cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Forum Penelitian Agro Ekonomi
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 02164361     EISSN : 25802674     DOI : -
Forum penelitian Agro Ekonomi (FAE) adalah media ilmiah komunikasi penelitian yang berisi review, gagasan, dan konsepsi orisinal bidang sosial ekonomi pertanian, mencakup sumber daya, agribisnis, ketahanan pangan, sosiologi, kelembagaan, perdagangan, dan ekonomi makro.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi" : 5 Documents clear
Prospek Pengembangan Sorgum di Jawa Barat Mendukung Diversifikasi Pangan Bambang Irawan; Nana Sutrisna
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v29n2.2011.99-113

Abstract

EnglishOne of issues in Indonesia related with food security is reliance on imported foods, especially wheat and rice. To cope with this issue, development of local food crops substitute to both foods is essential particularly those adapted to dry land characterized by barrenness, high erosion risk, and limited water supply. Sorghum is one of local food crops to these drought characteristics. Use of sorghum as flour for producing processed foods (noodles, breads, cakes, etc.) can substitute up to 15 to 50 percent of wheat flour. Other industrial products, as well as bio-ethanol, can also be produced using sorghum. Sorghum crop waste is contains high nutrients appropriate for animal feed. To encourage sorghum cultivation in the dry land it is necessary to apply an integrated agribusiness, namely sorghum plant, flour processing, bio ethanol processing, and cattle farming, conducted in a large scale. Development of sorghum processing industries is essential in expanding sorghum market as well as its economic value. In the same time cattle farming is essential to maintain dry land fertility. As an initial stage, this integrated business should be conducted by BUMN (government own companies) facilitated by subsidized investment credit. IndonesianSalah satu masalah yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan ketahanan pangan adalah ketergantungan terhadap bahan pangan impor terutama beras dan gandum. Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu dikembangkan bahan pangan lokal lain yang dapat mensubstitusi kedua bahan pangan tersebut dan dapat dikembangkan pada lahan kering yang umumnya memiliki kesuburan rendah, peka terhadap erosi dan ketersediaan air terbatas. Sorgum merupakan tanaman pangan lokal yang dapat dikembangkan pada lahan kering dan penggunaan tepung sorgum untuk pembuatan berbagai produk makanan olahan (mie, roti, kue, dst) dapat mensubstitusi 15%-50 persen tepung gandum. Berbagai produk industri lainnya dan bioetanol juga dapat dibuat dari sorgum sementara limbah tanaman sorgum  bernilai gizi tinggi untuk bahan pakan ternak. Untuk mendorong pengembangan tanaman sorgum di lahan kering perlu diterapkan sistem usaha yang terintegrasi : tanaman sorgum - pengolahan tepung sorgum – pengolahan bioetanol - ternak sapi dalam skala luas. Pengembangan industri pengolahan sorgum diperlukan untuk meningkatkan nilai ekonomi dan memperluas pasar sorgum sedangkan pengembangan ternak sapi diperlukan untuk mempertahankan kesuburan lahan kering. Sebagai inisiasi, pengembangan usaha yang terintegrasi tersebut perlu dilaksanakan oleh BUMN yang difasilitasi dengan subsidi kredit investasi.
Potensi dan Kendala Sistem Resi Gudang (SRG) untuk Mendukung Pembiayaan Usaha Pertanian di Indonesia nFN Ashari
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v29n2.2011.129-143

Abstract

EnglishPrice fall of agricultural commodities usually taking place during harvest season adversely affect the farmers. The government addresses this issue through launching the Warehouse Receipt System (SRG). This paper critically reviews potencies and constraints of WRS in supporting agricultural finance and its improvement measures. Theoretically, SRG provides potential benefits, especially in financial support, stabilizing price fluctuation, increasing farmers’ income, credit mobilization, improving product quality, etc. However, SRG implementation in the agricultural sector encounters a number of constraints, such as high transaction costs, inconsistency of quantity and quality of agricultural products, lack of bank support, and weak farmers’ institutions. Since the farmers’ institutions are not well organized yet, SRG procedures seem very complicated and need simplification. In addition, SRG promotion and more conducive government policy are also necessary to optimize this credit scheme. IndonesianFenomena jatuh harga komoditas pertanian, terutama saat panen raya, seringkali merugikan petani. Untuk mengatasi permasalahan ini sekaligus membantu pembiayaan usaha pertanian pemerintah telah menggulirkan skim pembiayaan dengan Sistem Resi Gudang (SRG). Tulisan ini bertujuan melakukan tinjauan secara kritis terkait potensi dan kendala penerapan SRG untuk pembiayaan sektor pertanian. Hasil studi menunjukkan adanya potensi yang dapat dimanfaatkan dari pelaksanaan SRG utamanya dalam mendukung pembiayaan, minimalisasi fluktuasi harga, peningkatan pendapatan petani, mobilisasi kredit, perbaikan mutu produk dan sebagainya. Namun, implementasi SRG di sektor pertanian masih dihadapkan sejumlah kendala diantaranya besarnya biaya transaksi, inkonsistensi kuantitas dan kualitas produk pertanian, minimnya dukungan lembaga perbankan, serta masih lemahnya kelembagaan petani. Dengan kelembagaan petani belum tertata secara baik, aturan SRG masih dipandang terlalu rumit sehingga diperlukan penyederhanaan prosedur agar SRG dapat dimanfaatkan oleh petani. Disamping itu, sosialisasi keberadaan SRG serta dukungan kebijakan pemerintah yang kondusif akan menjadi faktor penting sehingga SRG dapat diimplementasikan lebih optimal.
Peran Kelompok Tani dalam Penerapan Teknologi Pertanian Sri Nuryanti; Dewa Ketut Sadra Swastika
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v29n2.2011.115-128

