cover
Contact Name
Firduas Annas
Contact Email
rumahjurnal@uinbukittinggi.ac.id
Phone
+6285278566869
Journal Mail Official
firdaus@uinbukittinggi.ac.id
Editorial Address
Data Center Building, 2nd floor, State Islamic University of Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi. Gurun Aua St, Kubang Putih, Banuhampu, Agam - West Sumatra - Indonesia Tel. 0752 33136 | Fax 0752 22871
Location
Kab. agam,
Sumatera barat
INDONESIA
USRATY : Journal of Islamic Family Law
ISSN : -     EISSN : 30267404     DOI : 10.30983/usraty
Core Subject : Social,
FOCUS Usraty focuses to provide a scientific article on Islamic family law that developed in attendance through the article publications. SCOPE Usraty welcomes papers from academicians on theories, philosophy, conceptual paradigms, academic research, as well as religious practices. In particular, papers that consider the following general topics are invited. 1. Marriage 2. Inheritance 3. Testament (washiah) 4. Divorce 5. Property in marriage 6. Childcare, 7. Women and children rights 8. The rights and obligations of family 9. Endowments (wakaf) 10. Marriage and Gender
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 15 Documents
Operasi Plastik dan Selaput Dara (Antara Kebutuhan dan Keinginan) dalam Perspektif Hukum Islam Mailiza Fitria
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6629

Abstract

Berbagai persoalan telah dihadapi umat Islam di era kontemporer ini yang butuh solusi cepat bagaimana hukumnya. Salah satunya adalah operasi plastik dengan semua variannya, termasuk operasi selaput dara. Permasalahan ini telah menjadi topik pembahasan yang cukup hangat dan menggelitik, karena berkaitan erat dengan agama, sosial, budaya, dan dengan gaya hidup masyarakat modern. Sementara di lain pihak, hal ini tidak dikaji secara eksplisit oleh ulama-ulama klasik terdahulu yang terbukti dengan tidak ditemukan pembahasannya di dalam kitab-kitab karya mereka. Penelitian ini membahas seputar operasi plastik dan salah satu variannya yaitu operasi selaput dara dengan pertimbangan kebutuhan atau keinginan ditinjau dari perspektif  hukum Islam. Sehingga diharapkan nantinya mampu memberikan solusi konkrit terhadap permasalahan tersebut. Peneliti menggunakan metode  penelitian pustaka (library research) dengan teknik analisis deskriptif dengan sumber data berasal dari  berbagai sumber data. Hasil dari penelitian ini bahwa  operasi plastik dan selaput dara berdasarkan tujuan prosedurnya, yaitu kalau untuk pengobatan yang bersifat darurat ( dharurah ) dan kebutuhan mendesak (hajjiyah), maka diperbolehkan dengan berbagai pertimbangan hukum Syari’at. Sedangkan kalau bertujuan hanya sekedar untuk kecantikan/estetik, maka hukum Islam memandang ini adalah hal yang dilarang sehingga perbuatannya haram hukum melakukanya. Various problems have been faced by Muslims in this contemporary era that need a quick solution to the law. And one of them is plastic surgery with all its variants, including hymen surgery. This problem has become a topic of discussion that is quite warm and intriguing, because it is closely related to the sociological aspects of society, coupled with the lifestyle of modern society. Meanwhile, on the other hand, this was not studied explicitly by earlier classical scholars, as evidenced by the absence of discussion in their books. This study discusses plastic surgery and one of its variants, namely hymen surgery with consideration of needs or desires from the perspective of Islamic law. So that it is hoped that later it will be able to provide concrete solutions to these problems. Researchers used library research methods with descriptive analysis techniques with data sources derived from various sources. The results of this study are that plastic surgery and hymen are based on the purpose of the procedure, namely if it is for treatment that is emergency (dharurah) and urgent needs (hajjiyah), then it is permissible with various considerations of Shari'a law. Meanwhile, if the aim is just for beauty/aesthetics, then Islamic law views this as something that is prohibited so that the act is considered unlawful
Konsep Pernikahan dalam Perspektif Feminisme dan Hukum Islam Widya Sari; Muhammad Arif
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6532

