cover
Contact Name
Wahyu Saputra
Contact Email
wahyu@iainponorogo.ac.id
Phone
+6282230400101
Journal Mail Official
alsyakhsiyyah@iainponorogo.ac.id
Editorial Address
Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, Jl. Puspita Jaya, Pintu, Jenangan, Ponorogo, Jawa Timur, Kode Pos: 63492, Telp. (0352) 3592508
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Al-Syakhsiyyah : Journal of Law and Family Studies
ISSN : 27156699     EISSN : 27156672     DOI : https://doi.org/10.21154/syakhsiyyah
Jurnal Al Syakhsiyyah (Journal Of Law and Family Studies) diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah IAIN Ponorogo 2 kali dalam setahun. Jurnal ini dimaksudkan sebagai wadah pemikiran yang terbuka bagi semua kalangan. Artikel yang diterbitkan dalam jurnal ini berupa tulisan-tulisan ilmiah tentang pemikiran konseptual, kajian pustaka, maupun hasil penelitian dalam bidang hukum dan hukum keluarga Islam yang belum pernah dipublikasikan.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 97 Documents
POLA PEMENUHAN HAK ASUH ANAK PADA KELUARGA BURUH MIGRAN INDONESIA: AN MAQASHID SHARIAH PERSPECTIVE Lukman Santoso; Dawam Abror
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i1.2160

Abstract

ABSTRAK : Dalam institusi keluarga, pemenuhan hak-hak anak menjadi bagian urgen yang harus diperhatikan orang tua. Banyak kasus yang muncul di masyarakat bagaimana hak anak terabaikan karena berbagai faktor, semisal karena pekerjaan, kesibukan, kepentingan orang tua, dan bahkan ketika menjadi tenaga kerja di luar negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi tentang bagaimana pola pemenuhan hak asuh anak keluarga tenaga kerja Indonesia di Desa Madusari Ponorogo di tinjau dari perundang-undangan dan maqāṣid sharī’ah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Adapun teknik pengumpulan data adalah menggunakan teknik interview (wawancara), observasi dan kajian dokumen. Kesimpulan yang diperoleh sebagai temuan hasil penelitian yaitu: Pertama, pelaksanaan pemenuhan hak asuh anak dalam keluarga Tenaga Kerja Indonesia di Desa Madusari Ponorogo sebagian sudah terlaksana dan sebagian belum terlaksana dengan baik. Adanya dampak yang serius terhadap anak yang ditinggal pergi menjadi Tenaga kerja Indonesia. Walaupun kebutuhan anak tercukupi tetapi hal lain seperti masalah pendidikan anak masih belum terpenuhi dengan baik yang berakibat bagi masa depan sang anak yang kurang baik. Kurangnya kasih sayang dari orang tuanya langsung menyebabkan anak kurang diperhatikan. Hal ini sangat berdampak bagi karakter anak yang cenderung mengarah pada prilaku negatif. Kedua, pelaksanaan pemenuhan hak asuh anak dalam keluarga Tenaga Kerja Indonesia di Desa Madusari Ponorogo secara umum masih belum semuanya terpenuhi. Memelihara segala sesuatu yang bersifat pokok (ḍaruriyyah) sesuai dengan tujuan hukum Islam yaitu memelihara agama (ḥifḍ ad-dīn), memelihara jiwa (ḥifḍ an-nafs), memelihara akal (ḥifḍ al-ʻaql), memelihara keturunan (ḥifḍ an-nasb), memelihara harta (ḥifḍ al-māl) yang kesemua itu merupakan bagian dari maqāṣid al-sharī’ah masih ada yang terabaikan. Hal ini sangat berpengaruh bagi kemaslahatan anak. Hal ini dapat membahayakan bagi prilaku anak yang akan menimbulkan kemadharatan bagi masa depan anak.
Relasi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Analitis Relevansi Hak Dan Kewajiban Suami Istri Berdasarkan Tafsir Ahkam Dan Hadits Ahkam) Sifa Mulya Nurani
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i1.2719

