cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Arena Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 11 No. 3 (2018)" : 10 Documents clear
ANALISIS YURIDIS PEMENUHAN HAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT MISKIN MELALUI ZAKAT DALAM PERSPEKTIF KEADILAN Zainuddin Zainuddin
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.8

Abstract

 Abstract The Zakat is a concept that refers to the redistribution of wealth determined by God to the category of the poor. In addition to poverty alleviation, zakat aims to eliminate greed among Moslems and encourage socially-oriented behavior. Islamic teachings affirm that zakat is the socio economic rights of the poor to be fulfilled whose main purpose is to uphold social and economic justice. In Indonesia, the management of zakat has undergone significant changes since the enactment of Act No. 23 year 2011 concerning Management of Zakat as a means to channel the socio-economic rights of the poor, the management of zakat is carried out as effectively as possible so that zakat funds can be transformed (changing mustahik into muzakki). Therefore, a modern and professional zakat management system is needed to achieve the main purpose of zakat namely poverty alleviation so that the social economic justice of the people is realized.AbstrakZakat adalah sebuah konsep yang mengacu pada redistribusi kekayaan yang ditentukan oleh Tuhan kepada kategori orang miskin. Selain pengentasan kemiskinan, zakat bertujuan untuk menghilangkan keserakahan di kalangan umat Islam dan mendorong perilaku yang berorientasi sosial. Ajaran Islam menegaskan zakat merupakan hak sosial ekonomi orang miskin yang harus dipenuhi yang tujuan utamanya untuk menegakkan keadilan sosial dan ekonomi. Di Indonesia, pengelolaan zakat telah mengalami perubahan signifikan sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat sebagai sarana untuk menyalurkan hak-hak sosial ekonomi orang miskin, maka pengelolaan zakat dilakukan seefektif mungkin agar dana zakat dapat bertransformasi (mengubah mustahik menjadi muzakki). Oleh karena itu perlu sistem pengelolaan zakat yang modern dan profesional dalam mencapai tujuan utama zakat yaitu pengentasan kemiskinan sehingga terwujud keadilan sosial ekonomi umat.  
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 33/PUU-XIII/2015 DALAM UPAYA MEMUTUS DINASTI POLITIK DAN ANTISIPASI PADA PILKADA MENDATANG Nuruddin Hady
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.4

Abstract

AbstractIn this research article, there are two legal issues to be studied, namely: (i) Implication of Constitutional Court Judgment Number: 33 / PUU-XIII / 2015 in order to break the chain of political dynasty in Indonesian; (ii) what legal instrument can be used in breaking the chain of political dynasties after the Judgment of the Constitutional Court Number: 33 / PUU-XIII / 2015. This research is a normative legal research using statute and case approach. The result showed that the Judgment of the Constitutional Court Number 33 / PUU-XIII / 2015, has granted the annulment of the formulation of Article 7 letter r of Law 8/2015 and its explanation. According to the Court, such article is contradictory to the 1945 Indonesian Constitution. Following the decision, efforts to break the chain of political dynasties in Indonesia through legal instruments can no longer be done. The Constitutional Court's ruling is believed to further enrich the emergence of political dynasties in Indonesian. AbstrakPenelitian dalam artikel ini, terdapat dua isu hukum yang akan dikaji yaitu: (i) Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 33/PUU-XIII/2015 dalam rangka memutus mata rantai dinasti politik di Indonesia; (ii) instrument hukum apa yang dapat digunakan dalam memutus mata rantai dinasti politik pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 33/PUU-XIII/2015. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 33/PUU-XIII/2015, telah mengabulkan pembatalan rumusan Pasal 7 huruf r UU 8/2015 dan penjelasannya karena menurut MK bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945, terutama Pasal-Pasal yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, tentu upaya memutus mata rantai dinasti politik di Indonesia, melalui instrumen hukum tidak dapat dilakukan lagi. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut diyakini semakin menyuburkan munculnya dinasti politik dalam perpolitikan di Indonesia.
TRANSFORMASI GOOD FAITH PRINCIPLE DALAM HUKUM PERBANKAN KHUSUSNYA BPR: PERSPEKTIF LOKAL NASIONAL DAN INTERNASIONAL Retno Murni; Ni Ketut Supasti Dharmawan; Putu Aras Samsithawrati
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.9

