cover
Contact Name
Wahyu Saputra
Contact Email
wahyu@iainponorogo.ac.id
Phone
+6282230400101
Journal Mail Official
alsyakhsiyyah@iainponorogo.ac.id
Editorial Address
Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, Jl. Puspita Jaya, Pintu, Jenangan, Ponorogo, Jawa Timur, Kode Pos: 63492, Telp. (0352) 3592508
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Al-Syakhsiyyah : Journal of Law and Family Studies
ISSN : 27156699     EISSN : 27156672     DOI : https://doi.org/10.21154/syakhsiyyah
Jurnal Al Syakhsiyyah (Journal Of Law and Family Studies) diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah IAIN Ponorogo 2 kali dalam setahun. Jurnal ini dimaksudkan sebagai wadah pemikiran yang terbuka bagi semua kalangan. Artikel yang diterbitkan dalam jurnal ini berupa tulisan-tulisan ilmiah tentang pemikiran konseptual, kajian pustaka, maupun hasil penelitian dalam bidang hukum dan hukum keluarga Islam yang belum pernah dipublikasikan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 97 Documents
UṢŪL AL-FIQH SEBAGAI METODE PENGGALI HUKUM SYARAK Ahmad Suminto; Sisminawati Sisminawati
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i1.2157

Abstract

ABSTRAK : Berkembangnya dunia kontemporer ke arah modernitas memunculkan berbagai persoalan baru yang belum pernah ada sebelumnya. Maka dalam rangka merespon hal tersebut para pengkaji hukum Islam memecahkan dan mencari solusi, antara lain melakukan kajian mendalam dan berijtihaddalam rangka reinterpretasi terhadap sumber-sumber tekstual. Namun, sebagai implikasinya muncul pertanyaan tentang kompetensi para pengkaji hukum Islam saat ini untuk melakukan istinbat hukum, apakah mereka memiliki kapasitas untuk melakukan ijtihad tersebut. Kompetensi dan kapasitas para pengkaji hukum Islam dapat dikaji melalui usul al-fiqh sebagai metode penggali sumber hukum syarak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan usul al-fiqh sebagai metode penggali hukum syarak, yang dimulai dari pembahasan latar belakang dan tantangan ilmiah kelahiran ilmu, manfaat mempelajari, tugas dan tujuan usul al-fiqh, urgensi usul al-fiqh, kemudian pembahasan-pembahasan (objek) usul al-fiqh sebagai metode penggali hukum syarak. Metode penulisan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dengan pendekatan kualitatif deskriptif-analitik. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa secara spesifik, usul al-fiqh dicetuskan untuk menerapkan kaidah dan pembahasannya pada dalil-dalil yang detail untuk diambil hukum syaraknya. Tujuan dari usul al-fiqh adalah dengan kaidah dan pembahasannya itu dapat dikeluarkan suatu hukum yang tidak memiliki nass dengan cara qiyas, istihsan, istishab, dan lainnya dapat benar-benar dipahami hukum yang telah dikeluarkan oleh imam-imam mujtahid, dapat dijadikan penimbang (sebab-terjadinya) perbedaan madhab di antara mereka terhadap satu bentuk kejadian. Objek kajian dari usul al-fiqh adalah sumber umum hukum syarak itu sendiri dan hukum umum yang diperoleh dari sumber umum hukum syarak. Adapun pokok pembahasan usul al-fiqh adalah mengenai metodologi penetapan hukum-hukum tersebut. Usul al-fiqh meninjau dari segi metode penetapan hukum, klasifikasi argumentasi, serta situasi dan kondisi yang melatarbelakangi dalil-dalil tersebut. Dalam hal ini objek pembahasan usul al-fiqh adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan metodologi yang dipergunakan oleh ahli fikih di dalam menggali hukum syarak.
Human–Computer Interaction (HCI) dan Implikasinya Terhadap Perubahan Pola Komunikasi Keluarga Ika - Rusdiana
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i1.2984