Abstract

Sepasang suami istri memiliki peran yang signifikan dalam menjalankan semua kewajiban rumah tangganya. Selain kewajiban yang dijalani, sepasang suami istri juga memiliki hak yang melekat pada keduanya. Oleh karena itu suami istri dituntut untuk menjalankan hak dan kewajiban secara adil dan berimbang. Penafsiran al-Quran tentang ayat yang menjelaskan tentang relevansi hak dan kewajiban suami istri tentu perlu dijelaskan dengan Hadits. relasi suami istri dalam pernikahan merupakan mitra yang sejajar dan bukan relasi subordinasi dari suami dan mengabaikan hak-hak istri. Karena itu istri memiliki hak-hak dalam rumah tangga, baik berkaitan dengan tempat tinggal, nafkah, maupun rasa aman. Sehingga dari konteks tersebut, perlu kita ketahui bagaimana relevansi antara tafsir ayat Al-Qur’an dan Hadits.Artikel ini memberikan kesimpulan bahwa pertama Relasi antara Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Rumah tangga menimbulkan beberapa hak dan kewajiban yang setara atas keduanya, di antaranya adalah hak Istri atas suami, Hak Suami atas Istri, dan Hak bersama. Kedua, penafsiran ayat ahkam dengan relevansinya terhadap Hadits ahkam tentang hak dan kewajiban suami dan Istri dalam hubungan rumah tangga dapat dibagi menjadi kewajiban suami yang menjadi hak istri dalam al-Qur’an disebutkan Bahwa suami harus memberi nafkah istri, memperlakukan istri dengan ma’ruf baik dalam sehari-hari maupun dalam menggaulinya ini sejalan dengan tafsir Hadits Asy ’ari bahwa suami mempunyai tanggung jawab penuh atas istri baik mengenai nafkah dan perlakukan kepadanya. Sedangkan kewajiban istri yang menjadi hak suami dalam al-Qur’an disebutkan ayat bahwa istri harus menjaga segala sesuatu yang berkenaan dengan milik suami, ini sejalan dengan tafsir Hadits tentang segala hal termasuk keluar rumah, berdandan, menggunakan harta, masalah perizinan haruslah meminta izin dahulu kepada suami karena suami merupakan ladang surga dan bisa menjadi lading neraka bagi seorang istri.
PELINDUNGAN TERHADAP WARGA NEGARA INDONESIA SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA TERORISME DI LUAR NEGERI Susilaningtias Susilaningtias
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i2.2599

Abstract

ABSTRAK: Pemerintah menerbitkan peraturan yeng mengatur tentang perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana terorisme di luar negeri. Mereka memiliki hak yang sama dengan korban tindak pidana terorisme di dalam negeri. Sehingga tentu pemenuhan hak-haknya akan menemui berbagai tantangan mengingat pemenuhan dapat dilakukan baik ketika mereka kembali ke Indonesia dan/atau di negara setempat terjadinya tindak pidana terorisme, yang tentu memiliki system hukum yang berbeda. Lebih lanjut pemenuhan ini juga tentu akan dibatasi dengan relasi-relasi diplomatic yang harus diterapkan seperti dituangkan di dalam Konvensi Wina. Selain itu, jika muncul perbedaan pandangan antara Indonesia dan negara setempat mengenai suatu peristiwa dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme atau tidak, hukum mana yang akan diterapkan. Tantangan ini berpotensi muncul karena sampai detik ini PBB gagal merumuskan definisi terorisme karena perbedaan pandangan di antara negara-negara anggotanya. Dalam semua tantangan dan keterbatasan tersebut, lalu bagaimana rentang tanggung jawab negara untuk memberikan pelindungan kepada WNI yang menjadi korban tindak pidana terorisme di luar negeri. 
STRATEGI DAN ADVOKASI PONDOK PESANTREN DALAM MENYELESAIKAN MASALAH KONFLIK SOSIAL (Studi Analisis Pondok Pesantren Al-Ittihad Jabung Lampung Timur) Tedi Hilmawan
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i1.2165

