cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Perspektif : Review Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 14128004     EISSN : 25408240     DOI : -
Core Subject : Education,
Majalah Perspektif Review Penelitian Tanaman Industri diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang memuat makalah tinjauan (review) fokus pada Penelitian dan kebijakan dengan ruang lingkup (scope) komoditas Tanaman Industri/perkebunan, antara lain : nilam, kelapa sawit, kakao, tembakau, kopi, karet, kapas, cengkeh, lada, tanaman obat, rempah, kelapa, palma, sagu, pinang, temu-temuan, aren, jarak pagar, jarak kepyar, dan tebu.
Arjuna Subject : -
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007" : 5 Documents clear
Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Lada Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani SYAFRIL KEMALA
Perspektif Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n1.2007.%p

Abstract

RINGKASANLada merupakan ”rajanya” rempah-rempah di dunia, dan merupakan produk pertama yang diperdagangkan antara Barat dan Timur.  Saat ini, lada sangat berperan dalam  perekonomian  Indonesia  sebagai  penghasil devisa, penyedia lapangan kerja, bahan baku industri dalam  negeri  dan  konsumsi  langsung.  Meskipun demikian, usahatani lada yang ada sekarang tidak terkait dengan industri pengolahan, industri hilir, serta industri  jasa,  keuangan  dan  pemasaran.  Akibatnya agribisnis lada tidak berhasil mendistribusikan nilai tambah, sehingga tidak dapat meningkatkan pendapatan petani.  Faktor-faktor yang menyebabkan tidak berkembangnya sistem agribisnis lada di Indonesia antara lain adalah ; (1). Sebagian besar teknologi belum dapat digunakan oleh petani, (2). Tidak tersedianya peralatan yang mudah didapat dan murah,  (3).  Kurangnya  diversifikasi produk lada, (4). Adanya  pesaing  Indonesia  sebagai  produsen  lada dunia (Brazilia, India, Malaysia, Srilangka, Thailand dan Vietnam), dan (5). Hasil-hasil penelitian berupa komponen dan paket teknologi serta kebijakan sudah banyak dihasilkan, tetapi belum banyak terserap oleh petani. Oleh karena itu, strategi pengembangan sistem agribisnis lada di Indonesia, harus dilakukan melalui ; (1). Program pengendalian hama dan penyakit terpadu, (2). Pengembangan industri alat dan mesin pertanian dengan jaringan distribusinya, (3).Diversivikasi produk melalui pembuatan lada menjadi barang jadi dan setengah jadi, sehingga dapat merubah permintaan menjadi elastis untuk meningkatkan daya serap pasar, (4). Program promosi pasar di pasar dunia baik melalui kantor kedutaan maupun kelembagaan lain, dan (5).Pemberdayaan petani dalam kelembagaan yang sudah ada seperti KUAT (Kelembagaan Usaha Agribisnis Terpadu), Asosiasi Petani Lada  Indonesia (APLI), KIMBUN (Kelompok Industri Masyarakat Perkebunan), dan Koperasi Unit Desa (KUD)Kata kunci : Lada (Piper nigrum L.), sistem agribisnis, pendapatan petani,  difersifikasi produk ABSTRACTDevelompment Strategy Of  Black Pepper Agribusiness System To Increase Farmer’s IncomePepper as  “King of Spice”  is the first product to be commerced between West and East. Nowadays, black pepper have and important role on the economy of Indonesia as foreign exchange, providing job opportunity, raw material of internal country industry, and direct consumption in the country. Pepper farming that present now, however, is not related with processing industry, downstream industry, as well as monitory service industry  and marketing. As the consequences, pepper agribusiness failed to distribute additional value, did not able to increase farmer’s income. Some factors that caused system agribusiness in Indonesia unable to develop i.e. (1). Most of technology can not be adopted by the farmers, (2). Unavailable of cheap equipment, (3). Less pepper product diversification, (4). The existence of competitors in the world pepper market (Brazil, India, Malaysia, Thailand, and Vietnam), and (5). Technology component resulted from experiments, as well as policy can not be adopted by the farmers. The strategy to develop of black pepper agribusiness in Indonesia, therefore, must be conducted through ; (1). Integrated pest and diseases management program,(2). Agricultural equipment industry follows with the distribution network, (3). Product diversification to increase of market absorption capacity, (4). The promotion program of marketing on the world market, through embassy and other institutions, and (5). Making efficient use of farmers in the existing organization such as KUAT, APLI, KIMBUN and KUD. Key   words:   Black   pepper (Piper   nigrum   L.),agribusiness system, farmer’s income, product diversification
Bahan Bakar Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga BAMBANG PRASTOWO
Perspektif Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n1.2007.%p

