cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
JOGED
ISSN : 18583989     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
JOGED merangkai beberapa topik kesenian yang terkait dengan fenomena, gagasan konsepsi perancangan karya seni maupun kajian. Joged merupakan media komunikasi, informasi, dan sosialisasi antar insan seni perguruan tinggi ke masyarakat luas.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012" : 9 Documents clear
TARI GAJA MENUNGGANG MASYARAKAT SUKU SAWANG BELITUNG: ANALISIS TANDA DAN MAKNA Dion Renaldhi
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.329

Abstract

Tari Gaja Menunggang Masyarakat Suku Sawang Belitung: Analisis Tanda dan Makna. Tulisanini menganalisis tanda dan makna yang terkandung dalam tari Gaja Menunggang sebagai hasil karya darimasyarakat suku Sawang, yang mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan sehari-harimasyarakat pendukungnya. Setiap tanda tentunya memiliki motif, paling tidak seperti itulah pendapat yangdikemukakan oleh Charles Sanders Pierce. Mengacu dari pendapat tersebut, maka setiap penandaan terhadapsesuatu yang terdapat dalam tari Gaja Menunggang tentu memiliki maksud dan tujuan yang tersembunyi.Penafsiran atas tanda-tanda ini harus dikembalikan ke budaya asalnya, karena tanda-tanda tersebut bisa tidakbermakna atau dalam beberapa kasus bisa berbicara lain dari makna sebenarnya.Kata kunci: tari Gaja Menunggang, suku Sawang, tanda, makna.
WAYANG WONG KERATON NGAYOGYAKARTA DAN PERKEMBANGANNYA DI LUAR ISTANA Mr. Supadma dan R.M. Soedarsono
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.327

Abstract

Wayang wong diciptakan oleh Sultan Hamengku Buwana I di Kasultanan Ngayogyakarta sekitar tahun1757. Keberadaan Wayang wong dari masa Hamengku Buwana I sampai masa kekuasaan HamengkuBuwana VII merupakan seni ritual kenegaraan dan dianggap sebagai pusaka kebesaran keraton. Sebaga senitradisi istana, Wayang wong selalu dibangun dan disempurnakan sesuai dengan para sultan yang berkuasa.Puncak perkembangan Wayang wong terjadi pada masa kekuasaan Hamengku Buwana VIII, dan masa inisebagai zaman ke-emasan Wayang wong.Wayang wong dapat hidup di luar istana Kasultanan Ngayogyakarta pada saat menjelang akhir masakekuasaan Hamengku Buwana VII sekitar tahun 1918. Atas ijin Hamengku Buwana VII dibentuklahorganisasi seni tari pertama Kridha Beksa Wirama yang diprakarsai oleh kerabat istana. Disusul selanjutnyaorganisasi-organisasi lain yang tetap mengelola Wayang wong. Selain itu muncul pula bentuk wayang wong yang dilakukan oleh para dalang dan berada di wilayah pedesaan. Berkat para dalang sebagai hamba sultan, dan sering melihat pentas Wayang wong istana, bentuk Wayang wong yang dimilikinya mungkin merupakan hasil serapan Wayang wong istana.Wayang wong yang hidup di istana maupun yang berada di luar istana dan bahkan yang berada di pedesaan merupakan bukti perkembangannya. Perbedaan wilayah kehidupan dan perbedaan masyarakat pengelolanya, kemungkinan melahirkan ciri dan bentuk Wayang wong yang berbeda pula.Kata kunci: Wayang wong, Sultan, masyarakat, perkembangan.
Buai Ba Ayun Agung Saputra
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.328

Abstract

Buai Ba Ayun merupakan sebuah karya tari yang berpijak pada tradisi Minangkabau, tepatnya di pesisir Padang, Sumatra Barat yaitu tari Buai. Tari Buai ini menceritakan tentang seorang ibu yang sedang membuai anak sambil berdendang.Karya tari ini merupakan proses lanjutan dari penciptaan karya pada koreografi III, namun tetap terdapat perubahan-perubahan baik secara gerak, kostum, penari, dan properti, serta adanya pengembangan isi tema.Jenis karya tari ini adalah koreografi kelompok yang ditarikan oleh 5 penari yang terdiri dari 2 penari perempuan dan 3 penari laki-laki. Karya tari ini bermula dari rangsang kinestetik dan idesional. Tipe tari yang digunakan adalah tipe tari dramatik, sedangkan mode penyajiannya adalah simbolik.Pemilihan budaya Minangkabau sebagai orientasi garapan tari, karena latar belakang keluarga penata berasal dari ranah Minang. Hal tersebut menjadi wajar karena latar belakang budaya setiap seniman sedikit banyak pasti berpengaruh terhadap penciptaan karya seninya. Karya tari ini diharapkan selain memberikan pengalaman visual kepada penikmat atau penonton, juga memberi pesan bahwa kasih sayang itu jangandisalah gunakan karena akan berakibat fatal dalam suatu hubungan.Kata Kunci : Buai, Kasih sayang, Koreografi
HANGGUM Goesthy Ayu Mariana Devi Lestari
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.330

