cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 3 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2004): Juni 2004" : 3 Documents clear
Peningkatan Dayasaing Industri Mente Indonesia Melalui Pembentukan Klaster Industri Mente CHANDRA INDRAWANTO
Perspektif Vol 3, No 1 (2004): Juni 2004
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v3n1.2004.15-23

Abstract

Keunggulan dayasaing di masa depan sangat dientukan oleh kemampuan merespon keinginan konsumen dan menemukan inovasi-inovasi baru. Kemampuan ersebut dapat tergali melalui pembentukan klaser industi yang mengkoordinasikan industri inti dengan industi terkait dan industri pendukungnya. Peningkatan dayasaing industri mente Indonesia melalui pembentukan klaster industri mente dapat dilakukan pada tingkat kabupaten di sentra-sentra produksi untuk industi pengacipan, dan di ingkat nasional untuk industri hilirnya. Pengembangan industi pengacipan skala rumah tangga dengan teknologi sederhana di senia produksi dapat meningkatkan posisi tawar petani dan meningkatkan efisiensi industi pengacipan sehingga dayasaing meningkat. Pengembangan industri hilir berbahan baku hasil mente akan meningkatkan permintaan produk mente dan meningkatkan nilai tambah yang didapat dari produk mente yang berujung pada meningkatnya dayasaing industri mente. Untuk itu perlu koordinasi yang baik antara klaster industri mene dengan klaster industri erkait yaitu industri yang memakai bahan baku produk hasil turunan mente dengan klaster industri pendukungnya seperi industri mesin dan peralatan, lembaga penelitian, dan pendidikan untuk mendukung penemuan inovasi baru.Kata Kunci: Mente, Anacardium ocadentale, dayasaing, klaster industi ABSTRACT Improving the competitiveness of Indonesian cashew industry through cluster industryCompetiive advantage in the future will be determined significantly by the ability of the industry to respond consumer's need and by the ability to search new innovations. Those abilities can be generaed through cluser industry between core industry, supporing industry and related industry. The improvement of Indonesia cashew industry's compeiiveness through cashew cluster industry can be done in regency level, in the producion ceners, for peeling industry, and in naional level for its downstream industries. The development of peehng industry at household level with simple technology in the production centers can increase the bargaining posiion of the farmers and improve the efficiency of the peeling industry. The development of cashew downstream industry can increase the demand of cashew product and increase the value added gained from cashew product that leads to the increasing of the competitiveness of cashew industry. To support that, a good coordinaion between cashew cluster industries as a coe industry with related cluster industies, which use cashew and cashew downstream products as input, and with support cluster industies is needed.Key Words: Cashew, Anacardium occidentale, competitiveness, cluster industry
Penerapan Standar Mutu Tembakau di Indonesia SAMSURI TIRTOSASTRO
Perspektif Vol 3, No 1 (2004): Juni 2004
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v3n1.2004.24-34

Abstract

Untuk memperbaiki sistem perdagangan tembakau, pemerintah telah membuat standar mutu tembakau bersama pihak terkait, khususnya petani sebagai produsen dan industi rokok sebagai konsumen. Standar mutu yang disusun secara kesepakatan (voluntary) tersebut selanjutnya ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dalam bentuk Standardisasi Nasional Indonesia (SNI) dan diharapkan menjadi ketenruan yang mengikat (mandatory) dalam sisem perdagangan tembakau di Indonesia. Namun demikian usaha standardisasi tersebut belum berhasil baik dan perdagangan tembakau masih menggunakan cara lama, yaitu penentuan mutu dan harga secara subyekif oleh konsumen. Penyebab belum berhasilnya penerapan standar mutu tersebut karena standar mutu belum seluruhnya sesuai dengan selera konsumen dan juga maraknya pemalsuan mutu. Mutu tembakau hendaknya dibagi dalam kelas, tipe, grade, grup, warna dan mutu. Agar pembagian inci ini dapat terlaksana, komoditas tembakau harus distandardisasi cara penanaman, panen, pengolahan, sortasi, pembungkusan atau pengebalannya. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pembinaan petani tembakau dalam hal teknik budidaya dan pengolahan yang sesuai untuk menghasilkan mutu sesuai selera konsumen. Sistem pembinaan petani melalui kemitraan antara petani dan perusahaan tembakau sebagai pengelola merupakan langkah paling baik. Perusahaan hendaknya dapat merakit teknologi yang sesuai, mengantar kepada petani, mengawal teknologi tersebut dan menyediakan pasar serta membantu menyediakan sarana produksi dan mengusahakan pinjaman modal jika diperlukan.Kata Kunci Tembakau, Nicotiana tabacum, standar mutu, unsur mutu, kemitraan petani perusahaan, peran pemerintah. ABSTRACT Application of standard tobacco quality in IndonesiaFor improving the tobacco markeing system, the government has tried to introduce quality standard of tobacco commodities. The government made the tobacco qualiy standard together with all quarters that have the relation to tobacco commodity, especially farmers as tobacco producers and cigarette factoies as tobacco consumers. The quality standard that was set up by agreement (voluntary) further was determined by the Badan Standardisasi Nasional to become Indonesian Naional Standard (Standar Nasional Indonesia) format. This standard is expeced to become the hold regulaion (mandatory) for tobacco markeing sysem in Indonesia. Nevertheless, this standarizaion effort has not given good result yet. Unil now the tobacco markeing system sill use the old tradiional method, i.e. the quality and pice are set by the subjecivity of the consumers. The reasons why the tobacco quality standard applicaion has not a succeded yet, because the quality standard has not accommodaed all of the consumer expectaion, and the tobacco standard has not had the details of classificaion and there were also the large of the tobacco quality adulteraion. The tobacco quality is better to be classified as class, type, grade, group, colour and quality. In order that the details of classificaion can be caried out, the tobacco commodity should be standardized in its preparation since cultivaion, harvesing, curing, soring, and packaging. To reach this purpose, it needs guidance for farmers, especially technical-cultivation, harvesting, curing, grading, packaging and also marketing system. The objecive of the guidance was to produce tobacco quality suitable with the consumers needs. Collaboraion in in form of partnership between farmers and consumers is very important to me this program successfull. The consumers provide suitable technology, give the technology to the farmers, escorting the technology in its applicaion, credit investment and prepare the tobacco market.Key Words : Tobacco, Nicotiana tabacum, quality standard, quality factor, partnership collaboraion, government role
Peningkatan Pendapatan Usahatani Kenaf Melalui Perbaikan Teknologi di Lahan Rawa Musiman (Bonorowo) BUDI SANTOSO
Perspektif Vol 3, No 1 (2004): Juni 2004
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v3n1.2004.1-14

