cover
Contact Name
Shita Dewi
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
jkki.fk@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
ISSN : 2089 2624     EISSN : 2620 4703     DOI : -
Core Subject : Health,
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 1 (2018)" : 8 Documents clear
Hambatan Birokrasi dan Manajerial dalam Implementasi Kebijakan Asi Eksklusif di Kota Binjai Eka Nenni Jairani; Yayuk Hartriyanti; Detty S. Nurdiati; Mubasysyir Hasanbasri
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (232.073 KB) | DOI: 10.22146/jkki.10013

Abstract

Background: The coverage of exclusive breastfeeding in Indonesia is still not satisfactory. Based on data from Riskesdas in 2010, exclusive breastfeeding coverage 31,0% and 30,2% in 2013. As for the less than an hour process of breastfeed in 2010 amounted to 29.3% and 34.5% in 2013. Some policies those concerning about exclusive breastfeeding and early initiation of breastfeeding has been established. The established policies at the central level should be implemented and under surveillance in order to have an impact and achieve the goals set. There are many factors that influence the process of implementation including implementing perception, communication, budget, resources, facilities and infrastructure, bureaucratic structures, and unclear technical implementation guidelines. Objective: This research aimed to obtain a representation of the implementation of exclusive breastfeeding policy at Binjai city North Sumatera as well as surveillance and the factors that influence its implementation. Methods: This research use a qualitative method with case study approach. Data collected by indepth interviews, focus groups discussion, observation and document study. Results: Implementation of exclusive breastfeeding policy is still not implemented. This can be seen by inexistence of surveillance to the policy implementation and there are different interpretations in implementing the policy by the policy implementers. Moreover, there is no communication channel, basic quantity of budget, the training for midwives, facilities and supporting infrastructure, bureaucratic structure, as well as the guidelines of technical implementation in this implementation of policy. Conclusion: The implementation of exclusive breastfeeding policy should be initiated with the establishment of derivative policies at the local level so that there are clear regulations in the implementation.ABSTRAKLatar Belakang: Cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih belum memuaskan. Berdasarkan data Riskesdas 2010 cakupan ASI eksklusif sebesar 31,0% dan 30,2% pada tahun 2013. Sedangkan untuk proses menyusu kurang dari satu jam (IMD) pada tahun 2010 sebesar 29,3% dan pada tahun 2013 sebesar 34,5%. Beberapa kebijakan mengenai ASI eksklusif dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) telah ditetapkan pemerintah. Kebijakan yang telah ditetapkan dengan baik di tingkat pusat seharusnya diimplementasikan dan dilakukan pengawasan dalam proses implementasinya, agar mempunyai dampak dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ada banyak faktor yang mempengaruhi proses implementasi diantaranya persepsi pelaksana, komunikasi, anggaran, sumber daya, sarana dan prasarana, struktur birokrasi, dan pedoman pelaksanaan teknis yang kurang jelas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran implementasi kebijakan ASI Eksklusif di Kota Binjai Sumatera Utara serta pengawasannya dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasinya. Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Binjai Kota pada bulan Mei-Juni 2015. Pengumpulan data dilakukan dengan indepth interview, focus group discussion, observasi, dan studi dokumen. Hasil: Implementasi kebijakan ASI Eksklusif masih belum dilaksanakan dengan baik. Tidak adanya pengawasan terhadap implementasi kebijakan, penafsiran yang berbeda dalam mengimplementasikan kebijakan oleh implementer kebijakan. Selain itu tidak adanya saluran komunikasi, besaran anggaran, pelatihan bagi bidan, sarana dan prasarana pendukung, struktur birokrasi, serta pedoman pelaksanaan teknis, menyebabkan belum tercapainya tujuan kebijakan yang diharapkan. Kesimpulan: Implementasi kebijakan ASI Eksklusif sebaiknya diawali dengan dibuatnya kebijakan turunan di tingkat daerah sehingga ada regulasi yang jelas dalam pelaksanaannya.  
Analisis Dasar Hukum, Kebijakan dan Peraturan Penghapusan Obat Rusak dan Kadaluwarsa di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Eny Setyo Widiasih; Arrosianti Zahrulfa; Rustamaji Rustamaji; Sri Suryawati
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.831 KB) | DOI: 10.22146/jkki.5367