Abstract

RINGKASANDi  antara  masalah  yang  berkenaan  dengan  energi nasional antara lain adanya kecenderungan konsumsi energi fosil yang semakin besar, energi mix yang masih timpang,  dan  harga  minyak dunia yang tidak menentu. Ketimpangan energi mix adalah terjadinya penggunaan  salah  satu  jenis  energi  yang  terlalu dominan, yaitu penggunaan minyak bumi sebesar 54,4 %. Ketimpangan energi mix dan penggunaan energi yang  masih  boros  mengakibatkan  beban  nasional semakin berat. Khusus untuk minyak tanah, subsidi pemerintah  khusus  masih  mencapai  sekitar 34,51 triliun rupiah. Oleh karena itu, perlu upaya-upaya lain, di  antaranya adalah penggunaan bahan bakar nabati (BBN), untuk mengurangi subsidi, sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat bawah berupa pengganti minyak tanah. Bahan bakar nabati (BBN) adalah semua bahan bakar yang berasal dari minyak nabati, dan dapat berupa biodiesel, bioetanol, bio-oil (minyak  nabati  murni).  Minyak murni umumnya dapat digunakan untuk pengganti minyak tanah dan sejenisnya, melalui peralatan atau kompor khusus. Penggunaan langsung minyak murni maksudnya adalah penggunaan minyak hasil tanaman (pure plant oil atau crude oil) tanpa perlu proses transesterifikasi yang memerlukan tambahan bahan dan biaya. Jika tujuannya adalah membantu masyarakat kelas rendah pengguna minyak tanah, maka minyak murni menjadi pilihan. Menurut sifatnya, maka minyak murni harus dalam bentuk kabut atau uap agar dapat terbakar secara baik, sehuingga harus mendapat tekanan yang cukup   sebelum   pembakaran,   dan   minyak   dapat terbakar secara baik. Hal ini memerlukan kompor yang memiliki tabung bertekanan cukup (sekitar 2 - 3 bar). Kompor semacam ini sudah banyak digunakan oleh para penjual jajanan atau kaki lima, tetapi biasanya menggunakan minyak tanah, dan masih harus dimodifikasi agar dapat digunakan untuk BBN dalam bentuk minyak murni. Uji coba awal jenis baru kompor bertekanan di Indonesia maupun di beberapa negara lain  terbukti berhasil baik sehingga perlu segera dituntaskan penelitiannya dan diformulasikan, agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Fabrikasi kompor tersebut di daerah-daerah dengan menggunakan bahan lokal akan membuka kesempatan kerja serta kesempatan berusaha bagi masyarakat di daerah.  Tanaman  kelapa  dan  jarak  pagar  sebagai tanaman penghasil bahan bakar nabati, potensinya lebih baik dibandingkan jenis tanaman perkebunan lainnya, terutama penggunaan minyak murninya sebagai pengganti minyak tanah dengan memanfaatkan kompor bertekanan yang sesuai.Kata kunci : Bahan bakar nabati, pengganti minyak tanah rumah tangga, kompor bertekanan ABSTRACTEstate Crops Origin Of Biological Fuel As An Alternative Of Kerosene For Household Amongst the problems of national energy, are the trend of increasing fossil energy consumption, unbalance of mix energy, and uncertaint world oil price. Unbalance of mix energy and the wasteful use of energy  consumption,  caused  national  responsibility increased. Especially for kerosene, government subsidy reach to 34.51 trillion rupiahs. To reduce government subsidy and to fulfil necessity of low community at once, therefore, another efforts are needed. Biological fuel  is  all  fuel  that  originated  from  botanical  oil, namely  biodiesel,  bioetanol  or  bio-oil (pure  oil). Generally, pure oil can be used as an alternative of kerosene or others through special equipment (special stove). Direct use of pure oil is the use of crude oil (pure plat oil), without any transesterification proses and additional budget. In order to get proper ignition, pure plant oil must be in the form of mist or vapour. The equipment (stove) with enough pressure (approx. 2-3 bar), therefore is needed. In Indonesia and other countries, the experiment of stove with pressure were successful, and need to be formulated to be used by community.  Stove fabrication in the district (territory areas) by using of local material, will open a job opportunity, as well as the opportunity of community to do a business in the districs. As fuel producing plants, coconut (Cococ nucifera) and Jatropha curcas  are more potential than those of other estate crops.Key words : Biological fuel, kerosene, pure plant oil, stove pressured
Kemajuan Genetik Varietas Unggul Kapas Indonesia Yang Dilepas Tahun 1990-2003 EMY SULISTYOWATI; HASNAM HASNAM
Perspektif Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n1.2007.%p

