cover
Contact Name
Kadek Agus Sudiarawan
Contact Email
agus_sudiarawan@unud.ac.id
Phone
+6281916412362
Journal Mail Official
agus_sudiarawan@unud.ac.id
Editorial Address
Jalan Pulau Bali No.1 Denpasar
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
Kertha Patrika
Published by Universitas Udayana
ISSN : 0215899X     EISSN : 25799487     DOI : 10.24843
Core Subject : Social,
Focus in Scope Jurnal Kertha Patrika terbit tiga (3) kali setahun: yaitu bulan April, Agustus, dan Desember. Jurnal ini adalah jurnal yang bertemakan Ilmu Hukum, dengan manfaat dan tujuan bagi perkembangan Ilmu Hukum, dengan mengedepankan sifat orisinalitas, kekhususan dan kemutakhiran artikel pada setiap terbitannya. Tujuan dari publikasi Jurnal ini adalah untuk memberikan ruang mempublikasikan pemikiran kritis hasil penelitian orisinal, maupun gagasan konseptual dari para akademisi, peneliti, maupun praktisi yang belum pernah dipublikasikan pada media lainnya. Fokus dan lingkup penulisan (Focus & Scope) dalam Jurnal ini meliputi: Hukum Tata Negara; Hukum Administrasi; Hukum Pidana; Hukum Perdata; Hukum Internasional; Hukum Acara; Hukum Adat; Hukum Bisnis; Hukum Kepariwisataan; Hukum Lingkungan; Hukum Dan Masyarakat; Hukum Informasi Teknologi Dan Transaksi Elektronik; Hukum Hak Asasi Manusia; Hukum Kontemporer.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 39 No 01 (2017)" : 5 Documents clear
URGENSI KLAUSULA DEFINISI DALAM PERJANJIAN KERJA Cristoforus Valentino Alexander Putra
Kertha Patrika Vol 39 No 01 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i01.p05

Abstract

AbstrakPenelitian ini mengkaji mengenai pentingnya pengaturan perjanjian kerja dan perlunya penguatan klausula definisi pada perjanjian kerja guna meminimalisir terjadinya penafsiran berbeda antara para pihak dalam perjanjian kerja. Penelitian ini bersifat normatif, mendasarkan pada data sekunder sebagai sumber data utama. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis secara kualitatif. Hasil analisis selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian yang bersifat deskriptif analitis. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa salah satu faktor penyebab perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja adalah kurangnya pemahaman terhadap perjanjian kerja dan perbedaan penafsiran terhadap perjanjian kerja itu sendiri. Perlu penguatan klausula definisi untuk membentuk perjanjian kerja yang lebih memberikan kepastian hukum dan melindungi para pihak dalam menjalankan hak dan kewajiban, khususnya terhadap pekerja yang secara nyata memiliki posisi lebih rendah dibandingkan dengan pengusaha.Kata Kunci: Perjanjian Kerja, Klausula Definisi, Hukum Ketenagakerjaan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEBUDAYAAN BALI SEBAGAI SUMBER DAYA EKONOMI PARIWISATA Made Suksma Prijandhini Devi Salain
Kertha Patrika Vol 39 No 01 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i01.p01

Abstract

Kebudayaan masyarakat hukum adat Bali merupakan sumber daya ekonomi bagi pariwisata. Sayangnya, masyarakat Bali relatif tidak dapat menikmati manfaat ekonomi tersebut. Pemerintah dan pengusaha jasa pariwisata merupakan pemangku kepentingan yang selama ini cenderung paling diuntungkan. Keadaan tersebut tentu membutuhkan penelusuran dan penelitian terhadap instrumen hukum yang mengatur kebudayaan, masyarakat, dan pariwisata. Selain itu, perlu juga dilakukan dianalisis terhadap isu mengenai apakah peraturan perundang-undangan nasional terkait sudah mengatur dan melindungi kebudayaan masyarakat hukum adat sebagai salah satu sumber daya ekonomi pariwisata. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang utamanya menganalisis bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan nasional terkait hanya sebatas mengakui kebudayaan masyarakat adat. Bahkan peraturan-peraturan tersebut juga terlihat belum secara spesifik memberikan perlindungan hukum terhadap kebudayaan masyarakat hukum adat sebagai sumber daya ekonomi pariwisata. Artikel ini merekomendasikan kepada Pemerintah untuk merevisi peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini atau membentuk peraturan perundangan baru sebagai bentuk respon terhadap permasalahan ini.
KEBERADAAN BADAN USAHA MILIK DESA DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DESA Sentosa Sembiring
Kertha Patrika Vol 39 No 01 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i01.p02