Abstract

Background: The incidence of damaged medicine and expired medicine always occurred in every mechanism of medicine management. The write-off procedure of damaged medicine and expired medicine as a regional owned goods was not established specially yet. The amount of damaged and expired medicine value, the burden of their management technically, the write-off process considered from administrative aspects as a inventory, considering that there was no legal formal aspect become particular problem for the Health Office of Yogyakarta Municipality. Objectives: The objective of the study was to give administrative and legal base for procedure to write-off of damaged and expired medicine as regional owned goods in the Health Office of Yogyakarta Municipality. Methods: This was observational study by case study design with descriptive analytic approach. Results: The damaged and expired medicine that was stocked in Public Health Center was sent back to UPT Farmakes to be write-off and destroyed. The write off and destroying of damaged and expired medicine have been completed for 2009, 2010 and 2011 in 2012 by Health Office of Yogyakarta Municipality. The write off of damaged and expired medicine should be appropriate to the regulation on the prevailed regulation on the write off of regional owned goods, though that regulation was not specified for medicine. Conclusion: The write-off of damaged and expired medicine referred to Regulation by Ministry of Internal Affairs Number. 17 of 2007 on Technical Guidelines on the management of Regional Owned Goods and Mayor Regulation of Yogyakarta Municipality, Number. 54 in 2011 on Guidelines on the Management of Reserve Goods in the governance of Yogyakarta Municipality. However, the necessary and administration efforts to ease the process of write-off of damaged and expired medicine.ABSTRAKLatar Belakang: Kejadian obat rusak dan kadaluwarsa selalu ada di setiap mekanisme pengelolaan obat. Prosedur penghapusan obat rusak dan obat kadaluwarsa sebagai barang milik daerah belum ditetapkan secara khusus. Besarnya nilai obat rusak dan kadaluwarsa dan beban pengelolaannya secara teknis, proses penghapusan ditinjau dari aspek administrasi sebagai persediaan, belum adanya aspek legal formal menjadi permasalahan tersendiri bagi Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk memberikan dasar administrasi dan legal untuk prosedur penghapusan obat rusak dan obat kadaluwarsa sebagai barang milik daerah di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan desain penelitian studi kasus yang bersifat deskriptif analitik. Pengumpulan data kuantitatif berupa nilai obat rusak dan kadaluwarsa. Data kualitatif diperoleh dengan cara inventarisasi data prosedur administrasi dan aspek legal penghapusan obat rusak dan kadaluwarsa serta wawancara mendalam. Hasil: Obat rusak dan kadaluwarsa yang ada di Puskesmas dikembalikan ke UPT Farmakes untuk dilakukan penghapusan dan pemusnahan bersama. Telah dilaksanakan pemusnahan dan penghapusan obat rusak dan kadaluwarsa tahun 2009, 2010, 2011 pada tahun 2012 oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Penghapusan obat rusak dan kadaluwarsa harus sesuai ketentuan penghapusan barang milik daerah yang berlaku, meskipun ketentuan itu belum dikhususkan untuk obat. Kesimpulan: Penghapusan obat rusak dan kadaluwarsa di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengacu kepada Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Perwali Kota Yogyakarta No. 54 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Persediaan di Lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta. Namun demikian diperlukan terobosan / upaya administrasi untuk memudahkan proses penghapusan obat rusak dan kadaluwarsa. 
Pelaksanaan Kebijakan Akreditasi Puskesmas Di Kabupaten Kubu Raya Molyadi Molyadi; Laksono Trisnantoro
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (304.392 KB) | DOI: 10.22146/jkki.25486