Abstract

ABSTRAKKanesia 1 dan Kanesia 2 adalah dua varietas unggul kapas yang dihasilkan dari kegiatan seleksi individu dari  populasi  Reba  BTK 12 dan Tak Fa 1 dan merupakan varietas pioneer bagi berkembangnya arietas-varietas unggul kapas Indonesia. Varietas unggul berikutnya dirakit dengan pendekatan pengumpulan gen (‘genes pooling’) ataupun piramida gen (‘genes pyramiding’) dengan memanfaatkan sumber-sumber genetik dalam koleksi plasma nutfah kapas dan menghasilkan tujuh varietas kapas Indonesia baru (Kanesia 3 Kanesia 9). Dibandingkan dengan Kanesia 1 dan Kanesia 2, tujuh varietas kapas unggul   tersebut   menunjukkan   perbaikan   tingkat produktivitas dan mutu serat yang cukup tajam; secara paralel juga dilakukan perbaikan ketahanan terhadap hama yang difokuskan pada hama penghisap daun kapas     (Amrasca biguttula) melalui mekanisme ketahanan fisik tanaman yang ditunjukkan dengan kerapatan bulu pada batang dan daun, sehingga secara drastis mengurangi pemakaian pestisida.  Makalah ini menyajikan kemajuan genetik yang telah dicapai pada program perakitan varietas Kanesia 1 sampai Kanesia 9, dan arah pemuliaan kapas dimasa datangKata kunci :  Gossypium hirsutum, kemajuan genetik, produktivitas,   mutu   serat,   Amrasca biguttula ABSTRACTGenetic Progress Of Indonesian Cotton Varieties Released In 1990 - 2003Kanesia 1 and Kanesia 2 are two high yielding cotton varieties which were obtained from individual selection from populations of Reba BTK-12 and Tak Fa 1, and have pioneered the development of the engineering of Indonesian national cotton varieties. The other high yielding varieties are engineered by using gene pooling or genes pyramiding approaches involving the use of genetic sources in the cotton germplasm  collection  which  have  resulted  in  the release of seven more new Indonesian cotton varieties (Kanesia 3 - Kanesia 9).  As compared to Kanesia 1 and 2, the seven new Kanesias show a significant increase in productivity level as well as fibre properties. In parallel, those are accomplished with improved resistance to insect pests focusing on jassid (A. biguttula) via physical resistance mechanism expressed by long and high hair density on leaves and stem; this has resulted in reduced insecticide usage.  This paper reviews the genetic improvements which have been obtained from breeding program of Indonesia national cotton varieties, Kanesia 1 - Kanesia 9 and describes the future cotton breeding programmes.Key words:  Gossypium hirsutum, genetic progress, productivity, fiber properties, Amrasca biguttula
Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan SOETOPO, DECIYANTO; INDRAYANI, INDRAYANI
Perspektif Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n1.2007.%p

