maya rafida maya rafida
Surabaya Biomedical Journal Vol 1 No 3 (2022): Mei
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/sbj.v1i3.25

Abstract

Preeclampsia is one of the causes of increased maternal mortality and morbidity, based on the Republic of Indonesia Ministry of Health data in 2016, the maternal mortality rate in East Java Province reached 91.00 per 100,000 live births. The highest cause of maternal death in 2016 was preeclampsia / eclampsia, which was 30.90% or as many as 165 people. Preeclampsia can appear at more than 20 weeks' gestation marked by hypertension and accompanied by proteinuria. This study aims to determine the relationship of age, body mass index, and gravida to pregnant women who have preeclampsia at Muhammadiyah Hospital in Surabaya. This type of research uses a cross sectional study, sample selection using total sampling with a minimum sample of 70 samples. Large samples obtained 210 respondents, as many as 105 experienced preeclampsia and 105 respondents did not experience preeclampsia. Based on the results of bivariate statistical tests found age is a risk factor for the incidence of preeclampsia (p: 0.039 <0.05), body mass index is associated with the incidence of preeclampsia (p: 0.002 <0.05) and gravida has no relationship with the incidence of preeclampsia (p: 0.410 > 0.05). Based on the multivariate test, there was an influence of age 36-45 years on the incidence of preeclampsia with a risk of 4.060 times experiencing preeclampsia compared to the age of 20-35 years, obese affected the incidence of preeclampsia with a risk of 4.696 times experiencing preeclampsia compared to normalweight and gravida influencing the incidence of preeclampsia with a risk of 2,099 times experiencing preeclampsia. The conclusion of this research is that there is a relationship between age, body mass index and gravida in preeclampsia at Muhammadiyah Hospital in Surabaya.
KLIMAKTERIUM maya rafida maya rafida
Surabaya Biomedical Journal Vol 1 No 3 (2022): Mei
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/sbj.v1i3.26

Abstract

Background: Menopause is a condition in which women experience physiological failure of ovarian function, as a result of the loss of activity of the ovarian follicles. Menopause is the stage when a woman's menstrual bleeding stops. At the age of 50 years, women enter menopause so that there is a decrease or loss of the hormone estrogen which causes women to experience complaints or disorders that often interfere with daily activities and can even reduce their quality of life. Objectives: to determine risk factors, pathophysiology, clinical manifestations, diagnosis and management of climacteric. Methods: collecting and analyzing journals using pubmed search media, google scholar, NCBI, ScienceDirect with keywords Conclusion: The climacteric phase consists of premenopause, perimenopause, menopause and postmenopause phases. The premenopause phase is the period for 4-5 years before the onset of menopause. This phase begins when a woman is 40 years old, characterized by irregular, prolonged menstrual cycles, little or a lot of menstrual blood, and sometimes accompanied by pain. The perimenopause phase is a transitional phase between pre-menopausal and postmenopausal. This phase is characterized by irregular menstrual cycles and levels of Follicle Stimulating Hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), and highly variable estrogen (normal, high, or low). The menopausal phase is the condition of women who have no longer menstruating calculated after 12 months from the last menstruation, which is characterized by blood FSH levels >35 mIU/ml and estradiol levels <30 pg/ml.
STUDI IN VITRO: PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK Holothuria athra DENGAN PELARUT N-HEKSANA TERHADAP PERTUMBUHAN Plasmodium falciparum Prawesty Diah Utami
Surabaya Biomedical Journal Vol 1 No 3 (2022): Mei
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/sbj.v1i3.30

