cover
Contact Name
Joseph Christ Santo
Contact Email
jx.santo@gmail.com
Phone
+6287836107190
Journal Mail Official
jurnalangelion@gmail.com
Editorial Address
Jl. Raya Solo-Kalioso km 7, Selorejo, Wonorejo, Gondangrejo, Kab. Karanganyar
Location
Kab. karanganyar,
Jawa tengah
INDONESIA
Angelion: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
ISSN : -     EISSN : 27233324     DOI : -
Core Subject : Religion, Education,
Angelion adalah jurnal ilmiah teologi dengan warna Injili, merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan pendidikan Kristen, yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup. Focus dan Scope penelitian Angelion adalah: Teologi Biblikal Teologi Sistematika Isu-isu Teologi Pendidikan Kristen Angelion terbit dua kali setiap tahun, Juni dan Desember.
Articles 72 Documents
Keselamatan Eksklusif dalam Yesus di tengah Kemajemukan Beragama Ayub Sugiharto
Angelion Vol 1, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1069.517 KB) | DOI: 10.38189/jan.v1i2.66

Abstract

Keselamatan eksklusif di dalam Yesus adalah keselamatan yang bersifat absolut, mutlak, dan final.  Ini berarti bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan, dan tidak ada jalan yang lain bagi keselamatan.  Inilah makna keselamatan eksklusif dalam Yesus.  Sebagai konsekuensi, keselamatan tidak dapat diperoleh di luar Yesus.  Dengan demikian ungkapan banyak jalan ke Roma, tidak dapat diterima dalam konteks keselamatan.  Agama-agama yang oleh para penganutnya dianggap sebagai saluran keselamatan juga mengalami kegagalan karena agama-agama sebagai produk manusia tidak punya kuasa untuk menyelamatkan manusia dari dosa. Dalam konteks kemajemukan beragama, keselamatan eksklusif di dalam Yesus dapat menimbulkan ketegangan atau bahkan konflik dengan penganut agama lain.  Untuk itu orang percaya perlu mengembangkan sikap toleransi, dalam arti menghargai atau menghormati para pemeluk agama lain dalam hubungan bermasyarakat, namun tidak bertoleransi dalam keyakinan yang mereka percayai. Toleransi hendaknya dilakukan dalam suatu hubungan yang di dasari oleh kasih.  Namun di sisi lain, orang percaya tidak boleh lupa dengan tanggung jawab utamanya untuk memberitakan Injil.  Toleransi dalam konteks kemajemukan beragama bukanlah alasan bagi orang percaya untuk tidak memberitakan Injil karena memberitakan Injil adalah tugas yang melekat dan pemberita Injil adalah identitas yang melekat dalam diri orang percaya. 
Tinjauan Trilogi Kerukunan Umat Beragama Berdasarkan Perspektif Iman Kristen Yonatan Alex Arifianto; Joseph Christ Santo
Angelion Vol 1, No 1 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1036.932 KB) | DOI: 10.38189/jan.v1i1.38

