cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota denpasar,
Bali
INDONESIA
JURNAL MAGISTER HUKUM UDAYANA
Published by Universitas Udayana
ISSN : 25023101     EISSN : 2302528X     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Magister Hukum Udayana adalah jurnal ilmiah hukum yang mempublikasikan hasil kajian bidang hukum yang diterbitkan secara online empat kali setahun (Februari-Mei-Agustus-Nopember). Redaksi menerima tulisan yang berupa hasil kajian yang berasal dari penelitian hukum dalam berbagai bidang ilmu hukum yang belum pernah dipublikasikan serta orisinal. Jurnal ini selain memuat tulisan / kajian dari para pakar ilmu hukum (dosen, guru besar, praktisi dan lain-lain.) juga memuat tulisan mahasiswa Magister Ilmu Hukum baik yang merupakan bagian dari penulisan tesis maupun kajian lainnya yang orisinal. Tulisan yang masuk ke Redaksi akan diseleksi dan direview untuk dapat dimuat
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 8 No 2 (2019)" : 10 Documents clear
Implikasi Hukum Paris Agreement Melalui Program REDD+ Berbasis Blue Carbon Di Indonesia Elda Sofia
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (826.36 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p03

Abstract

To replace the Kyoto Protocol to the UNFCCC post-2020 the Participating Countries of UNFCCC made a new commitment namely Paris Agreement to the UNFCCC. Indonesia has ratified the Paris Agreement to become its national law. In Paris Agreement to the UNFCCC, all Countries should reduce greenhouse gas/GHG emissions following the principle of common but differentiated responsibilities. GHG emissions reductions obligations are set out in a nationally determined contribution/NDC. Within the NDC, Indonesia achieves emission reduction greenhouse gas targets up to 29% on its own and up 41% with international assistance. GHG emissions reductions through the forestry sectors are key sectors in NDC Indonesia at 17.2%. Using the method of normative research through an approach to legislation. After ratified of Paris Agreement to the UNFCCC brings legal implications for Indonesia namely the establishment of the laws on REDD+ in the forestry sector. Efforts made by the government of Indonesia is the establishment of the laws on REDD+. It has found the legal problem which can be a factor inhibiting the achievement of NDC target consisting of law enforcement, legal certainty of forest area. It is suggested that the Government of Indonesia makes regulation on mangrove forest. Untuk menggantikan Kyoto Protocol pasca 2020 Negara Peserta UNFCCC membuat komitmen baru yaitu Paris Agreement to the UNFCCC. Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement menjadi hukum nasional. Di dalam Paris Agreement to the UNFCCC, semua negara diberikan kewajiban untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai dengan prinsip common but differentiated responsibilities. Kewajiban pengurangan emisi gas rumah kaca ditetapkan dalam nationally determined contribution/NDC. Di dalam NDC, Indonesia mempunyai target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan bantuan internasional. Pengurangan emisi gas rumah kaca melalui sektor kehutanan adalah sektor utama dalam NDC Indonesia yaitu sebesar 17.2%. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu melalui pendekatan perundang-undangan. Pasca diratifikasinya Paris Agreement to the UNFCCC membawa implikasi hukum bagi Indonesia yaitu dibentuknya sejumlah peraturan-peraturan terkait REDD+ di sektor kehutanan. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengimplementasikan Paris Agreement to the UNFCCC sektor kehutanan adalah membentuk sejumlah peraturan-peraturan hukum terkait REDD+. Persoalan-persoalan hukum yang ditemui menjadi faktor penghambat tercapainya target NDC Indonesia yaitu penegakan hukum, kepastian hukum kawasan hutan. Disarankan agar dibentuknya regulasi tentang perlindungan terhadap hutan mangrove.
Pendapatan Desa Adat : Kontruksi Hukum Pungutan Untuk Mewujudkan Bebas Pungutan Liar I Dewa Herman Yudiawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (429.39 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p08