Abstract

AbstractThe Good faith principle as stated in Article 1338 paragraph (3) of the Civil Code, has not been maximally implemented in BPR credit agreements, so it is important to review the transformation of good faith principle of the Civil Code in banking provisions, especially BPR in realizing sound credit. The research uses normative juridical legal methods. The results of the study show that the transformation of the principle of good faith stated in the Civil Code has not been explicitly stated in the provisions of banking law in Indonesia. The existence of principle of good faith explicitly only exists in Article 1338 Paragraph (3) of the Civil Code. Meanwhile, in the provisions of the Banking Law the existence of the principle of good faith is only implied by the principle of economic democracy by using the precautionary principle that is applied carefully and in good faith, as well as the principles of trust and confidence in good ability, ability, intention and morals from customers or the community in returning credit. The transformation of the principle of good faith should be clearly stated in the norm structure into the Banking Law and other related banking legal provisions.AbstrakGood faith principle sebagaimana tercantum pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata, belum diimplementasikan secara maksimal dalam perjanjian kredit BPR, sehingga penting mengkaji  transformasi asas itikad baik KUH Perdata dalam ketentuan perbankan khususnya BPR  dalam  mewujudkan perkreditan yang sehat. Metode penelitian menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Transformasi asas itikad baik yang tercantum dalam KUHPerdata belum secara eksplisit ternormakan dalam ketentuan hukum perbankan di Indonesia. Keberadaan asas Itikad baik secara eksplisit hanya eksis dalam Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata. Sementara itu, dalam ketentuan Undang-Undang Perbankan keberadaan asas itikad baik  hanya  tersirat dari asas demokrasi ekonomi  dengan menggunakan prinsip kehati-hatian yang diterapkan secara hati-hati dan itikad baik,  serta prinsip kepercayaan dan keyakinan akan kemampuan, kesanggupan, itikad serta akhlak yang baik dari nasabah atau masyarakat dalam mengembalikan kredit. Transformasi asas itikad baik sebaiknya dituangkan dalam struktur norma secara tegas ke dalam Undang-Undang Perbankan dan ketentuan hukum perbankan terkait lainnya.
KONSTRUKSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEBEBASAN PERS DALAM IUS CONSTITUENDUM INDONESIA Rahel Octora
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.5

Abstract

AbstractIn order to conform the law with the society’s development, the Goverment is drafting the bill of Indonesian Criminal Code as well as the bill concerning Broadcasting. The problem that arise in the drafting process of the two bills as ius constituendum is the criminalization of anyone who violates the law: publishes anything that may affect the imparciallity of the judges in the contempt of court trial and the rules in the Broadcasting bill concerning the prohibition of exclusive screening of investigative journalism. This article is compiled using a normative juridical method, which refers to a research method by analyzing data and linking it to the applicable legal rules. The results of the study show that in order to guarantee press freedom and provide balanced protection for the interests of society, the act of publishing news that can influence the impartiality of judges should be considered as an ethical violation and not a violation of criminal law. As for the regulation of the prohibition of exclusive screening of investigative journalism in the Broadcasting Bill, an explanation needs to be given so that it does not cause multiple interpretations, and does not conflict with the principle of diversity of content. AbstrakPemerintah sedang menyusun Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dan Rancangan Undang-undang Penyiaran. Adapun permasalahan yang muncul dalam proses perancangan kedua RUU tersebut sebagai Ius Constituendum di Indonesia adalah adanya kriminalisasi terhadap setiap orang yang secara melawan hukum: mempublikasikan segala sesuatu yang menimbulkan akibat yang dapat mempengaruhi sifat tidak memihak hakim dalam sidang pengadilan (delik contempt of court) di dalam RKUHP dan adanya aturan di dalam RUU Penyiaran tentang pelarangan penayangan eksklusif jurnalisme investigasi. Artikel ini disusun menggunakan metode yuridis normatif, yang mengacu pada suatu metode penelitian dengan menganalisis data dan mengkaitkannya dengan aturan hukum yang berlaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk dapat menjamin kebebasan pers dan memberikan perlindungan berimbang bagi kepentingan masyarakat, tindakan mempublikasikan berita yang dapat mempengaruhi imparsialitas hakim seharusnya dianggap sebagai suatu pelanggaran etika dan tidak perlu dikriminalisasi. Sedangkan untuk pengaturan pelarangan penayangan eksklusif jurnalisme investigasi di dalam RUU Penyiaran, perlu diberikan penjelasan agar tidak menimbulkan multitafsir, dan tidak bertentangan dengan prinsip diversity of content.
KEBIJAKAN PIDANA MATI DALAM RKUHP DITINJAU DARI ASPEK POLITIK HUKUM DAN HAM Ajie Ramdan; Rully Herdita Ramadhani; Mei Susanto
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.10