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji konsep pernikahan dalam perspektif feminisme dan hukum perkawinan Islam. Ini adalah kajian kepustakaan (library research) Metode analisis data yang digunakan adalah content analysis. Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam wacana feminisme, terjadi pro-kontra  tentang  institusi lembaga perkawinan. Kaum feminis ada yang menolak mentah-mentah institusi perkawinan dan ada kubu yang pro. Kubu yang pro umumnya berasal dari kubu psikoanalisis dan postmodernis yang tidak melarang perempuan menjatuhkan pilihan bebasnya untuk menikah, namun bermaksud untuk mendefinisikan ulang makna perkawinan bagi perempuan dan laki-laki secara setara. Pernikahan dalam hukum perkawinan Islam menggambarkan bahwa keluarga adalah fondasi inti pembangunan masyarakat yang ditegakkan di atas dasar fitrah serta sistem yang kukuh. Keluarga merupakan kebutuhan vital bagi individu dan anggota masyarakat. Membinasakan keluarga  berarti menentang hukum alam dalam kehidupan sosial.This paper aims to examine the concept of marriage in the perspective of feminism and Islamic marriage law. This is a literature review (library research). The data analysis method used is content analysis. The findings of this study reveal that in the discourse of feminism, there are pros and cons regarding the institution of marriage. There are feminists who reject the institution of marriage outright and there are those who are pro. The pro camp generally comes from the psychoanalytic and postmodernist camps which do not prohibit women from making their free choice to marry, but intend to redefine the meaning of marriage for women and men equally.Marriage in Islamic marriage law illustrates that the family is the core foundation of community development which is upheld on the basis of nature and a strong system. Family is a vital need for individuals and members of society. Annihilating the family means going against the laws of nature in social life.
Tradisi Budendo Pelaku Nikah Sumbang Perspektif Sosiologi Hukum Islam Ashlih Muhammad Dafizki; Edi Rosman; Busyro Busyro
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i2.7530

Abstract

Pernikahan sumbang yang terjadi di antara anak keturunan dari saudara laki-laki dan anak keturunan dari saudara perempuan berkonsekuensi pada denda adat bagi pasangan yang melangsungkannya disebut dengan budendo. Penelitian ini bertujuan pada eksplorasi: 1) makna adat tradisi budendo pada nikah sumbang; 2) faktor-faktor penyebab terjadinya nikah sumbang; dan 3) implikasi tradisi budendo terhadap pelaksanaan nikah sumbang bagi masyarakat Desa Semurup, Kecamatan Air Hangat, Kabupaten Kerinci. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara wawancara dengan narasumber terkait dengan judul pembahasan serta literatur yang berhubungan dengan nikah sumbang. Hasil dari penelitian ini adalah; 1) tradisi budendo bermakna sebuah rangkaian acara adat yang bertujuan untuk memintakan denda adat kepada pasangan yang melakukan pernikahan sumbang, dan juga untuk menghilangkan kemudhoratan dari pernikahan yang telah mereka laksanakan; 2) faktor pendorong terjadinya pernikahan sumbang disebabkan beberapa hal antara lain, perjodohan, mempererat tali persaudaraan, suka sama suka, kemurnian keturunan dan mempertahankan harta; 3) implikasi yang ditimbulkan dari tradisi budendo ini berupa kepatuhan terhadap hukum dan untuk menertibkan masyarakat dengan cara membayar denda adat.The occurrence of intermarriage between descendants of male relatives and descendants of female relatives resulting in customary fines for the couple who conduct it is known as "budendo." This study aims to explore: 1) the cultural significance of the budendo tradition in intermarriages; 2) the factors contributing to intermarriages; and 3) the implications of the budendo tradition on the execution of intermarriages in the Semurup village, Air Hangat Subdistrict, Kerinci Regency. This research utilizes a qualitative methodology. It involves conducting interviews with relevant informants on the subject matter and reviewing literature related to intermarriages. The findings of this study are as follows: 1) the budendo tradition signifies a series of customary proceedings aimed at seeking customary fines from couples engaged in intermarriage and also at eliminating any harm resulting from the marriage they have undertaken; 2) the driving factors behind intermarriages include arranged marriages, strengthening familial ties, mutual affection, preserving lineage purity, and safeguarding wealth; 3) the implications arising from the budendo tradition encompass compliance with customary law and maintaining societal order by paying customary fines.
Studi Pemikiran Huzaemah Tahido Yanggo tentang Peran Perempuan di Ranah Publik Syarifatul Hayati
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6529

