cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Arena Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 9 No. 2 (2016)" : 8 Documents clear
POLITIK HUKUM PENGATURAN SULTAN GROUND DALAM UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2013 TENTANG KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA DAN HUKUM TANAH NASIONAL Rangga Alfiandri Hasim
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (580.231 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.4

Abstract

Abstract Yogyakarta has privilege to manage their own household. Five additional authority among the procedures to fill office, position, duty, and authorities the governor and and Vice Governor; the Government's institutional, cultural, land and and spatial planning. Related authorities of the land authority of Yogyakarta have the privilege to regulate and administer Sultan Ground and Pakualaman ground based to law No. 13 year 2012 about Privilege. The arrangement need to be analysed legally associated with the National law of the land with the aim of sync that there are setting sultan ground and the right policy arrangement. This is a normative law research with historical approach related to the arrangement of sultan ground before occupation to the independent regulation and legislation approach associated to sultan ground to the national land.Based on methods and  approach that was undertaken it can be produced surely none of the sultan of yogyakarta having domein over the land of sultan ground that is different from  domein owned ny individuals although national law of the land admit that sultan ground is state land with the ratification of this features then based on the second principle of lex posteriori derogate legi priori. Abstrak Yogyakarta memiliki keistimewaan dalam mengurus rumah tangganya sendiri. lima kewenangan tambahan itu antara lain tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang gubernur dan wakil gubernur; kelembagaan pemerintah, budaya, pertanahan dan tata ruang. Terkait kewenangan bidang pertanahan Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki keistimewaan dalam mengatur dan mengelola Sultan Ground dan Pakualaman ground dengan berbasis kepada UU No.13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Yogyakarta. Pengaturan tersebut perlu dianalisis secara yuridis dikaitkan dengan Hukum Tanah Nasional dengan tujuan supaya terdapat sinkronisasi pengaturan Sultan Ground serta kebijakan yang tepat untuk pengaturannya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan melakukan pendekatan sejarah terkait pengaturan Sultan Ground dari masa sebelum penjajahan hingga jaman merdeka serta pendekatan peraturan perundang-undangan terkait pengaturan Sultan Ground dengan Hukum Tanah Nasional. Berdasarkan metode dan pendekatan yang dilakukan maka dapat dihasilkan bahwasanya Sultan Yogyakarta memiliki domein atas tanah Sultan Ground yang berbeda dengan hak milik / domein  yang dimiliki perseorangan meskipun Hukum Tanah Nasional mengakui bahwa Sultan Ground adalah tanah negara dengan dikeluarkannya Undang-Undang Keistimewaan ini maka berdasarkan azas lex Posteriori derogate legi priori yang berarti hukum yang baru mengesampingkan yang lama. 
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PETANI PENGGARAP TANAH NEGARA MILIK PERUM PERHUTANI Iwan Permadi
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (483.728 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.5

Abstract

AbstractThis paper aims to analyze the legal implications of farmers that are not allowed to work on public land controlled by Perum Perhutani which causes conflicts, especially on land abandoned by Perum Perhutani and determine the form of legal protection against farmers who work the state land ruled by Perhutani to prevent horizontal conflicts between society and Perhutani. The author uses the normative method that is supported by empirical data. Farmers are not allowed to work on land controlled by perhutani because it is considered by Perhutani to be State Land, wherea from the law perspective if the land controlled by Perhutani is abandoned the it becomes free state land that is not entitled. Forms of legal protection against Farmers who work the land ruled by Perhutani state is through preventive and repressive legal protection, namely through the issuance of land titles to the land controlled by the Perhutani but abandoned by Perhutani. AbstrakTulisan ini bertujuan untuk menganalisis implikasi hukum petani tidak diperbolehkan menggarap tanah negara yang dikuasai oleh Perum Perhutani  yang mengakibatkan konflik khususnya pada tanah yang ditelantarkan oleh Perum Perhutani dan mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap Petani yang menggarap tanah negara yang dikuasai oleh Perhutani agar tidak terjadi konflik horizontal antara masyarakat dan Perhutani. Penulis menggunakan metode yuridis normatif yang didukung dengan data empirik. Petani tidak diperbolehkan menggarap tanah yang dikuasai perhutani karena dianggap oleh Perhutani itu adalah Tanah Negara, padahal secara hukum apabila tanah yang dikuasai oleh Perhutani tersebut ditelantarkan maka akan menjadi tanah Negara bebas yang tidak mempunyai alas hak. Bentuk perlindungan hukum terhadap Petani yang menggarap tanah negara yang dikuasai oleh Perhutani adalah melalui perlindungan hukum preventif dan represif, yaitu melalui pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang dikuasai oleh Perhutani tersebut tetapi ditelantarkan oleh Perhutani. 
DESENTRALISASI PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP SEBAGAI ALTERNATIF MENYELESAIKAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP Risno Mina
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (387.228 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.1