Abstract

AbstractThe conflicts between groups to abolish and retains the death penalty seek to be mediated by a death penalty moderation model contained in the Draft of Criminal Code (RKUHP) currently discussed by the House of the Representatives (DPR) and the Government. This article is a normative juridical research using statute, conceptual and philosophical approach. The results showed that the death penalty policy in RKUHP is in accordance with the national legal policy both permanent and temporary. The model of death penalty policy adopted by RKUHP is deemed not to be contradictory to Human Rights because although it does not abolish the death penalty, RKUHP places death penalty in the formulation as a special criminal punishment and is threatened alternatively. AbstrakPertentangan antara kelompok yang hendak menghapuskan pidana mati (abolisionis) dan yang mempertahankan pidana mati (retensionis) berupaya ditengahi dengan model moderasi pidana mati yang terdapat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang saat ini dibahas DPR dan Pemerintah. Artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan filosofis (philosophical approach). Hasil penelitian menunjukkan kebijakan pidana mati dalam RKUHP telah sesuai dengan politik hukum tetap dan temporer. Model kebijakan pidana mati yang dianut RKUHP dipandang tidak bertentangan dengan Hak Asasi Manusia karena walaupun tidak menghapuskan pidana mati, RKUHP menempatkan pidana mati dalam rumusan sebagai pidana pokok yang bersifat khusus dan diancamkan secara alternatif.
KONSEPTUALISASI PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI SMALL CLAIMS PROSEDURE DI INDONESIA Anita Afriana; Rai Mantili; Ema Rahmawati
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.2

Abstract

AbstractThe development of buying and selling both conventional and online transactions has an impact on the need for effective dispute resolution when there is a loss to consumers. Fast, simple, and low-cost consumer dispute resolution is needed to speed up the way the dispute is resolved. This article is part of the results of fundamental research conducted in a normative juridical method. The results showed that consumer dispute resolution in the court with a small claim value was not balanced with the mechanism of proceedings in the court, while the power of the decision through BPSK resolution was not final and binding. Small Claims Procedures are solutions that integrate informal and formal mechanisms as one of the concrete steps to achieve legal certainty in resolving consumer disputes in Indonesia.             AbstrakPerkembangan jual beli baik transaksi secara konvensional maupun online berdampak pada kebutuhan penyelesaian sengketa yang efektif ketika terjadinya kerugian pada konsumen. Penyelesaian sengketa  konsumen secara cepat, sederhana, dan berbiaya ringan diperlukan dengan mempercepat cara penyelesaian sengketa. Artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian fundamental yang dilakukan secara yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen di pengadilan dengan nilai gugatan yang kecil tidak seimbang dengan mekanisme beracara di pengadilan, sementara itu penyelesaian melalui BPSK kekuatan putusannya tidak bersifat final and binding. Small Claims Procedures merupakan solusi yang memadukan mekanisme informal dan formal sebagai salah satu langkah konkret dalam rangka tercapainya kepastian hukum dalam penyelesaian sengketa konsumen di Indonesia.
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN TERKAIT PEREDARAN PANGAN HASIL REKAYASA GENETIKA DI INDONESIA Yuliati Yuliati
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.7