Abstract

Background: Public health care accreditation is one of Ministry of Health’s strategic plans in 2015-2019 to improve equity of access and service quality in public health center. Although many efforts have been done in order to implement accreditation policy including in 4 PHCs of Kubu Raya District, many constraints and variation are found in the process. The purpose of this study is to identify important factors that influencing the effectiveness of policy implementation in the 4 PHCs and observing its results. Methods: This research is a qualitative research with single embedded case study design. Subjects of the study are 36 respondents including accreditation program manager of District’s Health Office and accreditation team from 4 PHCs interviewed about their experience in preparing for accreditation. Consolidated framework for implementation research (CFIR) used to guide data collection and qualitative analysis process. Construction with greatest effect towards accreditation effectively identified with cross case study and ranked accordingly. Results: Among 25 CFIR constructions, data analysis result shows that accreditation effectiveness in PHC A, B, C, and D are influenced factors such as network and communication, aims and feedback, involvement of leader and resources availability (strongly differentiate), also organization culture and planning (weakly differentiate). While still facing challenges, all respondents report positive acceptance of accreditation policy because of the benefits it give and standard accreditation structure fit to be guidance for work performance especially to develop quality control system and improving quality control in public health center. Conclusion: Public health center accreditation policy in Kubu Raya District generally are well implemented, especially in PHC A and C, on the contrary are still weak in PHC B and D. Therefore, improvement on the performance is needed.AbstrakLatar Belakang: Akreditasi Puskesmas merupakan salah satu strategi kebijakan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019 yang bertujuan meningkatkan pemerataan akses dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas. Berbagai upaya untuk menerapkan kebijakan akreditasi telah dilakukan termasuk di empat Puskesmas Kabupaten Kubu Raya, banyak variasi dan hambatan yang dirasakan oleh setiap Puskesmas dalam proses pelaksanaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penting yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan kebijakan akreditasi di empat Puskesmas Kabupaten Kubu Raya dan mengetahui hasil pelaksanaannya. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus tunggal terjalin (embeded). Subyek penelitian sebanyak tiga puluh enam orang terdiri dari pengelola program akreditasi di Dinas Kesehatan Kabupaten dan tim akreditasi di empat Puskesmas diwawancarai tentang pengalaman mereka mempersiapkan akreditasi. Kerangka Konsolidasi Riset Implementasi (CFIR) di gunakan untuk memandu pengumpulan dan analisis data kualitatif. Konstruksi yang paling kuat mempengaruhi efektivitas pelaksanaan akreditasi Puskesmas diidentifikasi melalui perbandingan lintas kasus dan diberi peringkat. Hasil: Dari dua puluh lima konstruksi CFIR yang dinilai, hasil analisis data menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pelaksanaan kebijakan akreditasi di Puskesmas A, B, C, dan D di pengaruhi oleh jaringan dan komunikasi, tujuan dan umpan balik, keterlibatan kepemimpinan dan sumberdaya yang tersedia (kuat sangat membedakan) serta budaya organisasi dan perencanaan (lemah membedakan). Meskipun menghadapi beberapa tantangan, seluruh responden melaporkan penerimaan secara positif adanya kebijakan akreditasi karena banyak memberikan manfaat dan keuntungan serta isi struktur standar akreditasi cocok dijadikan pedoman kerja terutama untuk pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya perbaikan kinerja pelayanan di Puskesmas. Kesimpulan: Pelaksanaan kebijakan akreditasi Puskesmas di Kabupaten Kubu Raya berjalan cukup baik pada Puskesmas A dan C dan sebaliknya pada Puskesmas B dan D perlu upaya perbaikan kinerja pelaksanaannya di masa mendatang. 
Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan terhadap Belanja Kesehatan Katastropik Rumah Tangga di Indonesia Tahun 2012 Lena Elfrida Situmeang; Budi Hidayat
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.988 KB) | DOI: 10.22146/jkki.12186

