cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. bantul,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
JOGED
ISSN : 18583989     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
JOGED merangkai beberapa topik kesenian yang terkait dengan fenomena, gagasan konsepsi perancangan karya seni maupun kajian. Joged merupakan media komunikasi, informasi, dan sosialisasi antar insan seni perguruan tinggi ke masyarakat luas.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016" : 8 Documents clear
Kaawakan Ulun Fauji Romansyah
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.868 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1597

Abstract

“Kaawakan Ulun” merupakan sebuah judul karya koreografi pada tugas akhir yang penata tempuh pada semester genap tahun akademik 2015/2016. Koreografi Kaawakan Ulun menceritakan tentang pengalaman penata yang kembali dan menemukan kenyamanan dalam bergerak, menari serta kebudayaan penata dengan melihat tradisi dari daerah penata. Kata Kaawakan Ulun, berasal dari kata dasar Awak dan Ulun, kedua kata tersebut diambil dari bahasa daerah suku Banjar, salah satu suku yang ada di Kalimantan Selatan.            Koreografi Kaawakan Ulun, hadir dalam bentuk koreografi kelompok, yang menggambarkan atau menceritakan pengalaman penata yang tidak tahu akan tari tradisional dari daerah penata sendiri. Seiring berjalannya waktu, penata mulai merasa malu karena tidak mengetahui tari tradisional yang berasal dari Kalimantan Timur. Penata mulai mencari tahu dan mempelajari tari tradisional Kalimantan Timur, melalui teman-teman yang ada disekitarnya yang berasal dan memiliki kebudayaan yang sama dengan penata. Sehingga akhirnya penata sadar, bahwa tari tradisional sangatlah istimewa dan indah, sehingga munculah ide untuk menggarap unsur budaya tradisional dengan ketubuhan yang penata miliki, untuk dikolaborasikan hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan indah.            Koreografi Kaawakan Ulun ini, penata masukan beberapa unsure budaya yang ada di Kalimantan Timur, yaitu unsur budaya Pedalaman atau Dayak dan unsur budaya Pesisir atau Melayu Kutai. Koreografi ini di dalamnya juga hadir permainan Flag Marching Band sebagai salah satu properti tari. Musik pengiring koreografi ini juga mengikuti kedua unsure budaya tersebut. Sumber suara pada musik pengiring ini tidak hanya bersumber dari alat musik tradisional dan musik digital yang diciptakan melalui program komputer saja, namun juga bersumber dari suara vokal seperti senandung, agar suasana khas dari Kalimantan Timur tambah terasa. "KaawakanUlun" is the title of choreographic creation on the final project that artist btained on the second semester of the 2015/2016 academic years. This dance tells about flashback of  choreographer’s experiences that found comfort in moving. KaawakanUlun , derived from the base word Awak and Ulun, that words are taken from Banjar language , one of the ethnic in South Kalimantan. This dance presented in a form of choreography group. The dance describes the choreographer’s experience who did know traditional dances from choreographer’s own. Over time, the choreographer began to feel embarrassed because he did not know the traditional dances that originated from East Kalimantan. Furthermore, the choreographer began to seek out and learned traditional dance of East Kalimantan from friends who comes from the same culture. Finally choreographer understood that traditional dance is very special and beautiful. So came idea to make creation with element that choreographer has. It was be collaborate and became a harmonious and beautiful dance.            Choreographer combined some elements of that exist in East Kalimantan. That ware outback area or Dayak culture and coastal or Malay culture. In this dance choreographer used Marching Band flags as one of the properties dance. The music followed both of the cultures. The musical accompaniment not only from musical instruments and digital music that created by using computer program but also from the sound like humming so the atmosphere like East Kalimantan tasted.
Fungsi Tari Babangsai Dalam Upacara Aruh Ganal Di Desa Loksado Hulu Sungai Selatan Kalimantan Selatan Rahmani Rahmani; I Wayan Dana
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (410.374 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1602

