Murty, Theta
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Upaya Penegakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Penambangan Timah Ilegal di Provinsi Bangka Belitung Theta Murty; Henny Yuningsih
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 1, JANUARI 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.939 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i1 Jan 2017.48

Abstract

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan salah satu Provinsi penghasil timah.Kegiatan penambangan timah yang dilakukan di provinsi ini mayoritas dilakukan dengan tanpa izin atau ilegal, sehingga menyebabkan kerugian terhadap berbagai sektor, seperti keuangan negara dan juga kerusakan lingkungan. Di dalam penelitian ini akan dibahas mengenai Upaya Penegakan Hukum Pidana dalam Menanggulangi Penambangan Timah Illegal di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Dengan menggunakan metodelogi yuridis empiris, dengan menggunakan data primer dan data sekunder.Dalam rangka penegakan hukum pidana menanggulangi tindak pidana penambangan timah illegal, dalam hal ini Pihak kepolisian melakukan razia dan penertiban di wilayah hukumnya masing-masing. Dalam hal ini Pihak Kepolisian melakukan razia dan penertiban terhadap penambangan timah illegal, razia ini dilakukan bersama Pemerintah Daerah setempat dan Sat Pol PP dan melakukan penyitaan terhadap alat operasi kegiatan tambang tersebut untuk dijadikan barang bukti.Pertambangan timah illegal di Bangka Belitung telah menimbulkan berbagai macam dampak negatif, baik terhadap masyarakat, lingkungan, dan bahkan Negara. Oleh karena itu, akan jauh lebih baik apabila praktek penambangan timah illegal tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa upaya yang diharapkan dapat menghentikan praktek pertambangan timah secara illegal di Bangka Belitung, yang harus dilakukan oleh semua pihak, baik Pemerintah, Aparat Penegak Hukum, Perusahaan Swasta, maupun masyarakat lokal itu sendiri. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dibagi menjadi Upaya Penal dan Upaya Non Penal.
Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Nelayan Theta Murty
Simbur Cahaya VOLUME 27 NOMOR 2, DESEMBER 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (720.334 KB) | DOI: 10.28946/sc.v27i2.1043

Abstract

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya untuk menjalankan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam. Hal itu diwujudkan  melalui program Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN), sebagai salah satu program prioritas KKP yang juga sejalan dengan Nawacita nomor lima yakni meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Disamping itu, perlindungan dalam upaya mensejahterakan kaum nelayan merupakan salah satu Program Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia tahun 2016 , sebagaimana yang tertuang pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18/PERMEN-KP/2016 Tentang Jaminan Perlindungan Atas Risiko Kepada Nelayan, Pembudi Daya Ikan, Dan Petambak Garam. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk hubungan hukum antar para pihak dalam perjanjian asuransi nelayan dan apakah pelaksanaan perlindungan jaminan keselamatan bagi nelayan dalam bentuk Bantuan Premi Asuransi telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan norma hukum yang berlaku. Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian adalah penelitian empiris, dengan lokasi penelitian di Kabupaten Banyuasin, populasi adalah beberapa nelayan, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, teknik pengumpulan data melalui wawancara dan teknik pengolahan data melalui cara editing, coding, dan tabulasi. Hasil yang dicapai adalah Bentuk hubungan hukum yang menjadi dasar dalam asuransi nelayan adalah perjanjian yang dituangkan kedalam polis asuransi nelayan dan Hubungan hukum antara Tertanggung dan Penanggung dalam pemberian BPAN ini sudah sesuai dengan aturan, hubungan hukum antara Penanggung dan Pemerintah juga diselesaikan dengan jelas melalui mekanisme Pencairan bantuan Pemerintah.
Implementasi Rehabilitasi dan Reintegrasi Anak Pelaku Tindak Pidana Pada Lembaga Pembinaan Anak di Provinsi Sumatera Selatan Wahyu Ernaningsih; Vera Novianti; Theta Murty
Simbur Cahaya VOLUME 24 NOMOR 3, SEPTEMBER 2017
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.064 KB) | DOI: 10.28946/sc.v24i3 Sep 2017.81

