Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

DAKWAH NUSANTARA (Kerangka Harmonis Dakwah Walisongo dalam Diseminasi Ajaran Islam di Nusantara) Mas'udi, Mas'udi
AT-TABSYIR Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/at-tabsyir.v3i2.1648

Abstract

Kehadiran Islam di Nusantara bertautan erat dengan perwujudan agama Hindu-Budha. Agama Hindu-Budha telah menjadi bagian pemula dari dasar-dasar keyakinan yang berkembang di kehidupan masyarakat Nusantara. Mustahil dinafikkan bahwa persinggungan keyakinan di awal kehadiran ajaran Islam dapat memicu kontraproduksi kehadirannya. Namun, di antara semua kondisi tersebut, Islam datang ke Nusantara dengan kondisi santun dengan polarisasi sistem ritual mengakomodir budaya leluhur yang lebih awal mengisi ruang keagamaan dan keberagamaan masyarakat.Formulasi dakwah Islam di Nusantara bersinergi aktif dengan kondisi realistik budaya masyarakat yang berkembang di zamannya. Para da’i yang berjuang menyiarkan ajaran Islam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Nusantara melakukan pola-pola kearifan atas budaya lokal masyarakat. Dalam kerangka ini, Walisongo yang bertindak sebagai da’i bagi syiar Islam di Nusantara khususnya kawasan Jawa tiada menolak terhadap budaya-budaya pendahulu yang telah mengisi relung keagamaan masyarakat Jawa. Tradisi gendingan, alat musik khas lokal masyarakat Jawa, dikonversikan secara terstruktur dengan introduksi doktrin Islam sehingga tidak terjadi penolakan dari respon umum masyarakat. Tembang kalimosodo yang dikenalkan oleh Raden Sa’id tersohor sebagai Sunan Kalijaga telah mewujud sebagai tembang keagamaan yang masih lestari sampai zaman kini.Dakwah Nusantara dalam kerangkanya menyadarkan setiap insan dakwah akan eksistensi keIslaman masyarakat Jawa yang bersandar kepada budaya-budaya lokal yang telah hadir lebih awal daripada kehadiran Islam. Islam mengisi ruang lama keagamaan dan keberagamaan masyarakat Nusantara melalui akulturasi dan dialektika yang tiada berhenti. Keterbukaan Islam terhadap semua tradisi mencerminkan formulasi harmonis dakwah Islam itu sendiri di tengah-tengah kehidupan umat.
MANIFESTASI MEDIA DALAM PEMBENTUKAN KESADARAN DAKWAH MASYARAKAT Mas'udi, Mas'udi
AT-TABSYIR Vol 4, No 1 (2016): Juni 2016
Publisher : Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/at-tabsyir.v4i1.2909

Abstract

Pertumbuhan keagamaan dan keberagamaan di tengah-tengahmasyarakat kontemporer sangat terkait erat dengan perwujudan mediamedia sosial yang mengitari kehidupan mereka. Pertumbuhan media di tengah-tengah kehidupan masyarakat telah menciptakan nuansanuansa baru kehidupan yang karena keberadaannya pula masyarakat membuat polarisasi tersendiri terhadap kehidupannya. Kenyataan ini juga merambah pada wilayah keberagamaan masyarakat yang terpola dengan kehadiran media-media yang datang mengitari sistem dan relung kehidupan mereka. Berbagai media yang mengisi ruang-ruang diskusi dan komunikasi masyarakat hadir menjadi titik pijak yang pada ujungnya mengilhami mereka untuk menetapkan putusan-putusan sosial dan ketentuan personal yang harus diambil. Analisis tentang manifestasi media dalam pembentukan kesadaran dakwah masyarakat terkait erat dengan respon dan tanggapan masyarakat terhadap media itu sendiri. Masyarakat dalam dinamika sosial yang dijalankannya akan senantiasa mencurahkan semua asas pikir dan perbuatannya sesuai dengan target-target terinternalisir dalam diri masing-masing. Kerangka dasar ini akan menjadi satu aspek pijakan guna mendekati dan membangun kerangka metode pada pembahasan ini. Kerangka analisis pada pembahasan ini akan diulas secara deskriptif analitis melalui pendekatan kualitatif, yang pada intinya pengembangan pendataan yang ada dilakukan melalui kerangka dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran media dalam kehidupan masyarakat memberikan warna kontras daripada perjalanan mereka sebelum kehadirannya. Media memberikan warna tersendiri yang pada akhirnya mempola dan meberikan corak baru dinamika kehidupan dan keberagamaan masyarakat. Keputusan dan ketentuan atas urusan-urusan sosial; individu, keluarga, masyarakat, dan kelompoknya berkaitan erat atas respon mereka masing-masing terhadap keberadaan media yang dipergunakan. Hal ini semakin menegaskan bahwa perwujudan atau manifestasi media di tengah-tengah kehidupan masyarakat sebagai sesuatu hal yang mengisi ruang kehidupan mereka bersama. 
DAKWAH KONTEMPORER DALAM BINGKAI DAKWAHTAINMENT (Kajian Popularitas Instan Pelaku Dakwahtainment) Mas'udi, Mas'udi
AT-TABSYIR Vol 4, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Prodi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/at-tabsyir.v4i2.2919