Abstract

AbstractThere is an increace of environmental problem every day. This indicates that environmental policies have not yet succeeded. Exploitation of natural resources and environment has caused deterioration of the quality of natural resources, especially in monitoring and development of life mechanism. Aligned with the Regional Autonomy, in terms of authority to manage natural resources and environmental preservation, there is a need to inprove the role of local community in environment protection and management. This role of community can guarantee the dynamics of environment protection and management so that this activity can answer those challenges. Mechanism of community participation needs to be invested in daily life through mechanism of democracy. It is safe to say that one of the strategies to effectively manage environment within the frame of regional autonomy is by involving participation of the community in environment protection and management. Policies from regional autonomy regarding environment have impacted on the growth of resolution concept towards environmental problems that highlights more on the dimensions of local wisdom of each community rather than environmental resolution based on high tech. the regional autonomy can be seen asa astrength of Indonesia to implement decentralization of environmental management as an alternative to resolve environmental problems.  AbstrakPermasalahan lingkungan hidup semakin hari menunjukan peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan lingkungan hidup belum berhasil. Eksploitasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup telah menyebabkan semakin buruknya kualitas lingkungan sumberdaya alam, khususnya dalam masalah pengawasan dan pengembangan mekanisme hidup. Sejalan dengan Otonomi Daerah, dalam hal ini pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah di bidang pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan mengandung maksud untuk meningkatkan peran masyarakat lokal dalam Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran serta masyarakat inilah yang dapat menjamin dinamisme dalam Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sehingga kegiatan ini mampu menjawab tantangan tersebut. Mekanisme peran serta masyarakat ini perlu termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui mekanisme demokrasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa salah satu strategi pengelolaan lingkungan hidup yang efektif di daerah dalam kerangka otonomi daerah adalah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kebijakan otonomi daerah dalam  Lingkungan Hidup berimbas kepada tumbuhnya konsep penyelesaian masalah lingkungan yang lebih menitikberatkan dimensi kearifan lokal yang dimiliki setiap masyarakat lokal daripada penyelesaian masalah lingkungan berbasiskan teknologi tinggi. Dengan adanya otonomi daerah, merupakan modal bagi Indonesia untuk mengimplementasikan desentralisasi tata kelola lingkungan hidup sebagai upaya alternatif menyelesaikan permasalahan lingkungan. 
KIOS PASAR SEBAGAI OBJEK JAMINAN KREDIT Nurul Masfufah
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.148 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.6

Abstract

AbstractThis journal aims to identify and analyze the market stalls as the object of credit guarantees. This research is a normative juridical research (Normative Legal Research) by using the conceptual legislation approach, assisted with legal materials that will be described, and analyzed in relation to one another. Guarantee intimately is related to loans. Good guarantee should be able to provide a sense of security, provide legal certainty and to provide legal protection for creditors. There are various forms of guarantees given debtors, including in the form of a market stall. Market stall in law collateral material can not be categorized as immovable, for to be categorized as "things" it has not met the elements contained in Book II of the Civil Code and market stalls only permits the use of the place alone where they do not deliver relations material, therefore there is no direct relationship between traders as the object (the market stalls are used). So that when the market stalls used as a guarantee of legal protection for the loan, the creditor itself is weak because the market stall can not be bound by the guarantee institution in Indonesia. AbstrakJurnal ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kios pasar sebagai objek jaminan kredit. Jenis penelitian ini merupakan penelitian Yuridis Normatif (Normatif Legal Research) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang bersifat konseptual. Kemudian dibantu dengan bahan-bahan hukum yang akan diuraikan, dideskripsikan, dan dianalisis keterkaitan satu sama lain. Jaminan berkaitan erat sekali dengan pemberian kredit. Jaminan yang baik haruslah yang dapat memberikan rasa aman,  memberikan kepastian hukum dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi kreditor. Ada berbagai macam bentuk jaminan yang diberikan debitor,  diantaranya berupa kios pasar. Kios pasar di dalam hukum jaminan kebendaan tidak bisa dikategorikan sebagai benda tidak bergerak karena kios pasar untuk dapat dikategorikan sebagai “benda” belum memenuhi unsur yang ada dalam Buku II KUHPerdata, yang mana kios pasar hanya merupakan ijin pemakaian tempat semata dimana tidak melahirkan hubungan kebendaan, oleh karena tidak ada hubungan langsung antara pedagang dengan bendanya (kios pasar yang dipakainya). Sehingga apabila kios pasar dijadikan suatu jaminan kredit maka perlindungan hukum untuk kreditor itu sendiri lemah karena kios pasar tidak dapat diikat dengan lembaga penjamin yang ada di Indonesia. 
KEWENANGAN PERADILAN TIPIKOR PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Mohammad Sahlan
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.625 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.2

