cover
Contact Name
Jurnal Iqtisad
Contact Email
iqtisad@unwahas.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
iqtisad@unwahas.ac.id
Editorial Address
Jl. Menoreh Tengah X/ 22 Sampangan Semarang
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
JURNAL IQTISAD: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia
ISSN : 23033223     EISSN : 2621640X     DOI : 10.31942/iq
Core Subject : Economy, Social,
IQTISAD: merupakan wadah menuangkan pemikiran dalam bidang ekonomi, ekonomi, ekonomi islam dan kajian hukum, baik dalam hukum islam maupun dalam hukum ekonomi syariah. Jurnal ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Pengembangan Ilmu-ilmu Keislaman (PKPI2) Fakultas Agama Islam Unwahas Semarang.
Arjuna Subject : -
Articles 114 Documents
DILEMA POLITIK HUKUM PERTAMBANGAN DI INDONESIA SUATU TELAAH ATAS KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Muhammad Junaidi
Jurnal Iqtisad Vol 4, No 2 (2017): Jurnal Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v4i2.2623

Abstract

Indonesia memliki sumberdaya alam yang sangat mumpuni dibandingkan Negara lain. Pantas saja investasi yang salah satunya pertambangan yang ada di Indonesia menjadi bidikan yang paling menarik investor asing untuk menamkan sahamnya di Indonesia. Persoalan yang mendasar dalam konteks pengelolaan pertambangan tentunya mengacu pada beberapa pasal yang diantaranya UUD 45 pasal 33 ayat yang menyebutkan ; Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun dalam praktinya dominasi penguasaan hanya pada segelintir pihak utamanya adalah pihak asing yang sangat dominan dalam mendapatkan untuk dari sumber daya alam yang dimiliki. Model pengelolaan yang demikian tentunya bertentangan dengan konstitusi kita. Pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya, melarang adanya penguasaan sumber daya alam ditangan orang ataupun seorang. Dengan kata lain monopoli, tidak dapat dibenarkan namun fakta saat ini berlaku di dalam praktek-praktek usaha, bisnis dan investasi dalam bidang pengelolaan sumber daya alam sedikit banyak bertentangan dengan prinsip pasal 33. Disinilah kita perlu kembali pada konsep pembangunan berkelanjutan yang merupakan ruh dari pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Konsep pembangunan berkelanjutan bukan hanya menyeimbangkan antara ekonomi, social dan lingkungan dalam upaya menjalankan pembangunan yang ada, akan tetapi juga menitiktekankan pada upaya mengakomodir prinsip keadilan antar generasi.
PUTUSAN MK No. 93/PUU-X/2012 MENUJU KEPASTIAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARI’AH Khoirun Nisa
Jurnal Iqtisad Vol 4, No 2 (2017): Jurnal Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v4i2.2624

Abstract

Kehadiran system perbankan syari’ah di Indonesia pada gilirannya menuntut adanya perubahan diberbagai bidang, selain penyempurnaan terhadap sisi kelembagaan, perlu juga memperhatikan sisi hukum sebagai landasan penyelenggaraan perbankan syari’ah untuk mengantisipasi munculnya berbagai macam permasalahan dalam operasionalisasinya. Untuk itu, kehadiran system perbankan syari’ah di Indonesia tidak hanya menuntut perubahan peraturan perundang-undangan dalam perbankan saja, akan tetapi juga berimplikasi pada peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi yang berwenag mengadili apabila terjadi sengketa antara paha pihak. Namun lahirnya beberapa peraturan perundang-undangan ternyata menimbulkan polemik dalam penyelesaian sengketa perbankan syari’ah yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 yang memberi wewenang Peradilan Agama dalam bidang ekonomi syari’ah sebagaimana tercantum dalam Pasal 49 huruf (i) ternyata masih diperdebatkan dengan hadirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), sehingga dapat menimbulkan adanya persoalan konstitusional yang pada akhirnya dapat memunculkan ketidakpastian hukum bagi nasabah dan juga Unit Usaha Syari’ah dan juda dapat menimbulkan disharmony karena terjadi tumpang tindih kewenangan untuk mengadili antar badan peradilan. Untuk itu, lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 93/ PUU-X/2012 tanggal 29 Agustus 2013 telah menjawab berbagai persoalan yang terjadi saat ini yaitu ketidakpastian hukum penyelesaian sengketa perbankan syari’ah. Sebagaimana disebutkandalam amar putusan yang menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 55 ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, dengan lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut hak nasabah dan unit usaha syari’ah untuk mendapat kepastian hukum akan terpenuhi sebagaimana amanat Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan juga memberikan wewenang absolut Pengadilan Agama untuk mengadili sengketa perbankan syari’ah sebagaimana amanat Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. 
KONTRIBUSI METODE ISTIQRA’ DALAM PROGRAM VASEKTOMI (MOP) Mashudi Mashudi
Jurnal Iqtisad Vol 4, No 2 (2017): Jurnal Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v4i2.2629