Abstract

Pandangan dakwah konvensional menegaskan bahwa aktivitas dakwahyang berskala besar hanya diemban oleh para kyai besar dan terkenal.Tidak sembarang dai bisa berperan aktif melalui konstelasi dakwahyang bernilai besar bagi sebuah pertunjukan atau pengajian agamayang dilakukan oleh seorang dai. Hanya dai-dai dengan kapasitaskeilmuan yang cukup tinggi, dia yang akan bisa mengembangkankarir kedakwahannya di komunitas yang sangat besar. Praktis saja,dakwah tersentral pada figur seorang kyai yang fatwa dan nasehatnyaseringkali ditunggu oleh masyarakat dan khalayak ramai. Kehadirandai dalam dimensi dakwahtainment memberikan nilai yang cukupatraktif atas popularitas yang disandangnya di kalangan masyarakatluas. Kehadiran mereka yang tergolong instan bisa mendongkrak nilaidan popularitas kefiguran di tengah-tengah publik. Karenanya, halini menjadi sesuatu yang bernilai besar bagi setiap tokoh dimaksuddalam rangka menciptakan kedudukan dirinya di tengah-tengahpublik yang berskala besar. Kondisi ini memiliki fakta unik yang bisadimunculkan dalam rangka menegaskan peran besar media untukmenciptakan popularitas seorang figur kyai di masyarakat. Berbekalpendekatan sosiologi-antropologi dengan analisis deskriptif-analitisrancangan penelitian ini dikemukakan dan dimunculkan. Pembahasandalam artikel ini menegaskan bahwa dakwahtainment memberikankontribusi besar bagi pemunculan popularitas seorang tokoh atau daidi masyarakat. Dakwah dalam bentuk konvensional bisa memberikan kontribusi besar bagi pemunculan tokoh baru dalam naungan dakwah.Dakwahtainment yang bermunculan dalam peta globalisasi terkini telahmemberikan implikasi sangat realistis bagi terbentuknya figur-fihurinstan di bawah naungan dakwah. Sebagai implikasi atas keberadaanini, sakralitas dan peneguhan mutu keagamaan yang lebih sering diusungoleh para kyai konvensional beralih dengan munculnya kyai-kyaimodern yang tiada memperhitungkan secara praktis mutu keilmuandan kedalaman pengetahuan tentang dakwah yang mereka pelajari.
MEMBANGUN MORAL PROFETIK MENCETAK KONSELOR IDAMAN Mas'udi, Mas'udi
KONSELING RELIGI Vol 6, No 2 (2015): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v6i2.1021