Abstract

Hanggum merupakan judul yang dipilih untuk mewakili keseluruhan isi karya tari ini. Kata hanggumberasal dari kosakata Lampung adat Saibatin yang berarti hormat, kagum, atau memuja baik kepada tamuagung maupun kepada Sang Pencipta. Berawal dari pengetahuan mengenai sejarah kebudayaan Lampungyang pernah dipengaruhi kepercayaan Hindu pada masa Kerajaan Tulang Bawang, serta berhasilterrekonstruksinya salah satu bentuk kesenian dalam ritual pemujaan yang telah punah (Tari Bedayo TulangBawang), memunculkan ide baru penggarapan yang akan tertuang dalam bentuk karya tari.Karya tari ini terinspirasi dari sosok pertapa serta perjalanan spiritualnya sebagai asal-usul lahirnyatarian pemujaan dalam melengkapi sebuah ritual adat masa itu. Pertapa dalam proses tapanya tentumengalami berbagai gejolak serta menghadapi segala bentuk gangguan dan godaan. Namun, semua haltersebut diupayakan semaksimal mungkin untuk dikendalikan hingga berhasil mencapai tingkat spiritualyang khusus, ditandai dengan diterimanya wangsit oleh pertapa. Wangsit berupa pelaksanaan upacara ritualdisebutkan juga mendorong lahirnya sebuah tarian pemujaan sebagai kelengkapan ritualnya. Kesakralanpemujaan yang terbentuk inilah yang juga akan ditampilkan dalam kemunculan dramatik karya tari ini.Tari Hanggum ditarikan oleh lima penari laki-laki dan tiga penari perempuan sebagai bentuk inovasidalam penggarapan yang tetap mengacu pada kesakralan tradisi ritual. Kehadiran para penari merupakanpenggambaran sosok pertapa, aktivitas pemujaan, serta bentuk gangguan dalam perjalanan spiritualnya.Penggunaan properti kain yang tergantung menjadi klimaks dramatika dalam karya tari ini. Diharapkankarya tari ini dapat memberikan manfaat bagi setiap penikmatnya, termasuk bagi Pemerintah Daerah TulangBawang-Provinsi Lampung agar lebih memperhatikan kelestarian wujud dan nilai budaya dan tradisi yangluhur.Kata kunci: pertapa, ritual pemujaan, Lampung
FUNGSI TARI REGO DALAM UPACARA VUNJA PADA TO KAILI SULAWESI TENGAH Kristina Rahmawati
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.331

Abstract

Penelitian ini memfokuskan pada kajian tentang fungsi tari rego dalam upacara vunja pada to (orang) Kailidi Sulawesi Tengah. Rego adalah tarian kaum laki-laki dan perempuan dewasa dalam posisi melingkar.Esensi gerak Rego penarinya. Sementara ritual vunja adalah upacara ritual yang digelar saat perayaan panentiba. Dengan demikian, rego vuja berarti tarian rego yang disajikan pada saat perayaan panen.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan teori kebudayaan dari RaymondWilliams,. Teori ini dianggap sesuai karena dimungkinkan mengungkap lebih jauh tentang tari rego vunjadari sisi kelembagaan, isi, dan efeknya serta sisi artistik dan ritual dari sebuah kesenian.Kata Kunci: Rego, upacara vunja, fungsi
SRIKANDHI, WANITA YANG MENEMBUS BATAS Susanti Pujiastuti
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.332

Abstract

Srikandhi adalah nama sebuah tokoh wayang putri, namanya sering di dengar sebagai simbol dariemansipasi wanita. “Srikandhi Wanita yang Menembus Batas” merupakan judul dari konsep perancangankoreografi yang menggambarkan tentang Srikandhi. Pada konsep perancangan koreografi tersebutdigambarkan mengenai bagaimana sosok Srikandhi. Srikandhi yang mempunyai dua pribadi yang maskulinserta feminim berusaha dituangkan oleh penata tari melalui konsep perancangan karya tersebut. Penulisan inibertujuan menjelaskan mengenai sebuah konsep perancangan sebuah karya tari yang bersumber dari tokohSrikandhi serta sekaligus menganalisis karakter dari tokoh tersebut melalui apa yang digambarkan dalamkonsep perancangan karya tari. Penulisan ini diharapkan dapat menjadi sebuah referensi tentang bagaimanamengungkapkan atau menggambarkan sebuah objek ke dalam sebuah konsep perancangan koreografi.Kata kunci : Srikandhi, Konsep Perancangan, Karakter
PERANG BAJAU Mr. Diantori
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.333