Abstract

Komunikasi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sehingga dinyatakan “communication is the essence of human Life”, pernyataan ini menegaskan bahwa tanpa komunikasi yang efektif, keberlangsungan hidup manusia akan terganggu, bahkan dalam konteks kehidupan keluarga,  akan sangat berpotensi memunculkan disfungsi pada sistem keluarga. Fenomena yang terjadi pada kehidupan keluarga modern saat ini, yang ditandai dengan hadirnya teknologi informasi, disinyalir merupakan salah satu faktor penyebab bergesernya sistem dan pola komunikasi keluarga, yakni dari pola konvensional tatap muka ke pola modern melalui media online. Pola komunikasi keluarga merupakan satu kerangkan kerja yang menekankan pada cara individu dalam berinteraksi satu sama lain. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi manusia dengan teknologi telah membentuk satu ritme baru dalam kehidupan sehari-hari keluarga, yakni ritme interaksi yang semakin kompleks, yang tidak hanya interaksi secara “nyata”, tetapi juga interaksi secara “maya”. Penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana implikasi human-computer interaction terhadap perubahan pola komunikasi keluarga di kabupaten ponorogo. Dengan pendekatan kualitatif, ditemukan bahwa intensitas interaksi antara manusia dan teknologi telah mereduksi unsur-unsur dalam keberfungsian sistem keluarga, yakni: 1) interdependensi; 2) wholeness; 3) pola/regulasi diri; 4) kompleksitas interaktif; 5) Openness; 6) Hubungan yang kompleks; 7) Kesamaan (Equifinality). Dalam pola komunikasi keluarga, unsur-unsur tersebut turut menentukan perubahakan pola komunikasi keluarga yang terdiri dari dimensi percakapan dan dimensi konformitas (kesesuaian). Pada dimensi percakapan, dalam kadar tertentu, keluarga di Kabupaten Ponorogo menunjukkan adanya penurunan minat dalam membicarakan topik/permasalahan tertentu dalam keluarga, bahkan cenderung muncul rasa kurang nyaman dalam menyampaikan berbagai informasi pribadi. Kondisi ini berkaitan dengan meningkatnya dimensi kedua, yakni dimensi kesesuaian (konformitas). Pada dimensi kesesuaian (konformitas), anggota keluarga; baik anak-anak maupun orang tua, kerap menunjukkan sikap ekspresif yang menunjukkan adanya ketidaksepahaman pemikiran dengan anggota keluarga yang lain. Dalam konteks pola komunikasi keluarga, meningkatnya dimensi konformitas cukup berpotensi dalam memunculkan konflik keluarga, karena masing-masing anggota keluarga mengedepankan sisi individualitasnya berdasarkan kesesuaian yang diyakininya.
REINVENSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF TAFSIR KONTEMPORER AL-QUR’AN Muhamad Taufik Kustiawan; Supriyanto Agus Jibu
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i2.2597

Abstract

ABSTRAK: Tulisan ini merupakan kegelisahan penulis terhadap tafsir Alquran tentang pemahaman syariah yang dimaknai sebagai hukum Islam (hukum Tuhan). Kondisi demikian memunculkan beragam pandangan di kalangan para mufasir tekstual (teosentris) dan mufasir kontemporer (antroposentris) dalam mengemukakan tafsir untuk memberikan penjelasan terhadap makna syariah. Sebab, makna syariah ini sering dijadikan landasan dasar hukum serta legitimasi untuk mendukung politik-praktis bagi sejumlah gerakan paham Islam konservatif sebagai bagian dari melaksanakan kewajiban membela Tuhan. Pandangan demikian bertentangan dengan para pemikir Islam kontemporer seperti Abdullahi Ahmed An-Na’im, Muhommad Hasim Kamali, Fazlur Rahman, Asghar Ali Engineer, Khaled M. Abou El-Fadl, dan lain-lain. Pemikir Islam di atas cenderung memahami syariah sebagai jalan menuju kebahagiaan serta kebijaksanaan untuk semua umat manusia. Bagi kalangan pemikir Islam kontemporer, syariah bukanlah diartikan sebagai hukum Tuhan yang keras dan kaku, melainkan sebuah metodologi hukum Islam yang memiliki ciri keterbukaan dan antiotoritarianisme. Maka, seumpama makna syariah secara komunal ditafsirkan demikian tentu dapat meminimalisir terjadinya konflik kekuasaan politik Islam yang sering kali mengatas namakan Tuhan, seperti aksi terorisme yang menimbulkan aksi kekerasan. Sehingga, untuk mengkaji tafsir terhadap makna syariah, penulis menggunakan teori fikih akbar yang digagas oleh Hamim Ilyas. Teori tersebut menunjukan bahwa untuk memahami prinsip-prinsip teologi Islam, perlu memahami fikih, akidah, ra’yu, konteks, fungsi akidah, sebagai pedoman untuk mempelajari nilai-nilai spiritualitas dalam ilmu-ilmu agama Islam. Dapat dikatakan, bahwa penelitian ini merupakan penelitian kualitatif (library research) yang lebih menekankan sumber-sumber teks. Sehingga penelitian ini dapat berkontribusi memberikan penjelasan secara mendalam tentang tafsir Alquran dari pandangan pemikir Islam kontemporer dalam memaknai syariah.
MASYARAKAT MILENIAL MELEK HUKUM AKSELERASI PRODUK HALAL BERJAYA DI PENTAS DUNIA Martha Eri Safira; Rifah Roihanah; Uswatul Hasanah; Lailatul Mufidah
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v1i2.2029