Abstract

The Bali Province Regulation No. 3 2001 Article 10 paragraph (1) stated that village income is one of the other legitimate income. In the article there is uncertainty in the meaning of Article 10 paragraph (1) letter e, because in the explanation clause there is no further explanation about “other legitimate income”. Traditional villages use natural resources in their area such as tourist areas as village income. In the Presidential Regulation No. 87 of 2016 about the Illegal Levy Eradication Task Force, the levies carried out by Pakraman village against retribution to tourist areas are categorized as illegal levies by the task force teams as happened at the sunrise beach. This study aims to understand and explore the legal protection within the levies carried out on tourism objects and the urgency of the legal protection for Pakraman village to collect retribution from tourist attractions in the area of ??Pakraman village or adat village. This study used normative legal research methods. The results of this study are based on Act No. 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Retributions, stated that for tourist area entrance fees are regulated in Article 127 (i), which should be managed by the regional government, because it is a statutory mandate.. For example 2 tourist attractions, Tanah Lot in Tabanan and Taman Ayun in Badung. This management model is needed by the government and Pakraman village to avoid indications of extortion. The urgency of the legal regulation here is very much needed by Adat village. Dalam Perda Provinsi Bali No 3 2001 Pasal 10 ayat (1) telah disebutkan bahwa pendapatan desa salah satunya adalah pendapatan lainnya yang sah. Dalam pasal tersebut terjadi ketidakjelasan makna dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e, karena dilihat dalam penjelasannya tidak ada penjelasan lebih lanjut dengan apa yang dinamakan pendapatan lain yang sah. Desa adat memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerahnya seperti kawasan wisata sebagai pendapatan desa. Dalam Peraturan presiden No 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Dan Pungutan Liar, pungutan yang dilakukan oleh desa Pakraman terhadap retribusi masuk kawasan wisata dikategorikan sebagai pungutan liar oleh tim saber pungli seperti yang terjadi di pantai matahari terbit.Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendalami payung hukum dalam pungutan yang dilakukan pada obyek pariwisata dan urgensi dari payung hukum bagi desa Pakraman untuk melakukan pemungutan retribusi masuk kawasan obyek wisata yang ada di kawasan desa Pakraman atau desa adat. Penelitian ini mengunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil dari penelitian ini adalah dilihat dari Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa untuk pungutan masuk kawasan wisata sudah diatur dalam Pasal 127 huruf i, yang seharusnya dikelola oleh pemerintah daerah karena merupakan mandat peraturan perundang- undangan. Mengambil contoh 2 tempat wisata yaitu Tanah Lot yang ada di Kabupaten Tabanan dan Taman Ayun yang berada di wilayah Kabupaten Badung. Model pengelolaan seperti ini lah yang diperlukan oleh pemerintah dan desa Pakraman untuk menghindari indikasi Pungli. Urgensi payung hukum disini sangat diperlukan oleh desa adat.
Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran atas Ketentuan Perizinan Toko Swalayan di Wilayah Provinsi Bali I Nengah Suantra; Made Nurmawati
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (733.754 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p04