Abstract

Upaya pemerintah dalam menanggulangi ledakan penduduk melalui berbagai cara, baik yang alami sampai dengan yang menggunakan rekayasa teknologi (baca : alat kontrasepsi). Alat-alat kontrasepsi itu antara lain adalah pantang berkala, kondom, tisu KB, pil KB, suntikan KB, Susuk KB atau AKDR, IUD atau spiral atau AKDR, dan tubektomi. Alat kontrasepsi tersebut pada umumnya digunakan oleh pihak istri. Sementara alat kontrasepsi bagi laki-laki masih sangat terbatas. Sebab itulah KB pria (vasektomi) masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu dikalangan masyarakat. Data statistik menunjukkan bahwa wanita lebih dominan dalam aktivitas mengontrol angka kelahiran dibanding laki-laki. Partisipasi laki-laki untuk memasang alat kontrasepsi (ber-KB) guna menyukseskan program keluarga berencana (KB) di Indonesia masih rendah. Penyebab utamanya adalah faktor kultur masyarakat dan pandangan tafsir agama.Vasektomi atau yang biasa diidentikkan dengan KB pria adalah proses operasi sederhana untuk memotong saluran yang membawa sperma dari kantongnya (testis) ke penis dan jika saluran vas deverens-nya sudah dipotong, laki-laki ini tidak dapat membuahi pasangannya. Vasektomi atau MOP (Medis Operasi Pria) tidak mengganggu aktivitas seksual karena yang dipotong atau dibedah adalah saluran vas deverens saja, sedangkan hormon yang dihasilkan dari testis yang disebut testosteron dan keluarnya tidak melalui saluran itu, tapi masuk ke pembuluh darah. Lantas, menyebar ke organ yang lain. Itu sebabnya tidak ada kaitannya antara vasektomi dan aktivitas seksual. Walau vasektomi atau MOP adalah KB mantab, namun tak menutup kemungkinan untuk bisa mempunyai keturunan lagi dengan cara melepaskan ikatan atau menyambung kembali pada saluran vas deferens melalui operasi yang disebut recanalisasi. Ini artinya organ vital laki-laki yang mengikuti progam MOP dapat dipulihkan. Testimoni dari peserta vasektomi di Kabupaten Situbondo Jawa Timur membuktikan bahwa recanalisasi akibat vasektomi tidak menghalangi untuk memiliki keturunan.Sebelum pelaksanaan vasektomi dokter ahli urologi mewawancarai dan meminta pendapat (secara istiqra’i) hingga pasien yang bersangkutan betul-betul yakin. Maknanya, para urolog telah memanfaatkan metode istiqra’i dalam pelaksanaan vasektomi. Lalu, bagaimanakah kontribusi metode tersebut bagi keberhasilan vasektomi atau KB bagi laki-laki? tulisan singkat ini mencoba mendiskusikannya.  
PERKAWINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM; SEBUAH TINJAUAN FILOSOFIS Muhamad Zainal Mawahib
Jurnal Iqtisad Vol 6, No 1 (2019): Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v6i1.2719

Abstract

REINTERPRETASI HADIS LARANGAN MELUKIS DAN LARANGAN PEREMPUAN BEPERGIAN TANPA MAHRAM ( Hermeneutika Fazlur Rahman) Ghufron Hamzah
Jurnal Iqtisad Vol 6, No 1 (2019): Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v6i1.2728

