cover
Contact Name
Fairuz Rifani
Contact Email
fairifani@gmail.com
Phone
+6281320419383
Journal Mail Official
ophthalmol.ina@gmail.com
Editorial Address
Gedung Baile, Lantai 1 Ruang 101 - 103 Jl. Kimia No 4, Menteng, Jakarta
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Ophthalmologica Indonesiana
ISSN : 01261193     EISSN : 2460545X     DOI : 10.35749
Core Subject : Health,
Ophthalmologica Indonesiana is an open accessed online journal and comprehensive peer-reviewed ophthalmologist journal published by the Indonesian Ophthalmologist Association / Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (PERDAMI). Our main mission is to encourage the important science in the clinical area of the ophthalmology field. We welcome authors for original articles (research), review articles, interesting case reports, special articles, clinical practices, and medical illustrations that focus on the clinical area of ophthalmology medicine.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana" : 7 Documents clear
Dikotomi Paradigma dalam Pendidikan dan Pelayanan Oftalmologi Tjahjono D Gondhowiardjo
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v44i1.154

Abstract

Edisi ini menampilkan dua makalah terkait dengan keberhasilan penatalaksanaan trauma bolamata yang dapat mengancam kebutaan. Makalah pertama menunjukkan pentingnya untuk segera melakukan pemeriksaan neuro imaging pada dugaan adanya benda asing intra okular, yang sangat membantu penatalaksaan dan tindakan bedah selanjutnya. Makalah kedua, memperlihatkan bahwa pemberian methylprednisolon intra vena awitan dini (kurang dari 24 jam) pasca trauma tumpul pada syaraf optik (Neuropati Optik Traumatik) dapat memberikan perbaikan tajam penglihatan yang signifikan, walaupun tidak didapatkan adanya faktor-faktor yang bisa dijadikan sebagai prediktor. Disisi lain, ketebalan serabut syaraf retina (RFNL) di kuadrant temporal yang terlihat dengan pemeriksaan digital Optical Coherence Tomography (OCT) dapat menjadi prediktor fungsi penglihatan sentral pada penderita Non Arteritik Iskemik Neuropati (NAION). Secara tidak langsung, ketiga makalah tsb menunjukkan bahwa sekalipun mungkin terdapat ketergantungan kita pada bantuan pemeriksaan imaging digital, namun ketajaman eksekusi klinis tetap harus menjadi hal utama dalam penanganan kedaruratan penglihatan. Kondisi pasien yang berpotensi menyebabkan kebutaan dan relatif sering dijumpai adalah ulkus kornea; yang menurut World Health Organization (WHO) merupakan penyebab kebutaan ke empat di dunia. Sayangnya, makalah deskriptif terkait ulkus kornea yang ditampilkan terasa penuh dengan duplikasi penampilan data (pada teks, grafik atau tabel), sehingga kita kurang dapat menga mbil manfaat pembelajaran. Hal itu, disebabkan karena kurang menampilkan substansi yang seharusnya dapat di tonjolkan, yang justru mungkin menjadi faktor pembeda atau kesamaan (compare and contrast) dengan laporan serupa yang berasal dari insititusi dengan situasi dan lingkungan yang berbeda. Begitu pula dengan kesimpulan yang terasa datar dan umum. Makalah yang menunjukkan adanya keterkaitan yang bermakna pada aktivitas luar gedung yang kurang dari empat (4) jam per hari pada pelajar sekolah dengan kondisi myopia, kedalaman pembahasan-nya akan menjadi lebih tajam apabila dilakukan analisa bi variate. Issu yang menarik ini, telah menjadi dasar kebijakan dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar di Negara maju, yang meng-alokasi-kan sejumlah waktu tertentu bagi para peserta didik untuk beraktifitas /belajar diluar gedung. Katarak, adalah keadaan yang hampir selalu terjadi pada penderita pasca vitrektomi, terutama dengan penggunaan minyak silikon. Tindakan fakoemulsifikasi merupakan treatment of choice untuk keadaan tsb, namun termasuk dalam katagori tindakan yang sulit; sehingga dalam era BPJS ini masuk dalam kriteria yang seharusnya di tangani pada rumah sakit rujukan tipe A. Artikel yang ditampilkan, menunjukkan bahwa tindakan fakoemulsifikasi terbukti dapat meningkatkan kemampuan penglihatan penderita dengan angka komplikasi yang rendah apabila dilakukan oleh operator yang handal, namun kemungkinan terjadi nya re-detachment terpantau meningkat pada penderita yang minyak silikon nya telah dikeluarkan. Hal ini merupakan suatu kenyataan dan implementasi langsung dari konsep “volume pressure” sebagai bagian dari homeostasis regulasi cairan akueous bolamata.
Intraorbital Wooden Foreign Body with Intracranial Extension : A Case Report Amanda N Shinta; Purjanto Tepo Utomo; Agus Supartoto
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v44i1.155

