cover
Contact Name
Rianda Dirkareshza
Contact Email
riandadirkareshza@upnvj.ac.id
Phone
+6281293604632
Journal Mail Official
flj@upnvj.ac.id
Editorial Address
Gedung Yos Sudarso Jl. RS Fatmawati No. 1, Pondok Labu Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan DKI Jakarta, 12450
Location
Kota depok,
Jawa barat
INDONESIA
Forschungsforum Law Journal
Core Subject : Social,
Jurnal ini menerima seluruh tulisan dari peneliti, akademisi dan praktisi yang bergerak di bidang hukum. Ruang lingkup dari jurnal ini: Hukum Pidana, Hukum Perdata, Hukum Internasional, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Adat, Hukum Bisnis, Hukum Lingkungan, dan lingkup lainnya yang memiliki kaitan dengan hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 18 Documents
Peran dan Potensi Sinergi Mahkamah Konstitusi dan Pemerintah dalam Mewujudkan Praktik Good Governance di Indonesia Adelia Yuliana
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 01 (2024): JANUARI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Era reformasi meningkatkan fokus pada good governance untuk mengatasi masalah Orde Baru. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menjadi dasar hukum penting, menuntut transparansi dan responsivitas pemerintah. Mahkamah Konstitusi memastikan kebijakan pemerintah sesuai konstitusi. Artikel ini menggunakan metode studi pustaka, mempelajari penelitian terdahulu, buku referensi, dan peraturan perundang-undangan. Tujuannya adalah mencari korelasi dengan penelitian ini untuk mempermudah penulis menjawab permasalahan yang dirumuskan. Artikel ini berusaha menarik perhatian pembaca dengan hasil penelitian berdasarkan data faktual dan aktual, serta menggunakan data dari sumber relevan dengan topik. Mahkamah Konstitusi berperan penting dalam menjaga keadilan, kepastian hukum, dan memverifikasi tindakan pemerintah agar sesuai dengan konstitusi. Tantangan utama adalah tekanan politik dan kepentingan kelompok. Sinergi antara kedua lembaga ini esensial untuk menerapkan kebijakan-kebijakan konstitusional yang mendukung good governance, seperti transparansi, independensi lembaga pengawasan, dan partisipasi publik. Mahkamah Konstitusi berperan penting dalam good governance di Indonesia, memverifikasi tindakan pemerintah agar sesuai konstitusi dan menjaga keadilan. Kinerjanya menunjukkan penerapan prinsip good governance. Tantangan terjadi dalam keterbukaan dan partisipasi publik, seperti pada RUU Cipta Kerja. Penting bagi pemerintah untuk memprioritaskan kepastian hukum, menjaga independensi kehakiman, dan memperkuat partisipasi publik. Abstract The reform era increased the focus on good governance to overcome the problems of the New Order. Law No. 30/2014 on Government Administration became an important legal basis, demanding government transparency and responsiveness. The Constitutional Court ensures that government policies comply with the constitution. This article employs the literature study method, examining previous research, reference books, and laws and regulations. The aim is to find correlations with this research, making it easier for the author to address the formulated problems. This article seeks to engage readers with research results based on factual and actual data and utilizes data from sources relevant to the topic. The Constitutional Court plays a crucial role in maintaining justice, legal certainty, and ensuring government actions are in accordance with the constitution. The main challenges are political pressure and interest groups. Synergy between the two institutions is essential to implement constitutional policies that support good governance, such as transparency, independence of oversight institutions, and public participation. The Constitutional Court is pivotal in ensuring good governance in Indonesia by verifying the government's actions for compliance with the constitution and upholding justice. Its performance exemplifies the application of good governance principles. Challenges include issues in openness and public participation, as seen in the Job Creation Bill. It is important for the government to prioritize legal certainty, maintain judicial independence, and strengthen public participation.
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Di Pulau Rempang Ditinjau Dari Sudut Pandang Hak Asasi Manusia Al Fath; Razky Fawwaz
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 01 (2024): JANUARI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di Indonesia, khususnya konflik yang terjadi di Pulau Rempang, menjadi sorotan karena kompleksitasnya terkait hak asasi manusia, adat, dan kepentingan investasi pemerintah. Artikel ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan untuk menganalisis isu ini. Pengadaan tanah di Pulau Rempang menimbulkan ketidakpastian hukum dan perjuangan antara masyarakat, pemerintah, dan perusahaan. Dalam konteks hak asasi manusia, penentuan ganti rugi yang adil dan seimbang menjadi esensial, mempertimbangkan nilai-nilai sosial, budaya, dan ekonomi. Aspek partisipasi dan konsultasi masyarakat, serta prinsip non-diskriminasi, harus diintegrasikan dalam keputusan pengadaan tanah. Transparansi dan akuntabilitas juga penting untuk mendukung implementasi hak asasi manusia. Kesimpulannya, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam setiap tahap proses.