Abstract

Abstract: In Indonesia as a multicultural country, there is a diversity of beliefs. History proves that unhealthy exclusivism endangers pluralism. Differences in religious beliefs can become a potential for horizontal conflict if the state does not act to prevent this. In order to create a harmonious society, the government has launched the Religious Harmony Trilogy through the Regulation of the Minister of Religion and the Minister of Home Affairs. As citizens of Indonesia, Christians cannot neglect this harmony effort. This study aims to answer the problem of how the role of believers in social life in applying the Religious Harmony Trilogy based on the perspective of the Christian faith. This research uses descriptive analysis method through related literature. The results of this study indicate: first, Christianity teaches living in harmony among fellow Christians as members of the body of Christ. Second, Christianity teaches to be the light of the world and the salt of the world in the midst of people with different faiths, so that harmony can be created. Third, Christianity teaches submission to the government because the government is determined by God, thus creating harmony between Christians and the government.Abstrak: Di dalam negara Indonesia yang multikultural dijumpai adanya keberagaman keyakinan. Sejarah membuktikan bahwa eksklusivisme yang tidak sehat membahayakan kemajemukan. Perbedaan keyakinan agama bisa menjadi potensi konflik horizontal apabila negara tidak bertindak mencegah hal tersebut. Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang harmonis, pemerintah telah mencanangkan Trilogi Kerukunan Umat Beragama melalui Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri. Sebagai warga negara Indonesia, umat Kristen tidak bisa berlaku abai terhadap upaya kerukunan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan bagaimanakah peran orang percaya dalam kehidupan bermasyarakat dalam mengaplikasikan Trilogi Kerukunan Umat Beragama berdasarkan persepektif iman Kristen. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis melalui literatur terkait. Hasil dari penelitian ini menunjukkan: pertama, kekristenan mengajarkan hidup rukun di antara sesama umat Kristen sebagai anggota tubuh Kristus. Kedua, kekritenan mengajarkan untuk menjadi terang dunia dan garam dunia di tengah-tengah masyarakat dengan keyakinan iman yang berbeda, sehingga tercipta keharmonisan. Ketiga, kekristenan mengajarkan penundukan kepada pemerintah karena pemerintah ditetapkan oleh Allah, dengan demikian terwujud kerukunan antara umat Kristen dengan pemerintah.
Keteladanan Kesabaran Gembala Sidang Berdasarkan Yakobus 5:10 Happy Christmawan Yusack
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.094 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.141

Abstract

Pastor is an ordinary human being just like any other human being, but what makes him different is that he can be a solution provider for problems faced by many people. So to be a pastor of the church is a calling that must be accompanied by abilities that complement it in carrying out its duties. In carrying out its duties and functions, an example is needed. To be an example must be faced with suffering which is accompanied by patience. The pastor of the church as a head must have an example both spiritually and also family. One of the criteria for the pastor's role model is his patience. Using a literature approach, this paper presents the patience that pastors need to have as role models for their congregations. The conclusion shows that patience is seen in facing difficult things, in achieving goals, in receiving Allah's instruction, and in suffering. Patience is a gift from God that enables every believer to be able to recognize the right decisions and act correctly in the face of suffering.Gembala adalah seorang manusia biasa yang sama seperti manusia lainnya, namun yang membedakan adalah dia dapat menjadi pemberi solusi untuk masalah yang dihadapi banyak orang. Sehingga untuk menjadi seorang gembala jemaat adalah sebuah panggilan yang harus dibarengi dengan kemampuan-kemampuan yang memperlengkapi di dalam menjalankan tugasnya. Di dalam menjalankan tugas dan fungsinya diperlukan sebuah keteladanan. Untuk menjadi sebuah teladan pasti berhadapan dengan penderitaan yang dibarengi juga kesabaran. Gembala jemaat sebagai seorang kepala harus memiliki keteladanan baik secara rohani maupun juga secara keluarga. Salah satu kriteria keteladanan gembala sidang adalah kesabarannya. Dengan pendekatan pustaka, dalam paper ini disajikan kesabaran yang perlu dimiliki oleh gembala sidang sebagai keteladanan bagi jemaatnya. Kesimpulan menunjukkan bahwa kesabaran tampak dalam menghadapi hal-hal yang sulit, dalam mencapai tujuan, pada saat menerima didikan Allah, dan dalam penderitaan. Kesabaran adalah anugerah Tuhan yang memampukan setiap orang percaya untuk bisa mengenal keputusan secara tepat dan bertindak dengan benar dalam menghadapi penderitaan.
Peran Guru dalam Meningkatkan Minat Belajar Siswa pada Masa Pandemi Covid-19 Gloria Lie; Reni Triposa
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (337.718 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.89