Abstract

PERANG BAJAU ang terinspirasi dari cerita turun temurun di daerah Tulang Bawang, Menggala,Lampung yang menceritakan perang besar yang terjadi antara perompak Cina dengan masyarakat TulangBawang. Cerita ini diyakini memang benar-benar terjadi, dengan diperkuat adanya beberapa bukti yang adadi sekitar sungai Tulang Bawang yang terletak di kampung Ujung Gunung, Menggala, yaitu sebuah bukitmenyerupai kapal yang tertelungkup, yang disebut oleh masyarakat setempat “bukit Kapal Cina”, dansebuah pulau yang disebut “pulau Daging” dianggap merupakan tumpukan dari mayat-mayat mereka yangmenjadi korban pada peperangan dahsyat tersebut.Karya tari ini menggambarkan suasana ketidaknyamanan rakyat Tulang Bawang atas peristiwaperampokan dan pembantaian yang terjadi di daerah mereka yang akhirnya menyebabkan rakyat bangkit danmelawan perompak.Adapun koreografinya merupakan penggabungan gerak Chang Quan salah satu aliran Wushu dariberbagai aliran yang ada di Cina utara yang memiliki karakter gerak yang kuat, cepat, dengan langkah yanglebar dengan banyak variasi loncatan dan putaran. Untuk gerak Lampung mengacu pada gerak pencak danigol yaitu tari yang dilakukan oleh laki-laki, memiliki karakter gerak yang membumi dan tajam. Ditarikanoleh lima orang penari laki-laki yang berbentuk suita terdiri dari empat adegan.Kata kunci: bajau, perang, karya tari
ROUK BETINO Merlia Atika
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.334

Abstract

Rouk Betino dalam bahasa Melayu berarti Rok Perempuan. Rok identik dengan perempuan, sehinggakarya tari ini merupakan ungkapan keberagaman sifat dan karakter perempuan di balik rok yangdikenakannya. Koreografi Rouk Betino terinspirasi dari cara perempuan Melayu Riau memakai kain songketsebagai bagian dari identitas kulturalnya. Kesadaran artistik dibentuk melalui pengembangan fungsi kain,status sosial, simbol, berbagai sifat dan karakternya. Pembeda status dan karakter perempuan Melalyutercermin dari cara pakai rok sebagai kostum dan properti antara perempuan yang sudah menikah dan yangmasih gadis, terutama sifat dan karakter masing-masing. Ekspresi simbolis karya ini adalah perjuanganperempuan yang hebat dan kuat, baik dalam kedudukannya sebagai ibu maupun pemimpin keluarga.Kekuatan pesan komunikasi dari koreografi ini adalah bahwa perempuan merupakan motivator dandinamisator masyarakat Melayu. Ia adalah manusia kuat dan hebat.Kata kunci: koreografi, rok, ekspresi, simbol
KARAKTERISTIK EMPAT TOKOH PADA WAYANG TOPENG MALANG Robby Hidajat
Joged Vol 3, No 2 (2012): NOVEMBER 2012
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/joged.v3i2.335

Abstract

Karakteristik tokoh dalam Lakon Panji terkait dengan konsepsi konsmologi Jawa yang hidup dalampikiran para pendukungnya. Pemahaman ini dimaksudkan untuk memahami nilai pendidikan, kaitannyadengan konsepsi yang melatar belakangi tokoh-tokoh di dalam lakon yang disajikan. Pada Lakon WayangTopeng Malang ditemukan empat tokoh sentral (inti) yaitu: Panji Asmarabangun, GaluhCandrakirana, Gunungsari, dan Klana Sewandana. Adapun keterkaitan dari empat tokoh tersebutadalah bersandar pada kosmologi Jawa yang disebut macapat, yaitu tentang kesadaran tentang adanyanilai-nilai kearifan local yang mampu membentuk kepribadian masyarakat pendukungnya.Kata kunci: karakterisik, Nilai, Lakon, Panji

Page 1 of 1 | Total Record : 9