cover
Contact Name
Firduas Annas
Contact Email
rumahjurnal@uinbukittinggi.ac.id
Phone
+6285278566869
Journal Mail Official
firdaus@uinbukittinggi.ac.id
Editorial Address
Data Center Building, 2nd floor, State Islamic University of Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi. Gurun Aua St, Kubang Putih, Banuhampu, Agam - West Sumatra - Indonesia Tel. 0752 33136 | Fax 0752 22871
Location
Kab. agam,
Sumatera barat
INDONESIA
USRATY : Journal of Islamic Family Law
ISSN : -     EISSN : 30267404     DOI : 10.30983/usraty
Core Subject : Social,
FOCUS Usraty focuses to provide a scientific article on Islamic family law that developed in attendance through the article publications. SCOPE Usraty welcomes papers from academicians on theories, philosophy, conceptual paradigms, academic research, as well as religious practices. In particular, papers that consider the following general topics are invited. 1. Marriage 2. Inheritance 3. Testament (washiah) 4. Divorce 5. Property in marriage 6. Childcare, 7. Women and children rights 8. The rights and obligations of family 9. Endowments (wakaf) 10. Marriage and Gender
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023" : 8 Documents clear
Operasi Plastik dan Selaput Dara (Antara Kebutuhan dan Keinginan) dalam Perspektif Hukum Islam Mailiza Fitria
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6629

Abstract

Berbagai persoalan telah dihadapi umat Islam di era kontemporer ini yang butuh solusi cepat bagaimana hukumnya. Salah satunya adalah operasi plastik dengan semua variannya, termasuk operasi selaput dara. Permasalahan ini telah menjadi topik pembahasan yang cukup hangat dan menggelitik, karena berkaitan erat dengan agama, sosial, budaya, dan dengan gaya hidup masyarakat modern. Sementara di lain pihak, hal ini tidak dikaji secara eksplisit oleh ulama-ulama klasik terdahulu yang terbukti dengan tidak ditemukan pembahasannya di dalam kitab-kitab karya mereka. Penelitian ini membahas seputar operasi plastik dan salah satu variannya yaitu operasi selaput dara dengan pertimbangan kebutuhan atau keinginan ditinjau dari perspektif  hukum Islam. Sehingga diharapkan nantinya mampu memberikan solusi konkrit terhadap permasalahan tersebut. Peneliti menggunakan metode  penelitian pustaka (library research) dengan teknik analisis deskriptif dengan sumber data berasal dari  berbagai sumber data. Hasil dari penelitian ini bahwa  operasi plastik dan selaput dara berdasarkan tujuan prosedurnya, yaitu kalau untuk pengobatan yang bersifat darurat ( dharurah ) dan kebutuhan mendesak (hajjiyah), maka diperbolehkan dengan berbagai pertimbangan hukum Syari’at. Sedangkan kalau bertujuan hanya sekedar untuk kecantikan/estetik, maka hukum Islam memandang ini adalah hal yang dilarang sehingga perbuatannya haram hukum melakukanya. Various problems have been faced by Muslims in this contemporary era that need a quick solution to the law. And one of them is plastic surgery with all its variants, including hymen surgery. This problem has become a topic of discussion that is quite warm and intriguing, because it is closely related to the sociological aspects of society, coupled with the lifestyle of modern society. Meanwhile, on the other hand, this was not studied explicitly by earlier classical scholars, as evidenced by the absence of discussion in their books. This study discusses plastic surgery and one of its variants, namely hymen surgery with consideration of needs or desires from the perspective of Islamic law. So that it is hoped that later it will be able to provide concrete solutions to these problems. Researchers used library research methods with descriptive analysis techniques with data sources derived from various sources. The results of this study are that plastic surgery and hymen are based on the purpose of the procedure, namely if it is for treatment that is emergency (dharurah) and urgent needs (hajjiyah), then it is permissible with various considerations of Shari'a law. Meanwhile, if the aim is just for beauty/aesthetics, then Islamic law views this as something that is prohibited so that the act is considered unlawful
Konsep Pernikahan dalam Perspektif Feminisme dan Hukum Islam Widya Sari; Muhammad Arif
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6532