Upaya Penegakan Hukum terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang Melakukan Tindak Pidana Korupsi Ayu Safa
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 01 (2024): JANUARI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kasus tindak pidana korupsi di Indonesia masih tinggi dan sangat marak terjadi, bahkan melibatkan ASN yang seharusnya menjadi bagian dari upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih. Terdapat dua rumusan masalah dalam penelitian ini, pertama adalah bentuk implementasi sanksi yang diberikan kepada ASN yang melakukan tindak pidana korupsi, dan kedua adalah upaya penanggulangan agar ASN tidak melakukan tindak pidana korupsi. penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus. Hasilnya menunjukkan bahwa masih ada ASN yang terlibat dalam tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan. ASN seharusnya menjalankan peran mereka sebagai pembantu pemerintah untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Diperlukan penguatan pada implementasi sanksi terhadap ASN yang terlibat dalam korupsi serta upaya penanggulangan yang lebih efektif. Upaya preventif dan penegakan hukum yang tegas menjadi kunci untuk menekan tingkat korupsi yang terjadi di kalangan ASN serta berusaha untuk menciptakan lingkungan pemerintahan yang lebih bersih dari tindak pidana korupsi.
Mengubah Bencana Alam Lumpur Lapindo Menjadi Energi Terbarukan Sebagai Bahan Bakar Transportasi Ramah Lingkungan Nurhalizah, Aisyah
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 02 (2024): MEI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Bencana alam nasional, seperti semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo pada tahun 2006, memiliki dampak serius terhadap populasi dan ekonomi Indonesia. Bencana alam yang sulit dihindari ini, ternyata menyimpan harta karun berupa kandungan mineral kritis Lithium dan Stronsium yang berfungsi menjadi bahan baku pembuatan baterai kendaraan listrik yang saat ini banyak dicari-cari oleh berbagai negara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dengan mengkaji seluruh peraturan perundang-undangan serta aturan-aturan yang mengikat yang terkait dengan permasalahan hukum yang sedang diteliti. Hasil dari penelitian ini ditemukan bahwa telah adanya pengaturan mengenai pertanggungjawaban korporasi sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 46 UU KUHP, hal ini sama seperti sistem hukum Inggris dalam pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi, dimana korporasi dapat dipidana berdasarkan vicarious liability ditambah dengan doktrin identification. Serta ditemukannya kandungan mineral lithium pada lumpur lapindo yang berpotensi sebagai energi terbarukan untuk menciptakan transportasi ramah lingkungan guna mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendukung cita-cita pemerintah dalam membangun Ibu Kota Nusantara menjadi kota hutan, smart city, kota modern, dan berkelanjutan, serta memiliki standar internasional. Kata Kunci: Lithium, Stronsium, Baterai, Vicarious, Liability.
Eksistensi Kewenangan TNI Angkatan Udara dalam Penyelesaian Pelanggaran Hukum Udara Indonesia Gilang Abi Zaifa
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 01 (2024): JANUARI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kedaulatan suatu negara terdiri dari wilayah, dimana wilayah suatu negara terbagi atas wilayah darat, laut, dan udara. Perlindungan kedaulatan negara dari serangan asing tentu menjadi fokus tersendiri bagi suatu negara tak terkecuali Indonesia. Dalam penegakan hukum atas pelanggaran hukum udara di Indonesia menjadi suatu hal yang harus untuk melindungi segenap wilayah nasional khususnya wilayah udara. Salah satu yang menjadi tantangan dalam penegakan hukum atas pelanggaran hukum udara adalah terkait badan atau pihak yang berwenang dalam penegakan hukum tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penegakan pelanggaran hukum udara di Indonesia dan untuk mengetahui wewenang TNI AU dalam penindakan atau penegakan hukum atas pelanggaran hukum udara di Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan teknik pengumpulan data kepustakaan. Hasil dari pembahasan ini yaitu upaya penegakan atas pelanggaran kedaulatan wilayah udara yang menjadi kedaulatan nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan. Pasal 10 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI memberikan TNI-AU kewenangan dan tanggung jawab dalam menjalankan penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah udara. Peran dan wewenang TNI AU dalam proses penanganan kasus pelanggaran wilayah udara ini memiliki cakupan yang terbatas pada tahap penyelidikan.