Abstract

Tari Babangsai disajikan sebagai ungkapan rasa syukur dan rasa gembira atas berhasilnya panen padi. Tarian ini tersaji menjadi bagian tak terpisahkan dari pelaksanaan upcara Aruh Ganal. Kegembiraan masyarakat penyangga ini tampak terlihat dengan hadirnya masyarakat Loksado sebagai pelaku maupun penyelenggara upacara Aruh Ganal.            Penyelengaraan upacara Aruh Ganal diadalan setahun sekali, sesuai dengan ketentuan masyarakat adat Loksado Hulu Sungai di Kalimantan Selatan. Kehadiran tari Babangsari dalam upacara Aruh Ganal berfungsi sebagai sarana upcara di satu sisi, dan di sisi yang lain juga untuk hiburan bagi masyarakat pelaku upacara sehingga dapat melaksanakan upacara secara berurutan selama tujuh hari tujuh malam. The Babangsaidance is performed as an expression of thankfulness and happiness due to the successful rice harvest. This dance is an inseparable part of the AruhGanalceremony. The joyfulness of the supporting community can be seen from the presence of the members of Loksado society as both the performers and organizers of the ceremony.            The AruhGanalceremony is carried out once a year, that is in accordance with the rule of the society of  the village of river upstream Loksado, south Borneo. The existence of the Babangsaidance in the AruhGanalritual ceremony functions as a means of ceremony on one hand, and as an entertainment for the society carrying out the ritual ceremony on the other. Consequently, the ceremony may take place continually for seven days and seven nights.
Gumrah Wewarah Yuni Ratnasari
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (319.029 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1598

Abstract

Karya tari tugas akhir berjudul Gumrah Wewarah terinspirasi oleh salah satu punokawan putri yakni tokoh Limbuk. Gumrah Wewarah, Gumrah memiliki arti ramai, keramaian, dan bercanda yang berkonotasi positif, sedangkan Wewarah memiliki arti nasehat. Gumrah Wewarah bercerita tentang perjalanan hidup Bathari Kanestren yang berubah wujud menjadi Limbuk, ia selalu memberikan suasana yang bahagia, sumringah, ramai dan selalu jenaka, memiliki tujuan agar yang di momong betah, remaket dan bahagia namun dibalik kelucuannya ada nasehat yang tersirat didalamnya. Mulut Limbuk yang mengucap dan mengurai sebuah makna tentang kesejatian perempuan nuswantara yang terpilih, dan semua ucapan dan uraian itu selalu disampaikan lewat mulut yang tersenyum.            Limbuk adalah pamomong yang tergolong masih remaja berkarakter genit namun selalu memberikan tuntunan dan memuat wewarah didalam kejenakaannya, ia selalu membawa cermin, sisir dan kacu yang menjadi identitasnya, alat-alat tersebut digunakan untuk menghias dirinya sendiri ataupun mendandani para putri yang di emong nya.            Karya tari divisualisasikan dalam komposisi tari kelompok , didukung oleh tujuh penari putri, putri menggambarkan tokoh Limbuk yang berjenis kelamin wanita, selain itu memberikan pitutur tentang bagaimana seharusnya wanita bersikap, keanggunan dan peranan wanita yang begitu penting di kehidupan ini. Tujuh penari sebagai simbol pitulungan. Karya ini dipentaskan di proscenium stage. Pijakan pengembangan gerak berasal dari gerak tari putri gaya yogyakarta terutama motif gerak kiprah sekaran gecul, merak ngigel, lilingan, dan encot.  The dance for the final project named Gumerah Wewarah inspired by one of the punakawan called limbuk. Gumrah Wewarah, Gumrah means cheerful and comical in positive ways, while wewarah means advice. Gumrah Wewarah tells the story of Bathari Kanestren who transformed became a limbuk. She is a woman who is very cheerful and comical. She always brings happiness to the people around her. When she takes care of princesses, she always delivers advice in comical ways. The mouth of limbuk delivers a meaning of the genuineness women of Nuswantara, moreover all speech and advice always delivered through smiling mouth.             Although Limbuk is a teenager nanny who is girlish, she always delivers advice in comical ways. She always carries a mirror, combs, and handkerchief which are her identity. Those stuffs are used to help her in grooming.                 The dance is performed in a dance group. It supported by seven girl dancers. The girl dancers represent the limbuk who is a woman. Moreover, they give the good examples of the women’s behavior. They portray elegance and the role of women who are very important in this life. The seven dancers symbolized a help. This dance had performed in proscenium stage. The basic movements are the style from Yogyakarta, especially the movements such as kiprah sekaran gecul, merak ngigel, lilingan, and encot.
Lunar Dewi Sinta Fajawati
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.328 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1599