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji konsep pernikahan dalam perspektif feminisme dan hukum perkawinan Islam. Ini adalah kajian kepustakaan (library research) Metode analisis data yang digunakan adalah content analysis. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam wacana feminisme, terjadi pro-kontra  tentang  institusi lembaga perkawinan. Kaum feminis ada yang menolak mentah-mentah institusi perkawinan dan ada kubu yang pro. Kubu yang pro umumnya berasal dari kubu psikoanalisis dan postmodernis yang tidak melarang perempuan menjatuhkan pilihan bebasnya untuk menikah, namun bermaksud untuk mendefinisikan ulang makna perkawinan bagi perempuan dan laki-laki secara setara. Pernikahan dalam hukum perkawinan Islam menggambarkan bahwa keluarga adalah fondasi inti pembangunan masyarakat yang ditegakkan di atas dasar fitrah serta sistem yang kukuh. Keluarga merupakan kebutuhan vital bagi individu dan anggota masyarakat. Membinasakan keluarga  berarti menentang hukum alam dalam kehidupan sosial.This paper aims to examine the concept of marriage in the perspective of feminism and Islamic marriage law. This is a literature review (library research). The data analysis method used is content analysis. The findings of this study reveal that in the discourse of feminism, there are pros and cons regarding the institution of marriage. There are feminists who reject the institution of marriage outright and there are those who are pro. The pro camp generally comes from the psychoanalytic and postmodernist camps which do not prohibit women from making their free choice to marry, but intend to redefine the meaning of marriage for women and men equally.Marriage in Islamic marriage law illustrates that the family is the core foundation of community development which is upheld on the basis of nature and a strong system. Family is a vital need for individuals and members of society. Annihilating the family means going against the laws of nature in social life.
Studi Pemikiran Huzaemah Tahido Yanggo tentang Peran Perempuan di Ranah Publik Syarifatul Hayati
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6529

Abstract

Perempuan memegang peran yang unik dan strategis dalam kehidupan masyarakat. Islam tidak menghalangi perempuan berkiprah di ranah publik, apalagi ia merupakan sosok yang mempunyai kompetensi untuk mengemban amanah di masyarakat bahkan negara. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap pemikiran Huzaemah Tahido Yanggo tokoh  perempuan, metode dan kecenderungan posisi pemikirannya tentang peran perempuan di ranah publik. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini metode tersebut digunakan untuk mendeskripsikan dan memaparkan pemikiran  seorang tokoh perempuan yang fokus perhatiannya tentang peran perempuan di ranah publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran fiqh Huzaemah yang khas Indonesia hadir dan dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya merumuskan alternatif  fiqih yang baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia.  Huzaemah  melakukan penafsiran teks secara kritis dan mendalam atas sumber- sumber Islam melalui pendekatan yang inklusif, rasional, substantif dan kontekstual. Kecenderungan posisi pemikiran fiqh Huzaemah Tahido Yanggo berbasis tradisi masyarakat/’urf. Menurut Huzaemah, indikasinya terletak pada kesamaan hak dan peluang, untuk menjadi apa pun, dalam bidang apa pun di ranah publik. Perempuan dalam bidang politik memiliki hak menjadi Kepala Negara (top leader), dengan syarat tidak meninggalkan kewajiban dosmestiknya, semisal sebagai istri dan seorang ibu.Women play a unique and strategic role in the life of society. Islam does not prevent women from taking part in the public sphere, especially if she is a figure who has the competence to carry out the mandate in society and even the state. This article aims to reveal Huzaemah Tahido Yanggo's thoughts on women's figures, methods and the tendency of her position of thought on the role of women in the public sphere. This research was compiled using a qualitative descriptive method. In this research, the method is used to describe and explain the thoughts of a female figure who focuses her attention on the role of women in the public sphere. The results show that Huzaemah's distinctive Indonesian fiqh thinking is present and can be accounted for in an effort to formulate a new alternative fiqh that is in accordance with the situation and conditions of Indonesian society.Huzaemah interprets texts critically and deeply on Islamic sources through an inclusive, rational, substantive and contextual approach. The tendency of Huzaemah Tahido Yanggo's fiqh thinking position is based on community tradition/'urf. According to Huzaemah, the indication lies in equal rights and opportunities, to be anything, in any field in the public sphere. Women in the political field have the right to become the Head of State (top leader), on condition that they do not leave their domestic obligations, such as as a wife and a mother.
Analisis Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor:916/Pdt.P/2022/Pn.Sby Tentang Perkawinan Beda Agama Yan Fajri; Wedi Afri
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6527