Abstract

The Self-service shop developing into the countryside, however there are those who do not have licenses and violated licensing regulation. Therefore, violations of law were identified and analyzed by supermarkets, and law enforcement by SATPOL PP against these violations. Research uses normative legal research methods; the approach is the legislative approach, concepts, and philosophy. Data sources consist of primary, secondary, and tertiary legal materials and the results of interviews with informants. The arrangement of the Self-service shop’s licenses is performed with Local Regulation, Regent Regulation, Regulation of Mayor, and/or the Mayor's Decision, the Mayor's Instructions and Regent's Circular Letter. Klungkung District does not have a regulation for supermarket yet. The legality of the Self-service shop is in the form of IUTS/IUTM, IUPP, DUTS, and DUPP. Tabanan and Klungkung District use SIUP and TDP. The law infringement of the Self-service shop is: violation of working time, distance of location, not having an IUTS, not applying a new license application in moving the location, and selling liquor. The law enforcement conducted by providing verbal warning, written warning, founding, applying for the licenses, and/or business suspension. The legality of the Self-service shop must use IUTS, and Klungkung District immediately formed regulation for the Self-service shop are. The un-licensed Self-service shop are monitored and evaluated continuously and identified the licenses that have been issued. Law enforcement for unlicensed and illegal Self-service shops that are permitted to be done explicitly and consistently so as not to cause injustice in society. Toko swalayan menjamur hingga ke pedesaan, namun ada yang tidak berizin, dan melanggar ketentuan perizinan. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisa pelanggaran hukum oleh toko swalayan, dan penegakan hukum oleh SATPOL PP terhadap pelanggaran tersebut. Penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif; pendekatannya yaitu pendekatan perundang-undangan, konsep, dan filsafat. Sumber data terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier serta hasil wawancara dengan informan. Pengaturan izin toko swalayan dilakukan dengan Perda, Perbup, Perwali, dan/atau Keputusan Walikota, Instruksi Walikota dan Surat Edaran Bupati. Kabupaten Klungkung belum memiliki Perda toko swalayan. Legalitas toko swalayan berbentuk IUTS/IUTM, IUPP, DUTS, dan DUPP. Kabupaten Tabanan dan Klungkung menggunakan SIUP dan TDP. Pelanggaran hukum toko swalayan yaitu: pelanggaran jam kerja, jarak lokasi, tidak memiliki IUTS, tidak mengajukan permohonan izin baru dalam memindahkan lokasi, dan menjual minuman beralkohol. Penegakan hukum dilakukan dengan memberikan peringatan lisan, tertulis, pembinaan, mengajukan izin, dan/atau pembekuan usaha. Legalitas toko swalayan supaya menggunakan IUTS, dan Kabupaten Klungkung segera membentuk Perda toko swalayan. Toko swalayan yang tidak berizin supaya dimonitoring dan dievaluasi secara berkelanjutan serta diidentifikasi izin yang sudah terbit. Penegakan hukum terhadap toko swlayan yang tidak berizin dan yang melanggar izin supaya dilakukan secara tegas dan konsisten agar tidak menimbulkan ketidakadilan dalam masyarakat.
Asas Keseimbangan dalam Perjanjian Penerbitan Letter of Credit Sebagai Transaksi Bisnis Internasional Zaned Zihan Sosa Elsera Lubis; M. Nur; Sanusi Sanusi
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.717 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p09

Abstract

Letter of Credit is one of the payment instruments in international business transactions. Based on the agreement to issue a Letter of Credit, the Letter of Credit is issued by the issuing bank at the request of the applicant as the importer. The Letter of Credit agreement that is used by banks, in general, is a standard agreement that the clause has been prepared in advance by the bank. The imbalance in the standard agreement can be used by parties whose bargaining position is stronger to abuse the situation. The purpose of this study is to analyze national law and international law related to the issuance of the Letter of Credit. The next objective is to analyze the application of the principle of balance in the agreement to issue the Letter of Credit as an international business transaction. The type of research used is normative legal research using a statutory approach, the sources of legal materials used based on library research are analyzed qualitatively. The results of the study revealed that whether the principle of balance in the Letter of Credit issuance agreement had been realized in the practice of international business transactions. Letter of Credit adalah salah satu instrumen pembayaran dalam transaksi bisnis internasional. Atas dasar perjanjian penerbitan Letter of Credit maka Letter of Credit diterbitkan oleh bank penerbit atas permintaan pemohon selaku importir. Perjanjian penerbitan Letter of Credit yang dipakai perbankan pada umumnya adalah perjanjian baku yang klausulanya telah disusun sebelumnya oleh bank. Ketidakseimbangan dalam perjanjian baku dapat dimanfaatkan oleh pihak yang bargaining position-nya lebih kuat untuk melakukan penyalahgunaan keadaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hukum nasional dan hukum internasional yang terkait dengan penerbitan Letter of Credit. Tujuan selanjutnya adalah untuk menganalisis penerapan asas keseimbangan dalam perjanjian penerbitan Letter of Credit sebagai transaksi bisnis internasional. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan memakai pendekatan perundang-undangan, sumber bahan hukum yang digunakan berdasarkan penelitian kepustakaan dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa apakah asas keseimbangan dalam perjanjian penerbitan Letter of Credit telah terwujud dalam praktik transaksi bisnis internasional.
Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Ditinjau Dari Konsep Equality Before The Law Edwar Edwar; Faisal A.Rani; Dahlan Ali
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (438.746 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p05