Abstract

Pembahasan tentang moral merupakan bagian yang signifikan dalam kehidupan sosial. Sebagai perekat kehidupan sosial, moral menjadi pendukung utama terbentuknya nilai-nilai sosial yang berbasis kepada kesalehan. Dalam kenyataan ini, masing-masing pribadi dituntut untuk mendudukkan dirinya dan berperan aktif dalam mewujudkan nilai-nilai  moral baik di tingkat individu maupun di tingkat sosial. Penelitian  ini memberikan sebuah konsepsi dasar moral kenabian yang bersandar pada usaha- usaha Rasulullah saw membentuk  akhlak atau moral masyarakat Arab yang cenderung dekaden di zamannya.  Berbekal analisa secara deskriptif analitik dengan model  pengumpulan data secara dokumentatif dan sifat penelitian kualitatif, pembahasan dalam artikel ini dikemukakan. Studi pustaka dapat memberikan kontribusi besar terhadap objektivikasi  moral profetik bagi seorang konselor idaman.  Nilai  profetik yang melekat pada Rasulullah menjadi rujukan bagi para sahabat dan ulama (da’i) dalam menanamkan nilai-nilai moral pada setiap individu. Tidak berhenti pada tataran pemimpin atau tokoh, nilai profetik juga menjadi acuan bagi konselor Islami untuk memerhatikan aspek kasih sayang dalam praktik konseling.PROPHETICALLY TO MORAL BUILDING PRINT DREAM GADGETS COUNSELOR Discussion of morals is a significant part in the social life. As the adhesive social life, moral became the main supporter of the formation of social values based to piety. In this reality, each individual is required to position itself and play an active role in realizing the moral values both at the individual and at the social level. This study provides a basic conception of moral prophetic rely on the efforts of the Prophet to form character or moral of Arab society that tends decadent at the time. To explain about it’s phenomena,  this article have used qualitative method and literature collecting. Literature study can makes a major contribution to the objectification of moral prophetic for a counselor. Prophetic value that attached to the Prophet became a reference for khalifah and the ulama (Muslim preachers) in instilling moral values in each individual. Does not stop at the level of the leader, prophetic value also a reference for Islamic counselor to notice aspects of compassion in counseling practice.
KEDUDUKAN PENYULUHAN DAN KONSELOR DALAM KONSELING ISLAM Mas'udi, Mas'udi
KONSELING RELIGI Vol 5, No 2 (2014): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v5i2.1047

Abstract

Persimpangan antara  instruktur  dan  penasihat  adalah  dua studi aspek biasanya muncul dalam studi Dakwah. Label da’i di mubaligh kesatuan Dakwah digunakan untuk menjadi annunciated studi sebagai penasihat ajaib. Kenyataan ini tidak setuju dengan terminologi Dakwah sebagai subyek untuk mengirim pesan dari prinsip-prinsip Islam untuk menciptakan ketenangan bagi pihak- pihak berkuasa. Sementara itu, terminologi ini telah disertakan dalam kesatuan istilah  dari instruktur.  Untuk akibat dari dua paradigma,  semua penentuan adalah menyimpang dari unsur publik. Dalam istilah-istilah itu instruktur dihantui menyebabkan kehilangan trendi dari istilah-istilah penasihat.kata kunci: Instruktur, Penasihat, prinsip-prinsip IslamBASIS  OF   EPISTEMOLOGY DISSEMINATORS ISLAM (SUPERVISE THE DETERMINATION OF CONTRADICTORY BETWEEN ELIMINATION AND  COUNSELORS). The intersection between instructor and counselor is two aspect studies usually appear in Dakwah  study. The label of da’i missionary in the unity of Dakwah study  used to be annunciated  as counselor. The  reality  was disagreed with the terminology of Dakwah  as subject to send the message of Islamic  principles to create the tranquility  for publics. Meanwhile, this terminology was included in the unity term of instructor.  For the consequence of two paradigms, all determination  is deviates from public constituent. The terminology of instructor was shadowed cause lost trendy than terminology of counselor. Key Words: Instructor, Counselor, Islamic Principles
KESETARAAN SUAMI DAN ISTRI DALAM KELUARGA (Analisis Kesetaraan Pembagian Kerja dalam Keluarga Madura) Mas'udi, Mas'udi
KONSELING RELIGI Vol 7, No 2 (2016): KONSELING RELIGI
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/kr.v7i2.2127