Abstract

Mendapatkan produk-produk yang aman, higinis dan sesuai dengan syariat juga merupakan hak asasi manusia. Segala produk yang sudah terjamin kehalalannya sudah jelas produk tersebut aman dan sehat.Berlakunya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (selanjutnya disingkat UUJPH), maka sudah barang tentu produksi barang-barang harus memiliki label halal, baik makanan, minuman, obat-obatan, vaksin, suplemen makanan, dan kosmetik. Bila dilihat dari pengertian pelaku usaha dalam UUJPH Pasal 1 point 10 dijelaskan bahwa pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia. Dari pengertian tersebut jelas bahwa semua pelaku usaha yang menghasilkan suatu barang atau produk wajib mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikasi halal. Sedangkan yang dimaksud produk yang harus mendaftarakan produknya untuk memperoleh sertifikasi halal berdasarkan ketentuan Pasal 1 point 1 UUJPH adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk rekayasa genetic, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Pengertian masyarakat mencakup orang perorangan atau konsumen sebagai pemanfaat akhir dari suatu produk secara keseluruhan, tidak ada spesifikasi khusus untuk umat Islam. Kemudian ditegaskan pula dalam Pasal 4 UUJPH bahwa produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Maka dari sini timbul pertanyaan sudahkah masyarakat milenial saat ini paham dan mengerti tentang produk halal, manfaatnya dan keamanannya, bagaimana upaya pemerintah dalam memperkenalkan arti penting produk halal bagi masyarakat milenial saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahamkan kepada masyarakat akan arti penting mengkonsumsi produk yang halal.
WASIAT WAJIBAH KEPADA ANAK ANGKAT, NON MUSLIM DAN ANAK TIRI (FORMULASI HUKUM WASIAT WAJIBAH DALAM PASAL 209 KOMPILASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA) Khotifatul Defi Nofitasari
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i2.3370

Abstract

Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia memasukkan adanya wasiat wajibah bukan kepada cucu yang telah ditinggal mati orangtuanya dan terhijab oleh paman seperti halnya di negara-negara muslim lainnya. Wasiat wajibah yang diatur dalam pasal 209 ditujukan kepada anak angkat dan orang tua angkat. Perkembangan penerapan wasiat wajibah di Indonesia jauh berkembang melalui terobosan-terobosan hukum ijtihad hakim. Tidak hanya kepada anak dan orang tua angkat, wasiat wajibah di Indonesia juga diberikan kepada anak atau keluarga non muslim dengan adanya putusan tingkat kasasi yang menjadi rujukan. Dewasa ini, pembahasan lebih luas tentang objek pemberian wasiat wajibah di Indonesia kembali terjadi. Pembahasan tersebut berkenaan dengan adanya pemberian wasiat wajibah kepada anak tiri, walaupun hal tersebut masih menjadi pro dan kontra diantara para mujtahid dalam hal ini majelis hakim. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan metode analitis deskriptip analitik. Objek kajian penelitian ini adalah Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam dan beberapa putusan wasiat wajibah kepada non muslim serta anak tiri. Penelitian ini menggunakan perspektif Normatif dan Sosiologis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji lebih dalam formulasi hukum terhadap wasiat wajibah di Indonesia, baik pasal yang berlaku yaitu pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, serta yurisprudensi wasiat wajibah dan perkembangan penerapannya.Kata kunci: Wasiat Wajibah, Formulasi Hukum, Kompilasi Hukum Islam
KEADILAN HUKUM DALAM PERATURAN PERLAKUAN BAGI TAHANAN DAN NARAPIDANA LANJUT USIA Farida Sekti Pahlevi
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 1, No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v1i1.1824