Abstract

Notary has the authority to make authentic deeds and has authority in making, agreements and stipulations that are required for those concerned to be stated in an authentic deed that if legal problems occur by a notary then the inspection must be obtained from the Honorary Board of Notary. which resulted in the examination contradicting principle equality before the law. After the issuance of Act No. 2 of 2014 Notary Position, notary publication by law enforcers must obtain permission from MKN which creates legal discrimination. The problem examined is how the position of the notary as a witness is related to the deed or letter under the hand made by him to the judicial process. The aim is finding out how the position of the Notary a witness is related to the deed or letter under his hand made against the judicial process. The results his research were the position of the notary a witness related to the deed he made based on the Notary Position Law resulting in legal proceedings being hampered due to waiting for permission from the Honorary Board of Notaries. In connection with the above procedure, it is indicated that the calling of a notary by law enforcers must be licensed by the Honorary Board of Notaries not in accordance with the concept of equality before the law. Notaris memiliki suatu kewenangan dalam membuat akta otentik serta memiliki wewenang dalam pembuatan, perjanjian serta penetapan yang diwajibkan bagi yang berkepentingan yang dinyatakan dalam akta otentik yang apabila terjadi permasalahan hukum yang dilakukan oleh notaris maka untuk pemeriksaannya harus izin dari Majelis Kehormatan Notaris. yang mengakibatkan pemeriksaan tersebut tidak sesuai dengan equality before the law. Setelah keluarnya Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 , pemanggilan notaris oleh aparat hukum ada izin dari MKN yang menimbulkan diskriminasi hukum. Permasalahannya yang dikaji adalah Bagaimanakah kedudukan notaris sebagai saksi terkait dengan akta atau surat dibawah tangan yang dibuatnya terhadap proses peradilan. Tujuannya adalah Untuk mengetahui bagaimana kedudukan Notaris sebagai saksi terkait dengan akta atau surat dibawah tangan yang dibuatnya terhadap proses peradilan. Hasil penelitiannya adalah kedudukan notaries sebagai saksi terkait dengan akta yang dibuatnya berdasarkan Undang-Undan Jabatan Notaris mengakibatkan proses hukum terhambat akibat menunggu izin dari Majelis Kehormatan Notaris. Sehubungan dengan prosedur tersebut diatas menunjukkan bahwa pemanggilan notaris oleh penegak hukum harus izin dari Majelis Kehormatan Notaris tidak sesuai dengan Konsep equality before the law.
Pengelolaan Dana Desa Berbasis Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Arman Arman; M. Gaussyah; Darmawan Darmawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.48 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p10

Abstract

Various problems caused financial problems that are not good in various regions, for example, allocation or expenditure of Regional Fund funds that are not appropriate, suspension of members who are not optimal, and accountability of the use of funds that can not be adjusted and several other things that are excluded. This research aims to determine the concept of good governance, which intended for villages fund are based on laws and regulations and principle good governance. This method uses a type of research an empirical juridical method with an analytical perspective. Based on the results of the study show that the management of village funds can’t normally run in based on good governance, seen from accountability, transparency, and participation in management. This is proven, that whole stakeholder involves development planning deliberations. Then the village aid fund is not by the laws and regulations of the invitation, in this case, each use of Village implementation assistance funds is around 80% has been done because the user must be by the rules that have been determined. But in its implementation there are still individuals working in the management of village funds, meaning that they are not disciplined in carrying out administration, so the implementation has not been maximized. Berbagai masalah timbul karena pengelolaan Dana Desa yang kurang baik di berbagai daerah, misalnya: pengalokasian atau pembelanjaan dana Dana-Desa yang tidak tepat, penyerapan anggaran yang tidak maksimal, dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang tidak akurat serta beberapa hal lain yang mengakibatkan pemenuhan hak-hak masyarakat masih ada yang terkesampingkan. Tujuan penelitian mengetahui dan menjelaskan konsep good governance, apakah Pengelolaan dana desa di Gayo Lues sudah sesuai dengan asas good governance. Metode penelitian ini merupakan metode yuridis empiris dengan melakukan pendekatan preskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengelolaan dana desa belum berjalan secara maksimal sesuai dengan Good Governance, dilihat dari akuntabilitas, transparansi dan partisipatif dalam pengelolaannya. Hal ini terbukti, bahwa sebagian masyarakat tidak dilibatkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) dalam perencanaan. Kemudian pengelolaan dana Desa belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini setiap penggunaan dalam melaksanakan kegiatan dana Desa sekitar 80% sudah dilakukan, karena dalam penggunaan harus selalu mengikuti regulasi yang telah ditentukan. Namun dalam implementasinya masih terjadinya individu-individu yang bekerja dalam pengelolaan dana desa, artinya tidak disiplin dalam menjalankan administrasi, sehingga pelaksanaannya belum maksimal.
Society Differentiation, Can Human Rights be Protected?: Critical Study of the Tribes Castration on Community (Case Study of Laporo Buton) Birkah Latif; Agung Syaputra; Nurul Zashkia; Rifda Aprilia Rusfayanti
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (524.981 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p01