Abstract

Background: Indonesia’s health development geared to achieve national health insurance scheme (JKN). However, funding of health in Indonesia is still dominated by domestic funding through out-of-pocket (OOP). Objective: Catastrophic health expenditure of households will disrupt household consumption and can lead to poverty. Using secondary data of the National Social Surveys 2 (Susenas) 2012, this study aims to prove health insurance ownership lowers catastrophic health expenditure of households in Indonesia in 2012. Methods: This study used a cross-sectional study design with models probit and bivariate probit. Results: The results found that the health insurance ownership lowers catastrophic health expenditure amounted 12.97% at the threshold 10% of total expenditure and amounted 18.42% at 20% of total non-food expenditure. Conclutions: Health insurance ownership provides protection for catastrophic health expenditure in Indonesia in 2012.ABSTRAKLatar Belakang: Pembangunan kesehatan Indonesia diarahkan untuk mencapai Jaminan kesehatan Nasional (JKN). Namun, sebagian besar pendanaan kesehatan masih didominasi oleh rumah tangga melalui out-of-pocket (OOP). Pengeluaran biaya kesehatan katastrofik rumah tangga akan mengganggu konsumsi rumah tangga dan dapat mengakibatkan kemiskinan. Tujuan: Menggunakan data sekunder Survei Sosial Nasional (Susenas) tahun 2012, penelitian ini bertujuan membuktikan bahwa kepemilikan jaminan kesehatan menurunkan belanja kesehatan katastrofik rumah tangga di Indonesia tahun 2012. Metode: Penelitian dengan desain studi potong lintang ini, menggunakan pendekatan ekonometrik dengan model probit dan bivariat probit. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan jaminan kesehatan menurunkan belanja kesehatan katastrofik sebesar 12.97% pada ambang batas 10% dari total pengeluaran dan sebesar 18.42% pada ambang batas 20% total pengeluaran non-makanan. Kesimpulan: Kepemilikan jaminan kesehatan memberikan perlindungan terhadap belanja kesehatan katastrofik di Indonesia pada Tahun 2012. 
Analisis Kebijakan Pemahiran Lulusan Dokter melalui Program Internsip Dokter Indonesia Fitria Sugiharto; Anhari Achadi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.899 KB) | DOI: 10.22146/jkki.12194

Abstract

Background: As the consequence of Competency-Based Curriculum (KBK) implementation, Indonesia Medical Internship Program (PIDI) has been conducted since 2010 as a continuation of the medical education. In practice, a number of pros and cons emerges from the various parties among students, education institutions, professional organizations , and the general public. Objective: This study aimed to analyze the policy of PIDI Methods: through a retrospective approach. Results: The results showed the stage of agenda-setting and policy formulation has been relatively well conducted but not optimal in the legitimacy and implementation phases. Conclusion: The role of policy actors have not been clearly delegated with the strong legal protection and details of functions. Therefore, it is recommended to do a comprehensive evaluation of the implementation of PIDI involving the key stakeholders.Abstrak Latar Belakang: Program Internsip Dokter Indonesia (PIDI) diimplementasikan sejak tahun 2010 sebagai kelanjutan pendidikan profesi setelah diimplemetasikannya kurikulum berbasis keompetensi (KBK) di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, sejumlah pro-kontra muncul dari berbagai pihak di antaranya mahasiswa, institusi pendidikan, organisasi profesi, dan masyarakat umum. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan PIDI Metode: melalui pendekatan retrospektif. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tahapan pengagendaan kebijakan dan formulasi yang relatif baik namun kurang optimal pada saat legitimasi dan implementasi kebijakan. Kesimpulan: Peran aktor kebijakan terpotret belum terdelegasi dengan payung hukum dan rincian fungsi yang kuat. Oleh karenanya, direkomendasikan untuk dilakukan evaluasi komprehensif terhadap pelaksanaan PIDI yang melibatkan stakeholder kunci. 
Implementasi Kebijakan Pengembangan Industri Alat Kesehatan Dalam Negeri Nazmi Usman
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.437 KB) | DOI: 10.22146/jkki.17936