Abstract

Bulan merupakan sumber inspiratif dalam penggarapan karya tari ini. Secara ilmu pengetahuan, Bulan adalah benda langit yang disebut satelit, satelit satu-satunya yang dimiliki Bumi dan tercipta secara alami. Banyak teori yang mengatakan tentang terbentuknya Bulan, salah satunya adalah teori Big bang atau dentuman besar. Pada dasarnya Bulan hanyalah sebuah Benda besar berbentuk bulat yang tidak bisa bercahaya, cahaya yang kita lihat pada malam hari merupakan refleksi dari cahaya matahari. Akan tetapi keindahannya memang tidak bisa dipungkiri, karena dia paling bercahaya diantara hamparan langit yang gelap. Cahayanya tidak selalu terang, bahkan tidak selalu bulat, terkadang hanya terlihat setengah atau terlihat seperti sabit..            Penata tari memetaforakan objek bulan yang berada di tempat yang sangat tinggi sebagai sebuah cita-cita yang ingin dicapai. Seringkali lagu anak-anak yang menjadi pengalaman auditif penata tari, menjadikan bulan sebagai objek yang ingin digapai, misal lagu ‘Ambilkan Bulan Bu’. Namun intisari yang akan dipakai dalam penggarapan koregrafinya adalah tentang fase bulan yang tercipta. Bersumber dari rangsang awal melihat bulan atau rangsang visual, penata tari menginterpretasikan fase-fase bulan yang terjadi sebagai fase kehidupan yang dijalani untuk menggapai sebuah cita-cita tersebut.            Koreografi diwujudkan dalam bentuk kelompok dengan membagi dua karate penari. Delapan penari merupakan simbolisasi Bulan, dan satu penari sebagai manusia yang bercita-cita. Dengan bentuk tari dramatik, penyajiannya dibagi menjadi 5 adegan, yaitu Introduksi Big bang, Adegan 1 Moon happen, Adegan 2 Mengejar Impian, Adegan 3 Dancing with Moon, dan Ending ‘Catch Your Dream’. The moon is the essential inspirations of this choreograph. Theoretically, the moon is a sky object which is called as satellite. The one and only naturally created satellite belongs to the planet Earth. There are many theories that explain how the moon was created. One of those theories is Big Bang theory or massive crash. Basically, the moon is just a huge circle thing which is unable to shine its glow. The light that we experience in the evening is the reflection of the sun. However, thebeauty of the moonlight is undeniable as it has the significant light within the darkest night sky. Its light is not always the strongest, even it’s not always circle (full), every so often it is seemed only the half part of it or crescent moon.            The choreographer interpreted the moon that belongs in the highest as the goals that she wants to reach. Most of the time, the children songs (lullaby) that pick the moon as the main object that is desired to be reached, for example the song “Ambilkan Bulan, Bu”. The essential idea that is explored in this choreograph is the creational phase of the moon itself. It was started by way of visual reaction when the choreographer observed the moon, she interpret the moon’s phases as the phases in human’s life which are gone through to reaching their goals. Fall and recovery, passionate, and even sometimes they give it in, are interpreted from the moonlight. The full moon which has the brightest and the most perfect light is likened as the strong spirit. The crescent moon with its soft light is interpreted as low spirit and unconfident.             This in-group-choreograph is separated into two characters with 8 female dancers that are the symbolization of the moon and the other one female dancer symbolizes a human with aspire. With dramatic dance form, this choreograph is presented into five parts, including introduction part of Big Bang, Moon Happen in part one, Chasing Dream is part two, Dancing With The Moon in part three, Catch Your Dream in the ending part.
Sonyol Megal-Megol Sekar Ayu Oktaviana Sari
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.419 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1595

