Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLE BLOWER DALAM PERSIDANGAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Desak Made Risa Sutiadewi; Yohanes Usfunan
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jurnal ini berjudul "Perlindungan Hukum Terhadap Whistle Blower dalam Persidangan Perkara Tindak Pidana Korupsi". Rumusan masalah jurnal ini berisikan tentang bagaimana perlindungan terhadap whistle blower atau saksi pelapor dalam kesaksian di pengadilan . Metode penelitian jurnal ini yaitu yuridis normatif. Kesimpulan dari jurnal ini yaitu sebagaimana dikatakan dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, bahwa perlindungan hukum yang berikan terhadap whistle blower atau saksi pelapor merupakan perlindungan yang sah dan whistle blower mendapatkan perlindungan di dalam Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang selanjutnya di sebut LPSK. Whistle blower dalam perkara tindak pidana korupsi mendapatkan perlindungan hukum dari segi psikis maupun fisik serta dari segi materiil maupun non materiil. Kata kunci : Perlindungan,Whistle Blower, korupsi, Pidana
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP GELAR PERKARA DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI UPAYA PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA DI INDONESIA Putu Prashanti Vahini Kumara; Yohanes Usfunan
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam mengungkap kebenaran terkait dengan kejadian-kejadian yang sudah lampau, diperlukan suatu cara khusus karena semakin lama kejadian tersebut, maka semakin sukar bagi penyidik untuk menyatakan kebenaran atas keadaan-keadaan itu. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui apa yang dijadikan dasar hukum dalam pelaksanaan gelar perkara dan mengetahui bagaimana mekanisme gelar perkara dalam proses penyidikan sebagai upaya mengungkap tindak pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk dalam kategori/jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif (normative law research) menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum, misalnya mengkaji undang-undang. Kesimpulan dari penulisan ini adalah dasar hukum pelaksanaan gelar perkara dalam proses peradilan pidana di Indonesia dapat kita lihat dalam beberapa aturan, diantaranya pasal 7 ayat (1) huruf j KUHAP, pasal 66 ayat (2) Perkapolri 12/2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pasal 15 Perkapolri 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Mekanisme gelar perkara dalam proses penyidikan sebagai upaya mengungkap tindak pidana di Indonesia terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap kelanjutan hasil gelar perkara.Kata kunci : gelar perkara, penyidikan, kebenaran materiil
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORBAN PRANK DI INDONESIA Ida Ayu Putu Trisna Candrika Dewi; Yohanes Usfunan
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 02, Maret 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jurnal ini berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Korban Prank di Indonesia”. Rumusan masalah jurnal ini adalah pembelaan terpaksa yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan pertanggungjawaban pidana korban prank yang dikaitkan dengan pembelaan terpaksa. Metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif. Kesimpulan dari jurnal ini adalah korban prank tidak dapat diancam dengan pidana jika telah memenuhi unsur-unsur pembelaan terpaksa yang diatur dalam pasal 49 ayat (1) KUHP yaitu adanya serangan atau suatu ancaman serangan yang bersifat melawan hukum, tidak ada cara untuk menghindari serangan tersebut dan tindakan pembelaan tersebut harus seimbang dengan sifat dari serangan dan ancaman serangan. Selain itu, yang harus diperhatikan adalah niat dari pembuat prank untuk lelucon atau membuat prank sebagai alibi dalam melakukan kejahatan. Kata kunci : Prank, Korban, Pembelaan Terpaksa dan Serangan atau Ancaman Serangan.
PENGATURAN KEPEMILIKAN DAN PENYALAHGUNAAN REPLIKA SENJATA AIRSOFT GUN TANPA IZIN MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA I Gde Putu Sureksha Satya Pravita; Yohanes Usfunan
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 8 No 12 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banyak kasus yang meresahkan masyarakat karena penyalahgunaan airsoft gun, hal tersebut menyebabkan perlu dibuat aturan mengenai kepemilikan airsoft gun tersebut, karena saat ini tidak ada undang-undang yang mengatur apakah memiliki airsoft gun merupakan suatu tindak pidana atau tidak. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui pengaturan kepemilikan pertanggung jawaban terhadap kepemilikan dan penyalahgunaan airsoft gun tanpa izin di Indonesia dan pengaturan mengenai sanksi pidana terhadap pelaku kepemilikan dan penyalahgunaan airsoft gun tanpa izin. Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan analisis konsep hukum, dan pendekatan fakta. Hasil penelitian menunjukkan, dalam Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 kepemilikan atau hanya membawa airsoft gun bukan merupakan suatu tindak pidana dan pemilik tidak dapat dikenakan sanksi pidana kecuali yang bersangkutan melakukan tindak pidana menggunakan airsoft gun yang dimiliki. Pertanggung jawaban pidana bagi pelaku penyalahgunaan airsoft gun dipidana berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan tentang kepemilikannya tidak dapat dipidana tetapi polisi dapat melakukan diskresi berupa penyitaan terhadap airsoft gun yang tidak memiliki izin tertentu. Kata Kunci: Pengaturan , Penyalahgunaan, Airsoft gun .
KETERKAITAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN PENGADILAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Komang Ayu Trisna Ambari; Yohanes Usfunan
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol. 07, No. 03, Mei 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Arbitrase merupakan salah satu bagian dari alternatif penyelesaian sengketa yang paling sering digunakan, namun masih banyak pula yang mempertanyakan keterkaitan Arbitrase dengan peradilan umum. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa dengan pengadilan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Arbitrase masih sangat bergantung pada pengadilan. Terutama dalam pelaksanaan putusan arbitrase. Hal ini terjadi karena masih adanya keharusan untuk mendaftarkan putusan arbitrase di pengadilan negeri untuk pelaksanaan putusan arbitrase nasional. Sehingga ini menunjukkan bahwa lembaga arbitrase tidak mempunyai upaya pemaksa terhadap para pihak dalam menaati putusan. Maka dapat terlihat jelas bagaimana kaitan Arbitrase dengan Pengadilan. Arbitrase merupakan alternatif dari pengadilan. Namun bantuan Pengadilan agar institusi arbitrase bisa efektif sangat amat menentukan diakui baik oleh hukum nasional maupun hukum Internasional. Kata kunci : Arbitrase, Penyelesaian, Sengketa, Pengadilan
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN TERKAIT PENJUALAN PRODUK ELEKTRONIK TANPA BUKU MANUAL DALAM BAHASA INDONESIA Made Arie Wiedhayanti; Yohanes Usfunan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 09, September 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (244.554 KB)