Abstract

Purpose : The aim of this study is to report a case of intraorbital wooden foreign body with intracranial extension to the frontal lobe and its management. Method : This is a descriptive study: A 53 year-old male referred due to wooden stick stucked in the orbital cavity causing protruding eyeball and vital sign instability. Result : Right eye examination revealed light perception visual acuity, with bad light projection and bad color perception, inwardly folded upper eyelid, proptosis, conjunctival chemosis, corneal erosion and edema, dilated pupil with sluggish pupillary light reflex and limited ocular movement in all direction. Vital sign was unstable with decreasing blood pressure, increasing temperature and heart rate. CT Scan showed complete fracture of the orbital roof due to penetration of the wooden stick, pneumoencephalus, cerebral edema and hematoma. Emergency craniotomy was performed to remove the penetrating wooden stick and bone segment in the frontal lobe and fracture repair. Ophthalmologist pulled the remaining stick, released the superior rectus muscle and repaired the lacerated eyelid. Outcome visual acuity was no light perception with lagophthalmos and limited ocular motility. Patient was admitted to Intensive Care Unit one day post-operatively and treated with systemic and topical antibiotic. Conclusion : Any case presenting with intraorbital foreign body must undergo immediate neuroimaging to exclude any intracranial extension, especially in patients with worsening general condition.
Gambaran Parameter Optical Coherence Tomoghraphy Papil dan Hubungannya dengan Fungsi Penglihatan pada Pasien Non-Arthreritic Anterior Ischemic Optic Neuropathy di FKUI-RSCM Kirana Valenchia Valenchia; M Sidik; Syntia Nusanti
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v44i1.156

Abstract

Tujuan : Untuk menggambarkan parameter diskus optik dan retinal nerve fiber layer (RNFL) pada pasien non arteritic anterior ischemic optic neuropathy (NAION) dan untuk menggambarkan korelasinya dengan defek lapang pandang dan tajam penglihatan. Metode: 27 pasien NAION disertakan pada penelitian ini. Pemeriksaan berikut dilakukan secara potong lintang: Humphrey HFA II-i 750 24-2 threshold , tajam penglihatan dengan koreksi (TPDK) dengan Snellen chart dan optical coherence tomography (OCT) StratusTM fast optic disc dan fast RNFL 3.4mm. Hasil : Kami menemukan 14 mata (25,9%) dengan diskus optik edema, 21 mata (38,9%) dengan diskus optik atrofi dan 19 mata dengan diskus optik normal. Disk Area dan Rim cross sectional area dapat membedakan kondisi diskus edema, atrofi, dan normal (DA: 3,52 ± 1,16; 2,73 ± 0,55; 2,59 ± 0,44; p = 0,01) (RCSA : 2,44 ± 1,34; 1,52 (0,94-3,02); 1,83 ± 0,34; p = 0,014) masing-masing. Ketebalan RNFL di semua kuadran juga dapat membedakan morfologi diskus. Tidak ada korelasi yang ditemukan antara parameter diskus optik-RNFL dengan defek lapang pandang (LP). Kami menemukan korelasi sedang antara ketebalan RNFL kuadran temporal dengan TPDK (r -0,433; p = 0,05). Kesimpulan : Parameter diskus optik dan RNFL dengan OCT dapat digunakan untuk membedakan morfologi diskus optik. Ketebalan kuadran temporal RNFL adalah prediktor baik tajam penglihatan sentral pada pasien dengan NAION karena fungsi makula.
Karakteristik, Hasil Terapi dan Prediktor Keberhasilan Terapi Pasien Neuropatik Optik Traumatik (NOT) Divisi Neurooftalmolog Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Hisar Daniel; Syntia Nusanti; M Sidik
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v44i1.157

Abstract

Latar belakang : Mengetahui karakteristik demografis pasien, hasil terapi yang diberikan dan menemukan faktor prediktor keberhasilan terapi pasien NOT di RSCM. Metode : Penelitian deskriptif menggunakan data sekunder dari telusur rekam medis pasien yang terdiagnosis NOT dari poliklinik Divisi Neuro-Oftalmologi (NO) Departemen Medik Mata FKUI/RSCM pada periode Januari 2014 hingga Desember 2015. Hasil : Karakteristik demografik pasien NOT di RSCM ialah 82,4% laki-laki, dan rerata usia adalah 22,47 ± 10,68 tahun. Sebanyak 50% datang dalam rentang kurang dari 24 jam pasca trauma. Penurunan tajam penglihatan berat (58,8% NLP), 67,6% dengan RAPD positif, dan papil nervus optik yang bervariatif. Sebanyak 67,6% ditatalaksana dengan metilprednisolon intravena (1 g/hari selama 3 hari), 26,5% dengan metilprednisolon oral (0,8mg/kgBB/hari). Perbaikan tajam penglihatan dijumpai pada 32,4% pasien yang mendapatkan pengobatan selama satu bulan. Pasien close globe injury yang mendapat terapi < 24 jam secara statistik terjadi perbaikan tajam penglihatan (p = < 0.05). Kesimpulan : Faktor prediktor seperti awitan trauma, awitan terapi inisial dan hasil pencitraan pada penelitian ini belum kuat untuk menjadi acuan dalam memprediksi keberhasilan terapi. Akan tetapi, pasien dengan closed globe injury yang diobati kurang dari 24 jam menunjukkan perbaikan tajam penglihatan yang signifikan. Dosis metilprednisolon IV 1 gram/hari selama 3 hari yang dilanjutkan dengan penirusan dosis per inggu maupun pemberian preparat oral dengan dosis 0.8 mg/KgBB/hari dapat digunakan. Pengobatan dilakukan setidaknya sampai dengan 1 bulan pasca pengobatan karena kurang baiknya kepatuhan pasien neuropati optik traumatic.
Corneal Ulcer Profile in Saiful Anwar Hospital Malang 2013-2014 Nuke Erlina Mayasari
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v44i1.158