Abstract

AbstractThe existence of norms in the social life of the community becomes a joint responsibility in maintaining sustainable moral and ethical values by the environmental conditions of the community itself, the aim is to build a society of values with the principles of justice and goodness. Sanctions are given as the final verdict of any violations committed by citizens as a form of responsibility for all their actions. In principle, the sanctions given are as guidance, empowerment, and education for citizens who provide lessons and experience so that it will be a good thing in the future. The issuance of Permenkumham No. 32 of 2018 is an effort to uphold the law and provide clarity on the status of detainees and elderly prisoners. On one side related to the regulation also caused anxiety, whether the issuance of the Permenkumham is by the nature of legal justice. Given the high number of detainees and elderly prisoners, it provides a reality that an elderly person is still very vulnerable to committing unlawful acts or actions.Keywords: Legal Justice, Prisoners, Prisoners, Elderly AbstrakKeberadaan norma dalam kehidupan sosial masyarakat menjadi tanggung jawab bersama dalam mempertahankan nilai-nilai moral dan etika yang berkelanjutan sesuai dengan kondisi lingkungan masyarakat itu sendiri, tujuannya untuk membangun masyarakat yang bertata nilai dengan prinsip keadilan dan kebaikan. Sanksi diberikan sebagai putusan akhir dari setiap pelanggaran yang dilakukan oleh warga negara sebagai wujud tanggung jawab atas segala perbuatannya. Pada prinsipnya, sanksi yang diberikan adalah sebagai pembinaan, pemberdayaan, dan pendidikan bagi warga negara yang memberikan pelajaran dan pengalaman agar kiranya menjadi sebuah kebaikan dikemudian hari. Penerbitan permenkumham no 32 tahun 2018 tersebut sebagai upaya penegakan hukum dan memberikan kejelasan terhadap status tahanan dan narapidana lanjut usia. Disatu sisi terkait dengan peraturan tersebut juga menimbulkan kegelisahan, apakah dengan diterbitkannya permenkumham tersebut benar-benar sudah sesuai dengan hakikat keadilan hukum. Mengingat jumlah tahanan dan narapidana lanjut usia yang begitu tinggi, memberikan suatu kenyataan bahwa sesorang yang sudah lanjut usia masih sangat rentan melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum.
Tinjauan Maslahat al Mursalat Terhadap Penerapan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Wali Hakim Elfa Erfiana
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i2.3543