Abstract

Tulang adalah penopang tubuh, tanpa tulang tubuh tidak akan bisa berdiri tegak. Salah satu tulang yang berfungsi sebagai tumpuan badan ketika duduk disebut dengan tulang panggul atau pangkal paha di sebelah belakang. Keunikan yang terjadi ketika tulang panggul digerakkan dengan cara memutar atau bergerak ke kanan dan ke kiri akan berakibat yang disebut dengan istilah Jawa yaitu megal-megol atau pantat yang bergerak ke kanan dan ke kiri.            Melihat fenomena di atas muncul ide untuk menciptakan sebuah karya tari yang bersumber dari gerakan otot bagian panggul. Penata memiliki postur tubuh yang menonjol di bagian panggul, sehingga tampak kurang proposional, hal ini menjadi menarik sehingga terinspirasi untuk menciptakan sebuah koreografi kelompok. Karya tari ini akan fokus pada gerakkan seputaran panggul. Gerakan tersebut sangat menarik karena memiliki keunikan tersendiri. Permainan panggul yang digerakan secara vibrasi mengakibatkan pantat bergetar, sehingga gerakan tersebut menjadi salah satu gerak yang akan dikembangkan.            Karya koreografi Sonyol Megal-Megol ini melibatkan dua puluh delapan orang penari perempuan, dengan delapan penari inti dan duapuluh penari pendukung. Adapun jumlah penari sebagai pertimbangan untuk komposisi koreografi, sedangkan untuk pemilihan jenis kelamin karena yang memiliki panggul atau pantat besar dominan perempuan. Karya koreografi mengangkat konsep tentang salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai tumpuan badan ketika duduk yaitu panggul atau pantat. Musik yang akan digunakan adalah play recorder. Skull is the supporting of the body, and without it body will not be able to stand upright. Skull which has the function to support the body when in sit position is called hip. When hip is being moved to the right and left side or by the curning way, it will create a movement named megal-megol(the bottom move to the right and left side) in javanese analogy.             Look at the phenomenon stated above, an idea to create a dance work based on the movement muscle in hip arises. Choreographer has a prominent hip therefore it looks less proportional. This interisting fact inspires choreographer to create a group dance. This dance focuses on hip movement which has uniqueness inside it. Hip which is being moved vibratory causes a movement on the bottom, therefore this a dance that will be developed.             Sonyol Megal-Megol choreography involves twenty eight female dancers consist of eight main dancer and twenty supporter dancer. Choreography composition considers the number of dancers. The reason of choosing female as the dancer is because female more likely to have a big hip. The concept of the choreography come up from a part of the body which is used to be a body supporting when in a sit position called hip. The music is being played by recorder.
Proses Kreatif Tari Bedaya Putri Pakungwati Keraton Kasepuhan Cirebon Karya Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat Dian Rahayu
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.89 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1600

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji proses kreatif tari bedaya Putri Pakungwati karya Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, tarian yang terilhami oleh dokumentasi yang dimiliki oleh Keraton Kasepuhan berupa foto-foto. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mengamati objek secara langsung yang diteliti saat melakukan penelitian, wawancara dilakukan melalui proses tanya jawab secara lisan, bertatap muka dengan narasumber yang diperlukan, studi pustaka berupa sumber tertulis yang diperoleh dari beberapa buku yang sesuai dengan permasalahan untuk membantu penulisan dan kerangka berpikir.            Hasil penelitian menunjukan bahwa, dalam karya tari Bedaya Putri Pakungwati, menghadirkan nafas-nafas baru untuk tari yang ada di Cirebon khususnya tari bedaya. Secara keseluruhan ada banyak unsur kreatif yang tertuang dalam karya tari Bedaya Putri Pakungwati. Terlihat dari konsep rancangan ide garapan, materi gerak tari yang berasal dari pengembangan gerak gaya Cirebonan, iringan tari yang terinspirasi dari iringan yang ada di Keraton Kasepuhan, kostum yang mengambil konsep islami hingga properti yang disajikan.  This research have purpose to find and analize the process of Putri Putri Pakungwati Bedaya Dance by Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat, dance that inspired by photo documentation that owned by Keraton Kasepuhan. Using data collecting technique like observation, interview, literature, review, documentation. Observation for observasing object directly when doing research. Interiew for having process question and answer orally, face to face with interviewees needed, literature review like written sources that taken from few books that suitable with problem to help writing and design thinking.             The result of research shows that ini Putri Pakungwati Bedaya Dance gives new knowledge for dance in Cirebon, there are many creative element in Putri Pakungwati Bedaya Dance. Seen from the idea of arable design concept, dance mves material from Cirebon style moves development, music for dance that inspired from music in Keraton Kasepuhan, and costume andproperty using Islamic concept.
Isun Hang Gandrung Elan Fitra Dianto
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.445 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1596

