cover
Contact Name
Anisa Anisa
Contact Email
anisa@ftumj.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jurnal.nalars@ftumj.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
NALARs
ISSN : 14123266     EISSN : 25496832     DOI : -
Core Subject : Engineering,
NALARs is an architecture journal which presents articles based on architectural research in micro, mezo and macro. Published articles cover all subjects as follow: architectural behaviour, space and place, traditional architecture, digital architecture, urban planning and urban design, building technology and building science.
Arjuna Subject : -
Articles 326 Documents
STRATEGI PERLINDUNGAN TERHADAP ARSITEKTUR TRADISIONAL UNTUK MENJADI BAGIAN PELESTARIAN CAGAR BUDAYA DUNIA Zain, Zairin
Nalars Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Sebagai salah satu benda cagar budaya bersifat kebendaan, arsitektur tradisional perlu dilakukan pelestariannya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, penting untuk melakukan pelestarian arsitektur tradisional agar dapat diteruskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan baik dan tidak berkurang nilainya, bahkan perlu ditingkatkan untuk membentuknya sebagai pusaka pada masa datang. Strategi perlindungan terhadap arsitektur cagar budaya beserta artefaknya perlu dilakukan sebagai upaya pelestarian benda cagar dunia. Strategi pelestarian tidak hanya berorientasi masa lampau, namun pelestarian dan perlindungan terhadap arsitektur cagar budaya beserta artefaknya harus dilakukan dengan visi yang berwawasan dan diperuntukkan bagi kepentingan ke masa kini dan masa depan. Adapun hasil dari strategi pelestarian dan perlindungan ini agar dapat berguna bagi masyararakat harus dengan memperhatikan dan menjaga unsur-unsur penting, yaitu:integritas (integrity), keaslian (authenticity) dan kemanfaatan (sustainability use), baik untuk ilmu pengetahuan, sejarah, agama, jatidiri, kebudayaan, maupun ekonomi melalui pelestarian cagar budaya yang keuntungannya (benefit) dapat dirasakan oleh generasi saat ini. Untuk mencapai tujuan ini, langkah strategis yang harus dilakukan untuk perlindungan dan pelestarian arsitektur tradisional untuk menjadi bagian pelestarian cagar budaya dunia adalah menyusun kebijakan umum untuk perlindungan dan pelestarian, menentukan prioritas untuk artefak yang pantas dimasukan, melakukan langkah-langkah hukum, ilmiah, teknis, administrasi dan keuangan yang memadai, melakukan pembentukan atau pengembangan pusat-pusat kajian ilmiah lokal untuk pelatihan dalam perlindungan dan pelestarian serta memperkuat sinergisitas antara pemerintah dengan lembaga penelitian dan lembaga adat setempat.Kata kunci: Strategi, Perlindungan dan Pelestarian, Arsitektur Tradisional, Cagar BudayaABSTRACT. As one of cultural heritage objects, it had been defined that traditional architecture is necessary to be preserved. According to Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 about Cultural Heritage , Preservation is a dynamic effort to maintain the existence of the cultural heritage and its values in a way to protect , develop , and use it. Therefore, it is important to apply the concept of preservation of traditional architecture. This is not for the present generation but also for the future generations, which is needed to be in good condition and will not degrade the value. Though, it is needed too to be improved for the future heritage.The strategy of preservation in architectural heritage and its artifacts is needed to be done as an effort to preserve the world heritage objects. The strategy of preservation is not only oriented to the past, but the preservation and conservation of architectural heritage and its artifact should be completed by applying the vision which eligible for the present and future. The results of the preservation and conservation strategy could be used for community by considering and keeping the essential elements as follow: integrity, authenticity and sustainability use, either for science, history, religion, identity, culture or economy through preservation of cultural heritage which the benefit