Abstract

ABSTRAK : Konflik sosial dengan melibatkan tindak kekerasan masa masih sering terjadi Lampung, Salah satunya di Jabung, Lampung Timur. Secara umum, konflik disebabkan karena persoalan politik, ekonomi, sosial budaya antar umat beragama, suku etnis, masyarakat dengan pelaku usaha dan distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang. Pondok Pesantren  sebagai bagian dari gerakan Civil Society selain melaksanakan institusi pendidikan, pada dasarnya dapat memberikan kontribusi besar dalam upaya menjaga keharmonisan simpul sosial kemasyarakatan dalam upaya mecegah konflik sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Strategi dan Advokasi Pondok Pesantren Al-Ittihad dalam Menyelesaikan Masalah Konflik Sosial di Jabung? Bagaimana relasi dalam penyelesaian konflik?. Metode penelitian yang digunakan  adalah deskriptif kualitatif. Teknik pengambilan data melalui wawancara dan dokumentasi. Dalam implementasinya strategi  dan advokasi yang  dilakukan Pondok Pesantren Al-Ittihad adalah strategi persuasi dan edukasi. Strategi persuasi dilakukan dengan melakukan rapat, lokakarya, koalisi, lobi, media, dan demo. Upaya perdamaian yang dilakukan adalah menggelar dialog publik bekerjasama HPJ (Himpunan Pemuda Jabung) dan Gerakan Pemuda Ansor melibatkan pemerintah dan tokoh masyarakat. Selanjutnya, Strategi Edukasi Pondok pesantren dilakukan dengan kegiatan pengajian seperti solawat (Masbroan), istigotsah dan thoriqoh. Dalam upaya penyelesaian konflik, Pondok pesantren lebih dominan bertindak langsung ke masyarakat.
Problematika dan Solusinnya Tentang Penentuan Waktu Shalat dan Puasa di Daerah Abnormal (Kutub) Imroatul Munfaridah
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i1.2985

Abstract

Dalam Islam shalat mempunyai tempat yang khusus dan fundamental, karena shalat merupakan salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan, sebagaimana yang terdapat dalam surat an-Nisa’ayat 103 yang artinya: ”sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. Yang dimaksud didalam ayat tersebut adalah anjuran untuk melaksanakan shalat sesuai dengan waktunya, artinnya tidak boleh menunda dalam menjalankannya, sebab waktu-waktunya telah ditentukan dan kita wajib untuk melaksanakannya, sebagaimana yang telah terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah. Begitu juga dalam hal puasa, waktu mulai dan berakhirnya puasa juga sudah ditentukan. Kemudian sejak dahulu para ulama juga berbeda pendapat tentang masalah shalat dan puasa di daerah abnormal. Mereka telah banyak mengeluarkan pernyataan dalam kaitan perbedaan musim dan pergantiannya dikaitkan dengan datangnya bulan Ramadhan. Hal ini membuat problem atau masalah bagi umat Islam yang tinggal di daerah abnormal atau dekat dengan kutub. Ada beberapa kemungkinan untuk melaksanakan shalat dan puasa di daerah abnormal atau kutub,  yaitu:  1. Ada wilayah yang bulan-bulan tertentu mengalami siang selama 24 jam dalam sehari. Dan sebaliknya, pada bulan-bulan tertentu akan mengalami malam selama 24 jam dalam sehari.  Dalam kondisi ini, masalah jadwal shalat disesuaikan dengan jadwal shalat dan puasa wilayah yang terdekat dengannya dimana masih ada pergantian siang an malam setiap harinya. 2. Ada wilayah yang pada bulan teretntu tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat `isya`nya saja dengan waktu di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa (mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa membedakan antara dua mega itu. 3. Ada wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya. Dalam kondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Dari kemungkinan tersebut umat Islam yang tinggal di daerah abnormal bisa memutuskan dan memilih berdasarkan wilayah tempat tinggal mereka.
MENELISIK REGULASI PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING (TKA) TERHADAP EKSISTENSI PEKERJA LOKAL DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KEADILAN HUKUM Lailatul Mufidah; Uswatul Khasanah; Qonita Qurrota A’yun
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i2.2594