Abstract

Rehabilitasi dan reintegrasi merupakan bagian dari upaya untuk menjalankan amanah dari Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Upaya untuk memulihkan kembali kondisi anak agar tidak trauma dan menciptakan suasana kondusif pada saat memulangkan mereka pada keluarga atau lingkungannya melalui peningkatan kepercayaan diri si-anak dan penerimaan dengan baik oleh keluarga serta lingkungan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan reintegrasi. Pada saat anak melakukan suatu tindak pidana dan dia diputuskan bersalah serta harus menjalani hukuman, maka anak pelaku tindak pidana tersebut tidak boleh mendapatkan hukuman dalam bentuk kekerasan. Mereka harus ditempatkan pada tempat khusus untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan. Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan (Rutan), dan Balai Pemasyarakatan (Bapas) adalah beberapa tempat khusus yang melakukan proses pembinaan dan pendidikan. Pemantauan lebih mendalam mengenai Implementasi rehabilitasi dan reintegrasi yang dilakukan oleh LPKA Klas IA Palembang, Lapas Klas IIA Tanjung Raja Ogan Ilir, Bapas Klas IA Palembang, Rutan Klas IIA Baturaja, dan Lapas Klas IIB Sekayu dalam penanganan terhadap anak pelaku tindak pidana, menjadi tolak ukur dilaksanakan atau tidak amanah yang terdapat dalam Undang-undang No.11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
LEGITIMASI CRYPTOCURRENCY (MATA UANG DIGITAL) SEBAGAI ASET KORPORASI Muhammad Syahri Ramadhan; Theta Murty; Adrian Nugraha; Muhammad Zainul Arifin
RechtIdee Vol 16, No 2 (2021): December
Publisher : Trunojoyo Madura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21107/ri.v16i2.11862

Abstract

Cryptocurrency sudah banyak diminati oleh kalangan masyarakat di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Cryptocurrency merupakan mata uang digital yang dapat dijadikan salah satu alternatif investasi selain investasi abstrak lainnya seperti saham. Para pemilik usaha tentunya harus mulai memikirkan bahwa ketika perusahaannya fokus kepada kegiatan usaha yang berbasis e-commerce, maka perusahaan memikirkan bahwa aset Cryptocurrency  ini baik dari aspek ekonomi maupun hukum, untuk ditentukan sebagai aset perusahaan. Rumusan  masalah yang akan dianalisis yaitu Bagaimana legitimasi dari pemanfaatan mata uang digital (Cryptocurrency) Perseroan Terbatas sebagai aset Perusahaan. Tantangan dan solusi dalam mengimplementasikan regulasi terkait mata uang digital (Cryptocurrency) Perseroan Terbatas sebagai aset Perusahaan. Pada saat ini mata uang digital masih diakui sebagai aset komoditas dalam aspek yuridis. Cryptocurrency belum dapat diakui oleh pemerintah sebagai mata uang selayaknya seperti rupiah dikarenakan adanya peraturan perundang – undangan yang melarangnya tersebut. Legitimasi bahwa aset kripto dapat dikategorikan sebagai aset perusahaan dapat dilihat pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2018 Tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto dan Peraturan BAPPEBTI Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka. Tantangan dan solusi dalam mengimplementasikan ialah Kultur untuk menjadikan aset kripto sebagai aset penting dalam perusahaan harus ditingkatkan, hal ini dapat dimulai dengan membenahi sarana prasarana terkait digitalisasi seperti internet, gawai dan sejenisnya. Tindakan pemerintah juga tidak hanya berhenti menjadikan Cryptocurrrency (mata uang digital) sebagai aset komoditas saja akan tetapi dibutuhkan adanya aturan khusus bahwa mata uang digital dijadikan sebagai alat pembayaran sebagaimana mata uang rupiah seperti dalam wacana Bank Indonesia yaitu merancang  Rupiah Digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).