Abstract

Isun Hang Gandrung adalah judul karya tari yang diciptakan. Judul ini sekaligus menjadi konsep dasar yang diwujudkan dalam sebuah koreografi kelompok. Isun dalam bahasa Osing artinya Saya, kemudian Hang berarti yang, dan Gandrung berarti disanjung, dicintai, atau digandrungi. “Isun Hang Gandrung“ berarti saya yang digandrungi. Ide tersebut muncul dari ketertarikan terhadap kesenian Gandrung yang dulunya dilakukan oleh laki-laki sehingga disebut Gandrung Lanang.            Gandrung merupakan sebuah kesenian yang berasal dari Banyuwangi, Jawa Timur. Dalam sejarahnya Gandrung dulunya dilakukan oleh seorang laki-laki, namun sekarang berganti menjadi perempuan. Segala bentuk sumber telah dicari melalui buku, wawancara, dan juga melalui video. Hal tersebut sangat membantu dalam proses penciptaan dan penjajakan gerak serta komposisinya.            Karya tari Isun Hang Gandrung disajikan dalam sebuah koreografi kelompok dengan melibatkan delapan penari laki-laki dan satu penari perempuan, dengan menggunakan properti kipas dan dipentaskan di proscenium stage. Gerak yang digunakan bersumber dari gerak tari Gandrung Banyuwangi yang dikomposisikan dengan memperhatikan aspek ruang, waktu, dan tenaga. Isun Hang Gandrung is the title of a dance piece created. The title also became a basic concept that is embodied in a choreography group. Isun in Osing language means „I‟, Hang means „that‟, and Gandrung means praised or loved. “Isun Hang Gandrung“mean that I am loved. The idea came from the interest of the arts Gandrung that formerly done by men so-called Gandrung Lanang.            Gandrung is an art from Banyuwangi, East Java. Historically, Gandrung formerly done by a man, but now turned into woman. All forms of resources have been sought through books, interviews, and also via video. It was very helpful in the process of creation and exploration of movement and composition.            Isun Hang Gandrung dance piece presented in a choreography group involved eight male dancers and one female dancer, the property of the fan was used and staged in a proscenium stage. The motion was obtained from Gandrung Banyuwangi dance composed with attention to aspects of space, time, and energy. 
Transformasi Teks Sejarah Pertempuran Kotabaru ke dalam Teks Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru Susi Setyaningsih
Joged Vol 7, No 2 (2016): NOPEMBER 2016
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.867 KB) | DOI: 10.24821/joged.v7i2.1601

Abstract

Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru merupakan karya tari yang menggunakan sumber materi dramatik fakta sejarah pertempuran 7 Oktober 1945 di Kotabaru, Yogyakarta. Dilihat dari motif geraknya tarian ini menggunakan pola-pola gerak dalam tari putri gaya Yogyakarta. Permasalahan yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana fakta sejarah pertempuran Kotabaru ditransformasikan ke dalam sebuah karya tari, yaitu Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru.            Identifikasi teks sejarah pertempuran Kotabaru dan teks Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru akan disandingkan dan dikaji untuk diketahui aspek apa saja yang bertransformasi. Dengan menggunakan teori interteks peneliti akan mengungkap permasalahan dan memberikan penjelasan tentang unsur-unsur intrinsik yang meliputi masalah pokok dan tema, setting/latar, alur, penokohan, dan nilai-nilai untuk melihat proses transformasinya. Unsur-unsur intrinsik pada teks bedhaya di Keraton Yogyakarta, teks sejarah pertempuran Kotabaru, serta teks Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru dianalisis untuk diketahui model-model transformasinya.            Hasil analisis kedua teks yang disandingkan membuktikan adanya unsur-unsur yang sama dan ditafsir sebagai unsur-unsur yang bertransformasi dari teks sejarah pertempuran Kotabaru ke dalam teks Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru. Kelima unsur yang bertransformasi dari teks sejarah pertempuran Kotabaru ke dalam teks Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru merupakan bukti adanya resepsi yang baik oleh penata tari dalam menyusun Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru. Transformasi yang ditemukan dalam penelitian ini yakni transformasi yang bersifat meneruskan/melanjutkan hipogramnya dan transformasi yang bersifat mematahkan hipogramnya. Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru is a dance piece that uses a material source of dramatic historical facts October 7, 1945 battle in Kotabaru , Yogyakarta. Viewed from this dance motif motion patterns of movement in dance style princess Yogyakarta. The problems to be examined in this study is how the battle Kotabaru historical fact transformed into a dance work , namely Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru .             Identification of historical text battle on Kotabaru and Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru text will paired and will studied to know what aspects are transformed. By using the theory of intertextual researchers will unravel the problems and provide an explanation of the intrinsic elements covering subject matter and themes , setting/background , plot, characterization , and values to see its transformation process. The intrinsic elements become a one which analogized and become the study material so produce a answer of the research, that are main transformation problem and theme, setting, plot, characteritation, and the value in Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru. The intrinsic elements of the text bedhaya at Keraton Yogyakarta , Kotabaru battle history text , and text Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru analyzed for known models of transformation.             The result of analysis of both of texts which paired prove there’re same elements and interpreted as elements which do transformation from historical text battle Kotabaru in to Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru text. The five elements which do transformation from historical text battle Kotabaru in to Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru text is a proof of good reception by choreographer in compose Beksan Bedhaya Ngadilaga Kotabaru. The transformation that was found in this research that are transformation forward/continue the hipogram and transformation that are break the hipogram.

Page 1 of 1 | Total Record : 8