Abstract

EnglishThis paper describes roles of farmers’ groups in agricultural technology application. A farmers’ group is defined as a group of farmers informally consolidate themselves based on their common goals in farming activities. Initial spirit of establishing a farmers’ group is to strengthen farmers’ bargaining position, especially in terms of collective purchasing of farm inputs and selling their agricultural products efficiently. Indonesia has a long experience in formation of farmers’ groups since Mass Intensification (BIMAS) and Special Intensification (INSUS) were launched in 1970s-1980s. Currently, most of farmers groups in Indonesia are not formed by farmers themselves, but they are mostly formed as a response to the government program that requires farmers to become members of a farmers’ group. Most of government support for farmers, such as distribution of subsidized fertilizer, agricultural extension, subsidized farm credits and other programs are distributed to farmers’ group or farmers’ groups association. Introduction and promotion of a new technology is also delivered through farmers’ groups. Thus, the roles of a farmers’ group are not only as the means of distributing government assistance and extension services, but also as the agent for new technology adoption.  IndonesianMakalah ini merupakan tinjauan (review) dari berbagai literatur dan hasil penelitian terdahulu, ditujukan untuk mendeskripsikan peran kelompok tani dalam penerapan teknologi pertanian. Kelompok tani didefinisikan sebagai sekelompok petani yang secara informal mengkonsolidasi diri berdasarkan kepentingan bersama dalam berusahatani. Semangat awal pembentukan kelompok tani adalah untuk memperkuat posisi tawar, terutama dalam pengadaan sarana produksi dan pemasaran hasil secara kolektif. Indonesia mempunyai pengalaman panjang pembentukan kelompok tani, sejak diluncurkannya program BIMAS, INSUS dan Supra Insus di era 1970-an dan 1980-an. Saat ini kebanyakan kelompok tani di Indonesia tidak lagi dibentuk atas inisiatif petani dalam memperkuat diri, melainkan kebanyakan merupakan respon dari program-program pemerintah yang mengharuskan petani berkelompok. Umumnya program-program bantuan pemerintah seperti: penyaluran pupuk bersudsidi, penyuluhan teknologi pertanian, kredit usahatani bersubsidi, dan program-program lain disalurkan melalui kelompok tani atau gabungan kelompok tani (Gapoktan). Petani yang ingin mendapat teknologi baru dan berbagai program bantuan pemerintah harus menjadi anggota kelompok atau anggota Gapoktan. Dengan demikian, peran kelompok tani tidak hanya sebagai media untuk menyalurkan bantuan-bantuan pemerintah, tetapi juga sebagai agen penerapan teknologi baru.
Delandreformisasi sebagai Gejala Anti Landreform di Indonesia: Karakter, Penyebab dan Upaya untuk Pengendaliannya nFN Syahyuti
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v29n2.2011.67-81