Abstract

Corona virus or Covid 19, first appeared in Wuhan, China. And Indonesia is one of the countries affected by the Corona virus. The emergence of Covid-19 and its rapid spread, made Indonesian educational institutions take action, to carry out the learning process from home. This refers to all levels of education from early childhood education to tertiary education. This makes students and educators inevitably have to change the learning method from face-to-face to online. From the educator or teacher side, they must rack their brains to maximize their role to continue teaching professionally. Teachers must further enhance their role in increasing students' learning interest during this increasingly prolonged online learning period. The Christian Religious Education teacher specifically has to practice and model its roles as taught by the Great Teacher of the Lord Jesus. Using the literature study approach in descriptive qualitative methods can describe the purpose of the research paper, namely to determine the role of Christian Religious Education teachers in increasing student interest in learning during the Covid-19 pandemic. The method used is literature study research with descriptive analysis method and descriptive qualitative approach. From this research it can be concluded that the role of teachers as educators, teachers, learners, trainers, facilitators, motivators, leaders, communicators, socialization agents, mentors, gospel preachers and also as conveyors of the truth should be increased as much as possible to increase student interest in learning during the pandemic and online teaching and learning process.Corona virus atau Covid 19, pertama kali muncul di Wuhan, China. Dan Indonesia merupakan salah satu negara yang terdampak virus Corona. Kemunculan Covid-19 dan penyebarannya yang begitu cepat, membuat lembaga pendidikan Indonesia mengambil tindakan, untuk melakukan proses pembelajaran dari rumah. Hal ini merujuk untuk semua tingkatan pendidikan mulai dari pendidikan usai dini hingga perguruan tinggi. Hal ini membuat siswa dan tenaga pendidik mau tidak mau harus mengubah metode pembelajaran yang semula tatap muka menjadi daring. Dari pihak pendidik atau guru, mereka harus memutar otak untuk memaksimalkan peran mereka untuk tetap mengajar dengan profesional. Guru harus lebih meningkatkan perannya dalam meningkatkan minat belaja siswa selama masa pembelajaran daring yang makin berkepanjangan ini. Guru Pendidikan Agama Kristen secara spesifik harus mempraktekkan dan mencontohkan peran-perannya seperti yang diajarkan oleh Guru Agung Tuhan Yesus. Dengan menggunakan pendekatan studi Pustaka dalam metode kualitatif deskritif dapat mendeskripsikan tujuan penelitian paper, yaitu  untuk mengetahui peran guru Pendidikan Agama Kristen dalam meningkatan minat belajar siswa pada masa pandemi Covid-19. Metode yang digunakan adalah penelitian studi pustaka dengan metode diskriptif analisi dan pendekatan kualitatif deskriptif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa peran guru sebagai pendidik, pengajar, pembelajar, pelatih, fasilitator, motivator, pemimpin, komunikator, agen sosialisasi, pembimbing, pembeita injil dan juga sebagai penyampai kebenaran harus ditingkatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan minat belajar siswa selama masa pandemi dan proses belajar mengajar daring.
Pendidikan Keluarga Kristen dalam Mencegah Kenakalan Remaja Marten Malo Nono
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.033 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.116

Abstract

Christian Family Education is a God-centered education and is based on Biblical teaching. According to Deuteronomy 6:6-9, education is done by continuously teaching God's word. Christian family education is also directed education with excellent educational methods to do and apply in Christian families. Education in Christian families is needed to deal with juvenile delinquency. Based on the explanation above, it is necessary to develop regular education in the family through formal and non-formal theological education, hold regular retreats for Christian families, hold regular fellowships between family members, and build prayer altars at home to strengthen fellowship between family members and increasingly active in providing family members with regular and repeated Bible education and study.Pendidikan Keluarga Kristen adalah pendidikan yang berpusat pada Allah dan dasar pengajarannya yang Alkitabiah. Menurut kitab Ulangan 6:6-9 adalah pendidikan dilakukan dengan terus menerus mengajarkan firman Tuhan. Pendidikan keluarga Kristen juga merupakan pendidikan terarah dengan metode pendidikan yang sangan baik untuk di lakukan dan di terapkan dalam keluarga Kristen. Diperlukan pendidikan dalam keluarga Kristen untuk menanggulangi kenakalan anak remaja. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dikembangkan pendidikan secara rutin dalam keluarga melalui pendidikan teologi secara formal maupun nonformal, mengadakan retret secara berkala bagi keluarga Kristen, mengadakan persekutuan yang rutin antar anggota keluarga, dan membangun mazbah doa di rumah untuk mempererat persekutuan antar anggota keluarga dan semakin giat untuk memperlengkapi anggota keluarga dengan pendidikan dan pendalaman Alkitab secara rutin dan berulang-ulang.
Konstanta dalam Konteks: Teologi Misi pada Era Postmodern Eliezer Nuban
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.697 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.118