Abstract

Indonesia dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk yang terus berkembang menyebabkan kebutuhan akan  kesehatan, termasuk perbekalan kesehatan, juga meningkat, ditambah dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Salah satu kebutuhan perbekalan kesehatan yang kebutuhannya meningkat adalah alat kesehatan. Akan tetapi, saat ini alat kesehatan yang beredar di Indonesia 90% merupakan alat kesehatan  impor. Terus meningkatnya kebutuhan dan besarnya pasar alat kesehatan serta program Pemerintah dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, maka Pemerintah menetapkan industri alat kesehatan sebagai salah satu industri prioritas untuk dikembangkanPenelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dimana informasi didapatkan dengan cara wawancara mendalam dan pengumpulan data. Informan yang diwawancara berasal dari kementerian Kesehatan, Kementerian Perindustrian, ASPAKI, FKUI dan PERSI.Implementasi kebijakan pengembangan industri alat kesehatan dalam negeri ini sudah berjalan cukup baik, antara lain dalam hal komunikasi dan koordinasi serta komitmen pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Akan tetapi, implementasi ini juga belum optimal karena dalam implementasi kebijakan tersebut masih banyak kekurangan atau hambatan dalam pelaksanaannya antara lain dari segi SDM dan kepercayaan masyarakat terhadap produk alat kesehatan dalam negeri. 
Analisis Lingkungan Rumah Sakit Umum Bethesda Serukam Kalimantan Barat sebagai Dasar Pemilihan Strategi dalam Menghadapi Sistem Jaminan Sosial Nasional Marksriri, Theresia Tatie; Trisnantoro, Laksono; Andayani, Niluh P E
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jkki.36388

Abstract

Background: Universal Health Coverage known as Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) started at 1st January 2014 managed by the Social Security Administrative Bodies (BPJS). Bethesda General Hospital is a class C hospital that located in Bengkayang Regency, West Borneo. This hospital does not have any strategic plan which requires an analysis to map the issues needed to join in JKN system. The analysis can become a recommendation for the hospital strategic plan. Objective: To describe the analysis of the health insurance for patient service unit in the hospital and giving a recommendation for the hospital strategic planning. Method: The study design is a case study with a single-case embedded design. The informant are Head Regency, Health Office, Hospital Directors of other hospital, Bethesda General Hospital worker, Bethesda Serukam Foundation and World Venture Mission. The data taken from observation, in-depth interview, FGD and secondary data. Result: The hospital has the opportunities that come from government support, cooperation with other surrounding hospital which helped the hospital to gain a good reputation and many patients with UHC. The threats are the unclear of UHC socialization, and market competition with other surrounding hospitals and hospital tendency to accept severe diagnosis. The hospital strengths are equity service in organization culture, teamwork and support from mission/donor. The weaknesses are lack of quality and budget control, no clinical pathway, the health information system is not running well, lack of human resources and competence, also unclear organization structure. Conclusion and recommendation: The SWOT resulted from hospital environment helps to formulate the strategy toward universal health coverage. The general strategic suggested is the growth strategy in healthcare services. Latar belakang: Sistem Jaminan Sosial Nasional mulai diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), sejak 01 Januari 2014. RSU Bethesda Serukam adalah RS kelas C, terletak di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. RSUB belum memiliki rencana strategis. Dibutuhkan suatu analisis lingkungan yang dapat memetakan isu-isu yang akan dihadapi RS dalam menyambut era BPJS. Tujuan: Mendeskripsikan dan menganalisis situasi lingkungan unit pelayanan pasien Askes dan Jamkesmas RSUBS, serta memberikan rekomendasi strategi untuk penyusunan rencana strategi. Metode: Jenis penelitian adalah studi kasus dengan desain kasus tunggal terjalin. Responden penelitian adalah Bupati Bengkayang, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkayang, Direktur RS sekitar RSUBS, pejabat struktural dan fungsional RSUBS, perwakilan Yayasan Bethesda dan misi World Venture. Sumber data dari observasi, wawancara mendalam dan pedoman diskusi kelompok terarah serta data sekunder rumah sakit. Hasil dan pembahasan: Peluang RSUBS adalah dukungan pemerintah kabupaten, kerjasama dengan RS sekitar, nama RS yang sudah dikenal baik dan banyak pasien berobat dengan JKN. Ancamannya adalah sosialisasi pelayanan JKN yang belum jelas, serta persaingan dengan RS sekitar serta kecenderungan RS menerima pasien sulit. Kekuatan RSUBS adalah budaya RS yang tidak membeda-bedakan pelayanan, kerjasama tim dan dukungan donatur misi. Kelemahannya adalah kurangnya kendali mutu dan biaya, belum ada clinical pathway, SIRS belum berjalan baik, kurangnya SDM dan struktur organisasi yang tidak jelas. Kesimpulan dan saran: Analisis lingkungan rumah sakit menghasilkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk formulasi strategi dalam menghadapi SJSN. Strategi umum yang tepat untuk RSUBS dalam menghadapi perubahan SJSN adalah strategi pertumbuhan dalam kegiatan pelayanan kesehatan.
Apa yang dibutuhkan dalam pembenahan Sistem Kesehatan ? Shita Listyadewi
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Vol 7, No 1 (2018)
Publisher : Center for Health Policy and Management