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melihat kehadiran budaya dalam kehidupan masyarakat sebagai sebuah struktur dan sistem hukum yang dipatuhi dan ditaati oleh pendukungnya. Hal ini tampak jelas hadir di tengah-tengah kehidupan masyarakat Madura. Struktur keagamaan yang berkembang di tengah-tengah kehidupan mereka menciptakan bangunan sosial yang pada akhirnya disepakati sebagai bagian hukum kebudayaan yang mengikat. Kekuatan budaya keagamaan yang terdapat di tengah-tengah kehidupan masyarakat Madura secara tidak langsung berimplikasi kepada kuatnya sandaran aturan-aturan agama yang mengikat kehidupan mereka mulai dari kehidupan berkeluarga dan bekehidupan sosial kemasyarakatan. Analisis tentang kesetaraan suami dan istri dalam keluarga pada pembagian kerja laki-laki serta perempuan madura ini didekati melalui satu pendekatan analisis antropologi-sosiologi. Analisis antropologi dirancang untuk melihat kehadiran budaya dalam masyarakat yang pada akhirnya hal itu kemudian dijadikan struktur hukum dalam kehidupan mereka. Sementara itu, pada bagian analisis sosiologi, penelitian ini mencoba mendekati, bangunan dari struktur sosial yang berjalan di masyarakat dengan keberadaan para santri, kyai, dan masyarakat biasa yang hidup di tengah-tengah kehidupan masyarakat Madura. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kesetaraan kerja dalam kehidupan masyarakat Madura tampak jelas berjalan. Pemisahan pekerjaan yang mengarah kepada saling paham di antara masyarakat tampak jelas dijalankan oleh laki-laki dan perempuan Madura. Seperti halnya dalam pertanian, laki-laki Madura bertindak sebagai pembajak ladang dengan sapi-sapi peliharaan mereka, sementara kaum perempuannya bertugas untuk menanam jagung di ladang terbajak tersebut. Pada kasus nelayan Madura, kaum laki-laki Madura bertugas untuk berlayar menangkap ikan, sementara kaum perempuannya bertugas menunggu kedatangan mereka untuk selanjutnya mengolah hasil tangkapan tersebut atau memasarkannya ke pasar-pasar tradisional.Kata Kunci: Kesetaraan, Pembagian Kerja, Kyai, Pondok Pesantren. THE EQUALITY OF HUSBAND AND WIFE IN FAMILY (EQUALITY ANALYSIS OF THE DIVISION LABOR IN THE FAMILY OF MADURA). This research aim to see the representation of culture inside the life of Madurese people as they assumed it as structure and policy system that to obey and adhered supports. The phenomenon used to find and represented inside a life of Madurese people. The development of religious structure among their life built the social building as they agreed to be a kind of binding law of culture. The religious cultural system inside a life of Madurese people indirectly imply with their supports to the role of religion that binds them in their family life until their social life. The analysis of equality between husband and wife among Madurese family especially the division work between them, to be approached by anthropological analysis. The anthropological analysis built with approached to representation of culture in the middle of their life as it is implying to be law structure. Furthermore, in the sociological analysis, this research try to approach the foundation of social structure as represented with the life of boarding school student santri, kyai, and ordinary people that life inside them. This research conclude, the equality of work really represented inside a life of Madurese people. The division of work as implying the understanding of people a job to be seen and run inside Madurese people. Example of this division represent among Madurese people farming. The gentleman of Madurese people to be hijacker’s paddy with their cows, while the women of Madures people obligate to plant corn. Furthermore, on case of Madurese sailors, the gentleman of Madurese people obligate to sailing on the sea and fishing, while their wife’s to be wait their coming and then cook their fishing or sell it to the traditional market. Key Words: Equality, The Division of Work, Kyai, Boarding School
MENYINGKAP HUBUNGAN AGAMA DAN FILSAFAT: MERENDA KESESATAN FILSAFAT AL-GHAZALI, MERESPONS KETERHUBUNGAN FILSAFAT DAN AGAMA IBNU RUSYD Mas'udi, Mas'udi
Jurnal Penelitian Vol 7, No 2 (2013): Jurnal Penelitian
Publisher : LP2M IAIN kUDUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/jupe.v7i2.816