Abstract

ABSTRAK: Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2008 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai upaya untuk meningkatkan investasi, alih teknologi dan alih keahlian kepada pekerja lokal, serta perluasan kesempatan kerja. Oleh karena itu, investasi asing di Indonesia sepenuhnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, regulasi tersebut menimbulkan keresahan di masyarakat karena dinilai lebih memihak dan memudahkan masuknya pekerja asing. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 9, di mana izin menggunakan TKA tidak diperlukan lagi cukup dengan RPTKA. Selain itu, masih banyak TKA di Indonesia yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan dan keahlian sebagaimana diatur dalam Pasal 5, sehingga tujuan diundangkannya regulasi tersebut sebagai alih keahlian dan teknologi tidak benar-benar terjadi. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan prinsip keadilan hukum untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Sanksi dan norma bagi pengguna TKA yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan harusnya diterapkan, karena meningkatnya jumlah investor yang turut serta membawa pekerja kasar dari negara asalnya sangat kontradiktif dengan jumlah angkatan kerja di Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya.
HISTORISITAS DAN TUJUAN POLIGAMI: PERSPEKTIF INDONESIA DAN NEGARA MUSLIM MODERN FAHIMUL FUAD
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i1.2161

Abstract

ABSTRAK : Pembahasan poligami kerap memunculkan perdebatan. Pasalnya, dalam sumber pokok ajaran Islam, poligami hadir dalam bingkai teks hukum yang tidak seragam. Penafsiran dan pemahaman terhadap sumber-sumber teks tersebut pada perkembangannya diberbagai negara muslim juga beragam, tidak terkecuali di Indonesia. Kajian ini bertujuan mengulas tentang pengaturan poligami yang tertuang dalam dinamika perundang-undangan, dengan melihat fakta dan latar sejarah serta tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan pendekatan riset pustaka (library research). Metodologi yang dipakai adalah deskripstif-komparatif, yaitu menggambarkan aturan poligami, baik dari fikih klasik maupun perundang-undangan modern. Konteks perundangan-undangan yang dimaksud adalah undang-undang Indonesia dan membandingkannya dengan undang-undang Negara muslim lainnya. Penelitian ini diharapakan mampu memberikan pemahaman tentang makna poligami yang lebih berkeadilan, di mana dalam konteks Negara modern, diwujudkan melalui aturan hukum yang bersifat legal dan memiliki daya ikat hukum.  Dari hasil kajian yang dilakukan, dapat ditarik benang merah sebagai kesimpulan, Pertama, Poligami dalam fikih dihukumi boleh, dengan jumlah istri maksimal empat orang. Secara normatif, syarat untuk mampu berlaku adil juga diberlakukan dalam perkawinan poligami. Kedua, Seiring perjalanan waktu dan dinamika kehidupan di dalamnya, muncul tuntutan dari kalangan wanita untuk membuat aturan tentang perkawinan, termasuk poligami yang lebih memberi kepastian hukum dan jaminan perlindungan harkat dan martabat kaum wanita. Dari sini, lahirlah UU perkawinan dimana tercakup di dalamnya masalah poligami. Regulasi ini juga mengatur poligami yang harus melalui institusi negara, dimana di dalamnya diterapkan syarat kebolehan poligami yang cukup ketat. Hal yang sama juga diterapkan di beberapa negara muslim modern, seperti Yordania, Mesir, dan Malaysia. Bahkan, Tunisia dan Turki melangkah lebih berani dengan menetapkan larangan poligami. Ketiga, Tujuan adanya aturan poligami dalam bingkai Undang-undang adalah untuk memberikan kepastian hukum, memberikan penghargaan kepada Kaum wanita, dan dalam rangka mengkontekstualisasikan aturan hukum dengan kondisi kekinian, sehingga lebih relevan dan mampu mewujudkan kemaslahatan.
PENDEKATAN ‘URF TERHADAP LARANGAN NIKAH LUSAN BESAN MASYARAKAT DESA WONODADI KECAMATAN NGRAYUN PONOROGO Niswatul Hidayati
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v3i1.2964