Abstract

Realitanya saat ini, masih ada Muslim dengan non Muslim yang melangsungkan perkawinan beda agama. Perkawinan dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan perkawinan beda agama ke pengadilan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pertimbangan hakim terhadap pemberian izin perkawinan beda agama dan dampak terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama. Metode dalam penelitian menggunakan metode (library research) dengan melakukan analisis terhadap putusan-putusan PN terdahulu yang berkaitan dengan materi ini. Teknik dalam pengumpulan bahan dan data dalam metode ini diambil dari berbagai literatur kepustakaan seperti buku dan jurnal. Hasil penelitian ini adalah penulis menyatakan tidak setuju atau menolak terhadap pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri Surabaya Perkara Nomor: 916/Pdt.P/2022/Pn.Sby. Terkait dalam memutuskan dan mengabulkan perkawinan beda agama dalam putusan tersebut, hakim tidak mempedomani UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1), Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 4, 40, 44, dan 61, keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia) melalui Keputusan Nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005, Keputusan NU (Nahdatul Ulama) dalam fatwa yang disahkan dalam muktamar kedua puluh delapan di Yogyakarta pada akhir November 1989, dan keputusan organisasi Muhammadiyah dalam Keputusan Muktamar Tarjih ke-22 Tahun 1989 di Malang Jawa Timur. Sedangkan salah seorang calon mempelai merupakan beragama Islam. Dalam Islam, perkawinan beda agama dilarang dan tidak dihalalkan. Apabila hakim pertimbangan keputusan-keputusan tersebut sebagai pedoman dalam menetapkan perkawinan beda agama, maka dengan mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut hakim tidaklah mengabulkan permohonan perkawinan beda agama.The current reality is that there are still Muslims and non-Muslims who enter into interfaith marriages. Marriage can be carried out by submitting an application for an interfaith marriage to the court. The aim of this research is to analyze the judge's considerations regarding granting permits for interfaith marriages and the impact on children born from interfaith marriages. The research method uses a library research method by analyzing previous PN decisions related to this material. The techniques for collecting materials and data in this method are taken from various literature such as books and journals. The results of this research are that the author stated that he did not agree or reject the judge's considerations in granting the request for interfaith marriage at the Surabaya District Court Case Number: 916/Pdt.P/2022/Pn.Sby. Regarding deciding and granting interfaith marriages in this decision, the judge did not follow Law no. 1 of 1974 concerning Marriage Article 2 paragraph (1), Instruction of the President of the Republic of Indonesia No. 1 of 1991 concerning the Compilation of Islamic Law (KHI) Articles 4, 40, 44, and 61, the decision of the MUI (Indonesian Ulema Council) through Decision Number 4/MUNAS VII/MUI/8/2005, the NU (Nahdatul Ulama) decision in the fatwa issued ratified in the twenty-eighth congress in Yogyakarta at the end of November 1989, and the decision of the Muhammadiyah organization in the 22nd Tarjih Congress Decree of 1989 in Malang, East Java. Meanwhile, one of the prospective bride and groom is Muslim. In Islam, interfaith marriages are prohibited and not permitted. If the judge considers these decisions as guidelines in determining interfaith marriages, then by considering these decisions the judge will not grant the request for interfaith marriage
Pandangan Hukum Islam Terhadap Cerai Gugat pada Usia Dini Pernikahan di Pengadilan Agama Maninjau Muhammad Ridha; Deliana Deliana; Pendi Hasibuan
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6598

Abstract

Artikel ini membahas mengenai faktor-faktor terjadinya cerai gugat pada usia dini pernikahan di Pengadilan Agama Maninjau serta analisis hukum islam terhadap cerai gugat pada usia dini pernikahan. Pembahasan ini dilatar belakangi karena pada masa pademi covid-19 banyak terjadi cerai gugat pada usia dini pernikahan di PA Maninau yang dilakukan oleh pasangan yang menikah pada usia menikah yang ditentukan Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019, yakni laki-laki dan perempuan berusia 19 tahun. Jenis penelitian artikel ini adalah penelitian lapangan dengan mengolah data secara kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan beberapa faktor terjadinya cerai gugat pada usia dini pernikahan pada masa pandemi covid-19 di Pengadilan Agama Maninjau adalah karena pasangan kurang bisa memaknai arti dari sebuah pernikahan, tidak sabar dan mengalah, komunikasi antara suami isteri kurang intens, pendidikan, nafkah, ditinggal suami, suami tempramental, suami dipenjara dan gangguan pihak ketiga. Cerai gugat pada usia dini pernikahan tidak bertentangan dengan syari’at islam demi mencegah “kemudharatan” antara suami isteri yang terjadi apabila pernikahan tetap dipertahankan.This article discusses the factors of contested divorce at an early age of marriage at the Maninjau Religious Court as well as an analysis of Islamic law on contested divorce at an early age of marriage. This discussion is motivated by the fact that during the Covid-19 pandemic there were many contested divorces at an early age, marriages in PA Maninau were carried out by couples who married at the age determined by Marriage Law No. 16 of 2019, namely boys and girls aged 19 years. The type of research in this article is field research by processing data qualitatively. From the research conducted, it was concluded that several factors led to divorce at an early age of marriage during the Covid-19 pandemic at the Maninjau Religious Court, namely because the couple was unable to interpret the meaning of marriage, was impatient and gave in, communication between husband and wife was less intense, education, livelihood, left by husband, temperamental husband, husband imprisoned and third party interference. Divorce at an early age of marriage does not conflict with Islamic law in order to prevent "harm" between husband and wife that occurs if the marriage is maintained
Praktek Nikah Siri pada Jasa Nikah Siri Padang Amanah Perspektif Fiqh Munakahat Hendri Hendri; Shafra Shafra; Basri Na'ali
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6586

