Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Optimalisasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Hal Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Wahyudi, Rizki; Gaussyah, Muhammad; Darmawan, Darmawan
JURNAL MERCATORIA Vol 11, No 2 (2018): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.169 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v11i2.1740

Abstract

Kewenangan MK RI ialah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk menguji konstisionalitas sebuah undang-undang terhadap undang-undang dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui kekuatan eksekutorial putusan judicial review MK RI dan upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan eksekusi putusan judicial review MK RI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif. Berdasarkan hasil kajian dan penelitian, masih ada problematika yang belum tuntas dalam tataran pelaksanaan/eksekusi putusan judicial review MK RI. Tercermin dari putusan nomor 92/PUU-X/2012, 34/PUU-XI/2013, dan 013-022/PUU-IV/2006. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan eksekutorial yang menghinggapi putusan mahkamah dapat dimulai dengan reformulasi norma secara tegas dan eksplisit, baik dalam amandemen konstitusi maupun revisi UU MK guna menjamin konkritisasi sifat mengikat putusan mahkamah. Alternatif upaya lainnya ialah dengan mengadopsi kewenangan judicial preview. Disarankan kepada lembaga MK RI untuk menjalankan kewenangan dengan sebaik-baiknya dan menghindari memutus yang dengannya bisa menimbulkan permasalahan baru dan mengakibatkan sulit dalam keimplementasiannya serta memperkuat kekuatan eksekutorial/tindak lanjut putusan mahkamah dengan pengaturannya secara jelas, rinci dan eksplisit dalam amandemen konstitusi dan revisi UU MK.
Optimalisasi Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Hal Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Ramadiyagus, Ramadiyagus; Gaussyah, M; Darmawan, Darmawan
JURNAL MERCATORIA Vol 11, No 2 (2018): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (129.684 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v11i2.1782

Abstract

Kewenangan MK RI ialah mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk menguji konstisionalitas sebuah undang-undang terhadap undang-undang dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mengetahui kekuatan eksekutorial putusan judicial review MK RI dan upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan eksekusi putusan judicial review MK RI. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif. Berdasarkan hasil kajian dan penelitian, masih ada problematika yang belum tuntas dalam tataran pelaksanaan/eksekusi putusan judicial review MK RI. Tercermin dari putusan nomor 92/PUU-X/2012, 34/PUU-XI/2013, dan 013-022/PUU-IV/2006. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan eksekutorial yang menghinggapi putusan mahkamah dapat dimulai dengan reformulasi norma secara tegas dan eksplisit, baik dalam amandemen konstitusi maupun revisi UU MK guna menjamin konkritisasi sifat mengikat putusan mahkamah. Alternatif upaya lainnya ialah dengan mengadopsi kewenangan judicial preview. Disarankan kepada lembaga MK RI untuk menjalankan kewenangan dengan sebaik-baiknya dan menghindari memutus yang dengannya bisa menimbulkan permasalahan baru dan mengakibatkan sulit dalam keimplementasiannya serta memperkuat kekuatan eksekutorial/tindak lanjut putusan mahkamah dengan pengaturannya secara jelas, rinci dan eksplisit dalam amandemen konstitusi dan revisi UU MK.
Pengelolaan Dana Desa Berbasis Tata Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) Arman Arman; M. Gaussyah; Darmawan Darmawan
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 8 No 2 (2019)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.48 KB) | DOI: 10.24843/JMHU.2019.v08.i02.p10