of it could be used by present generation. To achieve this goal, there are some strategic steps that could be applied to concerved and preserved the traditional architecture to become part of world cultural heritage preservation. Those strategies are by developing a public policy of conservation and preservation, determining the priority of eligible and appropriate artifact, performing some measurement which include legacy, scientific, technical, adequate financial and administration, performing the establishment or development of local training centers for scientific studies for conservation and preservation as well as by strengthening the synerginity of government and local authority either local research institution or local traditional institution.Keywords: Strategy, Conservation and Revitalization, Traditional Architecture, Cultural Heritage
POSISI TEORI BINCAR-BONOM DALAM KONSEP DASAR ELEMEN-ELEMEN PEMBENTUK PERMUKIMAN Nuraini, Cut
Nalars Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Desa Singengu sebagai hasil karya arsitektur masyarakat Mandailing memiliki sejumlah fenomena tempat-tempat yang terkait dengan ruang luar dan tatanan massa bangunan hingga membentuk tatanan lingkungan yang khas Mandailing. Elemen-elemen pembentuk permukimannya tidak hanya yang berbentuk fisik dan kasat mata tetapi juga berbentuk non fisik dan tak kasat mata. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa tata ruang desa Singengu dibentuk oleh filosofi Bincar-Bonom. Studi ini bertujuan untuk melihat posisi atau kedudukan teori bincar-bonom terhadap beberapa teori elemen-elemen pembentuk permukiman lainnnya menurut beberapa pakar.Studi yang telah dilakukan tentang desa Singengu dengan elemen-elemen pembentuknya menunjukkan bahwa sebuah permukiman tidak hanya terkait dengan socio-spatial saja, yang menekankan relasi antar manusia dengan benda-benda; atau bukan hanya terkait dengan socio-symbolic spatial saja, yang juga menekankan relasi antar manusia dengan benda-benda; atau bukan juga hanya sekedar global-element space yang menekankan relasi manusia dengan benda tetapi lebih dalam lagi, yaitu terkait dengan socio-symbolic-spiritual spatial. Relasi socio-symbolic-spiritual spatial yang menjadi basis pembentuk tata ruang permukiman bukan hanya mengacu pada relasi antara manusia dengan benda atau benda dengan benda, atau artefak dengan benda, atau artefak dengan manusia tetapi mengacu kepada zat tertinggi, yaitu Tuhan. Elemen-elemen pembentuk permukiman desa Singengu dengan ciri relasi socio-symbolic-spiritual spatial terdiri atas empat elemen, yaitu alam, manusia, leluhur dan TuhanKata Kunci: Socio-symbolic-spiritual Spatial, Alam, Manusia, Leluhur dan Tuhan ABSTRACT. Singengu village as a result of architectural work of Mandailing communities has a number of phenomena of places that was associated with landscapes and arrangements of building mass up to built a unique environment of Mandailings. The elements which shaping the settlement not only physical and visible but also non-physical and invisible. The results of previous studies show that Singengu village arrangement was formed by Bincar-Bonom philosophy. This study aims to look at the position of bonom-bincar theory against several theories about the settlement forming elements according to some experts in certain field.The studies that have been done in Singengu village with its elements indicate that a settlement is not only related to the socio-spatial course, which emphasizes the relationship between humans and objects; or not only related to the socio-symbolic spatial only, which also emphasizes the relationship between humans and objects; or not only a global space-element space that emphasizes human relationships with objects but deeper, which is associated with socio-symbolic-spiritual spatial. Socio-symbolic-spiritual spatial relationships has been forming the basis of spatial settlement not only refers to the relationship between humans and objects or objects with objects, or artifacts with objects, or artifacts with humans but refers to the highest substance, namely God. The elements that forming Singengu village settlement with socio-spiritual-symbolic spatial relations feature consists of four elements, namely nature, humans, ancestors and GodKeywords : Socio-symbolic-spiritual Spatial, Nature, Humans, Ancestors and God