Abstract

Efforts to write articles related to "Constants in the Context of Mission Theology" are very important, because mission is always loyal to its six constants, namely: "Christology, ecclesiology, soteriology, eschatology, anthropology and diology with human culture". Constructing a mission theology that is inspired by God's continuous act of mission in the world and is imperative to write a history of the Christian movement in a multi-directional world. The important foundation in what is stated here is mission that comes from the heart of God. This means that the land and mission must be properly understood. Stevri Lumintang wrote, "Understanding mission without a fundamental understanding of mission theology will fall into two tendencies, namely mission without meaning and mission losing meaning". On the other hand, the correct understanding will help us to see mission as the infinite work of God in, “God's infinite mercy establishes mission, (mission) and gospel, (mission) first through Israel and now through His church " Furthermore, Paul David said, "To get the news, you must understand the story". That means there is no need for an interpretation process between willing and unwilling in the task of carrying out God's mission, but it is the duty of His Church, because the gospel is an eternal heavenly treasure entrusted to us, and we owe it to those who have not heard the gospel, (Romans 1 : 16-17). It is necessary to build the awareness that, our time is limited, (John 9: 4), from this the Constants in Context: "Mission Theology in the Postmodern Era". Stay relevant, keep changing, and be faithful to the biblical text as a guide for the mission of the church until Christ returns.Upaya menuangkan tulisan yang ada kaitan dengan “Konstanta dalam konteks teologi Misi” sangat penting, karena misi senantiasa setia kepada enam konstantanya yakni: “Kristologi, eklesiologi, soteriologi, eskatologi, antropologi dan dialog dengan kebudayaan manusia”.Stephen Menyusun teologi misi yang diilhami oleh tindakan misi Allah yang terus-menerus di dalam dunia dan sangat perlu menulis sejarah gerakan Kristen di dunia yang bersifat multi-directional. Landasan penting dalam apa yang dituangkan di sini adalah Misi bersumber dari hati Allah. Hal ini berarti landasan misi harus dipahami secara benar. Stevri Luminang menulis, “Memahami misi tanpa pemahaman secara mendasar mengenai teologi misi, maka akan jatuh pada dua kecenderungan yaitu misi tanpa arti dan misi kehilangan arti”. Sebaliknya dalam pemahaman yang benar akan menolong kita untuk melihat misi sebagai karya Allah yang tak terbatas dalam, “belas kasihan yang tak terbatas Allah menetapkan pengutusan, (misi) dan pekabaran Injil, (mission) mula-mula melalui Israel dan sekarang melalui gereja-Nya”. Selanjutnya Paul David mengungkapkan, “Untuk mendapatkan berita itu maka harus memahami ceritanya”. Itu artinya tidak perlu adanya proses interpretasi antara mau dan tidak dalam tugas pelaksanaan misi Allah, tetapi itu adalah kewajiban dari Gereja-Nya, karena Injil adalah harta kekal sorgawi yang dipercayakan kepada kita, dan kita berhutang kepada orang yang belum mendengarkan Injil, (Roma 1:16-17). Perlu membangun kesadaran bahwa, waktu kita terbatas, (Yohanes 9:4), dari hal inilah Konstanta Dalam Konteks: “Teologi Misi Pada Era Postmodern”. Tetap relevan, terus berubah, dan setia pada teks Alkitab sebagai pedoman misi gereja sampai Kristus datang kembali.  Upaya menuangkan tulisan yang ada kaitan dengan “Konstanta dalam konteks teologi Misi” sangat penting, karena misi senantiasa setia kepada enam konstantanya yakni: “Kristologi, eklesiologi, soteriologi, eskatologi, antropologi dan dialog dengan kebudayaan manusia”.Stephen Menyusun teologi misi yang diilhami oleh tindakan misi Allah yang terus-menerus di dalam dunia dan sangat perlu menulis sejarah gerakan Kristen di dunia yang bersifat multi-directional. Landasan penting dalam apa yang dituangkan di sini adalah Misi bersumber dari hati Allah. Hal ini berarti landasan misi harus dipahami secara benar. Stevri Luminang menulis, “Memahami misi tanpa pemahaman secara mendasar mengenai teologi misi, maka akan jatuh pada dua kecenderungan yaitu misi tanpa arti dan misi kehilangan arti”.[1] Sebaliknya dalam pemahaman yang benar akan menolong kita untuk melihat misi sebagai karya Allah yang tak terbatas dalam, “belas kasihan yang tak terbatas Allah menetapkan pengutusan, (misi) dan pekabaran Injil, (mission) mula-mula melalui Israel dan sekarang melalui gereja-Nya”.[2] Selanjutnya Paul David mengungkapkan, “Untuk mendapatkan berita itu maka harus memahami ceritanya”.[3] Itu artinya tidak perlu adanya proses interpretasi antara mau dan tidak dalam tugas pelaksanaan misi Allah, tetapi itu adalah kewajiban dari Gereja-Nya, karena Injil adalah harta kekal sorgawi yang dipercayakan kepada kita, dan kita berhutang kepada orang yang belum mendengarkan Injil, (Roma 1:16-17). Perlu membangun kesadaran bahwa, waktu kita terbatas, (Yohanes 9:4), dari hal inilah Konstanta Dalam Konteks: “Teologi Misi Pada Era Postmodern”. Tetap relevan, terus berubah, dan setia pada teks Alkitab sebagai pedoman misi gereja sampai Kristus datang kembali.[1] Stevri Indra Lumintang, Misiologi Kontemporer, Menuju Ke Rekonstruksi Theologia Misi Yang Seutuhnya (Batu: Departemen Multi Media, YPPII, 2009),125.[2] George W. Peters, Theologia Alkitabiah Tentang Pekabaran Injil (Malang: Gandum Mas, 2006),19.[3] Paul David Tripp, Alat Di Tangan Sang Penebus (Surabaya: Momentum, 2014),2.
Karakteristik Pemimpin Kristen Menurut Kitab 2 Timotius Dan Relevansinya Bagi Pelayan Generasi Milenial Gordon Simaremare
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (462.114 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.126