Abstract

Various problems caused financial problems that are not good in various regions, for example, allocation or expenditure of Regional Fund funds that are not appropriate, suspension of members who are not optimal, and accountability of the use of funds that can not be adjusted and several other things that are excluded. This research aims to determine the concept of good governance, which intended for villages fund are based on laws and regulations and principle good governance. This method uses a type of research an empirical juridical method with an analytical perspective. Based on the results of the study show that the management of village funds can’t normally run in based on good governance, seen from accountability, transparency, and participation in management. This is proven, that whole stakeholder involves development planning deliberations. Then the village aid fund is not by the laws and regulations of the invitation, in this case, each use of Village implementation assistance funds is around 80% has been done because the user must be by the rules that have been determined. But in its implementation there are still individuals working in the management of village funds, meaning that they are not disciplined in carrying out administration, so the implementation has not been maximized. Berbagai masalah timbul karena pengelolaan Dana Desa yang kurang baik di berbagai daerah, misalnya: pengalokasian atau pembelanjaan dana Dana-Desa yang tidak tepat, penyerapan anggaran yang tidak maksimal, dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang tidak akurat serta beberapa hal lain yang mengakibatkan pemenuhan hak-hak masyarakat masih ada yang terkesampingkan. Tujuan penelitian mengetahui dan menjelaskan konsep good governance, apakah Pengelolaan dana desa di Gayo Lues sudah sesuai dengan asas good governance. Metode penelitian ini merupakan metode yuridis empiris dengan melakukan pendekatan preskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan, bahwa pengelolaan dana desa belum berjalan secara maksimal sesuai dengan Good Governance, dilihat dari akuntabilitas, transparansi dan partisipatif dalam pengelolaannya. Hal ini terbukti, bahwa sebagian masyarakat tidak dilibatkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang) dalam perencanaan. Kemudian pengelolaan dana Desa belum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam hal ini setiap penggunaan dalam melaksanakan kegiatan dana Desa sekitar 80% sudah dilakukan, karena dalam penggunaan harus selalu mengikuti regulasi yang telah ditentukan. Namun dalam implementasinya masih terjadinya individu-individu yang bekerja dalam pengelolaan dana desa, artinya tidak disiplin dalam menjalankan administrasi, sehingga pelaksanaannya belum maksimal.
MEKANISME PENANGANAN TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA (Studi Kasus di Wilayah Hukum Polda Aceh) Tasmin Tasmin; Dahlan Ali; M. Gaussyah
Jurnal Ilmu Hukum Vol 4, No 4: November 2016
Publisher : Jurnal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (159.271 KB)