Abstract

Dalam Peraturan menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim dalam Pasal 2 Ayat (1) tentang Wali Hakim dalam Pasal 2 ayat (1) Mempelai wanita yang berada di luar negeri dan Pasal  3 Ayat (3) tentang calon mempelai wanita yang berada di daerah terpencil yang menggunakan wali hakim. Karena dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa perwalian dalam pernikahan  adalah wali hakim, baik mereka yang berada di luar negeri atau pun yang berada di daerah terpencil. sehingga pembahasan mengenai apa maslahat atau manfaat yang diberikan atas peraturan tersebut. Wali hakim adalah wali yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau peabat yang ditunjuk olehnya dan diberi hak dan kewenangan bertindak sebagai wali nikah. Penelitian ini merupakan penelitian tentang penerapan peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tang tang wali hakim yang ditinjau dari Maslahat al Mursalat atau manfaat yang ditimbulkan dari peraturan tersebut terhadap Mempelai wanita yang berda di luar negeri dan daerah terpencil. Metode penelitian cini menggunakan penelitian pustaka menggunakan metode kualitatif . Teknik pengumpulan data adalah dokumentasi atau pengumpulan data literer penelitian yang menggunakan buku-nuku sebagai sumber datanya yang berkaitan dengan objek penelitian. Penelitian ini jga menggunakan sumber-sumber ilmiah  laainnya yang relevan dengan pembahasan penelitian ini, seperti skipsi,thesis,jurnal dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan dapat disimpulkan Tinjauan maslahat al mursalat  terhadap Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 tentang wali hakim bagi calon mempelai wanita yang berada di luar negeri merupakan maslahat hajiyat yang berarti persoalan manusiayang dibutuhkan oleh manusia untukmenghilangkan kesulitan yang dihadapi. Terhadap calon mempelai wanita yang beraada di daerah terpencil juga merupakan maslahat hajiyat.
ANALISIS YURIDIS TENTANG HADA >NAH (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Kabupaten Madiun 0646/ Pdt.G/2015/PA.Kab.Mn) Asit Defi Indriyani
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v1i2.2024

Abstract

Pemeliharaan anak adalah kewajiban orang tua, tetapi untuk penguasaan anak harus mengikuti salah satu dari orang tuanya baik ayah ataupun ibunya. Pengasuhan anak bukan merupakan permasalahan jika masing-masing orang tua merelakannya untuk di asuh bersama, Akan tetapi bila timbul perselisihan mengenai hak asuh anak maka akan di putus melalui pengadilan untuk mementukan siapa yang memegang hak asuh pasca perceraian. Menengok pada aturan dalam KHI Pasal 105 bilamana anak belum mumayyiz maka hak asuh ada pada ibunya. Pengadilan Agama Kabupaten Madiun adalah salah satu lembaga peradilan yang mempunyai wewenang dalam menerima, memeriksa dan memutuskan perkara dari akibat perceraian salah satunya adalah hak asuh anak. Pada tahun 2015 ada satu gugatan yang dilanjutkan perebutan hada>nah yang diberikan kepada ayahnya, sedangkan secara normative seharusnya hak asuh anak diberikan pada ibunya yakni dalam putusan nomor : 0646/Pdt.G/2015/PA.Kab.Mn
KONTEKSTUALISASI KONSEP NAFKAH RAMAH GENDER PERSPEKTIF MURTAḌHĀ MUṬHAHHARI DAN FAQIHUDDIN ABDUL KODIR Soleh Hasan Wahid
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 1, No 2 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v1i2.2030

Abstract

Dewasa ini, isu yang paling sering dimunculkan kaum feminis Barat adalah berkaitan dengan pekerjaan domestik, persoalan nafkah khususnya dalam teks klasik kitab-kitab fiqh yang menurut mereka memposisikan perempuan sebagai pihak penerima seolah-olah ia diberi upah atas pekerjaan domestiknya. Untuk mencounter isu negatif tersebut Murtaḍhā Muṭhahhari dan Faqihuddin Abdul Kodir mencoba menggunakan pendekatan baru dalam melakukan reintepretasi terhadap teks al-Qurr’ān. Metodologi terbaru kedua feminis muslim tersebut di klaim sebagai pendekatan yang paling relevan dewasa ini. Melalui teori latarbelakang tersebut kemudian dalam kajian ini dapat dipertanyakan beberapa hal berikut: (1) Bagaimana gambaran deskriptif persoalan nafkah perspektif Murtaḍhā Muṭhahhari? (2) Bagaimana gambaran deskriptif persoalan nafkah perspektif Faqihuddin Abdul Kodir? Bagaimana kontekstualisasi persoalan nafkah perspektif Murtaḍhā Muṭhahhari dan Faqihuddin Abdul Kodir? Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah analisis komparatif-deskriptif. Berdasarkan analisis pemikiran kedua tokoh feminis muslim tersebut didapatkan kesimpulan sebagai berikut; (1) Murtaḍhā Muṭhahhari dalam konsep nafkah berpendapat bahwa nafkah merupakan tanggung jawab laki-laki. Namun, tanggung jawab tersebut tidak berdasarkan superitotas laki-laki atas perempuan melainkan bentuk perpaduan antara landasan prinsip kesamaan dengan unsur kodrat alamiah laki-laki dan perempuan. (2) Berdasarkan metodologi mubādalah Faqihuddin Abdul Kodir menyimpulkan bahwa persoalan nafkah merupakan urusan keduanya dalam kehidupan keluarga, keduanya saling bertangung jawab dalam urusan nafkah keluarga. (3) Dalam kontekstualisasi pemikiran kedua feminis tersebut di atas didapatkan sintesa pemikiran bahwa prinsip kesalingan (mubādalah) haruslah tetap dalam bingkai prinsip persamaan sehingga tetap mempertahankan prinsip keadilan universal dalam al-Qur’ān.
TOLERANSI BERAGAMA (Toleransi Masyarakat Muslim dan Budha di Dusun Sodong Perspektif Islam) Umarwan Sutopo
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i2.3395