Abstract

THE RELATIONSHIP BETWEEN RELIGION AND PHILOSOPHY (Searching the Fallacy Philosophy of  al-Ghazali, Responding the Connection between Philosophy and Religion of  Ibn Rushd). Philosophy and religion are considered as the two entities as if  different. Religion is indicated on revelation as the primary foundation and affiliated to the principles of  normativity. Meanwhile, the philosophy is more leaning on the principles of rationality embodies the values of divinity rububiyyah in the historical domain. Necessarily, the two aspects above adhere to the principles of  various viewpoints. From these points, both of  them want to achieve the ultimate truth in interpreting the texts of  the Lord that is still abstract. Textuality and contextuality become the important determinants ultimately carried by the two segments of  thought. The originality of  religious doctrine becomes an important aspect which was presented by al-Ghazali in order to confront the world of philosophy-laden fiction. Philosophy and religion in the view of  al-Ghazali are the two different entities and existences. Meanwhile, Ibn Rushd struggled to establish the two entities and the existences of  this ijtihad which become an aspect that can be integrated. Both are struggling to find the truth.keywords: Philosophy, Religion, Theology, Logic, Confusion,.Filsafat dan agama dinilai sebagai dua entitas yang “seakan-akan” berbeda. Agama lebih berindikasi pada wahyu sebagai landasan primernya dan berafiliasi pada prinsip-prinsip normativitas. Sementara itu, filsafat yang lebih berhaluan pada prinsip-prinsip rasionalitas mewujudkan nilai-nilai ketuhanan rububiyyah dalam domain historis. Secara niscaya, kedua aspek di atas menganut prinsip-prinsip sudut pandang angle yang bervariasi. Dari variasi sudut pandang keduanya ingin mencapai suatu kebenaran hakiki dalam menafsirkan teks-teks Tuhan yang masih bersifat absrak. Tekstualitas dan kontekstualitas menjadi dua determinasi penting yang akhirnya diusung oleh kedua segmentasi  pemikiran  tersebut.  Pengusungan  orisinalitas  doktrin agama  menjadi  aspek  penting  yang  diketengahkan  al-Ghazali guna  mengkonfrontasi  dunia  filsafat  yang  sarat  rekaan.  Filsafat dan agama dalam pandangan al-Ghazali merupakan dua entitas dan eksistensi yang berbeda. Sementara itu, Ibnu Rusyd berjuang untuk mengukuhkan bahwa kedua entitas dan eksistensi ijtihad ini merupakan aspek yang dapat dipadukan. Keduanya berjuang untuk mencari suatu kebenaran.kata kunci: Filsafat, Agama, Teologi, Logika, Kerancuan, Hukum, Fikih.
Ritualitas ibadah haji dalam PeRsPektif al-QuR’an dan antRoPologi Mas'udi, Mas'udi
HERMENEUTIK Vol 7, No 1 (2013): Hermeneutik: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Tafsir
Publisher : Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, IAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/hermeneutik.v7i1.920

Abstract

Dalam lintasan sejarah keberadaannya, haji menjadi suaturitus dalam kehidupan masyarakat muslim yang fenomenal.Fenomenalitas tersebut terjadi karena ritual ini sempat menjadi‘ancaman’ serius bagi eksistensi kolonial Belanda di Indonesiaselain hakikat keberadaannya sebagai salah satu rukun Islamyang wajib dikerjakan bagi segenap kaum muslim yang mampumengerjakannya. Jadilah ritus ini sebagai fakta yang dikerjakandi antara prestise sosial dan kewajiban agama. Berbekal telusurkepustakaan dan fenomena kebudayaan yang berkembangdi tengah-tengah kehidupan masyarakat muslim kajian inidimunculkan. Pendekatan antropologis dikemukakan untukmemotret fenomena ibadah haji yang berdialektika secara intensifatas konstruks budaya sosial yang berkembang di tengah-tengahkehidupan masyarakat. Tanpa mengenyampingkan nilai-nilaisyar’i yang secara niscaya akan mereka sandari untuk pemenuhanprkateknya, ruang-ruang kebudayaan memberi warna signifianbagi pelaksanaan ibadah haji. Ibadah haji yang hadir di tengahtengah kehidupan masyarakat muslim berdialog secara intensifatas kebudayaan sosial yang berkembang di kehidupan mereka.Hal ini terlihat dari pelaksanaan seremonial keberangkatan danpenyambutan para jamaah haji yang akan berangkat dan datangdari Kota Makkah dan Madinah. Di beberapa tempat proseskeberangkatan haji dilaksanakan secara sederhana. Namun, di tempat lain, pelaksanaan ini dilaksanakan secara meriah gunamenyambut datangnya tamu Allah.
Perilaku Partisipasi Pemilih pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kudus Tahun 2018 Mas'udi, Mas'udi; Qodarsasi, Umi; Dewi, Nevy Rusmarina
JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo) Vol 2, No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21580/jsw.2018.2.2.3038