MENCIPTAKAN LINGKUNGAN YANG LEBIH BAIK DENGAN PENYEDIAAN JALUR PEDESTRIAN BAGI PEJALAN KAKI Mauliani, Lily; Purwantiasning, Ari Widyati; Aqli, Wafirul
Nalars Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan sebelumnya dengan judul “Kajian Jalur Pedestrian Sebagai Ruang terbuka Pada Area Kampus” yang dipublikasikan pada Jurnal yang sama Volume 12 Nomor 2 Bulan Juli 2013. Tulisan ini adalah hasil akhir dari Penelitian Desentralisasi Skim Penelitian Hibah Bersaing tahun kedua. Oleh karenanya pada tulisan ini, hasil akhir luarannya adalah berupa disain sesuai dengan yang diajukan sebelumnya. Ajuan disain alternatif dari Jalur Pejalan Kaki atau dikenal dengan jalur pedestrian ini merupakan hasil telaah survey lapangan, analisa baik fisik maupun fisik dari studi kasus yang terpilih yaitu Jalan Cempaka Putih Tengah XXX Jakarta Pusat serta hasil dari pemikiran berdasarkan studi preseden dari beberapa lokasi yang dianggap berhasil dan juga teori-teori yang berkaitan dengan hal tersebut.  Sebelum solusi disain diberikan, tentunya penelitian harus melalui beberapa tahapan proses yang akan menghasilkan luaran yang optimal. Tujuan dari penelitian adalah  untuk menganalisis penerapan konsep pedestrianisasi dalam area kampus sebagai ruang terbuka bagi komunitas kampus baik untuk memfasilitasi kebutuhan sosial juga untuk beraktifitas di dalamnya. Sebagai fakta terlihat bahwa jumlah arus pejalan kaki dalam waktu area kampus cukup tinggi. Perlunya kegiatan bersosialisasi antara mahasiswa dan lain-lain sangat penting. Metode deskriptif serta metode studi banding telah dipilih sebagai metodologi penelitian dalam merangkum fakta yang ada dan menganalisa data yang didapatkan, kemudian metode perencanaan juga dilakukan dalam menghasilkan luaran solusi disain yang tentunya diharapkan dapat diadopsi untuk direalisasikan.   ABSTRACT This paper is a continuation from the former paper titled “Kajian Jalur Pedestrian Sebagai Ruang terbuka Pada Area Kampus” which had been published in the same Journal Volume 12 Number 2 July 2013. This paper is a final output from Decentralization Research Program with a scheme of Penelitian Hibah Bersaing from DP2M, second year from two years research. Therefor within this paper, will deliver an appropriate design for a better solution. The proposed alternative designed for pedestrian way is a resulft from field survey analysis either physical or non physical analysis from designated case study Jalan Cempaka Putih Tengah XXX Jakarta Pusat which had been sincronized with appropriate theories and succeeded precedent studies.       Descriptive method and comparative method have been chosen as a research methodology for concluding the existing facts and to analysis all collected data. Then planning method will be used as well to deliver solution design which hopefully could be adopted.
PENCAHAYAAN DAN RUANG GERAK EFEKTIF SEBAGAI INDIKATOR KENYAMANAN PADA RUMAH SEDERHANA SEHAT YANG ERGONOMIS (Studi Kasus Rumah Sederhana Sehat di Bekasi) Ashadi, Ashadi; Nelfiyanti, Nelfiyanti; Anisa, Anisa
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Penelitian ini dilatarbelakangi tentang pentingnya pencahayaan dan ruang gerak untuk mewujudkan kenyamanan pada rumah sederhana yang ergonomis. Studi kasus yang diambil adalah Rumah Sederhana Sehat yang ada di Bekasi. Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan kenyamanan penghuni pada rumah dilihat dari pencahayaan dan ruang gerak yang tersedia. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan mengambil kasus secara purposif sampling. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah dengan adanya bukaan yang cukup, cahaya dapat masuk secara merata ke dalam ruangan, perkecualian pada kamar mandi yang terletak di tengah. Dengan adanya cahaya masuk secara merata, maka semua ruangan bisa digunakan untuk beraktivitas. Hal ini membuat semua ruangan di dalam rumah menjadi nyaman. Ukuran bukaan yang terdapat pada rumah sederhana yang diteliti mempunyai ukuran sesuai dengan standar sehingga matahari dapat masuk untuk menerangi ruangan. RSS di Bekasi juga memiliki ruang gerak efektif yang cukup. Rata-rata prosentase ruang gerak pada rumah adalah 79,35% yang tergolong cukup luas untuk beraktivitas. Kata kunci: kenyamanan, pencahayaan, ruang gerak, rumah sederhana yang ergonomis ABSTRACT. This research has been motivated on the significancy of lighting and space in order to create comfort within ergonomic low income house. There are some case studies of Rumah Sederhana Sehat have been conducted within Bekasi area. The aim of this research is to describe the comfort of the dwellers from the aspect of lighting and existing space. The method that has been used is a qualitative descriptive method by taking case studies with sampling purposive method. The result of this research will provide some standard with sufficient windows, prevalent lighting within room, except for bathroom which located in the middle of house. With a prevalent lighting within room, therefore all the room relatively could be used for activities. This condition will create a comfort space within a house. The dimension of windows within case studies have a dimension as a minimum standard requirement which make sunlight could enter all the room. RSS within Bekasi also have a sufficient efective space, which is about 79,35% of house area, and this is regarded as a sufficient space to do activity within a house.     Kata kunci: kenyamanan, pencahayaan, ruang gerak, rumah sederhana yang ergonomis
TERITORI PEDAGANG INFORMAL (Studi Kasus Ruang Antara Pasar Johar dan Pasar Yaik Semarang ) Agustin, Alin Pradita
Nalars Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT. An informal trade sector is a part of the informal sector that emerged as a result of the increasing urbanization. The existence of this informal trade sector cannot be separated from urban spatial elements. Johar market is a considerable trade area having high historical value. Informal traders in Johar occupy public spaces and form mutual environment among them.The rapid growth triggers claims of public spaces. Claim of public space is a problem between humans’ behavior and their territories. These claims disrupt the public spaces function.The space between Johar and Yaik market is strategic. This space is the main circulation towards the parking garage from northerly direction and becomes the transitional space between Johar market building and Yaik market building. This strategic feature makes the growth of informal sector traders increases. These traders occupy right and left of the road by placing sign as a physical border to state their territory and as self-image recognition to control and personalizing space. By understanding the territorial behavior, it is expected the territory formation pattern and the factors influencing it can be understood, so the problems related to informal sector traders territorial claims over public space can be coped.Keywords: informal sector traders, territories, claims of spaceABSTRAK. Pedagang sektor informal merupakan bagian dari sektor informal yang muncul sebagai hasil meningkatnya urbanisasi. Keberadaan dari pedagang sektor informal ini tidak dapat dipisahkan dari elemen-elemen ruang kota. Pasar Johar dianggap sebagai kawasan perdagangan yang memiliki nilai sejarah yang tinggi. Pedagang-pedagang informal di pasar Johar menempati ruang-ruang publik dan membentuk ruang baru diantara mereka. Perkembangan yang sangat pesat memicu timbulnya klaim atas ruang-ruang publik tersebut. Pada akhirnya klaim atas ruang-ruang publik tersebut menjadi masalah baru antara perilaku pedagang-pedagang informal tersebut dan teritorinya. Klaim inilah yang menjadi mengganggu dan merubah fungsi asal dari ruang publik tersebut.Ruang antar pasar Johar dan pasar Yaik merupakan lokasi yang strategis. Ruang inilah yang menjadi sirkulasi utama menuju ke area parkir dari arah utara dan menjadi ruang transisi antara bangunan pasar Johar dengan bangunan