Abstract

AbstractThe distribution of food products containing genetic modified organism (GMO) in the market has the potential ito harm the public as consumers, even though consumers have the right to food security and the right to obtain information protected by Act Number 8 year 1999 on Consumer Protection. This article is a legal research that use statutes approach. The result shows that the government of Indonesia has provide adequate legal protection for consumers regarding the distribution of food product containing GMO in the form of the obligation to conduct safety testing of engineering products for business actors as outlined in Government Regulation No.21 Year 2005. Meanwhile, the government has also provided a clear definition of prohibited activities as well as sanction as stated on Consumers Protection Act and Food Act. AbstrakBeredarnya produk pangan hasil rekayasa genetika di pasaran, berpotensi merugikan masyarakat sebagai konsumen produk tersebut, padahal konsumen memiliki hak atas keamanan pangan dan hak untuk mendapat informasi yang dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Artikel ini adalah hasil penelitian hukum yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia telah memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi konsumen atas peredaran produk pangan rekayasa genetika baik sebelum peredaran produk dalam bentuk keharusan untuk melakukan uji keamanan produk rekayasa  bagi pelaku usaha yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No.21 Tahun 2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetika dan kewajiban bagi pelaku usaha untuk memenuhi kewajiban tentang pelabelan produk pangan yang mengandung rekayasa genetika.
REKONSEPTUALISASI MODEL PROGRAM LANDREFORM YANG BERKEADILAN SOSIAL Iwan Permadi
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.3

Abstract

Abstract In Indonesia there are imbalances in land ownership, namely land is mostly owned by land lords, while farmers can only be farm laborers because they do not have enough capital to buy land. This condition will result in an imbalance in the structure of land ownership because farmers should own land, not the owners of capital. This study uses a normative juridical research method using statute and case approach. The results show that one of the methods taken by the Government is a land reform program, namely a concept and strategy for changing the structure of agrarian control in a better direction for rural residents, especially the peasants by changing the structure of land ownership of landlords given to poor farmers who have no land. Reconceptualization of the right model for land reform and equitable redistribution of land is through government policies that have political will to give land to the community, especially landless farmers through the use of rights or management rights. AbstrakDi Indonesia terdapat ketimpangan dalam pemilikan tanah, yaitu tanah sebagian besar dimiliki oleh para tuan tanah (Land Lord), sedangkan para petani hanya bisa sebagai buruh tani karena mereka tidak cukup memiliki modal untuk membeli tanah. Kondisi ini akan mengakibatkan suatu ketimpangan dalam tatanan pemilikan tanah, karena seharusnya para petanilah yang memiliki tanah, bukan para pemilik modal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang undangan dan pendekatan kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu cara yang dilakukan oleh Pemerintah adalah dengan program landreform yaitu sebuah konsep dan strategi tentang perubahan struktur penguasaan agraria ke arah yang lebih baik bagi penduduk pedesaan, khususnya kaum tani dengan merubah struktur kepemilikan tanah dari tuan tanah yang diberikan kepada petani miskin yang tidak punya tanah. Rekonseptualisasi model yang tepat untuk landreform dan redistribusi tanah yang berkeadilan adalah melalui kebijakan pemerintah yang mempunyai political will untuk memberikan tanah-tanah kepada masyarakat khususnya petani yang tidak punya tanah melalui alas hak yaitu hak pakai atau hak pengelolaan.
ASAS PRADUGA RECHTMATIGE DALAM PERATURAN PERIZINAN USAHA PERDAGANGAN Ronny Winarno
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.6

