Satoto, Darto
Perdatin Pusat

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Pengaruh Eksorotasi Tungkai Bawah terhadap Jarak Saraf Femoralis dan Arteri Femoralis: Observasi dengan Panduan Ultrasonografi Tantri, Aida Rosita; Satoto, Darto; Hirda, Reni
Majalah Anestesia dan Critical Care Vol 34 No 1 (2017): Februari
Publisher : Perdatin Pusat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Teknik blok saraf femoralis menggunakan stimulator saraf merupakan teknik yang sering digunakan di Indonesia. Terdapat perbedaan anatomi antara ras Melayu dengan ras Kaukasoid dan ras Mongoloid sehingga menyebabkan perbedaan landmark jarak saraf femoralis ke arteri femoralis untuk blok saraf femoralis. Penelitian ini mengobservasi pengaruh eksorotasi tungkai bawah terhadap jarak saraf femoralis dan arteri femoralis pada lipatan inguinalis dengan panduan ultrasonografi pada ras Melayu. Studi potong lintang pada pasien bedah elektif di RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta dilakukan selama Februari 2016. Ultrasonografi dua dimensi digunakan untuk mendapatkan gambaran saraf femoralis pada empat posisi kedua tungkai bawah yaitu: eksorotasi tungkai bawah 0o, 15o, 30o dan 45o. Jarak saraf ke arteri dan jarak saraf ke kulit pada setiap sudut dibandingkan. Data dianalisis dengan uji T dan uji Anova. Terdapat perbedaan bermakna jarak saraf femoralis dan arteri emoralis pada berbagai derajat eksorotasi 0o, 15o, 30o, dan 45o pada kaki kanan maupun kaki kiri (p<0,001). Tidak ada perbedaan jarak saraf femoralis ke arteri femoralis antara kaki kanan dan kaki kiri pada semua derajat eksorotasi. Tidak ada perbedaan bermakna jarak saraf femoralis ke kulit pada semua sudur eksorotasi tungkai bawah. Pada ras Melayu, semakin besar sudut eksorotasi tungkai bawah semakin jauh jarak saraf femoralis ke arteri femoralis. Kata Kunci: Arteri femoralis, eksorotasi tungkai bawah, saraf femoralis, ras melayu, ultrasonografi The Effect of Lower Extremity Exorotation on the Distance Between the Femoral Nerve and the Femoral Artery an Observational Study Using Ultrasound Guidance   Femoral nerve block with nerve stimulation guidance technique is a common technique in Indonesia. Malayan race has a different landmark anatomy used in femoral nerve block with Caucasian and Mongoloid races, thus Malayan race has a different femoral nerve-femoral artery distance from other races. This study observed the effect of lower extremity exorotation on the femoral nerve-the femoral artery Malayan race. A cross-sectional study on 30 elective surgery patients in Cipto Mangunkusumo Hospital was done in February 2016. Two-dimensional ultrasonographic images of the femoral nerve were obtained by ultrasound guidance in the inguinal crease in four positions of the bilateral lower extremities: 0°, 15°, 30°and 45° exorotation of each extremity. Nerve to artery There were significant differences of the femoral nerve-femoral artery distance at all exorotation angles (0o, 15o, 30o and 45o) in both feet (p<0.001). There was no significant difference of femoral nerve-femoral artery distance between the right foot and the left foot in all measurements. There was no significant difference of femoral nerve-skin distance at all exorotation angles.In Malayan race, the greater the degrees of lower extremity exorotation resulted in the greater  distance of the femoral nerve to the femoral artery. Key words: Femoral artery, femoral nerve, lower extremity exorotation, Malayan race, ultrasonography
Blok Paravertebral Lumbal Teknik Injeksi Satu Titik pada Kadaver: Penelitian Volume Zat Pewarna Metilen Biru pada Ruang Paravertebra Pryambodho, Pryambodho; Satoto, Darto; Natali, Christella
Majalah Anestesia dan Critical Care Vol 34 No 2 (2016): Juni
Publisher : Perdatin Pusat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Anestesia blok saraf perifer merupakan teknik anestesia untuk memfasilitasi operasi daerah ekstremitas atas atau bawah khususnya pada pasien dengan masalah medis berat. Anestesia blok saraf perifer bawah minimal memerlukan dua injeksi, yaitu pada pleksus lumbalis dan sakralis. Berdasarkan penelitian tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui volume metilen biru yang dapat mencapai segmen L2 sampai S3 dengan teknik sekali injeksi. Penelitian ini menggunakan metode up and down pada 5 kadaver. Volume awal yang ditentukan adalah 40 mL. Interval antar volume ditentukan 10 mL. Bila penyebaran metilen biru pada volume 40 mL mencapai ruang paravertebra L2 sampai S3 maka kadaver selanjutnya menggunakan volume metilen biru 30 mL, namun bila tidak didapatkan penyebaran ruang paravertebra L2 sampai S3 maka kadaver selanjutnya menggunakan volume 50 mL. Penelitian akan dihentikan bila memenuhi satu dari tiga ketentuan yaitu hasil konstan tercapai, tidak didapatkan penyebaran ruang paravertebra L2 sampai S3 pada volume maksimal 80 mL dan jumlah maksimal 20 kadaver tercapai. Dari kelima volume metilen biru yang diteliti, tidak didapatkan penyebaran ruang paravertebra L2 sampai S3. Segmen penyebaran tertinggi metilen biru pada ruang paravertebra L1 dengan volume 60 mL, sedangkan penyebaran terendah pada S1 dengan volume 60 mL dan 70 mL. Penyebaran kontralateral didapatkan pada volume 40 mL dan 70 mL. Teknik injeksi satu titik blok paravertebral lumbal tidak dapat menghasilkan penyebaran pada ruang paravertebra L2 sampai S3.  Kata Kunci: Blok paravertebral, injeksi satu titik, lumbal, metilen biru, up and down method   Lumbar Paravertebral Block with One Injection Technique: Methylene Blue Dye Volume in Paravertebral Space Peripheral nerve blockade is a technique for facilitating lower or upper surgery specifically in patient with severe comorbidities. Peripheral nerve blockade for lower extremity needs two injections for lumbal plexus and sacral plexus. In previous study, 30 mL methylene blue injections in paravertebra space L4, spreading in paravertebra space L1 until S2. This study aimed to determine the minimum methylene blue volume to spread from paravertebral space L2 until S3. This study  used 5 cadavers with up and down method. Starting volume was 40 mL. Interval between volume was 10 mL. If the volume 40 mL in the first cadaver can spread from L2 until S3 paravertebral space, the next volume for the next cadaver would be 30 mL. If the volume 40 mL in the first cadaver can’t spread from L2 until S3 paravertebral spcae, the next volume for the next cadaver would be 50 mL. The experiment stopped if it fulfilled one of three conditions; constant results achieved, maximum volume 80 ml that couldn’t spread from L2 until S3 paravertebral space, and maximum 20 cadavers used. From the tests of five volume sizes, none of them spreaded from L2 until S3 paravertebral space. The highest spread of methylene blue was at L1 with volume 60 mL while the lowest spreads were with volume 60 mL and 70 mL. Contralateral spread happened at volume 40 mL and 70 mL. In conclusion, One injection technique in paravertebral block could not spread the methylene blue into L2–S3 paravertebral space.