pasar Yaik. Keberadaan dari ruang strategis inilah yang memicu munculnya dan meningkatnya pedagang-pedagang sektor informal. Pedagang-pedagang tersebut menempati sepanjang jalan baik sisi kanan maupun kiri dengan meletakkan penanda teritori mereka sebagai bukti fisik. Selain itu penanda tersebut dianggap sebagai pengakuan terhadap ruang teritori untuk kontrol dan personalisasi ruang. Dengan memahami perilaku teritori, diharapkan pola pembentukan teritori dan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat dipahami, sehingga masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan klaim ruang-ruang publik oleh pedagang-pedagang sektor informal dapat diatasiKata Kunci: pedagang sektor informal, teritori, klaim ruang
LANSKAP BUDAYA WISATA BUDAYA BETAWI Wardiningsih, Sitti
Nalars Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Jakarta banyak memiliki beragam potensi, salah satu diantaranya berupa wisata kota. Melihat potensi ini Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta merencanakan jalur wisata kota, dimana di dalamnya terdapat wisata budaya. Banyak sumber daya wisata budaya potensial yang dapat diangkat menjadi daya tarik wisata budaya kota Jakarta. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi kawasan budaya Betawi yang potensial untuk diangkat menjadi obyek wisata budaya. Penelitian dan perencanaan diperlukan untuk menunjang kegiatan wisata budaya Betawi di Kota Jakarta.Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi kawasan sebagai lanskap budaya Betawi, menganalisis potensi kawasan wisata budaya Betawi Kota Jakarta dan menghasilkan rekomendasi tata ruang budaya Betawi sebagai sumber daya wisata budaya Betawi kota Jakarta. Metode yang digunakan berupa identifikasi kawasan sebagai lanskap budaya dan analisis pembobotan pada parameter kelangkaan dan kenyamanan lingkungan, obyek wisata, pencapaian, serta sarana dan prasarana wisata. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 2 kawasan termasuk dalam klasifikasi tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan  sebagai  kawasan  wisata yaitu  Kota Tua, dan Setu  Babakan yang masing-masing perlu dikembangkan dan direncanakan berdasarkan potensinya. ABSTRACT. Jakarta has been regarded as a big city in Indonesia and has various potency, such as city tourism.  By looking at this potency, Local Government of DKI Jakarta is planning to deliver city tour line, which consist some cultural tour. There are so many cultural tourism potencies that could be promoted as a point of interest of Jakarta cultural tourism. Therefore, it should be needed to identify the potential of Betawi cultural area which could be promoted as an object of cultural tourism.         Research study and planning will be needed to support the activities of Betawi cultural tourism in Jakarta. This research is aimed to identify the area as Betawi cultural landscape, to analyze the potency of Betawi cultural tourism in Jakarta and to deliver recommendation of Betawi cultural spatial as a Betawi cultural tourism resources in Jakarta. Research method that has been used is an identification of area as cultural landscape and analysis of the quality of rareness parameter and comfort of environtment, tourism object, achievement, as well as facilities and tourism infrastructures. The result of this research has shown that there are 2 significant areas which have been designated as high classification and potential to be developed as tourism area. There are Kota Tua area and Setu Babakan area which each of them has their own potency to be developed and planned.         
PENGATURAN PRIVASI DALAM DESAIN RUMAH SEDERHANA Anisa, Anisa