Abstract

Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) merupakan tanaman penghasil serat alam yang dapat digunakan sebagai bahan baku untuk karung goni, door trim, fibre drain, geoteksil, bubur ketas (pulp) dan kerajinan rumah tangga yang ramah lingkungan. Perusahaan swasta yang berada di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur telah mengembangkan kenaf untuk diambil seratnya. Produk yang dihasilkan dari perusahaan tersebut adalah door trim, inteior mobil. Usahatani di lahan rawa musiman (bonorowo), sebelum ditemukan kenaf dan sejenisnya hanya dilakukan satu kali saja. Penanaman padi dilakukan pada awal bulan Pebruai setelah banjir mulai surut dan berakhir pada bulan Juni. Pada musim berikutnya, bulan Juli sampai dengan Oktober keadaan lahan hero, karena musim kemarau dan lahan keing. Bilamana dipaksakan ditanami padi lagi air idak mencukupi dan resiko kegagalan tinggi. Bulan Nopember sampai dengan Januai musim penghujan iba dan lahan dalam keadaan banjir, sehingga bero masih berlanjut. Dengan sisa waktu 3 bulan yaitu Juli-September, tanaman kenaf dapat diusahakan. Pada permulaannya kenaf ditanam secara monokultur, kemudian berubah menjadi tumpangsai jagung dan kenaf. Kenaf yang ditanam di lahan bonorowo adalah varietas Hc.48. Kelemahan dai vaietas He. 48 yaitu peka terhadap fotopeiodisitas dan sudah mengalami degradasi produksi. Balittas telah melepas vaietas-vaietas baru seperti Kr. 6; Kr. 7; Kr. 8 ; Kr. 9 dan Kr. 11 dan pada musim tanam 1999/2000 vaietas lama yang digunakan sudah diganti. Kelebihan dai varietas-vaietas baru kenaf tersebut yaitu kurang peka terhadap fotopeiodisitas dan mempunyai tingkat produkivitas yang tinggi (2,5 - 3,0 ton/ha). Pendapatan usahatani tumpangsai jagung (Arjuno) dan kenaf (Kr. 6) lebih tinggi dibanding dengan monokultur kenaf ataupun jagung. Hasil analisis pendapatan usahatani tumpang¬ sari jagung dan kenaf dapat mencapai Rp. 2.906.750,-/ ha. Sedang monokultur jagung dan kenaf masing-masing hanya menghasilkan pendapatan usahatani sebesar Rp. 1.173.250,- dan 1.776.000,- /ha.Kata kunci: Kenaf, Hibiscus cannabinus, jagung, usahatani, tumpangsai, monokultur, bonorowo. ABSTRACT Improving the income of Kenaf farming through improving the technology for flooded land Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) is a natural fiber producer. The fiber is used as mateial for bast fiber, door trim, fiber drain, geotexile, pulp and home industry. A pivate company locaed in Pasuruan Distict, East Java has developed kenaf to produce the natural fiber. The products are door trim and car inerior. Before kenaf was found, there was only one farming system in floded land in a year. Rice was planed early in February when the flood decreased and it finished in June. The next season, July to October the land was not used for plantation because it is dry season and the land is lack of waer. Planting ice in this season is isky because the waer stock is not enough to waer the ice plant. The ainy season comes in November to January, the land can not used for planing, because the land is flooded. The rest of the months can be used for kenaf plantaion (July-Sepember). Previously kenaf was planted in monoculture sysem, laer it is inercropped with corn. Beside geting income from kenaf fiber, the farmers also got it from corn plantaion. Corn was harvested first then kenaf. Kenaf that was planted in flooded land was He. 48. The weaknes of He. 48 vaiety was sensitive to photopeiode and its producivity was degraded. Therefore, the Research Cener for Tobacco and Fiber Crops released new vaieies, Kr. 6; Kr. 7; Kr. 8; Kr. 9 and Kr. 11. So that, in the planting season of 1999/2000 the small holder bast fiber inensificaion used the new vaieies. The new vaieies wee not sensitive to photoperiode and had high producivity (2.5 up to 3 tons per ha). These vaieties can be intercroped with corn. The inercropping of kenaf (Kr.6) with corn (Arjuna) produced higher yield compared to that of kenaf or corn monoculture sysem. The results of the analysis is that kenaf and corn intercropping can each Rp. 2,906,750 per ha. While corn and kenaf monoculture sysem can each Rp. 1,173,250 and Rp. 1,776, 000 per ha respecivelly.Key words : Kenaf, Hibiscus cannabinus, corn, farming sysem, intercropping, monoculture, flooded land

Page 1 of 1 | Total Record : 3