Abstract

Abstract The standardization process (textualization-normative) and dynamization (contextualization-historical) of Islamic teachings must indeed go together so that the formula which states that Islam is "appropriate for every time and place" (ṣāliḥ li kulli zamān wa makān) can show the flexibility and elasticity of Islam, not strict and rigid orthodoxy. One such effort is the study in this paper that seeks to reinterpret the hadith editorial prohibition on painting and the prohibition of women traveling without mahram by using Fazlur Rahman's hermeneutical approach, so that contextual understanding will be obtained by adhering to the moral ideal of the hadith message. Keywords: Hadith Prohibition of painting and traveling without mahram, Hermenutika Fazlur Rahman Abstrak Proses pembakuan (tekstualisasi-normatif) dan dinamisasi (kontekstualisasi-historis) ajaran Islam memang harus berjalan bersama-sama agar formula yang menyatakan Islam itu “sesuai untuk setiap waktu dan tempat” (ṣāliḥ li kulli zamān wa makān) dapat menunjukkan fleksibilitas dan elastisitas Islam, bukan ortodoksi yang ketat dan kaku. Salah satu upaya tersebut adalah kajian dalam tulisan ini yang berusaha melakukan reinterpretasi atas redaksi hadis larangan melukis dan larangan perempuan bepergian tanpa mahram dengan menggunakan pendekatan hermeneutika Fazlur Rahman, sehingga akan didapatkan pemahaman yang kontekstual dengan berpegang pada ideal moral pesan hadis tersebut. Kata Kunci: Hadis Larangan melukis dan bepergian tanpa mahram, Hermenutika Fazlur Rahman
IMPLEMENTASI MONITORING DAN EVALUASI INTERNAL (MONEVIN) PADA ROGRAM HIBAH (Studi Kasus Pada PHK PKPD Universitas Islam Indonesia) Tatik Tatik
Jurnal Iqtisad Vol 6, No 1 (2019): Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v6i1.2721

Abstract

ANALISA PENDAPAT ULAMA TERHADAP BATASAN WAKTU DALAM WAKAF DAN AKIBAT HUKUMNYA Kholid Masyhari
Jurnal Iqtisad Vol 6, No 1 (2019): Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v6i1.2717

Abstract

Abstract Waqf is a good deed dedicated by waqif (the person who gives waqf) to his property to nadlir (administrators / recipients of waqf) so that the object can be used by the general public. After the waqf pledge was stated by waqif, then from that moment the ownership of the object was moved to Allah, meaning that the general public now has the right to benefit the object that is represented (mauquuf). The concept that is commonly understood by society as told by the jurists (jurisprudence experts) in some literacies, that waqf is holding back property and using it in the way of Allah, said Sayyid Sabiq in his Sunnah fiqh. On the other hand this opinion is reinforced by the hadith narrated by Ibn Umar whose hadith chunks state: "If you want to, forgive the land and give the results. Then Umar converted his land in Khaibar with the understanding that it should not be sold, granted and inherited". From the statement of the hadith, the understanding was that waqf was eternal and not limited by time (ta’biid - forever). But in other literacy, it was found a statement that waqf may be limited by time (muaqqot), this opinion was stated by Imam Malik. This means that people may endow their land for a certain period of time. And even this, by him is considered legitimate as a waqf contract that is not limited by time. This paper tries to look at these two opinions and analyze them and conclude to draw the red thread caused by the law. Keywords: Endowments, Time Limits Abstrak Wakaf adalah sebuah amal shalih yang didedikasikan oleh waqif (orang yang memberikan wakaf) terhadap harta bendanya kepada nadlir (pengurus/penerima wakaf) agar benda itu bisa dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Setelah ikrar wakaf itu dinyatakan oleh waqif, maka mulai saat itu pindahlah kepemilikan benda itu kepada Allah, artinya masyarakat umumlah yang sekarang ini memiliki hak atas manfaat benda yang diwakafkan (mauquuf). Konsep yang umum dipahami oleh masyarakat sebagai dituturkan oleh para fuqaha (ahli fiqih) dalam beberapa literasinya, bahwa wakaf adalah menahan harta dan memanfaatkannya di jalan Allah, demikian disampaikan oleh Sayyid Sabiq dalam fiqih sunnahnya. Di sisi lain pendapat ini diperkuat oleh hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar yang potongan hadist itu menyatakan :”Jika engakau mau, wakafkanlah tanah itu dan sedekahkanlah hasilnya. Lalu Umar mewakafkan tanahnya di Khaibar itu dengan pengertian tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan”. Dari keterangan hadist itu diambil pengertian bahwa wakaf bersifat abadi dan tidak dibatasi oleh waktu (ta’biid - selama-lamanya). Jurnal Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia – Vol. 6, No 1 (2019) p-ISSN: 2303-3223; e-ISSN: 2621-640X Analisa Pendapat Ulama .... 2 Kholid Masyhari Namun dalam literasi lain ditemukan pernyataan bahwa wakaf boleh dibatasi dengan waktu (muaqqot), pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik. Artinya orang boleh mewakafkan tanahnya dengan jangka waktu tertentu. Dan inipun, olehnya dinilai sah akadnya sebagaimana wakaf yang tidak dibatasi dengan waktu. Tulisan ini mencoba menilik dua pendapat tersebut dan menganalisanya serta menyimpulkannya untuk menarik benang merah akibat hukum yang ditimbulkannya. Kata Kunci: Wakaf, Batasan Waktu
KAIDAH FIQH BIDANG MU’AMALAH MAZHAB SYAFI’I (Kajian Teoritis dan Praktik serta Kehujjahannya) Sumarjoko Sumarjoko; Hidayatun Ulfa
Jurnal Iqtisad Vol 6, No 1 (2019): Iqtisad
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v6i1.2718