Abstract

Perkembangan di era globalisasi yang didukung kemajuan bidang teknologi, telekomunikasi dan informatika telah memperluas terhadap ruang gerak transaksi penjualan barang maupun jasa. Penjualan yang ditawarkan pelaku usaha semakin marak dalam perdagangan nasional khususnya penjualan produk elektronik. Pelaku usaha perlu memberikan perlindungan terhadap produk elektronik yang dipasarkan kepada konsumen. Perlindungan yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan adanya informasi yang jelas mengenai penggunaan produk elektronik tersebut, informasi ini dapat berupa buku manual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen terkait penjualan produk elektronik tanpa buku manual dalam bahasa Indonesia dan mengetahui tanggung jawab pelaku usaha. Metode penelitian ini menggunakan penelitian secara normatif dengan jenis pendekatan perundang-undangan dan bahan kepustakaan. Perlindungan bagi konsumen terkait penjualan produk elektronik tanpa buku manual dalam bahasa Indonesia ini tercantum di dalam Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengenai hak dan juga kewajiban bagi pelaku atas informasi yang benar, jelas, dan jujur. Namun pelanggaran sering kali dilakukan pelaku usaha terkait penjualan produk elektronik tanpa buku manual dalam bahasa Indonesia menyebabkan tidak adanya informasi mengenai penggunaan produk tersebut dapat merugikan konsumen, dan pelaku usaha dalam melakukan pelanggaran dibebankan untuk memberikan tanggung jawab kepada konsumen yang dirugikan. Kata Kunci : Pelaku Usaha, Konsumen, Produk Elektronik, Buku Manual
PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL Ida Ayu Ratna Kumala; Yohanes Usfunan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 4 No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.146 KB)

Abstract

Judul penelitian ini adalah “Perbandingan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perbandingan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan mengetahui tentang persamaan dan perbedaan dari kedua Undang-undang tersebut. Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan Perundang-undangan. Kesimpulan dari penelitian hukum ini adalah perbandingan antara Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dapat dilihat dari kepesertaannya, jenis program yang dilaksanakan, serta ketentuan pidananya.
KEPASTIAN HUKUM PENYERAHAN PROTOKOL NOTARIS KEPADA PENERIMA PROTOKOL Ida Ayu Md Dwi Sukma Cahyani; Yohanes Usfunan; I Nyoman Sumardika
Acta Comitas Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2017.v02.i01.p13