Abstract

Background : The study aims to describe clinical profile of corneal ulcer patients in Saiful Anwar Hospital Malang. Method : Retrospective study was used to evaluate the medical record of corneal ulcer patients that were diagnosed by Infection and Immunology subdivision in Saiful Anwar Hospital, Malang, from January 2013 to December 2014. Data included patient’s gender, age, occupation, chief complaint, predisposing factors, visual acuity, corneal ulcer grading, microbiology examination, pharmacological therapy, surgical intervention and the clinical evaluation of treatment with slitlamp. Result : As many as 81 males and 26 females with corneal ulcer which showed the highest frequency was at the age of 41 to 50 years old (33.64%) and 69.16% cases had severe ulcers. Farmers were the most affected (46.73%). Trauma was the leading predisposing factors (78.50%) and plant material as the most cause (42.85%). Red eye was the most chief complaint in 40.19% patients. Visual acuity was 2/60-LP+ in 73.83% patients. Gram positive cocci were obtained in 72.90% patients, whereas fungi was obtained in 29.97% patients from Gram and KOH staining. Coagulase-negative staphylococcus was the most frequently detected organism in 22.43% patients amongst positive isolates. Quinolones are given in 39.25% patients, aminoglycosides in 32.71% patients, and itraconazole in 28.04% patients. As 21.50% patients needed amnion membrane transplantation. We found improvements upon the condition in 47.66% patient after the treatment evaluation. Conclusion : corneal ulcer diagnosis relies upon the complaint, predisposing factor, clinical and laboratory findings. Early and adequate treatment provides clinical improvement.
Outdoor Activities and Myopia on Junior High School Student in Rural Area of Bali Ni Made Ari Suryathi; I Putu Budhiastra; Ariesanti Tri Handayani
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v44i1.159

Abstract

Introduction and Aims. Refractive errors such as miopia, hyperopia and astigmatism in teenagers are common in Asian country nowadays. Gadget usage also influence the prevalence and incidence of refractive errors specially for miopia and astigmatism. Outdoor activities have positive impact to prevent miopia. The aim of this study is to report the role of outdoor activities as unique school program that could prevent refractive errors in Junior High School in rural area of Bali Method. This is analytic descriptive study with cross sectional approach of 231 Pekutatan II Junior High School students taken in December 2016. This school located in rural area; 35,3 km from Jembarana and 60,5 km from Denpasar, the capital city of Bali. The area of the school is about 1500 m2, where 70% of the land are still vacant to natural habitat and this school had their own garden area that being organized by the students themselves after school hours. This school do not have computer extra curriculum as well. Result. From 231 students there were only 14 students that have refractive errors consist of 5 boys and 9 girls, mostly aged 15 years. Six students (2%) were diagnosed as myopia and 8 students (3.4%) were diagnosed as compound astigmatism myopia. The length of gadget usage in this school were 1.66 hours and outdoor activities time were 4.78 hours per day. The hereditary factors of refractive errors were noted in 12 students (5 %). Outdoor activities associated with refractive errors in this study (p = 0.03). While time using gadget does not have an association with the refractive errors (p = 0.38). Conclusion. Rural area where the outdoor activities are still common have protective effect to prevalence of refractive errors in teenager.
Phacoemulsification in Post Vitrectomy Eyes; Result and Complications Widya Anandita; Syska Widyawati
Majalah Oftalmologi Indonesia Vol 44 No 1 (2018): Ophthalmologica Indonesiana
Publisher : The Indonesian Ophthalmologists Association (IOA, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami))

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35749/journal.v44i1.160

Abstract

Introduction : To evaluate visual outcome and complication rate of phacoemulsification in post vitrectomy eyes. Methods : retrospective descriptive study Result : Data from seventy-five eyes was analyzed. Mean BCVA improves from 1.8 LogMAR (0.2- 2.5) to 1.3 LogMAR (0-2.5) postoperatively, with biggest improvement of 0.57 LogMAR shows in patients with preoperative BCVA of <1.8 LogMAR. Only 1.3% patient has intraoperative complication, and 52% patient has postoperative complication, of which 27.9% is PCO. Patients with silicon oil who underwent combination surgery of phacoemulsification and silicon oil extraction has higher redetachment rate (33%) compare to patient who only underwent phacoemulsification (20%). Conclusion : Phacoemulsification improves BCVA in most patients, and intraoperative complications rate was low. There was evidence of correlation between higher redetachment rate and combination of phacoemulsification with silicon oil extraction.

Page 1 of 1 | Total Record : 7