Abstract

Christian leaders based on the book of 2 Timothy have three characteristics namely in spirituality, credibility and capability. A Christian leader who does not have spiritual characteristics will be trapped in worldliness. If you don't have credibility, you will become a leader who has bad character. When they don't have capabilities, a Christian leader doesn't have the skills needed to lead. This research uses descriptive qualitative method where the instruments used are observation and interview techniques. The results of the study of data collected indicate that there are relevance characteristics of Christian leaders for millennial generation servants at GSJA Jakarta.Pemimpin Kristen berdasarkan kitab 2 Timotius memiliki tiga karakteristik yakni dalam spiritualitas, kredibilitas dan kapabilitas.  Seorang pemimpin Kristen yang tidak memiliki karakteristik spiritualitas akan terjebak pada sifat keduniawian.  Apabila tidak memiliki kredibilitas maka akan menjadi pemimpin yang memiliki karakter buruk. Ketika tidak memiliki kapabilitas maka seorang pemimpin Kristen kurang mampu menjalankan kepemimpinan dengan baik. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif di mana instrumen yang dipergunakan adalah teknik observasi dan wawancara.  Hasil kajian data yang dikumpulkan menunjukkan terdapat relevansi yang signifikan dari karakteristik pemimpin Kristen bagi pelayan generasi milenial di GSJA Jakarta.
Keselamatan Oleh Iman Berdasarkan Surat Roma William Hermon Beltsazar Dongoran
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (431.694 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.115