Revitalisasi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang Menjadi Energi Listrik Melalui Waste-To-Energy (Komparasi Waste-To-Energy Negara Swedia) Putri Ni'matul Maula
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 01 (2024): JANUARI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Indonesia menghadapi masalah dalam hal pengelolaan sampah. Tumpukan sampah yang makin tidak terkendali tanpa diikuti dengan pengolahan sampah yang efektif menjadi permasalahan utamanya. Sudah banyak peraturan yang dibuat, tetapi implementasinya tidak berjalan sesuai yang diharapkan, struktur hukum yang belum dapat menjalankan penegakan hukum, hingga minimnya kesadaran warga dalam memilah sampah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka (library research) yang berkaitan dengan kajian teoritis dan beberapa referensi dari literatur–literatur ilmiah. Kemudian, teknik analisis data diolah secara deskriptif kualitatif yang menggambarkan dan menjelaskan fenomena sosial atau perilaku dalam situasi yang nyata menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Terdapat potensi yang besar di tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi untuk dimanfaatkan menjadi energi listrik melalui sistem waste-to-energy (WtE) di Indonesia seperti Negara Swedia. Namun, Indonesia menghadapi kekurangan lahan, biaya yang besar, dan pemilahan sampah yang lama. Potensi pada gunungan sampah di TPST Bantargebang, Bekasi belum dimanfaatkan dengan optimal menjadi energi listrik melalui sistem waste-to-energy (WtE) merujuk pada kesuksesan Swedia. Berbagai aturan yang ada tidak direalisasikan, struktur hukum belum optimal, dan budaya masyarakat tidak peduli akan pentingnya pemilahan sampah sehingga Indonesia sudah sepatutnya memaksimalkan ketiga unsur sistem hukum tersebut supaya permasalahan dapat dituntaskan secara efektif dan berkeadilan. Kata Kunci: Sampah, Waste-To-Energy, Energi Listrik, Sistem Hukum Abstract: Indonesia is facing a problem when it comes to waste management. The uncontrolled piling up of waste without being followed by effective waste management is the main problem. Many regulations have been made, but their implementation has not gone as expected, legal structures that have not been able to carry out law enforcement, to the lack of awareness of citizens in sorting waste.This research uses normative juridical research methods with data collection techniques through library research related to theoretical studies and several references from scientific literature. The data analysis technique is then processed descriptively qualitatively which describes and explains social phenomena or behaviour in real situations using a statute approach and case approach. There is great potential at the Bantargebang integrated waste disposal site (TPST) in Bekasi to be harnessed into electrical energy through waste-to-energy (WtE) systems in Indonesia like Sweden. However, Indonesia faces land shortages, high costs, and lengthy waste segregation. The potential in the mountains of waste at TPST Bantargebang, Bekasi has not been optimally utilised into electrical energy through a waste-to-energy (WtE) system referring to Sweden's success. Various existing regulations are not realised, the legal structure is not optimal, and the culture of the community does not care about the importance of waste segregation so that Indonesia should maximise the three elements of the legal system so that problems can be resolved effectively and fairly. Keywords: Waste, Waste-To-Energy, Electrical Energy, Legal System
Urgensi Pembentukan Aturan dalam BPH Migas sebagai Optimasi Kelalaian Safety Standards Depot Minyak Pertamina Muhammad Hanan Nuhi
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 01 (2024): JANUARI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Minyak dan gas bumi adalah produk penting negara dan merupakan kekayaan tambang Indonesia yang memerlukan regulasi yang mengatur safety standards terkait keamanan kegiatan usaha. Namun, regulasi mengenai safety standards di Indonesia belum terdapat kejelasan dan belum mengkhususkan standar keamanan penyimpanan minyak, alias terdapat kekosongan hukum. Sehingga, kekosongan hukum dalam regulasi yang ada mengakibatkan kegiatan usaha PT Pertamina khususnya bagian Depot melalaikan standar keamanan mereka. Melihat permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan dua rumusan masalah yakni komparasi aturan safety standards depot minyak Indonesia dengan Arab Saudi serta penambahan substansi dalam BPH Migas sebagai upaya optimasi safety standards depot minyak. Penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa peraturan safety standards dalam BPH Migas saat ini tidak mengatur secara detail, khusus, dan rinci mengenai aturan laporan inspeksi teknis, standar keamanan, dan sanksi yang berbanding terbalik dengan peraturan safety standards Saudi Aramco milik Arab Saudi. Dengan demikian, sebagai langkah upaya optimasi masalah kelalaian safety standards depot minyak Pertamina maka diperlukan revisi atas peraturan mengenai keamanan kegiatan usaha, yakni dengan menambah beberapa substansi baru yang diharapkan akan mengurangi kelalaian pertamina sebab aturan terkait safety standards akan secara tegas diatur dan akan menekankan sanksi bagi yang melanggar aturan.