Abstract

Abstract  The purpose of this journal is to analyze the competency of the administrative court and the corruption court to examine and decide the element of abused of power in corruption act after enacment of the Government Administration Acts and the legal implication when the legislation policy provides the authority to examine and decide upon the matter to the two institutions court, and the arrangements to ideal concept in the future. This is a normative law research, using conceptual approach, statute approach and case approach. The result of this research shows that theoretically and practically the concept of "abuse of power" in the Government Administration Acts is the same with the concept of "abuse of power" in the Eradication Corruption Acts. Therefore, the corruption court and administrative court both have absolute competence to examine and decide abuse of power in corruption. However, based on the principle of "lex posteriori derogate legi priori", the authority to examine and decide the element of abuse of power as positions in corruption becomes the absolute competence of the administrative court. Legal implications of the policy legislation give authority to both courts to examine and decide the abuse of power. First, potential competency disputes between both court; Second, create uncertainty mechanism for handling abuse of power in the corruption thus hampering efforts to eradicate corruption. Regulation in the future as problems of abuse of power as position does not dispute between the administrative court and the corruption court on judicial competency: First, the equation perspectives on the applicability of the Government Administration Acts, of the assessment of abuse of power in corruption. Second, reaffirming the absolute competence of the administrative court as arranged in the Government Administration Acts of assessment substance abuse of power in Article 3 of the Eradication Corruption Acts and arrangement in handling mechanisms (procedural law). Abstrak Jurnal ini bertujuan mengkaji kewenangan Peradilan TUN dan Peradilan Tipikor dalam memeriksa dan memutus unsur menyalahgunakan kewenangan dalam Tipikor pasca lahirnya UU Administrasi Pemerintahan, implikasi hukumnya ketika kebijakan legislasi memberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus masalah tersebut kepada dua lembaga Peradilan, serta konsep pengaturannya ke depan yang ideal. Kajian ini merupakan kajian hukum normatif, dengan menggunakan conceptual approach, statute approach, dan case approach. Hasil kajian menunjukkan secara teoritis dan praktis konsep “penyalahgunaan wewenang” dalam UU Administrasi Pemerintahan sama dengan konsep “menyalahgunakan kewenangan” dalam UU Pemberantasan Tipikor. Karenanya, Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN secara atributif sama-sama memiliki kompetensi absolut untuk memeriksa dan memutus penyalahgunaan kewenangan dalam Tipikor. Namun demikian, berdasarkan asas “lex posteriori derogate legi priori”, kewenangan untuk memeriksa dan memutus unsur penyalahgunaan kewenangan karena jabatan dalam Tipikor menjadi kompetensi absolut Peradilan TUN. Implikasi hukum kebijakan legislasi yang memberikan kewenangan untuk memeriksa dan memutus penyalahgunaan kewenangan dalam Tipikor kepada dua lembaga peradilan, Pertama, berpotensi menimbulkan sengketa kewenangan mengadili antara kedua peradilan tersebut; Kedua, menimbulkan ketidakpastian mekanisme penanganan penyalahgunaan kewenangan dalam Tipikor sehingga menghambat upaya pemberantasan Tipikor. Pengaturan ke depan agar masalah penyalahgunaan kewenangan karena jabatan tidak menjadi sengketa kewenangan mengadili antara Peradilan Tipikor dan Peradilan TUN: Pertama, penyamaan perspektif mengenai keberlakuan UU Administrasi Pemerintahan, terhadap penilaian penyalahgunaan kewenangan dalam Tipikor. Kedua, menegaskan kompetensi absolut Peradilan TUN yang diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan terhadap penilaian unsur penyalahgunaan kewenangan dalam Pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor dan melakukan penataan pada mekanisme penangannya (hukum acara).
PERBANDINGAN HUKUM PENGATURAN STANDARDISASI MENURUT AGREEMENT TBT DAN UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN Syukri Hidayatullah
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.271 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.7