Abstract

Notary Authority is very important for the parties who make an agreement under the civil law. In performing their duties, notaries are required to maintain their accuracy and prudence, in order to provide justice, without any discrimination, thus providing legal certainty and the protection of human rights of the parties concerned. Under the provisions of Article 63 of the Law on Notary, there has been obscurity and vacuum of norms. The said obscurity of norm is about the certainty of protocols’ submission of notaries which have been overdue as specified on the provisions of Article 63 of Law on Notary Position. The vacuum of norms also mean the lack of certainty about who is responsible for the notary protocols, the absence of the regulations related to who should receive the protocols and the lack of sanctions against the notary who has been designated to receive the protocol by the Regional Supervisor Assembly but was not willing to accept the protocol. These provisions give rise to legal issues namely: what the legal consequences of Notary Protocols that have not been submitted after the deadline for submission and how the provisions of sanctions against the notary who is not willing to accept the protocols. The type of research used in this thesis was a normative legal research because of the obscurity and the vacuum of norms. The legal materials collection techniques used were a literature study and a card system. To analyze the legal materials, it was used descriptive techniques, interpretation, construction and argumentation theories and concepts associated with the relevant legal issues. The results showed that the Notary Protocol Submission to the recipient of the protocols which have passed the submission deadline resulted in some juridical consequences. The consequences include: Incidence of doubt, the uncertainty associated with the filing of the protocol the Notary. The lack of certainty associated with the accountability to the possibility of loss and destruction of the protocols of Notary. Other consequences that arise are if the parties concerned are unable to obtain a copy of their certificates back in the event of the onset of a dispute between the parties. If the notaries proved to have violated, they can be subject to sanctions. The sanctions that may be imposed on the Notaries if they make any violations are the administrative sanctions, civil penalties and criminal sanctions.
Penyelesaian Sengketa Kontrak Kerja Konstruksi Melalui Ajudikasi Dan Perbandingan Dengan Arbitrase I Made Wisnu Suyoga; Yohanes Usfunan
Acta Comitas Vol 5 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2020.v05.i02.p03

Abstract

The purpose of this study is to analyze the construction dispute resolution in Indonesia; and comparison of construction work contract dispute resolution through adjudication and arbitration. This type of research is a normative legal research with a statute approach, concept approach and comparative approach. The analysis of legal material in this study was done descriptively, interpretatively, evaluatively and argumentatively. The results of the research show that the settlement of construction disputes in Indonesia is regulated in Article 88 of Law Number 2 of 2017 concerning Construction Services including: Mediation, Conciliation and Arbitration. The comparison of construction work contract dispute resolution through adjudication and arbitration states that adjudication is an arbitration mechanism that is simplified and then adjusted in such a way as to meet the needs of fair dispute resolution. Tujuan study ini untuk menganalisis penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia; dan perbandingan penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi melalui ajudikasi dan arbitrase. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep dan pendekatan perbandingan. Analisis bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif, interpretatif, evaluatif dan argumentatif analisis. Hasil study menunjukkan penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia diatur dalam Pasal 88 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi meliputi: Mediasi, Konsiliasi dan Arbitrase. Perbandingan antara adjudikasi dan arbitrase dalam fungsinya sebagai penyelesaian sengketa kontrak kerja konstruksi dapat dideskripsikan secara sederhana, bahwa adjudikasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa yang memiliki kemiripan dalam hal karakteristik dengan arbitrase. Namun mekanisme adjudikasi justru bersifat lebih sederhana dibandingkan dengan arbitrase.
KUASA MENJUAL NOTARIIL SEBAGAI INSTRUMEN PEMENUHAN KEWAJIBAN DEBITUR YANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG Gede Dicka Prasminda; Yohanes Usfunan; I Made Udiana
Acta Comitas Vol 2 No 1 (2017)
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/AC.2017.v02.i01.p05

Abstract

The granting of power of attorney to sell the land rights as an instrument for the fulfillment of the obligations of the debtor in a loan agreement of a notarial deed may commonly be found in the everyday practice of the notaries. Power of Attorney to sell is used by the proxy to sell the land of the authorizer in the event that the authorizer (debtor) experienced defaults. The Civil Law Code and the Law No. 4 of 1996 on Mortgage do not stipulate the power attorney to sell as an instrument in the loan agreement. There are two legal contents analyzed from the vacancy of norms regarding the power of attorney to sell, namely: (1) how the arrangement of power of attorney to sell of the land rights as an instrument for the fulfillment of obligations on the loan agreement in the legislation on the guarantee law and (2) the legal effect of power of attorney to sell the land rights as an instrument for the fulfillment of obligations of the debtor in case of default under the loan agreements in connection with the execution of the law of guarantee. The type of research used in this thesis is a normative legal research with the statutory, concept and case approaches. Based on the research results, it was revealed that the power of attorney to sell is based on the agreement of the parties which make the basis of the principle of freedom of contract. The Power of Attorney Deed shall be valid unless otherwise it is canceled by the judge with a court ruling that has the binding legal force. The use the deed of power of attorney to sell is considered weak because the power of attorney to sell can not be used as a basis for executing security object between the grantor and the recipient of the power of attorney. Deed of power of attorney to sell is deemed not obtain legal certainty because at the time of registration of transfer of land rights, the power of attorney to sell can not be accepted by the local Land Registry Office. Responsibility for the grantor and the recipient of power of attorney is related to the obligations and rights of the grantor and the recipient of the power of attorney. As for the responsibility of the notary who made the deed of power of attorney to sell can be studied from three aspects, namely: (1). Civil responsibility; (2). Administrative responsibility; and (3). Criminal responsibility. Legal remedies that can be taken if the debtor is experiencing defaults can be done by way of a summons in advance without selling the rights of the land owned by the grantor of the power of attorney to sell (the debitor).