Abstract

Abstract Regulation of the Minister of Trade of the Republic of Indoneisa No.36/M-Dag/Per/9/2007 concerning the Issuance of Trading Business License (SIUP), regulates every company, cooperative, partnership or individual company which conducts trade business must have SIUP issued by permit agency. SIUP serves as a proof of trade business and aims to provide business legality. According to Law No.5 of 1986 on the State Administrative Court (TUN Judiciary), SIUP is categorized by TUN's concrete, individual and final decisions. SIUP is binding and has legal force. Here is the proof method, if the SIUP is sued for its legal validity, then the principle of presumption of rechtmatige applies. The aim is to prove that SIUP as a TUN decision can tested and decided by the TUN court in accordance with article 48 of Law No.5 of 1986, where court will resolve the TUN dispute if all administrative efforts concerned have been used. As long as there is no decision of TUN court in the form of inkracht, which declares null and void on the decision of TUN, and then SIUP shall remain valid (rechtmatige). So the position of the presumption principle of rechtmatige can be a determinant of whether there is an element action against the law. Abstrak Peraturan Menteri Perdagangan RI No : 36/M-Dag/Per/9/2007 Tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), mengatur setiap perusahaan, koperasi, persekutuan maupun perusahaan perseorangan yang melakukan usaha perdagang-an wajib memiliki SIUP yang diterbitkan oleh Badan Perizinan. SIUP berfungsi sebagai alat bukti usaha perdagangan dan bertujuan memberikan legalitas usaha. Menurut UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN, SIUP dikategorikan sebagai Keputusan TUN yang bersifat konkrit, individual dan final. Sehingga SIUP bersifat mengikat dan memiliki kekuatan hukum. Disinilah dengan metode pembuktian, jika SIUP digugat keabsahan hukumnya, maka berlaku adanya asas praduga rechtmatige,. Tujuannya, untuk membuktikan SIUP sebagai keputusan TUN bisa diuji dan diputuskan oleh Pengadilan TUN sesuai Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986, bahwa pengadilan akan menyelesaikan sengketa TUN jika seluruh upaya administratif telah digunakan. Selama belum ada putusan pengadilan TUN yang bersifat inkracht, yang menyatakan batal atau tidak sah atas keputusan TUN, maka SIUP dinyatakan tetap berlaku (rechtmatige). Jadi kedudukan asas praduga rechtmatige ini bisa menjadi penentu apakah ada unsur perbuatan melawan hukum.
KONSTRUKSI PANDANGAN CRITICAL LEGAL THEORY TENTANG THE RULE OF LAW, THE MEANING OF LAW, DAN THE LAW AND SOCIETY Benediktus Hestu Cipto Handoyo
Arena Hukum Vol. 11 No. 3 (2018)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2018.01003.1

Abstract

AbstractParadigm between the theory of legal positivism and the flow of legal realism shows a difference. The two legal theory paradigms are used as an introduction in discussing Postmodern Legal Theory or called Critical Legal Theory, because the two theories above show the characteristics of Traditional Legal Theory, especially in looking at the rule of law, the meaning of law, and the law and society. The problem in this article is how is the Critical Legal Theory's view of legal concepts specifically related to the rule of law, the meaning of law, and the law and society? Is the statement as stated by Gary Saalman acceptable or not? And does postmodern legal theory do occur in legal reality in Indonesia? This article uses a normative juridical method and a comparison of legal theories through a philosophical approach. The results showed that deconstruction of the old legal theory and included in the postmodern framework in the field of law, although it seemed blindly and "cleared" all the reliability of legal theory, but still contained its own advantages, because with the view of postmodernism itself basic ideas such as philosophy, rationality , and epistemology is questioned radically again.  AbstrakParadigma antara Teori hukum positivisme dan aliran Realisme Hukum menunjukkan adanya perbedaan. Kedua paradigma teori hukum tersebut dipergunakan sebagai pendahuluan dalam membahas Teori Hukum Posmodern atau disebut Critical Legal Theory, karena kedua teori di atas menunjukkan ciri-ciri Traditional Legal Theory,  khususnya dalam memandang konsep the rule of law, the meaning of law, dan the law and society. Permasalahan dalam artikel ini adalah bagaimana pandangan Critical Legal Theory tentang konsep-konsep hukum khususnya terkait dengan the rule of law, the meaning of law, dan the law and society? Apakah pernyataan sebagaimana dikemukakan Gary Saalman dapat diterima (disetujui) atau tidak? Dan apakah teori hukum posmodern memang terjadi dalam realita hukum di Indonesia?. Artikel ini menggunakan metode yuridis normatif dan perbandingan teori-teori hukum melalui pendekatan filosofis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dekonstruksi terhadap teori hukum lama dan dimasukkan dalam kerangka posmodern di bidang hukum kendati terkesan membabi buta dan “membabat” semua kemapanan teori hukum, namun tetap mengandung kelebihan tersendiri, karena dengan pandangan postmodernisme itu sendiri gagasan-gagasan dasar seperti filsafat, rasionalitas, dan epistimologi dipertanyakan kembali secara radikal.

Page 1 of 1 | Total Record : 10