Abstract

Perempuan memegang peran yang unik dan strategis dalam kehidupan masyarakat. Islam tidak menghalangi perempuan berkiprah di ranah publik, apalagi ia merupakan sosok yang mempunyai kompetensi untuk mengemban amanah di masyarakat bahkan negara. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap pemikiran Huzaemah Tahido Yanggo tokoh  perempuan, metode dan kecenderungan posisi pemikirannya tentang peran perempuan di ranah publik. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini metode tersebut digunakan untuk mendeskripsikan dan memaparkan pemikiran  seorang tokoh perempuan yang fokus perhatiannya tentang peran perempuan di ranah publik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran fiqh Huzaemah yang khas Indonesia hadir dan dapat dipertanggungjawabkan dalam upaya merumuskan alternatif  fiqih yang baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat Indonesia.  Huzaemah  melakukan penafsiran teks secara kritis dan mendalam atas sumber- sumber Islam melalui pendekatan yang inklusif, rasional, substantif dan kontekstual. Kecenderungan posisi pemikiran fiqh Huzaemah Tahido Yanggo berbasis tradisi masyarakat/’urf. Menurut Huzaemah, indikasinya terletak pada kesamaan hak dan peluang, untuk menjadi apa pun, dalam bidang apa pun di ranah publik. Perempuan dalam bidang politik memiliki hak menjadi Kepala Negara (top leader), dengan syarat tidak meninggalkan kewajiban dosmestiknya, semisal sebagai istri dan seorang ibu.Women play a unique and strategic role in the life of society. Islam does not prevent women from taking part in the public sphere, especially if she is a figure who has the competence to carry out the mandate in society and even the state. This article aims to reveal Huzaemah Tahido Yanggo's thoughts on women's figures, methods and the tendency of her position of thought on the role of women in the public sphere. This research was compiled using a qualitative descriptive method. In this research, the method is used to describe and explain the thoughts of a female figure who focuses her attention on the role of women in the public sphere. The results show that Huzaemah's distinctive Indonesian fiqh thinking is present and can be accounted for in an effort to formulate a new alternative fiqh that is in accordance with the situation and conditions of Indonesian society.Huzaemah interprets texts critically and deeply on Islamic sources through an inclusive, rational, substantive and contextual approach. The tendency of Huzaemah Tahido Yanggo's fiqh thinking position is based on community tradition/'urf. According to Huzaemah, the indication lies in equal rights and opportunities, to be anything, in any field in the public sphere. Women in the political field have the right to become the Head of State (top leader), on condition that they do not leave their domestic obligations, such as as a wife and a mother.
Analisis Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor:916/Pdt.P/2022/Pn.Sby Tentang Perkawinan Beda Agama Yan Fajri; Wedi Afri
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6527