Abstract

AbstractAgreement on Technical Barriers to Trade has been agreed as part of the General Agreement on Tariffs and Trade /GATT and implemented by the WTO member states. In Indonesia, Act No.7/2014 About Trade adopted the system, such as standardization, technical regulations and conformity assessment. This research aims to get the enforcement of standardization according to Act No.7/2014 as compared with the provisions of the Agreement on Technical Barriers to Trade and to obtain the impact of standardization in reducing technical barriers to trade. The research is a normative legal research using comparative approach. The degree of object comparison is discussed using economic analysis of law. The result shows that economic analysis assumes rational behavior of the State to achieve maximum prosperity through multilateral trade agreements. Multilateral agreements are an efficient choice because it produces a universal agreement. Thus, the allocation of norms of standardization in Act No.7/2014 About Trade is assumed to sync with the Agreement on Technical Barrier to Trade, but there is a difference in controlling the equilibrium of treatment. Standardization is still considered to become potential for technical barriers of trade. The essence of this obstacle accounts as internal measures. AbstrakAgreement on Technical Barriers to Trade disepakati sebagai bagian dari perjanjian General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan dilaksanakan oleh negara –negara anggota WTO. Di Indonesia, Undang-undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan mengatur norma yang diadopsi dari Agreement on Technical Barriers to Trade, yaitu standardisasi, regulasi teknis dan penilaian kesesuaian. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil pemberlakuan standardisasi menurut Undang-undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang dibandingkan dengan Agreement on Technical Barriers to Trade dan untuk mendapatkan dampak standardisasi dalam mengurangi hambatan teknis perdagangan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan perbandingan hukum. Derajat perbandingan objek penelitian dibahas menggunakan analisis ekonomi terhadap hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis ekonomi mengasumsikan perilaku rasional Negara untuk mencapai kemakmuran yang sebesar-besarnya melalui perjanjian dagang multilateral. Perjanjian multilateral merupakan pilihan sikap yang efisien karena menghasilkan perjanjian yang universal. Dengan demikian, alokasi norma standardisasi dalam Undang-undang No.7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sinkron dengan Agreement on Technical Barrier to Trade. Standardisasi bekerja sebagai instrumen hukum dalam pasar bebas melalui perlindungan lingkungan, keselamatan konsumen, kemanan dan kesehatan publik. Instrumen standardisasi membantu konsumen membandingkan karakteristik produksi dan menambah preferensi bagi konsumen untuk produk sejenis.
PERANAN DAN KEDUDUKAN LEMBAGA BANTUAN HUKUM SEBAGAI ACCESS TO JUSTICE BAGI ORANG MISKIN Mustika Prabaningrum Kusumawati
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.186 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.3