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya grup facebook "Jasa Nikah Siri amanah Padang". pada grup tersebut sering menawarkan jasa pernikahan siri serta memberikan pelayanan bagi para pihak yang ingin melakukan pernikahan siri Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses nikah siri pada "Jasa Nikah Siri amanah Padang" serta perspektif fiqh munakahat. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. dengan analisis data reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Praktik nikah siri melalui jasa penawaran “Jasa Nikah Siri amanah Padang” ini dianggap tidak sah karena  wali yang digunakan dianggap wali hakim padahal wali tersebut adalah wali muhakkam dimana wali muhakkam tidak sah menjadi wali selagi wali hakim ada di daerah tersebut. sedangkan wali wakim merupakan wali yang ditunjuka oleh sultan (penguasa) menurut imam syaf’’iThis research is motivated by the existence of a facebook group "Jasa Siri Amanah Padang Marriage". in these groups often offer siri marriage services and provide services for parties who wish to carry out siri marriages. The purpose of this research is to find out the siri marriage process in "Siri Nikah Amanah Padang Services" as well as the munakahat fiqh perspective. This research includes field research with data collection techniques using interviews and documentation. with data analysis data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of this study indicate that the practice of siri marriage through the offering service "Siri Nikah Siri amanah Padang" is considered invalid because the guardian used is considered the guardian of the judge even though the guardian is the guardian of the muhakkam where the guardian is muhakkam while the guardian of the wakim is the guardian appointed by the sultan (ruler). according to Imam Syaf''i.
Esensi Wali Nikah Perspektif Surat An-Nisa dan Relevansinya Terhadap Masyarakat Modern Afdilla Nisa; Andriyaldi Andriyaldi
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6614

Abstract

This article explores the essence of marriage guardian in the perspective of Surah An-Nisa in the Koran and its relevance in modern society. Surat An-Nisa discusses the laws of marriage and women's rights, including the role of marriage guardian. This study analyzes verses related to marriage guardians and the interpretations of prominent scholars. The results show that the essence of marriage guardians, such as protecting women's rights and giving consent in good faith and being a mediator in resolving conflicts, remains relevant in maintaining a just marriage institution. However, challenges arise in the context of an increasingly inclusive and complex modern society. A solution is needed to integrate Islamic values that respect gender equality with tradition and modernity. An in-depth understanding of the essence of marriage guardians from the perspective of the Koran is important to support healthy and harmonious marriage relations in this era of globalization.   
Analisis Metode Ijtihad Kontemporer Terkait Ketentuan Hibah dalam Kompilasi Hukum Islam Muhammad Fadhlan Is
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6507

Abstract

Hingga saat ini ketentuan terkait hibah dalam KHI terus menjadi perdebatan di kalangan hakim dan praktisi Hukum Islam di Indonesia. Hal ini karena adanya ketentuan hibah di KHI yang berbeda dengan fikih klasik. Oleh karena itu menarik untuk diteliti tentang analisis metode ijtihad kontemporer terkait ketentuan  hibah dalam Kompilasi Hukum Islam. Metode penelitian ini menggunakan library research dengan menggunakan pendekatan sosiologi hukum. Hasil penelitian ditemukan dua kelompok yang berbeda dalam menggunakan metode ijtihad terkait hibah dalam KHI yaitu:  Pertama, kelompok tradisional yang menolak beberapa ketentuan hibah KHI  karena bertentangan dengan nash dan pendapat para fuqaha’. Metode ijtihad yang di pakai adalah Metode Ijtihad selektif (Ijtihad intiqo’i. Kedua, kelompok modernis yang bercorak harmonisasi dengan mencari jalan tengah antara hukum fikih kelasik dengan peraturan yang berlaku dan mempertimbangkan adat istiadat di Indonesia. Metode ijtihad yang digunakan  adalah penggabungan dari ijtihad selektif (Ijtihad intiqo’i) dengan ijtihad kreatif (insya’i) Until now, the provisions related to grants in the KHI continue to be debated among judges and practitioners of Islamic Law in Indonesia. This research method uses library research using a sociology of law approach. The results of the study found two groups of disagreements among scholars regarding post-formulation grants, namely: First, traditional groups that reject grant terms because they contradict the nash and the opinions of the fuqaha'. The ijtihad method used is the intiqo’i ijtihad method. Second, modernist groups that have a harmonized pattern by finding a middle way between class jurisprudence and applicable regulations and considering customs in Indonesia. The ijtihad method used is a merger of selective ijtihad (Ijtihad intiqo'i) with creative ijtihad (insya'i).

Page 1 of 1 | Total Record : 8