Abstract

Abstract: National Police Institution of the Republic of Indonesia is one of the law enforcement authorities, however, some of its member are involved in criminal cases in the past decade. In general, every member who are proved to be involved in some criminal actions and convicted with permanent legal force from the court, then internally he has to receive additional sanctions: the disciplinary sanction for police member and the Commission Code of Professional Etchic’s trial or Komisi Kode Etik Profesi (abbreviated as KKEP in bahasa). Meanwhile, starting from the investigation process until the final decision with permanent legal force the police member will be temporarily discharged from his/ her own duty in the National Police Institution based on Article 10/ Paragraph (1)/ Government Regulation No. 3/ Year 2003. Despite of this, there has been no legal consequences received as by the case of some personnel from  the Brimob Unit (Satuan Brimob in bahasa) at the provincial level who were employed by the structural position but involved in illegal logging activities in Aceh. Neither were they discharged nor convicted by the internal court authority or called as “Ankum”. Aim of this study is to discover factors that lead to the misconduct of mechanism and rule deviation as well as to know the consequences received by the police member in law enforcement. The methodology applied in this study was empirical juridistic approach by examining the validity of the law in the reality or in the public. Based on this study, reasons why the accused police member were not convicted because at first: (a) they were the breadwinner in their families, (b) they had performed well during their duties and (c) brought prestigious achievement in their Brimob Unit, (d) there has been a diverse interpretation regarding the Article 10/ Paragraph (1)/ Government Regulation No. 3/ Year 2003 in the unit. At second, Ankum will give sanctions and convict those who commit crimes through the KKEP and discipline court.Keywords: handling , police member, crime Abstrak: Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga aparat penegak hukum, namun persoalannya beberapa anggota kepolisian itu sendiri melakukan tindak pidana pada akhir dasawarsa ini. Pada umumnya, setiap anggota Polri yang terbukti melakukan tindak pidana setelah adanya keputusan hukum tetap dari peradilan umum, maka selanjutnya secara internal akan menerima sanksi tambahan berupa: kedisiplinan Polri dan diajukan pada sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP). Selain itu, mulai dari proses penyelidikan sampai adanya putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap anggota Kepolisian juga akan diberhentikan untuk sementara dari Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dijelaskan pada Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 3 Tahun 2003. Walaupun begitu, belum adanya konsekuensi hukum yang diterima oleh beberapa anggota di Satuan Brimob Polda Aceh yang menduduki jabatan struktural tetapi terlibat dalam tindak pidana pembalakan liar di Aceh. Mereka tidak diberhentikan dari jabatannya atau dihukum oleh internal otoritas yang disebut Ankum. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelusuri fakor-faktor yang menyebabkan tidak dilaksanakannya mekanisme dan penyimpangan hukum serta untuk mengetahui konsekwensi yang diterima oleh anggota Polri dalam penegakan hukum. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris dengan meneliti keberlakuan hukum itu dalam kenyataan atau dalam masyarakat. Berdasarkan studi ini, alasan mengapa anggota polisi yang tertuduh tidak dijatuhi hukuman karena pertama: (a) yang bersangkutan tulang punggung keluarga, (b) mereka mempunyai kinerja yang baik selama bertugas, (c) selama bertugas mempunyai prestasi yang baik dalam mengharumkan nama Satuan Brimob Polda Aceh, (d) adanya perbedaan penafsiran terhadap Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 3 Tahun 2003 dalam Satuan Brimob Polda Aceh. Kedua, Ankum akan  memberikan sanksi dan konsekwensi pada anggota kepolisian yang terbukti melakukan tindak pidana melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) dan disipilin.Kata Kunci : penanganan, anggota kepolisian, tindak pidana
KEDUDUKAN WAKIL MENTERI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Reza Kausar; M. Gaussyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 5, No 2: Mei 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengaturan tentang kedudukan suatu lembaga negara yang diatur oleh undang-undang haruslah bersumber dari UUD 1945 dan norma yang terkandung didalamnya haruslah jelas. Berdasarkan hirarki peraturan perundang-undangan, peraturan yang kedudukannya rendah tidak boleh kontradiksi dengan peraturan yang lebih tinggi. Namun, dalam kenyataannya pengaturan tentang Wakil Menteri yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara tidak tertulis secara jelas kedudukan Wakil Menteri dan masih terjadinya pertentangan norma hukum. Penulisan ini bertujuan untuk menjelaskan kedudukan Wakil Menteri pada Struktur Kementerian serta Sistem Ketatanegaraan. Skripsi ini memakai metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan Wakil Menteri belum sesuai dengan sistem ketatanegaraan Indonesia. Kemudian bertentangannya Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri dengan Pasal 10 Undang-Undang Kementerian Negara.Kata Kunci : Kedudukan Wakil Menteri, Sistem Ketatanegaraan, Interpretasi
PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG PANITIA PENGAWAS PEMILIHAN (PANWASLIH) DALAM PENGAWASAN PILKADA 2017 DI KOTA BANDA ACEH Irfan Ramadhan; M. Gaussyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 3, No 1: Februari 2019
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Panwaslih adalah Panitia Pengawas Pemilihan Aceh dan Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat Panwaslih Aceh dan Panwaslih Kabupaten/Kota adalah panitia yang bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilihan di seluruh Aceh dan Kabupaten/Kota. Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 Tentang Pemerintahan Aceh  ini disebutkan bahwa, Tugas dan wewenang Panitia Pengawas Pemilihan adalah Melakukan pengawasan pelaksanaan pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota; dan, Melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diatur dalam peraturan perundang undangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan peranan Panwaslih Kota Banda Aceh dalam melakukan pengawasan pada tahapan pemilihan kepala daerah 2017 di kota Banda Aceh dan Untuk mengetahui dan menjelaskan kendala yang akan dihadapi Panwaslih dalam melakukan pengawasan pada tahapan pemilihan kepala daerah 2017 di Kota Banda Aceh. Metode yang digunakan ialah metode penelitian yuridis empiris, yaitu metode penelitian pendekatan hukum sebagai norma (das sollen), yang menggunakan bahan-bahan hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Penelitian hukum empiris berarti penelitian yang melihat hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata (actual behavior). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan peran pengawasan yang dilakukan Panwaslih Kota Banda Aceh belum maksimal terutama pada terlambatnya melakukan perekrutan Panitia Pengawas Kecamatan dan masih banyak di jumpai pemasangan alat peraga kampanye bukan pada tempatnya, Panwaslih perlu upaya penguatan fungsi Panwaslih, sepert memperluas kewenangan Panwaslih.
PENERAPAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PIMPINAN ATAU PENANGGUNGJAWAB KAWASAN TANPA ROKOK PADA RUMAH SAKIT KOTA LANGSA KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM PERTAHANAN NEGARA Alieffandy Umra; M. Gaussyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 1, No 2: November 2017
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana sistem pertahanan negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk melihat bagaimana kewajiban warga negara dalam bentuk menjaga kedaulatan negara, serta melihat peluang dan kendala dalam pelaksanaan sistem pertahanan rakyat semesta di Indonesia Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif dengan menggunakan data lapangan dan data kepustakaan. Data lapangan diperoleh dengan cara mewawancarai responden dan informan, sedangkan data kepustakaan diperoleh dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku teks, jurnal, tulisan ilmiah, dan literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini sehingga dapat menghasilkan data deskriptif analitis Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sistem pertahanan negara belum dapat menjamin kedaulatan negara Indonesia harusnya sistem pertahanan negara mengikuti perubahan-perubahan sifat perang dan bentuk ancaman yang digerakkan oleh perkembangan pesat di bidang teknologi. Peluang yang dimilki adalah 250 juta penduduk Indonesia dan kekayaan sumber daya alam. Sedangkan kendala yang dihadapi adalah belum adanya peraturan teknis yang menjelaskan hak dan kewajiban warga negara dalam pertahanan negara. Disarankan kepada seluruh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk melakukan pengkajian ulang sistem pertahanan negara, pengalokasian anggaran lebih besar serta mempercepat pembentukan aturan hukum yang dibutuhkan
Perbandingan Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Denganpengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Fakhri Kurnia; M. Gaussyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kejaksaan tidak pernah disebut di dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, namun pengertian Kejaksaan sudah termasuk dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman. Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa “Kekuasaan Kehakiman (Rechtelijke Macht) dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman,” bukan lain-lain badan Pengadilan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perbandingan pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh dengan pengangkatan kepala Kejaksaan Tinggi di wilayah Kejaksaan Republik Indonesia , kemanfaatan yang di timbulakan dan mencari solusi terhadap permasalahan yang ada. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang menitik beratkan pada penelitian perpustakaan yang didapatkan dari bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data yang diperoleh disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif  yang disajikan dalam bentuk deskriptif untuk mengkaji kejelasan terhadap permasalahan yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian diketahui, Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh. Jaksa Agung terlebih dahulu mengajukan calon Kepala Kejaksaan Tinggi dan selanjutnya gubernur memberikan pertimbangannya,baru setelah itu di lakukan usulan kepada presiden untuk di keluarkan Surat Keputusan Pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi. Sedangkan pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara berlaku Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Sebaiknya penerapan peraturan yang mengatur tentang pengangkatan Kepala Kejaksaan Tinggi perlu dilakukan pengkajian ulang terhadap kebutuhan masyakarat dan juga memperhatikan hal-hal lainnya seperti kemanfaatan terhadap Wilayah Hukum Kejaksaan Tinggi Aceh, sehingga tidak terkesan mengenyampingkan kepentingan umum,dan mengedepankan sikap independensi Kejaksaan Tinggi Aceh dalam penegakan hukum di Aceh.
PERANAN PEMERINTAH DESA DALAM MEMBINA KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DESA Tira Fathimah; M. Gaussyah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 7, No 1: Februari 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Desa berwenang membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa. Kenyataannya dalam menjalankan perannya sebagai Kepala Desa dan Pemerintah Desa belum maksimal dalam melaksanakan fungsi pembinaan ketentraman dan ketertiban, termasuk dengan hiburan hajatan masyarakat, yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19 Perda Kabupaten Langkat Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah Desa kurang efektif dalam menjalankan kewenangannya, hal ini dapat dilihat di lapangan, dimana masih ada beberapa pelanggaran dilakukan oleh masyarakat setempat seperti menghidupkan musik hingga larut malam dan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ada yaitu di atas pukul 22.00 WIB. Kata Kunci : Ketentraman, Ketertiban, Masyarakat Desa, Pembinaan, Pemerintah Desa. Abstract  – In carrying out his duties, the Village Head is authorized to foster peace and oerder in the village community. In fact, in carrying out their roles as village Heads and Village Government, they have not been maximal in carrying out the function of fostering peace and order, including entertainment for community celebrations, which is as Regulated in Article 19 of the Langkat Regency Regional Regulation Number 8 of 2019 concerning the implementation of public order and public peace. In this case, the Village Government is less effective in carrying out is authority, this can be seen in the field, where there are still several violations committed by the local community such as turning on music until late at night and not in accordance with existing regulations, namely at 22.00 WIB. Keywords  : Peace, Order, Village Community, Coaching, Village Government.
Peranan dan Fungsi Polda NAD di Bidang Kamtibmas dalam Kerangka Otonomi Khusus di Provinsi Aceh M. Gaussyah M. Gaussyah
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 12, No 2 (2010): Vol. 12, No. 2, (Agustus, 2010)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: This article aims to explain the role and function of NAD regional police in the law and order function in the specific autonomy in Aceh Province. NAD regional police not only responsible in the national law enforcement, but also responsible in the islamin law enforcement (Islamic Law) as a implementation specific autonomy consequency in Aceh Province. The unclear regulation about the role and function of NAD regional police in the law and order caused the implementation of law and order based on Islamic law still minimize in Aceh. (The Role and Function of NAD Regional Police in the Law and Order in the Specific Autonomy in Aceh Province)