Abstract

In administering a country based on the rule of law, the main element is the enforcement of human rights. In every country still found, there are discriminatory discriminations against citizens, both those that are needed from state actions, and those needed from the community. With the existence of a convention on the protection of special human rights, the state must approve and protect its citizens. Problems that occur in pluralistic Indonesia is in preventing the social life in community. The research method of the paper is an empirical juridical method to answer whether Indonesia handling the enforcement of human rights and review human rights protection in Indonesia when dealing with communities which holding customary law in their community. If the practice of customary law turns out there is discriminatory practices against the tribe or sub-tribe in it, then how does the state uphold human rights?
Ketepatan Waktu Notaris dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pada Lembaga Pembiayaan Tari Kharisma Handayani; Sanusi Sanusi; Darmawan Darmawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (491.024 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p06

Abstract

Letter of Credit is one of the payment instruments in international business transactions. Based on the agreement to issue a Letter of Credit, the Letter of Credit is issued by the issuing bank at the request of the applicant as the importer. The Letter of Credit agreement that is used by banks in general is a standard agreement that the clause has been prepared in advance by the bank. The imbalance in the standard agreement can be used by parties whose bargaining position is stronger to abuse the situation. The purpose of this study is to analyze national law and international law related to the issuance of Letter of Credit. The next objective is to analyze the application of the principle of balance in the agreement to issue Letter of Credit as an international business transaction. The type of research used is normative legal research using a statutory approach, the sources of legal materials used based on library research are analyzed qualitatively. The results of the study revealed that whether the principle of balance in the Letter of Credit issuance agreement had been realized in the practice of international business transactions. Pendaftaran Jaminan fidusia dilakukan secara elektronik sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) UU No 42 Thn 1999 tentang “Jaminan Fidusia” (selanjutnya disingkat UUJF). Pendaftaran tersebut haruslah diajukan dalam jangka waktu selama 30 hari terhitung sejak tanggal pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana diatur pada Pasal 4 Peraturan Pemerintah RI No 21 Thn 2015 tentang “Tata Cara Pendaftaran Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia”. Namun, dalam praktiknya masih terjadi keterlambatan terhadap pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pertanggungjawaban notaris secara perdata terhadap pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang melewati jangka waktu. Jenis penelitian yang dipakai ialah “penelitian hukum normatif”. Pada penelitian normatif mengkaji asas-asas dan norma-norma serta bahan pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa notaris secara perdata bertanggung jawab terhadap keterlambatan dalam pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Keterlambatan pendaftaran yang disebabkan oleh kelalaian notaris merupakan perbuatan hukum yang menimbulkan konsekuensi hukum. Apabila notaris dalam masa 30 hari tidak melakukan pendaftaran dan pada saat didaftarkan jaminan fidusia secara elektronik pada sistem secara otomatis ditolak, maka hal tersebut adalah menjadi tanggungjawab notaris, apabila nantinya ada kerugian dari pihak kreditur maka notaris dapat digugat, artinya dapat dikenakan sanksi baik secara administrasi maupun secara perdata
Do The Foreign Workers Need To Speak Indonesian? I Made Udiana; I Made Sarjana
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.486 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p02