Abstract

Realitanya saat ini, masih ada Muslim dengan non Muslim yang melangsungkan perkawinan beda agama. Perkawinan dapat dilakukan dengan mengajukan permohonan perkawinan beda agama ke pengadilan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pertimbangan hakim terhadap pemberian izin perkawinan beda agama dan dampak terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama. Metode dalam penelitian menggunakan metode (library research) dengan melakukan analisis terhadap putusan-putusan PN terdahulu yang berkaitan dengan materi ini. Teknik dalam pengumpulan bahan dan data dalam metode ini diambil dari berbagai literatur kepustakaan seperti buku dan jurnal. Hasil penelitian ini adalah penulis menyatakan tidak setuju atau menolak terhadap pertimbangan-pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan perkawinan beda agama di Pengadilan Negeri Surabaya Perkara Nomor: 916/Pdt.P/2022/Pn.Sby. Terkait dalam memutuskan dan mengabulkan perkawinan beda agama dalam putusan tersebut, hakim tidak mempedomani UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (1), Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 4, 40, 44, dan 61, keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia) melalui Keputusan Nomor 4/MUNAS VII/MUI/8/2005, Keputusan NU (Nahdatul Ulama) dalam fatwa yang disahkan dalam muktamar kedua puluh delapan di Yogyakarta pada akhir November 1989, dan keputusan organisasi Muhammadiyah dalam Keputusan Muktamar Tarjih ke-22 Tahun 1989 di Malang Jawa Timur. Sedangkan salah seorang calon mempelai merupakan beragama Islam. Dalam Islam, perkawinan beda agama dilarang dan tidak dihalalkan. Apabila hakim pertimbangan keputusan-keputusan tersebut sebagai pedoman dalam menetapkan perkawinan beda agama, maka dengan mempertimbangkan keputusan-keputusan tersebut hakim tidaklah mengabulkan permohonan perkawinan beda agama.The current reality is that there are still Muslims and non-Muslims who enter into interfaith marriages. Marriage can be carried out by submitting an application for an interfaith marriage to the court. The aim of this research is to analyze the judge's considerations regarding granting permits for interfaith marriages and the impact on children born from interfaith marriages. The research method uses a library research method by analyzing previous PN decisions related to this material. The techniques for collecting materials and data in this method are taken from various literature such as books and journals. The results of this research are that the author stated that he did not agree or reject the judge's considerations in granting the request for interfaith marriage at the Surabaya District Court Case Number: 916/Pdt.P/2022/Pn.Sby. Regarding deciding and granting interfaith marriages in this decision, the judge did not follow Law no. 1 of 1974 concerning Marriage Article 2 paragraph (1), Instruction of the President of the Republic of Indonesia No. 1 of 1991 concerning the Compilation of Islamic Law (KHI) Articles 4, 40, 44, and 61, the decision of the MUI (Indonesian Ulema Council) through Decision Number 4/MUNAS VII/MUI/8/2005, the NU (Nahdatul Ulama) decision in the fatwa issued ratified in the twenty-eighth congress in Yogyakarta at the end of November 1989, and the decision of the Muhammadiyah organization in the 22nd Tarjih Congress Decree of 1989 in Malang, East Java. Meanwhile, one of the prospective bride and groom is Muslim. In Islam, interfaith marriages are prohibited and not permitted. If the judge considers these decisions as guidelines in determining interfaith marriages, then by considering these decisions the judge will not grant the request for interfaith marriage
Ekshibisi Keintiman Pasangan Kelas Menengah Muslim dan Rekognisi Sosial di Ruang Digital Alex Medani
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i2.7557

Abstract

Artikel ini membahas tentang ekshibisi keintiman pasangan kelas menengah muslim dan rekognisi sosial di ruang digital. Pada dasarnya, pernikahan di dalam Islam merupakan ritual ibadah yang secara ideal merupakan instrumen untuk mencapai kualitas kehidupan yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Konsekuensi dari pernikahan adalah terjalinnya rasa cinta antar pasangan yang pada gilirannya menuju kepada keintiman antar personal. Seiring berkembangnya arus informasi, konfigurasi keintiman pasangan muslim tidak lagi hanya dirasakan oleh sebuah pasangan, namun juga dimodifikasi sebagai perantara dakwah untuk menyampaikan pesan positif tentang pernikahan kepada orang lain. Dengan pendekatan deskriptif kualitatif, artikel ini ingin memotret pergulatan identitas pasangan kelas menengah muslim dalam pergaulan digital, menggambarkan, mengidentifikasi, dan menganalisis fenomena tersebut tanpa berusaha mengajukan penjelasan atau interpretasi kausal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa parade keintiman pasangan muslim di ruang publik tidak hanya sebatas eksistensi diri, lebih jauh juga merupakan upaya untuk mendapatkan rekognisi sosial dari komunitas digital yang berimplikasi kepada engagement indvidu hingga nilai ekonomis. Tindakan dan interaksi ini, disadari atau tidak, memainkan peran dalam membentuk opini publik. Keintiman pasangan yang diungkapkan oleh sebuah pasangan dapat memberikan pengaruh positif atau negatif tergantung pada respons audience-nya.The exhibiting of intimacy between middle-class Muslim couples and their social recognition in the public sphere are the topics of this essay. In essence, Islamic marriage is a worship ceremony that is intended to be used as an instrument of obtaining sakinah, mawaddah, and rahmah—quality of life. The creation of a love bond between couples is the consequence of marriage, so this love bond eventually leads to interpersonal intimacy. The dynamics of intimacy between Muslim couples have evolved such that they now serve as a conduit for da'wah, which spreads virtuous teachings to the public regarding marriage. This essay aims to capture the identity problems of middle-class Muslim couples in digital relationships using a qualitative descriptive technique, without attempting to offer causal explanations or interpretations. Instead, it describes, identifies, and analyses the phenomena. This study concludes that Muslim couples' public displays of affection are not just an attempt to live their lives; they are also an attempt to be recognized by the online community, which has consequences for personal engagement to economics value. Whether intentionally or not, these conducts and conversations influence public perceptions. The intimate relationship displayed by a couple can have a beneficial or negative impact depending on the audience's response
Pandangan Hukum Islam Terhadap Cerai Gugat pada Usia Dini Pernikahan di Pengadilan Agama Maninjau Muhammad Ridha; Deliana Deliana; Pendi Hasibuan
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6598