Abstract

EnglishSince Indonesia’s independence up to the reform era, land reform is acknowledged but it has not been effectively implemented. However, there is also an inverse process called as de-land-reform with its objectives inconsistently with the ideal purposes of land reform. It seems as the natural symptoms due to social-economic political environment and inside condition of the farmers themselves. De-land-reform process gets no attention, so far, and no serious efforts to cope with it. De-land-reform consists of selling farmers’ land, land fragmentation such that it does not achieve scale of economy, and uncontrollable land conversion. This is due to social-economic political pressures, and community’s social-culture. It needs common awareness as an initial phase of control, but, unfortunately, the government, community, and observers do not pay attention to this process.  IndonesianSemenjak Indonesia merdeka sampai era reformasi, landreform yang telah menjadi perhatian semua pihak, tidak pernah efektif diimplementasikan secara memuaskan. Pada waktu yang bersamaan, berlangsung proses sebaliknya, atau berupa ”delandreformisasi”, yakni suatu kondisi yang bergerak ke arah yang berlawanan dari upaya-upaya landreformisasi, atau secara lebih luas berlawanan dengan tujuan ideal reforma agraria. Hal ini tampak seperti gejala yang alamiah yang didorong oleh lingkungan sosial ekonomi politik maupun dari dalam diri petani sendiri. Proses delandreformisasi selama ini tidak diperhatikan, sehingga belum ada upaya yang serius untuk menanganinya. Beberapa bentuk utama delandreformisasi adalah penjualan lahan oleh petani, fragmentasi lahan sehingga menjadi tidak ekonomis, dan konversi lahan yang sulit dikendalikan. Penyebabnya datang dari berbagai sisi baik karena tekanan ekonomi dan politik, serta sosiokultural masyarakat. Sebagai langkah awal untuk pengendaliannya, dibutuhkan kesadaran bersama bahwa ini suatu proses yang esensial namun selama ini luput  diperhatikan baik dari kalangan pemerintah, masyarakat maupun pengamat.
Pengembangan Agroforestry untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Pemberdayaan Petani Sekitar Hutan Henny Mayrowani; nFN ashari
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v29n2.2011.83-98

Abstract

EnglishAgroforestry is developed to offer benefits to the nearby communities. It also aims at producing food. Improving food production could be carried out through an extensification program, such as an agro forestry system. Ministry of Forestry also takes a part in national food security through agro forestry where it is an intercropping between food crops and forest trees. Agro forestry is run using a Community-Based Forest Management (PHBM). To integrate forest preservation and community development, PHBM facilitates establishment of Forest Village Community Organization (LMDH).  Agro forestry commonly involves LMDH contributes to 41.32 percent of the households’ income and creates employment of 2.39 persons per hectare.  Agro forestry is effective in improving income distribution, households’ income, food production, and poverty alleviation in the communities nearby the forests.  IndonesianAgroforestry dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan kesejahteraan masyarakat.  Agroforesty utamanya diharapkan dapat membantu mengoptimalkan hasil suatu bentuk penggunaan lahan secara berkelanjutan guna menjamin dan memperbaiki kebutuhan bahan pangan. Tingginya laju pertumbuhan penduduk mengindikasikan meningkatnya pangan yang harus tersedia. Pencapaian sasaran peningkatan produksi pangan dapat dilakukan dengan pola intensifikasi melalui peningkatan teknologi budidaya dan ekstensifikasi yang antara lain dapat dilakukan melalui perluasan areal pertanian di lahan hutan dengan sistim agroforestry. Kementerian kehutanan merupakan salah satu sektor yang ikut bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan, yang antara lain mendapat tugas menyediakan lahan hutan untuk pengembangan pangan seperti dalam bentuk tumpangsari  atau agroforestri. Tumpangsari atau agroforestry adalah suatu sistem penggunaan lahan dimana pada lahan yang sama ditanam secara bersama-sama tegakan hutan dan tanaman pertanian.  Manfaat yang diperoleh dari agroforestry adalah meningkatnya produksi pangan, pendapatan petani, kesempatan kerja dan kualitas gizi masyarakat bagi kesejahteraan petani sekitar hutan.   Untuk mengintegrasikan kelestarian fungsi hutan dan kesejahteraan masyarakat dikembangkan konsep hutan kemasyarakatan atau PHBM yang merupakan fasilitasi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Perkembangan realisasi agroforestry menunjukan hasil yang sangat menggembirakan.  Agroforestry yang pada umumnya melibatkan LMDH mampu memberikan kontribusi pendapatan rumah tangga 41,32 persen dan penyerapan tenaga kerja 2,39 orang per ha. Agroforestry merupakan salah satu sarana yang efektif untuk pemerataan dan tahapan untuk mengatasi kemiskinan di lingkungan masyarakat desa hutan, yang bisa meningkatkan pendapatan dan produksi pangan.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2011 2011


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi : In Press Vol 39, No 1 (2021): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 18, No 1-2 (2000): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1999): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 2 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 16, No 1 (1998): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 15, No 1-2 (1997): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1996): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1994): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 10, No 2-1 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1993): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 2-1 (1992): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1991): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 8, No 1-2 (1990): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1989): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 2 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 6, No 1 (1988): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 5, No 1-2 (1987): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1986): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1984): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1983): Forum Penelitian Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1982): Forum Penelitian Agro Ekonomi More Issue