Abstract

Pernikahan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada setiap makhluk-Nya, menikah juga salah satu fase kehidupan yang lazim dilakukan oleh setiap manusia yang sudah akil baligh (siap lahir batin). Suku Jawa dikenal sebagai masyarakat yang selalu memegang teguh adat budayanya, salah satu yang paling menonjol yaitu dalam hal pernikahan. Di Desa Wonodadi kecamatan Ngrayun kabupaten Ponorogo terdapat larangan nikah lusan besan, yaitu anak ketelu dengan anak kepisan atau calon laki-laki sudah pernah menikah dua kali dan calon perempuan baru pertama kali (duda dua kali dan perawan) atau sebaliknya. Lusan besan merupakan pernikahan antara laki-laki yang dari pihak keluarganya sudah pernah menikahkan dua kali dan ketiga kali untuk calon pengantin sekarang. Adapun masyarakat Ponorogo percaya bahwa ketika larangan nikah lusan besan  ini dilanggar maka pasangan pengantin atau bahkan keluarga dari keduanya akan menemui banyak cobaan. Seperti misalnya, meninggalnya salah satu pasangan, atau malah orang tua dari pasangan tersebut bisa meninggal dunia, serta akan terjadinya hubungan keluarga atau suami istri yang tidak rukun. Berbagai mitos ini masih sangat melekat pada kepercayaan masyarakat Ponorogo. Maka, artikel ini hendak menunjukkan bahwa, pertama, larangan pernikahan lusan besan di Desa Wonodadi kecamatan Ngrayun kabupaten Ponorogo dalam perspektif ‘urf merupakan adat istiadat yang tidak harus ditaati karena dalam nash tidak ada ketentuan larangan tersebut. Kedua, adapun ketika pernikahan lusan besan dilangsungkan maka terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya pasangan nikah lusan besan terhindar dari musibah, karena dianggap melanggar tradisi. Ketiga, salah satu syarat dibolehkannya berlangsungnya pernikahan lusan besan di desa Wonodadi kecamatan Ngrayun kabupaten Ponorogo yaitu dengan meniadakan wali.
KEPMENPERINDAG RI NO. 651/MPP/KEP/10/2004 DALAM PRAKTEK PENGOLAHAN DEPOT AIR MINUM ISI ULANG DI KECAMATAN BALONG DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH Achmad Baihaqi; Ervina Nikmaturrohmawati
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 2 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i2.2601