Abstract

Artikel ini membahas mengenai faktor-faktor terjadinya cerai gugat pada usia dini pernikahan di Pengadilan Agama Maninjau serta analisis hukum islam terhadap cerai gugat pada usia dini pernikahan. Pembahasan ini dilatar belakangi karena pada masa pademi covid-19 banyak terjadi cerai gugat pada usia dini pernikahan di PA Maninau yang dilakukan oleh pasangan yang menikah pada usia menikah yang ditentukan Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019, yakni laki-laki dan perempuan berusia 19 tahun. Jenis penelitian artikel ini adalah penelitian lapangan dengan mengolah data secara kualitatif. Dari penelitian yang dilakukan disimpulkan beberapa faktor terjadinya cerai gugat pada usia dini pernikahan pada masa pandemi covid-19 di Pengadilan Agama Maninjau adalah karena pasangan kurang bisa memaknai arti dari sebuah pernikahan, tidak sabar dan mengalah, komunikasi antara suami isteri kurang intens, pendidikan, nafkah, ditinggal suami, suami tempramental, suami dipenjara dan gangguan pihak ketiga. Cerai gugat pada usia dini pernikahan tidak bertentangan dengan syari’at islam demi mencegah “kemudharatan” antara suami isteri yang terjadi apabila pernikahan tetap dipertahankan.This article discusses the factors of contested divorce at an early age of marriage at the Maninjau Religious Court as well as an analysis of Islamic law on contested divorce at an early age of marriage. This discussion is motivated by the fact that during the Covid-19 pandemic there were many contested divorces at an early age, marriages in PA Maninau were carried out by couples who married at the age determined by Marriage Law No. 16 of 2019, namely boys and girls aged 19 years. The type of research in this article is field research by processing data qualitatively. From the research conducted, it was concluded that several factors led to divorce at an early age of marriage during the Covid-19 pandemic at the Maninjau Religious Court, namely because the couple was unable to interpret the meaning of marriage, was impatient and gave in, communication between husband and wife was less intense, education, livelihood, left by husband, temperamental husband, husband imprisoned and third party interference. Divorce at an early age of marriage does not conflict with Islamic law in order to prevent "harm" between husband and wife that occurs if the marriage is maintained
Strategi dalam Menajaga Ketahanan Keluarga Bagi Penyandang Disabilitas (Studi Kasus di Kecamatan Candung, Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat) Dahyul Daipon; Abul Khair
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i2.6835

Abstract

The title of this research is "The Efforts of a Husband and Wife with Disabilities in Forming a Sakinah Family (Case Study in Cdung District, Agam Regency)." The author, Abul Khair, discusses the sakinah family, which includes understanding each other, exercising rights and obligations, providing peace, love and happiness among family members. This study aims to determine the efforts of married couples with disabilities in creating a sakinah family. The research method used was field research in Cdung District, Agam Regency, with data collection techniques in the form of observation, interviews, and documentation. The results of the study showed that five couples with disabilities succeeded in creating a sakinah family. In forming a sakinah family, several important factors were found, including compatibility between husband and wife, partnership, complementing each other's weaknesses, accepting each other's strengths and weaknesses, supporting each other, and carrying out God's commands. Even though they have physical limitations, marriages between people with disabilities bring the same spirit of struggle in building a family life. This encourages married couples with disabilities to create a sakinah family, because they feel that they have physical equality and equality in deficiencies, thus proving that harmony in a marriage does not depend on physical conditions, can be one word or compound words. 
Negosiasi Adat dan Administrasi Perkawinan dalam Pengurusan Pengantar Nikah di Sungai Penuh Yumna Sakinah Lubis; Nuzul Iskandar; Hannilfi Yusra
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 2 (2023): Desember 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i2.7583