Nalars Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Privasi adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu kesendiriannya. (Sarwono, 1992). Manusia adalah makhluk sosial yang perlu berinteraksi dengan makhluk lain untuk keberlangsungan hidupnya. Tetapi manusia sebagai individu juga memerlukan privasi atau mengatur jarak personalnya. Penelitian ini memfokuskan pada pengaturan privasi dengan melihat pada desain rumah sederhana.Desain rumah sederhana baik tipe 36 maupun 45 sebenarnya sudah mengupayakan pengaturan privasi. Namun karena keterbatasan luasan bangunan dan ruang, seringkali pengaturan privasi menjadi tidak efektif. Dalam perencanaan ruang dan zona, rumah sederhana sudah mengatur privasi. Akan tetapi karena kebutuhan ruang yang semakin berkembang maka pada rumah sederhana dibutuhkan perluasan ruang yang biasanya merupakan ruang publik. Begitupula halnya dengan pengaturan sirkulasi. Pengaturan privasi di dalam rumah diupayakan supaya jalur sirkulasi tidak terganggu atau mengganggu aktivitas. Selain itu jalur sirkulasi hendaknya tidak bisa digunakan untuk melihat secara langsung ke dalam aktivitas yang ada di dalam rumah.Elemen bangunan yang menunjukkan pengaturan privasi antara lain terwujud dengan pemagaran, pintu dan jendela. Pemagaran pada rumah ditujukan untuk membatasi privasi seluruh penghuni rumah. Keberadaan pintu terutama yang mempunyai dua buah pintu juga merupakan pengaturan privasi yang baik. Sehingga apabila ada tamu di dalam rumah maka penghuni rumah tidak akan merasa terganggu.Kata kunci: privasi, desain, rumah sederhana ABSTRACT. Privacy is a need or tendency of someone who does not want to be disturbed (Sarwono, 1992). Human is a social creature who need to interact with others to survive. Though human as an individual also need privacy as well by creating a personal distance with others. This research is focused on privacy setting by defining at a design of simple house.Design of simple house either 36 m2 or 45 m2 types, both are considering the setting of privacy needs. However, regarding to the limited building area and space, sometimes the setting of privacy is not effectively considered. In the process of planning in space and zones, simple house has setting the privacy need. However, the need of spaces has been regarded developed, this will affect space’s expansion of simple house which used to be a public space. This condition will affect the setting of circulation as well. The setting of privacy within house has been considered as an effective as possible though the circulation line will not disturb the activities within house. Furthermore, the circulation line should not been used as a direct view through the activities within house.Building elements which could show setting privacy, could be defined as follow: by using fencing, doors and windows. Fencing at house is intended to control the privacy of residents. The existence of doors particularly house with two doors could be considered as a good privacy setting. Thus, if there are visitors within the house, the residents will not be disturbed by their existence.Keywords: privacy, design, simple house
PENGARUH SINKRETISME AGAMA ISLAM – KEJAWEN PADA ARSITEKTUR MESJID MENARA KUDUS Hadiwinoto, Ashadi
Nalars Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Bentuk arsitektur mesjid Walisanga ditengarai dipengaruhi oleh sinkretisme agama Islam-Kejawen. Hal ini sejalan dengan metode kompromis yang diterapkan oleh para Walisanga dalam menyebarkan agama Islam di lingkungan masyarakat Jawa. Studi ini bertujuan untuk memahami pengaruh sinkretisme agama Islam-Kejawen pada arsitektur mesjid Menara Kudus. Metode yang digunakan dalam studi ini bersifat deskriptif, analitis dan interpretatif berdasar pada bukti empiris, yang dielaborasikan dengan konsep relasi aspek fungsi-bentuk-makna dalam arsitektur. Hasil dari studi ini menyimpulkan bahwa pengaruh sinkretisme agama Islam-Kejawen terjadi pada bentuk arsitektur mesjid Menara Kudus, yakni pada lingkup tapak dan bangunan. Pada lingkup bentuk arsitektur mesjid Menara Kudus yang mendapat pengaruh sinkretisme agama Islam-Kejawen memperlihatkan dominasi. Dominasi ini terjadi melalui proses adaptasi. Studi ini diharapkan dapat menyumbangkan pengetahuan teori tentang dan metode spesifik untuk membaca pengaruh sinkretisme agama Islam – Kejawen pada arsitektur mesjid tradisional di Jawa.Kata Kunci: Sinkretisme, Agama Islam, Kejawen, Bentuk Arsitektur ABSTRACT. The architecture of the mosque Menara Kudus has been influenced by Islam-Kejawen religion syncretism. This is