Abstract

Abstract The Islamic economic system is believed to be the way of salvation. This will replace the capitalist and socialist economic systems which are considered to be unable to provide a sense of justice and prosperity. To meet and answer the challenge, Islamic jurists (fuqaha) in various layers carried out a methodological study of Islamic law, critical of the manhaj (method) that classical scholars have formulated. The jurists acknowledged, that, legal texts were limited, while new legal cases were constantly developing "An-nushus mutanahiyah wa al-waqa‟u ghairu mutanahiyah". On this matter, it is necessary to develop a method (manhaj al-ijtihad) seriously by legal experts, practitioners or shari'ah economists in solving problems related to mu'amalah. For this reason, ushul fiqh is a procedure of ijtihad as well as a barometer of the jurisprudence of a law. At its climax, ushul fiqh from the beginning to being a formulation of Islamic law continues to get attention related to the principles of general argument. Then created the formulation of al-qawaid al-ushuliyyah and al-qawaid alfiqiyyah. The rule of fiqh is a science that helps mechanically in furu problems. The rules of fiqh are also formulated as a simplifier in the problem of furu ' or fiqiyyah. In literacy of Islamic law, between usul rules and fiqh rules sometimes occur intermingling. Sometimes the rules of usul are not separated in the same discussion with the rules of fiqh, but each has its own limits and reach. Ushul rules in its application as “Takhrij al-Ahkam” (issuing law from its source), while the fiqh rule is “Tathbiq alAhkam” which applies to cases that arise in human life. The jurisprudence of the rules of fiqh occurred in the Syafi'ah school of khilafiyyah. Nevertheless, it can be classified with the following provisions: first, if the fiqh rule is general (kulli), it can be used as a source of law as nash, ijma and qiyas. Its existence is very significant and can make the argument or proof of matter. Second, if the rule is a majority (aghlabiyah) then it is disputed. On this basis, this study is very important to be further explored. Keyword: Kaidah fikih, muamalah, kehujjahan Abstrak Sistem ekonomi Islam diyakini sebagai jalan keselamatan. Ini akan menggantikan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis yang tidak mampu memberikan rasa keadilan dan kemakmuran. Untuk memenuhi dan menjawab tantangan tersebut, para ahli hukum Islam (fuqaha) di berbagai lapisan dilakukan studi metodologis hukum Islam, kritis terhadap manhaj (metode) yang telah dirumuskan para ulama klasik. Para ahli hukum mengakui, bahwa, teks-teks hukum terbatas, sementara kasus-kasus hukum baru terus berkembang "An-Nushus Mutanahiyah wa al-waqa'u ghairu mutanahiyah". Dalam Jurnal Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia – Vol. 6, No 1 (2019) p-ISSN: 2303-3223; e-ISSN: 2621-640X Kaidah Fiqh Bidang Mu’amalah.... 33 Sumarjoko, Hidayatun Ulfa hal ini, ini adalah metode (manhaj al-ijtihad) yang serius oleh para ahli hukum, praktisi atau ekonom syariah dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan mu'amalah. Untuk alasan ini, usul fiqh adalah prosedur ijtihad serta barometer yurisprudensi hukum. Pada klimaksnya, ushul fiqh terkait dengan prinsip-prinsip argumen umum. Kemudian dibuat rumusan al-qawaid al-ushuliyyah dan al-qawaid alfiqiyyah. Aturan fiqh adalah ilmu yang membantu secara mekanis dalam masalah furu. Aturan fiqh juga dirumuskan sebagai penyederhanaan dalam masalah furu' atau fiqhiyyah. Dalam literasi hukum Islam, antara aturan proposal dan aturan fiqh terkadang terjadi pembauran. Terkadang aturan proposal tidak dipisahkan dalam diskusi yang sama dengan aturan fiqh, tetapi masing-masing memiliki batas dan jangkauannya sendiri. Aturan Ushul dalam penerapannya sebagai "Takhrij al-Ahkam" (mengeluarkan hukum dari sumbernya), sedangkan aturan fikih adalah "Tathbiq al-Ahkam" yang berlaku untuk kasus-kasus yang muncul dalam kehidupan manusia. Yurisprudensi aturan fiqh di sekolah Syafi'ah khilafiyyah. Namun demikian, ini dapat digunakan sebagai sumber hukum seperti nash, ijma dan qiyas, pertama, jika aturan fiqh bersifat umum (kulli). Keberadaannya sangat signifikan dan bisa dijadikan argumen atau pembuktian materi. Kedua, jika aturannya adalah mayoritas (aghlabiyah) maka itu diperdebatkan. Atas dasar ini, penelitian ini sangat penting untuk dieksplorasi lebih lanjut. Kata kunci: Aturan fikih, muamalah, kehujjahan
Manajemen Badan Usaha Milik Pesantren (BUMP) Maslakul Huda Kajen Pati Dziyaul Lami’; Abu Hapsin
Iqtisad: Reconstruction of Justice and Welfare for Indonesia Vol 6, No 2 (2019): IQTISAD
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v6i2.3145