Abstract

Salvation by faith is a theological topic that is still being discussed and debated among theologians. The classical debate between Calvinism and Arminianism is still developing from both the point of view of dogmatics and systematic theology. Because the differences that exist make the understanding of salvation also different. In the discussion about salvation often the discussion does not go well, because each stick to the concept of salvation based on dogma. In understanding the systematic theology related to salvation is also influenced by dogma and ignores elements of biblical theology, the concept of salvation by faith written by Paul needs to be reexamined, considering that Paul's Theology is very sharp in reviewing the Theology of Salvation by Faith in Romans. It is very interesting that the line of thought in Romans which can be examined especially regarding salvation by faith. So seeking the truth about salvation by faith in Rome is not a regression in theology. In fact, examining Romans is a very basic step in seeking the truth about salvation by faith. The problem in this research is to find an understanding of salvation by faith based on Romans and what dimensions are in Romans that become the flow of thinking in discussing salvation by faith. The conclusion of this research. The author finds that Paul is very consistent in making God's righteousness the main concept in understanding salvation by faith. And consistency makes God's righteousness the center of the development of salvation by faith into something that is always new.Keselamatan oleh iman adalah merupakan topik teologi yang masih terus dibicarakan dan diperdebatkan di kalangan para teolog. Perdebatan klasik antara Calvinisme dan Arminianisme masih terus berkembang baik dari sudut dogmatika dan juga Teologi Sistimatika. Karena perbedaan yang ada membuat pemahaman tentang keselamatan juga berbeda. Dalam diskusi tentang keselamatan seringkali diskusi menjadi tidak berjalan dengan baik, karena masing-masing bertahan dengan konsep keselamatan yang berdasarkan dogma. Dalam memahami Teologi Sistimatika yang berkaitan dengan keselamatan juga dipengaruhi oleh dogma dan mengabaikan unsur Teologi biblika, Konsep Keselamatan Oleh Iman yang ditulis oleh Paulus perlu dikaji kembali, mengingat Teologi Paulus sangat tajam sekali dalam mengulas Teologi Keselamatan Oleh Iman dalam Surat Roma. Sangat menarik sekali alur berpikir dalam Surat Roma yang dapat diteliti khususnya mengenai keselamatan oleh iman. Sehingga mencari kebenaran tentang keselamatan oleh iman dalam Roma bukanlah sebuah kemunduran di dalam berteologi. Justru meneliti surat Roma adalah langkah yang sangat mendasar dalam mencari kebenaran tentang keselamatan oleh iman. Masalah dalam penelitian ini adalah untuk mencari pengertian mengenai keselamatan oleh iman berdasarkan Surat Roma dan dimensi apa saja yang ada dalam surat Roma yang menjadi alur berpikir dalam membahas keselamatan oleh iman. Kesimpulan dari penelitian ini Penulis menemukan bahwa Paulus sangat konsisten untuk menjadikan kebenaran Allah menjadi konsep utama dalam memahami keselamatan oleh iman.Dan konsistensi menjadikan kebenaran Alllah menjadi pusat dari pengembangan keselamatan oleh iman menjadi sesuatu yang selalu baru.
Role Model Kepemimpinan Transformasional Berdasarkan 2 Raja-raja 18:1-8 pada Borneo Evangelical Mission Sarawak Welly Sigo
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.643 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.117