Tinjauan Yuridis Terhadap Reformulasi Garis-Garis Besar Haluan Negara Dalam Agenda Amandemen Ke-V Undang-Undang Dasar 1945 Rosiana, Silvia; Thoriq, Ahmad Reihan; Alamsyah, Farsya Dalila
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 02 (2024): MEI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasca Amandemen UUD 1945, lahir rencana yang memuat arah pembangunan jangka panjang bernama RPJP yang dimuat dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) sebagai pengganti dari dihapuskannya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Belakangan, muncul wacana penghidupan kembali GBHN melalui agenda amandemen ke-V UUD 1945. Wacana ini menjadi diskursus publik karena banyak pihak yang menganggap bahwa pembangunan saat ini tidak terarah sehingga perlu untuk menghidupkan kembali model perencanaan pembangunan seperti GBHN. Namun, timbul pertanyaan bahwa apakah penghidupan GBHN diperlukan ketika pembangunan saat ini sudah mempunyai rancangan sistem perencanaan nasional yang sistematis dan apakah nantinya GBHN dapat bekerja sejalan dengan sistem pemerintahan saat ini yaitu pemerintahan presidensial. oleh karena itu penelitian ini membahas tentang urgensi penghidupan kembali GBHN dalam wacana amandemen ke-V UUD 1945 dan Bagaimana implikasi menghidupkan kembali GBHN terhadap kedudukan MPR dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif dan mendapatkan kesimpulan bahwa penghidupan kembali GBHN bukan merupakan suatu keperluan yang mendesak karena sudah ada model perencanaan yang sudah sistematis dan menyeluruh yaitu SPPN dan wacana GBHN perlu ditolak karena sudah tidak sejalan dengan struktur pemerintahan presidensial yang telah disepakati untuk dipertahankan dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945 dan dapat menimbulkan berbagai implikasi bagi ketatanegaraan Indonesia.
Reformulasi Hukum Terhadap Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Bagi Kecelakaan Kerja Ditinjau Dari Collaborative Governance Akbar, Sahda Saraswati; Rafelina Sihombing, Oremia Exilla; Lumban Gaol, Samuel Rainhard
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 02 (2024): MEI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peran hukum dalam jaminan kesehatan dan keselamatan kerja di Indonesia sangat penting, Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, klaim Jaminan Keselamatan Kerja terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020, terdapat 221.740 klaim JKK, meningkat pada tahun 2021 sebanyak 234.370 klaim, pada 2022 sebanyak 297,725 klaim, dan pada rentang waktu Januari-November 2023, kasus kecelakaan kerja yang mengklaim JKK mencapai 360.635 kasus. Oleh karena tingginya kasus kecelakaan kerja dan faktor lain yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja, dibutuhkan suatu jaminan kesehatan bagi pekerja. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menjamin terpenuhinya hak hak pekerja adalah dengan dibentuknya Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 87 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menekankan pentingnya penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pentingnya collaborative governance dalam reformulasi hukum terkait jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data dan informasi terkait kecelakaan kerja serta tinjauan literatur terkait manajemen K3 dan kolaborasi antar stakeholders. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pembaharuan undang-undang dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan produktif, serta perlunya perlindungan sosial seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) bagi pekerja yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat lingkungan kerja.
Implementasi UN Model Law dalam Penolakan Pelaksanaan dan Pembatalan Putusan Arbitrase pada Perma 3/2023 Gunawan, Muhammad Gilang; Gracia Frestiany Simanjuntak
Forschungsforum Law Journal Vol 1 No 02 (2024): MEI
Publisher : Fakultas Hukum |Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak: Dalam UN Model Law terdapat ketentuan mengenai syarat-syarat agar dapat dilakukannya penolakan pelaksanaan dan pembatalan putusan arbitrase. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 34 dan Pasal 36 UN Model Law. Sementara itu, Indonesia belum mengadopsi UN Model Law dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Baru-baru ini, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara Penunjukan Arbiter Oleh Pengadilan, Hak Ingkar, Pemeriksaan Permohonan Pelaksanaan Dan Pembatalan Putusan Arbitrase sebagai pembaharuan dalam hukum arbitrase di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana Pengaturan Hukum UN Model Law Mengenai Penolakan Pelaksanaan dan Pembatalan Putusan Arbitrase dan bagaimana Ketentuan Penolakan Pelaksanaan dan Pembatalan Putusan Arbitrase di Indonesia Pasca Disahkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2023. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, komparatif, dan konseptual. Hasil penelitian ini didapati bahwa Indonesia belum mengadopsi pembatalan putusan arbitrase seperti Thailand dan Singapura yang sudah menggunakan UNCITRAL Model Law. Meski mekanismenya berbeda, ada kesamaan dalam memberikan kewenangan kepada pihak dan pengadilan terkait pembatalan. Dengan Perma 3/2023, ada penyesuaian UU 30/1999 dengan rincian tambahan mengenai penunjukan arbiter, hak penolakan, dan pembatalan putusan arbitrase. Perma 3/2023 memungkinkan penegakan putusan arbitrase sebagian, menangguhkan proses hukum untuk permohonan pembatalan, serta memperluas definisi 'ketertiban umum'.

Page 1 of 2 | Total Record : 18