Abstract

The foreign workers are one of the important asset supporting business activities in the globalization era. However, an easy requirement for a foreign worker who works in Indonesia such as dropping language requirement tends to decrease local worker opportunity. The aim of this study to elaborate on the impact of cutting language requirement for foreign workers in new Indonesian regulation. This study uses a comparative approach. The study indicates that Article 36 of the Minister of Manpower Regulation Number 16 of 2015 is contrary to the higher legal norm, namely Article 33 of Law Number 24 of 2009. Based on Stufenbau Theory concerning the Act No. 12 of 2011 concerning the Establishment of Law and Regulation, the lower level will be not applicable. Therefore, revision for the Decree of Manpower Regulation is needed to legal certainty and fairly opportunity for local workers.
Problematika Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Illegal Fishing di Wilayah Perairan ZEE Indonesia I Dewa Ayu Maheswari Adiananda; I Gede Eggy Bintang Pratama; Ida Ayu Brahmantari Manik Utama
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.049 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p07

Abstract

Illegal fishing lively going on in the area of the exclusive economic zone is still a threat to Indonesia. This situation is caused by the problem in the law enforcement process. In addressing this issue the Indonesian Supreme Court issued a Circular Letter to reaffirms the implementation of rules and prohibitions against it in UNCLOS 1982, even reap the difference of opinion between the Tribunal Judges that led to differences the verdict in the case. This research aims to analyze the problems and outlines the diversity among the judge ruling against illegal fishing with the promulgation of Circular Letter. This is empirical legal research which analysis documents as the technique. This research showed that in law enforcement against illegal fishing, the Supreme Court issued a circular letter Number 3 the Year 2015 concerning the ban on the overthrow of criminal confinement substitute fines for celebrating the existence of articles 73 on paragraph 3 of UNCLOS 1982. However, in its application in the field of implementation against the circular letter is difficult if the defendant cannot afford or do not want to pay criminal fines, which it is certainly going to lead to a recht vacuum. Against the foregoing, criminal confinement substitutes fines can be applied and does not conflict with Articles 73 paragraph (3) of the UNCLOS 1982 and Articles 102 of The Act of Fisheries, as mandated in the second such provision is there shouldn't be punishment imprisonment and beatings, while criminal confinement have a different understanding with imprisonment. Penangkapan ikan yang dilakukan secara ilegal yang marak terjadi di wilayah Zona Ekonomi Ekslusif masih menjadi ancaman bagi Indonesia. Hal ini dikarenakan masih terdapat problematika dalam proses penegakan hukumnya. Merespon situasi ini, Mahkamah Agung mengeluarkan suatu Surat Edaran Mahkamah Agung untuk mempertegas implementasi terhadap aturan dan larangan dalam Konvensi Hukum Laut 1982, yang justru malah menuai perbedaan pendapat di antara Majelis Hakim yang mengakibatkan terjadinya perbedaan putusan dalam perkara yang sama. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan dan menganalisis permasalahan mengenai keberagaman putusan di kalangan hakim agung terhadap kasus penangkapan ikan secara illegal dengan dikeluarkannya Surat Edaran tersebut. Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian hukum empiris, dengan teknik studi dokumen dan analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penegakan hukum terhadap kasus penangkapan ikan secara illegal, terhadap Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 mengenai larangan penjatuhan pidana kurungan pengganti denda untuk mempertegas keberadaan Pasal 73 ayat (3) Konvensi Hukum Laut 1982. Namun dalam penerapannya di lapangan implementasi terhadap Surat Edaran tersebut sulit dilakukan bilamana terdakwa tidak mampu untuk membayar sejumlah pidana denda yang mana hal ini tentunya akan mengakibatkan kekosongan hukum. Terhadap hal tersebut, pidana kurungan sebagai pengganti denda tentu memungkinkan untuk diberlakukan selama tidak bertentangan dengan Pasal 73 ayat (3) Konvensi Hukum Laut 1982 dan Pasal 102 UU Perikanan, karena yang diamanatkan dalam kedua ketentuan tersebut ialah tidak boleh terdapat hukuman penjara dan hukuman badan, sedangkan pidana kurungan memiliki pengertian yang berbeda dengan pidana penjara.

Page 1 of 1 | Total Record : 10