Abstract

The leadership factor greatly determines the progress and success of an organization. During the same period as the Borneo Evangelical Mission (BEM) Synod, which has reached 93 years this year. It was time for BEM to evaluate existing leadership, both related to institutionalization, administrative systems and service programs. This research is a qualitative research with historical and phenomenological analysis, which uses observation, documentation, and interview techniques. The data analysis model used is descriptive analysis using the perspective of Christian leadership to find a suitable model for future BEM leaders. The purpose of this study was to determine the role model of transformational leadership based on biblical principles taken from 2 Kings 18: 1-8 to become a role model for the leadership of BEM Sarawak, especially in every level at the central and regional levels. Of course this research will also indirectly impress the leadership in the rankings of local churches and ministries that are available in BEM Sarawak. This study aims to find the principles of biblical leadership practice, and to provide answers to biblical principles for leaders and congregations to continue to play an active role in the ministry through the opportunities God has given them. Practically the results of this research can help the leaders of BEM Sarawak to lead the congregation to mobilize all congregations to become involved as channels of God's love to this world.Faktor kepemimpinan sangat menentukan kemajuan dan keberhasilan sebuah organisasi. Selama kurun waktu bersamaan dengan usia Sinode Borneo Evangelical Mission (BEM) yang sudah mencapai 93 tahun pada tahun ini. Tiba masanya untuk BEM melakukan evaluasi terhadap kepemimpinan yang ada, baik yang berkaitan dengan pelembagaan, sistem administrasi dan program pelayanan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan analisis historis dan fenomenologi, yang menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan wawancara. Model analisis data yang digunakan ialah analisis deskriptif dengan menggunakan perspektif kepemimpinan Kristen untuk menemukan model yang sesuai bagi pemimpin BEM akan datang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Role Model kepemimpinan transformasional berdasarkan prinsip Alkitab yang diambil dari 2 Raja-Raja 18:1-8 menjadi role model bagi kepemimpinan BEM Sarawak khususnya di setiap peringkat di pusat dan daerah. Sudah tentu penelitian ini juga secara tidak langsung akan memberi kesan kepada kepemimpinan di peringkat gereja-gereja lokal dan bidang-bidang pelayanan yang sedia ada di dalam BEM Sarawak. Penelitian ini bertujuan menemukan prinsip-prinsip pelaksanaan kepemimpinan yang Alkitabiah, dan memberi jawaban terhadap prinsip Alkitabiah kepada pemimpin dan jemaat agar tetap berperan aktif di dalam pelayanan melalui kesempatan yang Tuhan anugerahkan. Secara praktis hasil penelitian ini dapat membantu para pemimpin BEM Sarawak untuk memimpin jemaat untuk mengerakkan semua jemaat untuk terlibat menjadi saluran kasih Allah kepada dunia ini.
Kepemimpinan Gembala Menurut 2 Timotius 2 dan Relevansinya di Era Melineal Peter J.R. Wowor
Angelion Vol 2, No 1 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.462 KB) | DOI: 10.38189/jan.v2i1.119

Abstract

Jesus Christ had given the leadeeship baton to Paul as an evangelist, then Paul also continue the same thing, namely giving the baton to his spiritualson named Timothy. Then also advising Timothy in 2 Timothy 2 to give the baton to a capable person, to teach, and so on until our present era, namelytehe melineal era. This Leadership belongs to God so that humans as leadership actors are not accountable to humans but they must be accountable to God who gave them responsibility. In 2 Timothy 2, Paul advised Tiimothy to be ready to replace his leadershipand he also had to prepare a successor from his leadership. Based on the description in 2 Timothy 2 there are 3 things we can find abaout leadership, namely the first is strong leadership, the second is regenerative leadership and the third is leadership wirh character. Leadership that is strong, regenerative and with character must inspire shepherds in the melineal era in carryingout the leadership entrusted to them.Yesus Kristus telah memberikan tongkat estafet kepemimpinan kepada Paulus sebagai pemberita Injil, kemudian Paulus juga melanjutkan hal yang sama yaitu memberikan tongkat estafet tersebut juga kepada anak rohaninya yang bernama Timotius, kemudian juga menasihat Timotius dalam kitab 2 Timotius 2 untuk memberikan tongkat estafet itu kepada orang yang cakap untuk mengajar, demikian seterusnya sampai pada era kita sekarang yaitu era milenial. Kepemimpinan ini adalah milik Allah sehingga manusia sebagai pelaku kepemimpinan bukan bertanggung-jawab kepada manusia melainkan mereka harus bertanggung jawab kepada Allah yang memberi mereka tanggung jawab. Dalam 2 Timotius 2,  Paulus menasihati Timotius agar siap menggantikan kepemimpinannya serta dia juga harus mempersiapkan penerus dari kepemimpinannya. Berdasarkan uraian dalam 2 Timotius ada 3 hal yang dapat ditemui tentang kepemimpinan yaitu: yang pertama adalah kepemimpinan yang kuat, yang kedua adalah kepemimpinan yang regeneratif dan yang ketiga adalah kepemimpinan yang berkarakter. Kepemimpinan yang kuat, regeneratif dan yang berkarakter harus menjiwa para gembala di era milenial dalam melaksanakan kepemimpinan yang dipercayakan kepadanya.