Abstract

ABSTRACT The pesantren’s potential includes economic assets, religious teachings and ties between Kiai, santri, santri families, alumni, and the surrounding community to be important social capital in economic activities. This economic potential was realized by the Maslakul Huda Kajen Pati Islamic Boarding School, giving birth to several business units under the auspices of Islamic Boarding Schools. Then the pesantren business unit management is deemed necessary to be applied in order to create a pesantren sustainability. The study uses qualitative research method (qualitative research). The object of this study is BUMP Maslakul Huda with several business units, those are: BPRS Artha Mas Abadi, BPR Artha Huda Abadi, CV Mabadi Sejahtera and Agribusiness. The implementation of management functions at BUMP Maslakul Huda is planning, organizing, actuating and controlling, have gone well. With the implementation of management in BUMP and business units, what is produced is: the mechanism of the organization is running well, identifying problems and finding solutions and strategies to minimize failure and maximize the success of the program. Thus, the steps taken by BUMP and business units will encourage the economic independence of pesantren.
Kontekstualisasi Maqashid Shari’ah Dalam Sustainable Development Goals Mohammad Farid Fad
Jurnal Iqtisad Vol 6, No 2 (2019): IQTISAD
Publisher : Universitas Wahid Hasyim Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31942/iq.v6i2.3142

Abstract

Abstract The process of building a nation will never be separated from relations with other nations in the world. But on the other hand, development often only emphasizes the aspect of growth, it forgets the most important element, namely equity. As a result, the poverty curve is not decreasing, but it remains a problem in itself to create gaping gaps. In order to respond to fundamental problems, the world responds by setting sustainable development goals that contain 17 points. Then how is the contextualization of the objectives of contemporary Islamic law in response to the mandate of the SDGs? The type of method used in this study is a qualitative method. After the data is collected, an analysis is performed using descriptive-analytical methods to get a critical interpretation of the SDGs picture in the perspective of maqashid shari'ah. Research shows that the Sustainable Development Goals, which are summarized in 17 points of The Global Goals, are very much in harmony with the principles of the objectives of contemporary Islamic law, namely the Maqashid shari'ah version of Jasser Auda.

Page 4 of 12 | Total Record : 114