Abstract

ABSTRAKPengendalian hama dengan insektisida kimia telah menimbulkan banyak masalah lingkungan, terutama rendahnya  kepekaan  serangga  terhadap  insektisida kimia, munculnya hama sekunder yang lebih berbahaya, tercemarnya tanah dan air, dan bahaya keracunan  pada  manusia yang melakukan kontak langsung dengan insektisida kimia. Salah satu alternatif pengendalian yang cukup potensial adalah penggunaan patogen serangga, khususnya cendawan B. bassiana.  Mekanisme infeksinya yang secara kontak melalui kutikula dan tidak perlu tertelan oleh serangga menyebabkan  B.  bassiana  menjadi  kandidat  utama untuk digunakan sebagai agen pengendalian berbagai spesies serangga hama, baik yang hidup pada kanopi tanaman maupun yang di dalam tanah.  Rata-rata patogenisitasnya terhadap hama sasaran cukup tinggi, sehingga pemanfaatannya dalam pengendalian serangga  hama  perkebunan,  seperti  kapas,  kelapa sawit, lada, kelapa dan teh memiliki prospek sangat baik. Untuk pengendalian ulat penggerek buah kapas, Helicoverpa armigera telah ditemukan dua strain isolat, yaitu Bb4a dan BbEd10 yang efektif membunuh 80-87,5% ulat H. armigera hasil uji di laboratorium, dengan masing-masing LT50 mencapai 8,96-9,62 hari dan 19,69-22,27 hari dibanding strain B. bassiana yang lain (19-48 hari).  B. bassiana juga efektif untukm pengendalian serangga   hama kelapa sawit(Darna  catenata), penggerek batang lada (Lophobaris piperis), dan ulat pemakan tanaman teh (Ectropis bhurmitra). Konidia B. bassiana dapat diaplikasikan dengan cara disemprotkan pada kanopi tanaman, ditaburkan pada permukaan tanah, atau dicampur dengan tanah atau kompos. Temperatur dan kelembaban adalah faktor abiotik yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan konidia B. bassiana, tetapi cahaya melalui panjang gelombang sinar ultraviolet juga berpotensi merusak konidia sehingga aplikasi pada pagi (< pkl. 08.00) atau sore hari (> pkl. 15.00) dapat menghindari kerusakan. B. bassiana aman bagi serangga bukan sasaran, terutama serangga berguna dan musuh alami. Temperatur dan kelembapan yang lebih stabil pada ekosistem tanaman perkebunan akan sangat mendukung peran B. bassiana dalam pengendalian hama utama tanaman perkebunan sehingga prospek pengembangannya sangat baik.Kata   kunci:   Beauveria   bassiana,   status   teknologi, prospek, hama perkebunan.  ABSTRACTStatus, technology and prospect of ecofriendly entomopathogenic fungus B. bassiana against insect pests of estate cropsChemical insecticides for pests control are causing environmental    problems,    such    as    reducing susceptibility of insect pests to a number of chemical insecticides, outbreaks of secondary pest, air and soil pollution, and human poisoned due to directly contact with the pesticides. Insect pathogen, a pest control bioagent, can be used as an alternative component control for reducing of chemical insecticide usage.  The entomopathogenic fungi, B. bassiana (Bals.) Vuill. is currently being developed as a potential of alternative bioinsecticide. Mode of action of the fungi is initially started  by  adhesion  and  penetrating  of  the  spore through insect cuticule, and its mycelium then develop inside the insect body prior the insect death. Its conidia will grow soon after the insect die. High pathogenicity will show when B.  bassiana expose to appropriate target pests.  Several Indonesian strains and isolates of B. bassiana have been proven to be pathogenic against several major insect pests of cotton, oil palm, pepper, coconut and tea. Two B. bassiana isolates, viz. Bb4a and BbEd10  were  found  to  be  effective  against  cotton bollworm, H. armigera with the average percentage of mortality by 80-87.5% based on laboratory study.  Both the LT50  and LT90 of the two isolates were 8.96-9.62 days and 19.69-22.27 days, respectively and these LT were shorter than that of other isolate, Fb4 (19-48 days).  B. bassiana  was also effective for control of the oil palm larvae (D. catenata), pepper stem borer (L. piperis),  and  tea  leaf  caterpillar (E.  bhurmitra).    B. Status, Teknologi, dan Prospek B. Bassiana  Untuk Pengendalian Serangga Hama (D.Soetopo dan IGAA Indrayani) bassiana can be applied by spraying method over the plant canopy, applied as soil treatment, or by mixing the conidia with compost. Temperature and humidity are the abiotic factors that able to influence the growth of conidia. B. bassiana spore is less active or even inactive when directly exposed to ultraviolet, therefore spraying conidia in the early morning (< 08.00 a.m) or in the evening (> 15.00 p.m) may avoid the reduction of conidia activity. B. bassiana is also safe to non-target insect including beneficial insect and natural enemies. Temperature  and  humidity  are  more  stabil  within estate plantation ecosystem and both will support the fungus  epizootic  development.  Therefore  using  B. bassiana seems to hold great promise in controlling the major insect pests of estate crops.Key words: Beauveria bassiana, status of technology, prospect, insect pest, estate crops.
Varietas Unggul Wijen Sumberrejo 1 dan 4 untuk Pengembangan di Lahan Sawah sesudah Padi MARDJONO, RUSIM
Perspektif Vol 6, No 1 (2007): Juni 2007
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/p.v6n1.2007.%p