Abstract

AbstrakKeberadaan Badan Usaha Milik Desa secara yuridis formal diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Dalam undang-undang ini dijelaskan mengenai sumber Pendapatan Asli Desa. Setiap Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa. Pendirian Badan Usaha Milik Desa dilakukan berdasarkan hasil musyarawah desa. Hasil musyawarah desa ditetapkan dalam Peraturan Desa tentang pendirian Badan Usaha Milik Desa. Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa yang dilakukan secara profesional sehingga menghasilkan keutungan dapat menjadi sumber tambahan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa. Badan Usaha Milik Desa mempunyai karakteritik tersendiri jika dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Badan Usaha Milik Desa selain menghasilkan keuntungan juga berperan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Kata Kunci: Badan Usaha Milik Desa, Pendapatan Asli Desa, Peraturan Desa, Kesejahteraan.
PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT PEMERINTAHAN DALAM TINDAKAN DISKRESI PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN I Gusti Ayu Apsari Hadi
Kertha Patrika Vol 39 No 01 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i01.p03

Abstract

AbstrakNegara Hukum Modern yang dikenal sebagai Welfare State menitikberatkan pada upaya pemerintahnya dalam usaha mensejahterakan masyarakat.Konsekuensi utama dalam pelaksanaan Welfare State ialah intervensi Pemerintah yang cukup luas terhadap aspek kehidupan masyarakat dan pelaksanaan diskresi (freies ermessen). Permasalahan hukum yang dibahas dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana batasan dalam penggunaan diskresi terhadap pengambilan keputusan pejabat pemerintahan?; dan 2. Bagaimana pertanggungjawaban hukum pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi pasca berlakunya UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan)? Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, khususnya asas diskresi dengan pendekatan perundang-undangan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya bentuk pertanggungjawaban dari tindakan diskresi yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan semenjak diatur dalam UU Administrasi Pemerintahan.Hasil penelitian menunjukkan berdasar UU Administrasi Pemerintahanmaka penggunaan diskresi wajib memperoleh persetujuan kepada pejabat atasannya.Pasal 24 UU Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa kewenangan diskresi oleh Pejabat Pemerintahan hanya dapat dilakukan dalam hal tertentu di mana perundang-undangan memberikan suatu pilihan, peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak mengaturnya, ketidakjelasan peraturan perundang-undangan sehingga multitafsir, serta adanya stagnasi pemerintahan yakni menyangkut hajat hidup orang banyak.Kata Kunci: Pertanggungjawaban, Pejabat Pemerintahan, Diskresi, Freies Ermessen.
STATUS KONFLIK BERSENJATA DI WILAYAH SABAH ANTARA KESULTANAN SULU DAN MALAYSIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Ikaningtyas .
Kertha Patrika Vol 39 No 01 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2017.v39.i01.p04

Abstract

AbstrakKonflik bersenjata yang terjadi antara Pemerintah Malaysia dengan loyalis Sultan Sulu yang berkedudukan di Filipina sempat menjadi perhatian masyarakat internasional. Konflik bersenjata ini bermula pada awal Februari 2013, dimana sekitar 100-300 orang asal Filipina selatan mendarat di salah satu pantai di Negara Bagian Sabah, Malaysia dan menginisiasi konflik bersenjata. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik sengketa bersenjata ini berdasarkan perspektif Hukum Humaniter Internasional. Telaah utamanya dilakukan terhadap kualifikasi konflik bersenjata berdasarkan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 dan Hague Regulations. Tulisan ini menyimpulkan bahwa status pasukan Kesultanan Sulu dalam sengketa ini dapat dikualifikasikan sebagai unlawful combatant. Sengketa bersenjata ini memiliki karakteristik pihak yang berbeda yaitu antara Pemerintahan suatu Negara yang sah dengan gerakan terorganisir yang berkedudukan di Negara lainnya. Dengan demikian, jenis konflik bersenjata antara loyalis Sultan Sulu-Filipina dan Pemerintah Malaysia ini termasuk ke dalam grey zone conflict.Kata Kunci: Status, Konflik Bersenjata, Kesultanan Sulu, Filipina, Malaysia.

Page 1 of 1 | Total Record : 5