Abstract

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium yang ditularkan nyamuk Anopheles betina infektif. Teripang keling (Holothuria atra) adalah biota laut yang mengandung berbagai komponen bioaktif yaitu alkaloid, flavonoid, saponin dan terpenoid sebagai antimalaria. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak teripang keling (Holothuria athra) terhadap pertumbuhan P. falciparum berdasarkan studi in vitro. Penelitian ini menggunakan sampel kultur P.falciparum strain 3D7 dan ekstrak H.atra yang diberikan pelarut n-heksana. Media kultur dibagi menjadi 3 kelompok kontrol yaitu kontrol negatif, kontrol positif dan dengan penambahan ekstrak H.atra pelarut n-heksana. Ketiga kelompok kontrol ini akan di inkubasi selama 48 jam pada suhu 37o C. Setelah itu dilakukan pemeriksaan kadar pemeriksaan kadar parasitemia dan inhibitory rate menggunakan mikroskop cahaya serta pengukuran IC50 menggunakan analisis probit melalui program SPSS. Pada penelitian ini memperlihatkan adanya efek antimalaria dalam menghambat pertumbuhan P.falciparum. Semakin besar dosis yang diberikan maka efek hambatannya juga semakin besar. Nilai IC50 ekstrak n-heksana H.atra adalah 1,23 µg/ml. Dari hasil analisis membuktikan bahwa ekstrak teripang keling (Holothuria atra) dengan pelarut N-heksana memiliki efek antimalaria yang dapat menghambat pertumbuhan P.falciparum dan mempunyai aktivitas yang tinggi sebagai antimalaria.
PERBEDAAN KARAKTERISTIK PASIEN SUSPEK NEGATIF COVID-19 DAN TERKONFIRMASI POSITIF COVID-19 DI RSUD SANJIWANI TAHUN 2020 Dewa Ayu Putri Sri Masyeni Masyeni
Surabaya Biomedical Journal Vol 1 No 3 (2022): Mei
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/sbj.v1i3.32

Abstract

Pandemi COVID-19 kini telah menjadi masalah di seluruh belahan dunia. Karakteristik kasus COVID-19 harus diketahui dengan jelas untuk penanganan yang efektif sehingga luaran pasien lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan karakteristik pasien suspek negatif COVID-19 dan terkonfirmasi positif COVID-19 di RSUD Sanjiwani Gianyar pada tahun 2020. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross-sectional pada rekam medik pasien yang dirawat dengan gejala infeksi saluran nafas. Data dianalisis dengan uji Chi-Square digunakan untuk data variabel nominal, uji paired t-test digunakan untuk variabel numerik yang terdistribusi normal sedangkan Mann-Whitney digunakan untuk variabel numerik yang terdistribusi tidak normal. Hasil penelitan ini terdapat 101 (67,3%) pasien suspek tidak terkonfirmasi COVID-19 dan 49 (32,7%) pasien terkonfirmasi positif COVID-19. Hasil analisis bivariat menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna antara variabel jenis kelamin, gambaran klinik, penyakit komorbid, hasil laboratorium darah lengkap, rasio NLR, derajat, hasil foto rontgen dada, lama rawat dan luaran (p>0,05), sedangkan terdapat perbedaan bermakna antara variabel usia pasien pasien suspek negatif COVID-19 dan pasien terkonfirmasi positif COVID-19 dan (p<0.05). Kesimpulan: manifestasi klinis tidak dapat membedakan pasien COVID-19 atau non-COVID, sehingga pemeriksaan baku standar mutlak dibutuhkan dalam menegakkan diagnosis COVID-19.
Perbandingan Kolesterol LDL antara Oksigen Hiperbarik pada 2,4 ATA 90 Menit dan 1,3 ATA 60 Menit pada Prajurit Angkatan Laut Hisnindarsyah dr.
Surabaya Biomedical Journal Vol 1 No 3 (2022): Mei
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/sbj.v1i3.33

Abstract

Terapi konvensional untuk kolesterol LDL belum optimal. Oksigenasi hiperbarik (OHB), yang melibatkan penggunaan oksigen di bawah tekanan lebih besar daripada yang ditemukan di permukaan bumi di permukaan laut, meningkatkan kelarutan oksigen dalam darah orang sehat. Pemberian OHB beberapa dosis akan meningkatkan tekanan oksigen pada tempat iskemia. OHB juga melakukan respon adaptif yang melakukan stres oksidatif, dan secara kuat menginduksi mRNA ho-1, di mana Heat Shock Protein (Hsp70) berperan sebagai perantara potensial. Semua itu akan menurunkan proses arteriosklerotik dan memberikan perlindungan seluler pada pasien dengan kolesterol LDL tinggi. Membuktikan manfaat terapi hiperbarik 2,4 ATA 90 menit dan 1,3 ATA 60 menit dalam meningkatkan proteksi seluler pada pasien kolesterol LDL tinggi. Uji klinis acak buta tunggal telah dilakukan di LAKESLA dari Mei 2014 sampai September 2014. Sampel penelitian adalah pasien kolesterol LDL tinggi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek dibagi menjadi dua kelompok, kelompok kontrol diberi perlakuan 1,3 ATA 60 menit, sedangkan kelompok terapi diberikan terapi standar 2,4 ATA 90 menit selama sepuluh hari. LDL dibandingkan pada hari pertama pasien masuk rumah sakit, hari ke-5 dan hari ke-10. Hasil perbandingan dianalisis dengan uji Mann-Whitney dan uji t. Tidak ada perbedaan bermakna pada semua variabel moderator, LDL sebelum perlakuan. Ada perbedaan yang signifikan untuk LDL (p=0,010) pada hari ke-10 pada terapi standar. Pengukuran penanda objektif mengungkapkan bahwa OHB meningkatkan perlindungan seluler pada pasien LDL tinggi. Paling efektif bila kita menggunakan 2,4 ATA 90 menit selama 10 hari. Modifikasi faktor ROS dan target hilirnya mungkin terlibat dalam efek OHB.
PENGARUH PENGGUNAAN LARUTAN FORMALIN 10% DAN LARUTAN FORMALIN 10% + FENOL 2.5% SEBAGAI BAHAN PENGAWETAN ( EMBALMING) PADA DERAJAT PERUBAHAN POST MORTEM SECARA GROSS PADA KELINCI PUTIH RAS NEW ZEALAND (Orictolagus cuniculus) JANTAN Nabil Nabil
Surabaya Biomedical Journal Vol 1 No 3 (2022): Mei
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/sbj.v1i3.34