sinergy with the compromise method applied by the Walisanga to spread Islam in the Java community. This study aims to understand the influence of Islam-Kejawen religion syncretism on architecture of mosque Menara Kudus. The method has been used in this research is a descriptive, analytical and interpretive, elaborated with the concept of relation aspects of function-form-meaning in architecture. The results of this study concluded that the influence of Islam-Kejawen religion syncretism occurs in the architectural form of mosque Menara Kudus, which occurs in the site and the building. In the architectural forms of mosque Menara Kudus which has been influenced by Islam-Kejawen religion syncretism show domination. This domination occurs through a process of adaptation. This study is expected to contribute knowledge of the theory about and specific methods to read the influence of Islam-Kejawen religion syncretism on the traditional architecture mosques in Java.Keywords: Syncretism, Islam, Kejawen, Architectural Form
THE IMPLICATIONS OF DENSIFICATION POLICIES FOR GREATER RESISTENCIA (ARGENTINA): AN ASSESSMENT OF RECENT EXPERIENCE Schneider, Valeria
Nalars Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT. Since 2001, Resistencia City Council has been promoting growth in building height by steering development towards built-up areas in central districts that already have complete infrastructure, through the implementation of the Ordinance 5403/01 - high density. If Ordinance 5403/01 is to be accomplished, with the proposed density of up to 2400 inhabitants, there is a need for 128 hectares of green open space at the neighborhood level (Pérez and Schneider, 2011). In the last 10 years, although the population growth of the city (16%) has been followed by an increase in the supply of greenfield per inhabitant (85%), this increase has not been reflected in the inner city areas, where there is a higher population density. This legislation does, however, include sections that make it possible to optimize this situation.  This paper continues on from previous studies and attempts an analysis of the application of existing legislation that proposed the intensification of land use in built up core of Resistencia city. It is focused on an assessment of the scope of the implementation of this legislation, with an emphasis on the design of buildings which enable the supply of areas dedicated to leisure or recreation, which would allow a decompression in the demand for green spaces in the central area.  ABSTRAK. Sejak tahun 2001, Dewan Kota Resistencia sudah mulai mempromosikan pertumbuhan kotanya secara vertikal yang terlihat pada area-area terbangun dengan mengarahkan pembangunan menuju ke daerah-daerah di distrik pusat kota yang sudah memiliki infrastruktur lengkap melalui pelaksanaan Ordonansi nomor 5403/01 tentang kepadatan tinggi.     Apabila Ordonansi nomor 5403/01 telah dilaksanakan secara menyeluruh, dengan kepadatan yang diusulkan mencapai 2400 jiwa, maka akan diperlukan sekitar 128 hektar Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada tingkat lingkungan/ RT (Perez dan Schneider, 2011). Pada sepuluh tahun terakhir, walaupun pertumbuhan penduduk pada kota (16%) diikuti dengan peningkatan suplai dari area hijau/ penduduk (85%), peningkatan ini tetap saja tidak terlihat secara signifikan pada area pusat kota, dimana kepadatan penduduknya relatif sangat tinggi. Peraturan ini bagaimanapun juga melibatkan bagian-bagian yang memungkinkan untuk mengoptimalkan kondisi tersebut.    Tulisan ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya dan bertujuan untuk menganalisa aplikasi dari peraturan yang ada dimana di dalamnya diusulkan mengenai intensifikasi tata guna lahan dalam pembangunan pusat kota Resistensia. Penelitian ini difokuskan pada penilaian tentang ruang lingkup pelaksanaan dari peraturan tersebut, dengan penekanan pada perencanaan dan perancangan bangunan-bangunan yang dapat mensuplai kawasan-kawasan yang ditujukan untuk rekreasi dan hiburan, dimana akan mendorong untuk kebutuhan akan ruang-ruang hijau di dalam kawasan pusat kota.