Abstract

The high voter's participation in the Regional Head Election of Kudus Regency in 2018 had importance to observe. Applying qualitative approach this research try to reveal the supporting factors underlying the participative behavior in the election. It was found in the research that: Firstly, the sociological factors, such as discussion, family opinion, organizational relations, friendship interaction, working sphere, religion, and gender of the candidates; Secondly, psychological factors, which refer more to identify the candidate identities as well as the party supporters; and thirdly, rational factors, in which voters understand the vision, mission, and the program of the candidates
MENYINGKAP HUBUNGAN AGAMA DAN FILSAFAT: MERENDA KESESATAN FILSAFAT AL-GHAZALI, MERESPONS KETERHUBUNGAN FILSAFAT DAN AGAMA IBNU RUSYD Mas'udi, Mas'udi
Jurnal Penelitian Vol 7, No 2 (2013): Jurnal Penelitian
Publisher : LP2M IAIN kUDUS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/jupe.v7i2.816

Abstract

THE RELATIONSHIP BETWEEN RELIGION AND PHILOSOPHY (Searching the Fallacy Philosophy of  al-Ghazali, Responding the Connection between Philosophy and Religion of  Ibn Rushd). Philosophy and religion are considered as the two entities as if  different. Religion is indicated on revelation as the primary foundation and affiliated to the principles of  normativity. Meanwhile, the philosophy is more leaning on the principles of rationality embodies the values of divinity rububiyyah in the historical domain. Necessarily, the two aspects above adhere to the principles of  various viewpoints. From these points, both of  them want to achieve the ultimate truth in interpreting the texts of  the Lord that is still abstract. Textuality and contextuality become the important determinants ultimately carried by the two segments of  thought. The originality of  religious doctrine becomes an important aspect which was presented by al-Ghazali in order to confront the world of philosophy-laden fiction. Philosophy and religion in the view of  al-Ghazali are the two different entities and existences. Meanwhile, Ibn Rushd struggled to establish the two entities and the existences of  this ijtihad which become an aspect that can be integrated. Both are struggling to find the truth.keywords: Philosophy, Religion, Theology, Logic, Confusion,.Filsafat dan agama dinilai sebagai dua entitas yang “seakan-akan” berbeda. Agama lebih berindikasi pada wahyu sebagai landasan primernya dan berafiliasi pada prinsip-prinsip normativitas. Sementara itu, filsafat yang lebih berhaluan pada prinsip-prinsip rasionalitas mewujudkan nilai-nilai ketuhanan rububiyyah dalam domain historis. Secara niscaya, kedua aspek di atas menganut prinsip-prinsip sudut pandang angle yang bervariasi. Dari variasi sudut pandang keduanya ingin mencapai suatu kebenaran hakiki dalam menafsirkan teks-teks Tuhan yang masih bersifat absrak. Tekstualitas dan kontekstualitas menjadi dua determinasi penting yang akhirnya diusung oleh kedua segmentasi  pemikiran  tersebut.  Pengusungan  orisinalitas  doktrin agama  menjadi  aspek  penting  yang  diketengahkan  al-Ghazali guna  mengkonfrontasi  dunia  filsafat  yang  sarat  rekaan.  Filsafat dan agama dalam pandangan al-Ghazali merupakan dua entitas dan eksistensi yang berbeda. Sementara itu, Ibnu Rusyd berjuang untuk mengukuhkan bahwa kedua entitas dan eksistensi ijtihad ini merupakan aspek yang dapat dipadukan. Keduanya berjuang untuk mencari suatu kebenaran.kata kunci: Filsafat, Agama, Teologi, Logika, Kerancuan, Hukum, Fikih.