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.941 KB) | DOI: 10.22146/jkki.40059

Abstract

Salah satu konsep yang paling umum untuk melihat suatu sistem kesehatan adalah melihatnya melalui building block yang diperkenalkan oleh WHO pada tahun 2007. Building Block ini terdiri dari kepemimpinan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia, akses ke obat esensial, sistem informasi, serta layanan. Sejak saat itu, building block ini telah dipakai ribuan kali dan dikinikan oleh berbagai pemikiran dan pendekatan baru, tetapi prinsip dasarnya tetap sama: sebagai suatu sistem, kita tidak dapat melihat sistem kesehatan sebagai sesuatu yang terfragmentasi, terkotak-kotak dan tidak menyatu. Kemampuan untuk melihat sistem kesehatan secara komprehensif mutlak diperlukan dalam upaya pembenahannya. Upaya pembenahan di satu bidang akan membutuhkan pembenahan di bidang-bidang lain agar sistem dapat berfungsi secara optimal untuk mencapai tujuan sektor kesehatan. Penting pula untuk mengingat bahwa sistem kesehatan merupakan bagian dari sistem pemerintahan dan sistem kenegaraan kita, artinya sistem kesehatan tidak mungkin dipisahkan dari konteks negara kita yang merupakan negara kesatuan, dan tidak bisa dipisahkan dari sistem pemerintahan kita yaitu desentralisasi dan demokrasi. Artinya, dalam upaya pembenahan sistem kesehatan, kita perlu pula mempertimbangkan hal-hal di luar sektor kesehatan, termasuk pembangunan sektor ekonomi, ketahanan pangan, infrastruktur, perkembangan teknologi, demografi dan pergerakan manusia, lingkungan hidup, dan lain-lain. Perlu pula kita perhatikan faktor-faktor seperti struktur birokrasi, hubungan pemerintah pusat dan daerah, hubungan antar lembaga dan kementerian, dan situasi politik. Jelaslah bahwa pembenahan sistem kesehatan bukanlah hal yang mudah.  Edisi kali ini mengangkat berbagai komponen dari sistem kesehatan dan berbagai upaya untuk membenahinya serta bagaimana hasilnya. Kita akan membaca tentang pengaruh kebijakan nasional sektor kesehatan terhadap belanja kesehatan katastropik rumah tangga, kebijakan peningkatan mutu lulusan dokter, analisis dasar hukum yang melindungi masyarakat dari obat rusak dan kadaluwarsa, hambatan birokrasi dan manajerial dalam implementasi kebijakan, kebijakan investasi untuk pengembangan industri dalam negeri di sektor kesehatan serta kebijakan penjaminan mutu layanan dasar melalui mekanisme akreditasi. Kami harap artikel-artikel ini dapat memberi wawasan dan pemahaman akan begitu banyaknya hal yang dapat kita lakukan untuk membenahi sistem kesehatan. Dan bahwa pembenahan ini harus kita lakukan bersama-sama.   Selamat membaca. Shita Listyadewi

Page 1 of 1 | Total Record : 8