Abstract

ABSTRAKPengembangan wijen di Indonesia banyak dilakukan di lahan kering pada musim hujan. Saat ini pengembangan  wijen  banyak  dilakukan di lahan sawah sesudah padi atau sesudah tembakau di musim kering. Biji wijen banyak  digunakan dalam berbagai industri, baik untuk minyak maupun aneka industri makanan, seperti kecap, kue dan makanan  ringan lainnya. Varietas unggul wijen Sumberrejo 1 (Sbr 1) dan Sumberrejo (Sbr 4) sangat sesuai untuk ditanam di lahan sawah sesudah padi di musim kering. Sbr. 1 karena umur lebih panjang bisa ditanam pada MK-1 sedangkan Sbr. 4 karena umurnya lebih genjah dapat ditanam pada MK-2. Teknologi budidaya yang perlu dikembangkan antara lain : Pola tanam yang sesuai, pengolahan tanah yang baik, jarak tanam dan waktu tanam yang tepat, penggunaan benih bermutu, serta pemupukan yang sesuai. Pengendalian gulma dan penggemburan tanah, pengendalian hama dan penyakit, panen dan pasca panen yang tepat.Kata kunci: Wijen, Sesamum indicum, varietas unggul Sumberrejo 1,            Sumberrejo 4, pengembangan,   lahan   sawah,   Jawa Timur. ABSTRACTSesame Superior Varieties Sumberrejo 1 and 4 for Development in Rice Field after PaddySesame in Indonesia is mostly grown in dry area at rainy season. This time  it is also grown in wet rice field at dry season after paddy or tobacco. Sesame seeds are used for industrial purposes, including sesame oil and various food industry  such as soy-souce, cookies and snacks. Superior varieties Sbr 1 and Sbr 4 are suitable for sesame development in rice field after paddy. Sbr 1 with a longer period of culture age is suitable for planting at dry season-1, whereas Sbr 4, a shorter one is suitable for dry season-2. Package of technology need to be developed including appropriate cropping pattern and soil management, proper plants spacing and sowing using superior seeds, proper fertilizer, weeding and thinning, pest and disease control, proper harvest and post harvest management.Key  words  :  Semame,  Sesamum  indicum,  variety, Sumberrejo 1, Sumberrejo 4,  development, rice field after paddy, East Java.

Page 1 of 1 | Total Record : 5