Abstract

AbstractLegal aid is a concept of solution for the needs of society over the idiom of “law sharp down, law blunt up”. The existence of Law Number 16 Year 2011 on the Legal Aid relates to the law reformation agenda of granting the access to justice and the right to fair trial towards Indonesian citizens, among others by giving legal assistance. The method used is normative-empiric, by not only analysing Law Number 16 Year 2011 on the Legal Aid, but also analyse the implementation of Law on Legal Aid and its role in the legal aid institution of giving access to justice. The existence of legal aid institutions are expected to be the new hope in the mid of society in defending their rights before the law, either non-litigation process or litigation process. It is undeniable that the negative stigma of society towards the process of access to justice in Indonesia is very strong and enormous then creates a distrust of Indonesian legal system. The result of the research is the legal aid institutions have a great role in granting access to justice, thus they are not only as new hope of society but also the real evidence of justice towards everyone before the law. AbstrakBantuan hukum merupakan suatu konsep jawaban terhadap adanya kebutuhan masyarakat atas adagium “hukum tajam ke bawah, hukum tumpul ke atas”. Keberadaan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum tidak lepas dari agenda reformasi hukum yang memberikan hak bagi warga negaranya untuk mendapatkan keadilan (access to justice) dan hak untuk mendapatkan peradilan yang adil dan tidak memihak (fair trial) diantaranya melalui pemberian bantuan hukum. Metode yang dipergunakan adalah normatif-empiris, dimana selain mengkaji peraturan tertulis yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, juga dikaji terkait implementasi ketentuan hukum normatif Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dalam aksinya dalam peristiwa lembaga bantuan hukum dalam access to justice penyelenggaraan bantuan hukum. Tujuan dibentuknya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum ini menjadikan sebuah payung hukum bagi lembaga-lembaga bantuan hukum untuk lebih dapat bergerak bebas dan leluasa tetapi tetap dalam koridor hukum di dalam memberikan bantuan hukum pada masyarakat luas khususnya masyarakat yang tergolong masyarakat tidak mampu. Banyaknya lembaga-lembaga bantuan hukum yang bermunculan sangat diharapkan peran serta yang nyata agar dapat menjadi asa baru di tengah keputusasaan masyarakat awam dalam memperjuangkan hak-haknya di mata hukum, baik dalam memperjuangkan permasalahan hukum yang di hadapi secara non litigasi (di luar pengadilan) maupun secara litigasi (di dalam pengadilan). Tidak dapat dipungkiri, stigma negatif masyarakat terhadap proses mencari keadilan di negeri tercinta, Indonesia sangat kuat dan besar sehingga muncul sebuah ketidakpercayaan terhadap dunia peradilan kita. Oleh sebab itulah diperoleh hasil bahwa lembaga bantuan hukum memiliki andil yang besar dalam access to justice sehingga tidak hanya dapat menumbuhkan harapan baru di dalam dunia peradilan tetapi juga menjadi bukti nyata akan keadilan yang sama bagi siapa pun di muka hukum. 
REEVALUASI PEMBIAYAAN PERUSAHAAN MELALUI MODAL VENTURA DI INDONESIA Sihabudin SIHABUDIN
Arena Hukum Vol. 9 No. 2 (2016)
Publisher : Arena Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.37 KB) | DOI: 10.21776/ub.arenahukum.2016.00902.8

Abstract

AbstractThis paper aims to discuss the development of venture capital reevaluation in Indonesia that provides an opportunity for businesses to develop the corporation through financing. This paper uses normative juridical research. The results of the analysis is that the regulation and legal policy which can provide adequate legal protection is needed to support the corporation neither the corporation founded by the State or by private parties. Capital is needed in the establishment and operation of an enterprise, including through venture capital. Therefore, the existence of venture capital should be supported by the government as a regulator and facilitator and community businesses which can grow better so that not only large companies but also small firms and medium can be helped by the growth of venture capital. On the other hand, since the inclusion of funds to the venture capital system is high risk for investors, then early investors must be careful in order to save funds or capital is entered into the corporation's business partners. AbstrakTulisan ini bertujuan untuk membahas mengenai reevaluasi Pengembangan modal ventura di indonesia memberikan kesempatan bagi pelaku bisnis untuk mengembangkan perusahaannya melalui pembiayaan.Tulisan ini menggunakan penelitian yuridis normatif. Hasil dari analisis dalam tulisan ini adalah bahwa  Pengaturan dan kebijakan hukum yang dapat memberikan  perlindungan hukum yang memadai diperlukan untuk mendukung kegiatan perusahaan baik perusahaan yang didirikan oleh Negara maupun oleh pihak swasta . Dalam pendirian dan operasional sebuah perusahaan dibutuhkan modal termasuk melalui modal ventura. Oleh karena itu keberadaan modal ventura harus didukung oleh pemerintah sebagai regulator dan fasilitator serta masyarakat pelaku bisnis agar modal ventura dapat berkembang lebih baik sehingga bukan hanya perusahaan besar, namun juga perusahaaan kecil dan menengah dapat terbantu oleh pertumbuhan modal ventura. Di lain pihak berhubung penyertaan dana dengan sistem modal ventura ini mengandung risiko tinggi bagi pemodal, maka dari awal pemodal (venture capitalist) harus berhati-hati guna menyelamatkan dana/modal yang dimasukkan ke dalam perusahaan mitra bisnisnya.

Page 1 of 1 | Total Record : 8