Abstract

Artikel ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan bernegosiasi dengan aturan-aturan adat dalam suatu komunitas masyarakat. Lazim dipahami bahwa pelaksanaan suatu hukum positif tidak serta merta terlaksana tanpa berdinamika dengan konteks sosial-kultural di mana ia berada, terlebih jika objek yang diatur tersebut sudah diatur terlebih dahulu dengan norma adat yang lebih lokalitstik. Artikel ini bertujuan untuk mengisi celah kekosongan penelitian dalam menjelaskan bagaimana hukum positif memberikan pengaruh terhadap praktik perkawinan yang sudah lama dipraktikkan masyarakat, serta bagaimana norma-norma adat mempengaruhi pelaksanaan norma hukum positif. Studi ini menggunakan pendekatan grounded theory dengan mengandalkan data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan studi dokumen, sedangkan lokasi penelitian adalah salah satu kecamatan di wilayah Kota Sungai Penuh, Jambi. Artikel ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Sungai Penuh tidak merasa keberatan dengan ditambahkan syarat dalam prosedur registrasi nikah di Kantor Urusan Agama, yaitu harus mendapat persetujuan tertulis dari tokoh adat yang disebut tengganai walaupun syarat itu tidak tertera secara formal dalam dokumen Undang-Undang Perkawinan dan peraturan turunannya. Justru masyarakat menerima tambahan aturan ini sebagai bentuk sinergi yang baik antara aturan negara, aturan agama, dan aturan adat.This article aims to elucidate how the implementation of the Marriage Law negotiates with customary rules within a community. It is commonly understood that the implementation of positive law does not occur in isolation but dynamically interacts with the socio-cultural context in which it operates, especially when the subject matter is already regulated by more localized customary norms. This article seeks to fill a research gap in explaining how positive law influences long-standing marriage practices within a community and how customary norms impact the implementation of positive legal norms. The study employs a grounded theory approach, relying on data obtained through interviews, observations, and document analysis, conducted in one of the sub-districts in the city of Sungai Penuh, Jambi. The article demonstrates that the community in Sungai Penuh does not object to additional requirements in the marriage registration procedure at the Office of Religious Affairs, namely obtaining written approval from a customary figure known as tengganai, even though this requirement is not formally stipulated in the Marriage Law and its derivative regulations. Instead, the community perceives this additional rule as a form of synergistic collaboration between state, religious, and customary regulations.
Praktek Nikah Siri pada Jasa Nikah Siri Padang Amanah Perspektif Fiqh Munakahat Hendri Hendri; Shafra Shafra; Basri Na'ali
USRATY : Journal of Islamic Family Law Vol 1, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/usraty.v1i1.6586

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya grup facebook "Jasa Nikah Siri amanah Padang". pada grup tersebut sering menawarkan jasa pernikahan siri serta memberikan pelayanan bagi para pihak yang ingin melakukan pernikahan siri Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses nikah siri pada "Jasa Nikah Siri amanah Padang" serta perspektif fiqh munakahat. Penelitian ini termasuk penelitian lapangan dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. dengan analisis data reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Praktik nikah siri melalui jasa penawaran “Jasa Nikah Siri amanah Padang” ini dianggap tidak sah karena  wali yang digunakan dianggap wali hakim padahal wali tersebut adalah wali muhakkam dimana wali muhakkam tidak sah menjadi wali selagi wali hakim ada di daerah tersebut. sedangkan wali wakim merupakan wali yang ditunjuka oleh sultan (penguasa) menurut imam syaf’’iThis research is motivated by the existence of a facebook group "Jasa Siri Amanah Padang Marriage". in these groups often offer siri marriage services and provide services for parties who wish to carry out siri marriages. The purpose of this research is to find out the siri marriage process in "Siri Nikah Amanah Padang Services" as well as the munakahat fiqh perspective. This research includes field research with data collection techniques using interviews and documentation. with data analysis data reduction, data presentation and drawing conclusions. The results of this study indicate that the practice of siri marriage through the offering service "Siri Nikah Siri amanah Padang" is considered invalid because the guardian used is considered the guardian of the judge even though the guardian is the guardian of the muhakkam where the guardian is muhakkam while the guardian of the wakim is the guardian appointed by the sultan (ruler). according to Imam Syaf''i.

Page 1 of 2 | Total Record : 15