Abstract

Indonesia sebagai negara yang majemuk memiliki beragam suku, bahasa, ras bahkan agama. Perbedaan itu menyimpan potensi positif sebagai kekuatan dan kekayaan bangsa. Namun demikian seandainya tidak dirawat dengan baik, potensi positif tersebut berubah menjadi negatif, yaitu konflik yang merugikan masing-masing pihak. Usaha untuk merawat kemajemukan tersebut adalah menumbuhkembangkan toleransi. Masyarakat Sodong sebagai kumpulan 2 (dua) komunitas beragama berbeda memberikan potret bahwa mereka telah mengimplementasikan hal tersebut secara intens dalam aspek sosial, ekonomi, politik dan bahkan persoalan agama. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, bagaimana bisa penganut agama yang berbeda memahami dan mengejawantahkan toleransi yang begitu besar dalam kehidupan sehari-hari, padahal setiap agama secara lazim mempunyai ciri khas dan batasan-batasan hubungan dengan agama lainnya?, terkecuali daripada itu, bagaimana pandangan islam  terhadap kenyataan tersebut, karena  nyatanya islam sebagai agama pedoman hidup muslim memiliki pandangan sendiri kaitannya dengan toleransi. Penelitian ini bercorak field research dengan mendeskriptifkan terhadap persepsi dan perilaku masyarakat Sodong terhadap toleransi berikut pandangan islam terhadapnya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa toleransi agama yang terbangun di sana tidak semata-mata berlatar belakang agama, melainkan juga berasal dari aspek sosial, budaya dan politik. Praktik-praktik toleransi yang telah terjadi perlu penguatan, terutama di bidang sosial kemasyarakatan. Adapun pada persoalan yang bersinggungan dengan agama masih membutuhkan perhatian dan peran edukasi pemuka  muslim agar toleransi tidak mengarah pada tindakan sinkretisme.Kata Kunci:Sodong, toleransi beragama. Indonesia as a pluralistic country has various ethnicities, languages, races and even religions. The difference holds positive potential as the strength and wealth of the nation. However, if it is not properly cared for, the positive potential turns into a negative one, namely a conflict that harms each party. Efforts to maintain this plurality is to cultivate tolerance. The Sodong community as a collection of 2 (two) different religious communities provides a portrait that they have implemented this intensely in social, economic, political and even religious aspects. This of course raises the question, how can adherents of different religions understand and manifest such great tolerance in daily life, even though every religion in general has characteristics and limitations on relations with other religions? to this fact, because in fact Islam as a religion as a way of life for Muslims has its own views regarding tolerance. This research is a field research by describing the perception and behavior of the Sodong community towards tolerance and the Islamic view of it. The results of the study reveal that the religious tolerance that is built there is not solely a religious background, but also comes from social, cultural and political aspects. Tolerance practices that have occurred need to be strengthened, especially in the social field. As for issues that intersect with religion, it still requires attention and the educational role of Muslim leaders so that tolerance does not lead to acts of syncretism. Keywords:Sodong, religious tolerance.

Page 5 of 10 | Total Record : 97