Abstract

Dalam proses pembelajaran anatomi, dibutuhkan cadaver dengan perawatan cadaver berupa pengawetan yang baik dengan harapan mampu menjaga struktur dari organ – organ tersebut, mengurangi resiko pembusukan akibat jamur dan bakteri, mengurangi resiko toksisitas pada orang yang terpapar pada cadaver tersebut. Formalin 10% dan fenol 2,5% merupakan larutan yang dapat digunakan untuk pengawetan cadaver. Menggunakan sample sebanyak 18 ekor kelinci (oryctalagus cuniculus) ras New Zealand yang kemudian dibagi dengan metode randominasi menjadi 3 kelompok yaitukelompok hewan coba mati yang di masukaan dalam kotak khusus berisi aquadest sebanyak 10 liter, kelompok hewan coba mati yang di masukaan dalam kotak khusus berisi formalin 10%.sebanyak 10 liter dan kelompok hewan coba mati yang di masukaan dalam kotak khusus berisi campuran larutan formalin 10% sebanyak 9 liter dan fenol 2,5 % sebanyak 1 liter.Pada ketiga kelompok kelinci tersebut akan dilakukan pengamatan derajat perubahan postmortem menggunakan Skor Dekomposisi setiap 24 jam selama 3 hari. Hasil dari Uji Kruskas Wallis ada derajat perubahan postmortem secara gross menunjukkan signifikansi 0,00 (p<0,05) menunjukkan terdapat perbedaan pengaruh larutan aquadest, larutan formalin 10% dan campuran larutan formalin 10%+larutan fenol 2,5 % sebagai bahan embalming pada derajat perubahan post mortem secara gross kelinci putih (orictalagus cuniculs) selama 72 jam. Penelitian ini menunjukkan bahwa formalin 10% dan formalin 10% dengan fenol 2,5% dapat digunakan dapat digunakan sebagai cairan untuk mengawetkan namun tidak terdapat perbedaan pengaruh terhadap perubahan postmortem secara gross.
Heat Shock Protein (HSP) 70 dalam apoptosis dan inflamasi Verna Biutifasari
Surabaya Biomedical Journal Vol 1 No 3 (2022): Mei
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Hang Tuah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30649/sbj.v1i3.35

Abstract

Semua organisme menunjukkan respon homeostasis ketika organisme tersebut mengalami perubahan yang cepat dalam lingkungannya. Kemampuan organisme untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya sangat penting untuk kelangsungan hidup, dan kemungkinan merupakan kekuatan pendorong integral dalam evolusi. Heat shock protein (Hsp) adalah kelompok protein yang ekspresinya meningkat sebagai respons terhadap injuri. Hsp berfungsi sebagai molekul chaperone, degradasi protein, menghambat apoptosis. Peningkatan kadar Hsp terjadi setelah stres. Hsp mempunyai peran sentral dalam homeostasis seluler. Sistem penamaan atau nomenklatur Hsp berdasarkan berat molekulnya dan macam Hsp. Salah satu Hsp yang sering dipelajari adalah Hsp-70 Tujuan dari penulisan review ini adalah menjelaskan tentang Hsp serta peranan pada apoptosis dan inflamasi.

Page 1 of 1 | Total Record : 7