Abstract

ABSTRAK: Lewat pendekatan maslahah, bermacam wujud transaksi bisnis serta macam-macam pembiayaan syariah tidak cuma mempunyai dasar aturan hukum bagaikan dasar untuk mempraktekkanya, namun juga bisa dipelajari dan diteliti secara lebih mendetail tentang kemaslahatannya. Seiring dengan terus berkembangnya peradaban manusia, model-model bisnis terus berinovasi ke wujud yang bertabiat modern, misalnya aktivitas perdagangan air minum isi ulang yang menuju kepada proses pengolahan air yang higienis sehingga langsung bisa diminum. Bersumber pada syarat yang telah disebutkan dalam aturan pemerintah, banyak pelakon bisnis depot air minum higienis yang diisi ulang belum cocok dan sesuai seperti yang di tulis dalam KEPMENPERINDAG RI Nomor. 651/ MPP/ KEP/ 10/ 2004. Distributor memasarkan isi air higienis yang di isi ulang dengan galon yang berlabel. Tidak hanya itu depot air minum higienis tersebut menyediakan pula persediaan ataupun melaksanakan stok air baku yang masih dalam olahan ke dalam galon kosong dalam jumlah yang tak terhitung. Dalam Pendekatan yang digunakan maka penulis menyusunnya ke dalam pendekatan kualitatif. Sedangkan metode pengumpulan informasi merupakan memakai wawancara serta dokumentasi. Analisis informasi memakai tata cara interaktif. Dalam penyusunan ini bisa disimpulkan kalau pemakaian galon berlabel dalam bisnis air isi ulang higienis di Kecamatan Balong tidak sesuai dari peraturan Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan RI Nomor. 651/ KEP/ MPP/ 10/ 2004. Ditinjau dari segi metode maslahah, perihal tersebut tidaklah cocok. Pengisian air higienis ke wadah galon dalam bisnis air minum isi ulang di Kecamatan Balong tidak cocok dengan KEPMENPERINDAG RI Nomor. 651/ KEP/ MPP/ 10/ 2004. Penulis menganalisis dengan teori maslahah perihal tersebut tidak cocok dengan maslahah al- daruriyah serta hifz al- nafs dalam rangka memelihara jiwa, karena buat mempraktekannya, Islam mengharuskan umatnya untuk makan minum dari suatu yang bisa menyehatkan serta bias memberikan ketahanan terhadap jiwa. 
MENUJU FIQIH PROGRESIF (Fiqih Modern Berdasarkan Maqashid Al Syariah Perspektif Jaser Auda) TEGUH ANSHORI
Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies Vol 2, No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21154/syakhsiyyah.v2i1.2166

Abstract

ABSTRAK : Penelitian ini berangkat dari sebuah stigma bahwa Islam dianggap menjadi agama yang kaku dan sebagian orang melabeli Islam sebagai agama garis keras, agama yang statis, agama yang normatif dan tradisional. Mengingat kompleksitas permasalahan Islam yang semakin komplek, perlu adanya rekonstruksi dan reaktualisasi Fiqih atau Hukum Islam yang bersifat abstak dan kaku menjadi Fiqih atau Hukum Islam yang bersifat konkrit dan luwes. Salah satunya adalah tawaran Jaser Auda dalam konsep Maqashid al Syari’ah dalam hukum Islam atau fikih. Jasser Auda mencoba mengkonstruk ulang konsep Maqashid Al Syariah lama yang bersifat protection and preservation menuju pada teori maqashid al syariah yang bersifat pada development and rights. Pendekatan Maqashid Al Syariah adalah pendekatan teori fiqih yang bersifat holistic (Kulliyun) dan tidak membatasi pada teks ataupun hukum parsialnya. Namun lebih mengacu pada prinsip-prinsip tujuan universal. Dalam kajian Maqashid Al Syari’ah, pendekatan sistem dilakukan melalui beberapa langkah, yaitu, Pertama, Memvalidkan semua pengetahuan (multi pendekatan/ilmu). Kedua, Menggunakan Prinsip-prinsip Holistik. Ketiga, Keberanian membuka diri dan melakukan pembaharuan. Keempat, Mengukur qat’i dan ta’arud dari sisi ketersediaan bukti pendukung dan penentuan skala prioritas berdasarkan kondisi sosial yang ada dan bukan dari verbalitas teks. Kelima, Menggunakan pertimbangan Maqashid sebagai pendekatan penetapan Fiqih atau Hukum Islam. Pendekatan Maqashid Al Syari’ah hendaknya dijadikan sebagai tujuan pokok dari semua dasar metodologi linguistik dan rasional dalam Ijtihad, terlepas dari berbagai varian metode dan pendekatanya. Karena, merealisasikan Maqashid Al Syari’ah sebagai sistem, pendekatanya akan dapat mencapai keterbukaan, Pembaharuan, realistis dan fleksibel dalam sistem Hukum Islam atau Fiqih.

Page 4 of 10 | Total Record : 97