PERUBAHAN PERILAKU MEMBANGUN RUMAH PASCA GEMPA 2006 DI YOGYAKARTA - STUDI KASUS PENGEMBANGAN 18 RUMAH BANTUAN JRF DI KABUPATEN BANTUL Rini, Johanita Anggia; Triyadi, Sugeng; Yuwono, Tri
Nalars Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016
Publisher : Nalars

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK. Masyarakat korban gempa 2006 di Yogyakarta menerima berbagai bantuan dalam proses membangun kembali rumahnya yang hancur, antara lain dengan bantuan Java Reconstruction Fund (JRF). Bantuan ini tidak hanya berbentuk dana untuk membangun rumah, namun juga pembelajaran membangun dengan prinsip tahan gempa, dan pengawasan selama proses pembangunan. Dengan cara pembelajaran adaptif ini, diharapkan pemilik rumah dapat mengadaptasi cara membangun rumah yang tahan gempa untuk seterusnya. Bertahun-tahun kemudian, pemilik rumah mulai mengembangkan rumahnya secara mandiri, tanpa bantuan dan pengawasan dari pihak luar. Penelitian ini mengkaji apakah perilaku membangun rumah dengan prinsip tahan gempa sudah dipraktekkan secara lestari oleh pemilik rumah, dengan cara meninjau fisik bangunan tambahan yang dibangun secara mandiri. Lebih lanjut, penelitian juga melihat sejauh mana keberhasilan pembelajaran adaptif yang diterima oleh pemilik rumah dilihat dari kacamata tahapan perubahan perilaku membangun. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menggambarkan kerentanan fisik rumah yang menjadi obyek studi mengingat potensi gempa masih selalu mengancam Kabupaten Bantul, dan menduga pengaruh proses pembelajaran adaptif terhadap perubahan perilaku membangun. Kata kunci: prinsip tahan gempa, pembelajaran adaptif, perubahan perilakuABSTRACT. The victims of the 2006 earthquake in Yogyakarta have received assistance in the reconstruction of their destroyed houses. One of them is Java Reconstruction Fund (JRF) program. This assistance came not only in the form of funds to rebuild houses, but also learning to build a house with earthquake resistant principles, and supervision during the development process. This system is referred to as adaptive learning. Homeowners are expected to be able to adapt the new way to build earthquake-resistant houses forever. Years later, homeowners began to develop their home independently, without help and supervision from outside. This study has examined whether the behavior to build earthquake-resistant houses have already been practiced in a sustainable manner by the homeowners, by means of reviewing the physical of additional buildings that has been constructed independently later. Furthermore, the study also looked at the level of adaptive learning received by the homeowner as perceived stages of behavior change. Results of the study can be used to describe the physical vulnerability of houses that became the object of study given the potential for an earthquake in Bantul is always threatening, and suspect the influence of the adaptive learning process to behavior change.  Keywords: earthquake resistant principles, adaptive learning, behavior change

Page 4 of 33 | Total Record : 326


Filter by Year

2009 2023


Filter By Issues
All Issue Vol 22, No 2 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 2 Juli 2023 Vol 22, No 1 (2023): NALARs Volume 22 Nomor 1 Januari 2023 Vol 21, No 2 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 2 Juli 2022 Vol 21, No 1 (2022): NALARs Volume 21 Nomor 1 Januari 2022 Vol 20, No 2 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 2 Juli 2021 Vol 20, No 1 (2021): NALARs Volume 20 Nomor 1 Januari 2021 Vol 19, No 2 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 2 Juli 2020 Vol 19, No 1 (2020): NALARs Volume 19 Nomor 1 Januari 2020 Vol 18, No 2 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 2 Juli 2019 Vol 18, No 1 (2019): NALARs Volume 18 Nomor 1 Januari 2019 Vol 17, No 2 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 2 Juli 2018 Vol 17, No 1 (2018): NALARs Volume 17 Nomor 1 Januari 2018 Vol 16, No 2 (2017): NALARs Volume 16 Nomor 2 Juli 2017 Vol 16, No 1 (2017): NALARs Vol 16 No 1 Januari 2017 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 2 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 2 Juli 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 15, No 1 (2016): NALARs Volume 15 Nomor 1 Januari 2016 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 2 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 2 Juli 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 14, No 1 (2015): NALARs Volume 14 Nomor 1 Januari 2015 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 2 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 2 Juli 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 1 (2014): NALARs Volume 13 Nomor 1 Januari 2014 Vol 13, No 2 (2014): Jurnal Arsitektur NALARs Volume 13 Nomor 2 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 2 (2013): Nalars Volume 12 Nomor 2 Juli 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 12, No 1 (2013): NALARs Volume 12 Nomor 1 Januari 2013 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 2 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 2 Juli 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 11, No 1 (2012): NALARs Volume 11 Nomor 1 Januari 2012 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 2 (2011): NaLARs Volume 10 Nomor 2 Juli 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 10, No 1 (2011): NALARs Volume 10 Nomor 1 Januari 2011 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 2 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 2 Juli 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 9, No 1 (2010): NALARs Volume 9 Nomor 1 Januari 2010 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 2 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 2 Juli 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 Vol 8, No 1 (2009): NALARs Volume 8 Nomor 1 Januari 2009 More Issue