Penelitian ini menjelaskan implementasi Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2012 dan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021 dalam menangani tindak pidana pencurian hasil kebun dengan pendekatan keadilan restoratif. Meskipun Peraturan Kapolri memungkinkan perdamaian antara pelaku dan manajemen kebun untuk kasus dengan kerugian di bawah Rp. 2,5 juta, ketentuan pidana Pasal 55 jo. Pasal 107 UU Perkebunan menimbulkan hambatan. Penelitian ini berfokus pada hambatan hukum, struktural, dan budaya dalam penerapan kebijakan tersebut. Upaya diusulkan termasuk revisi interpretasi hukum, koordinasi antara manajemen kebun dan penegak hukum, serta klarifikasi kepada masyarakat mengenai ketentuan hukum yang berlaku. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa meskipun ada kemungkinan penyelesaian perkara pencurian hasil kebun dengan pendekatan keadilan restoratif berdasarkan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2021 dan Perma No. 2 Tahun 2012, hambatan substansial muncul dari ketentuan pidana yang diatur oleh Pasal 55 huruf d jo. Pasal 107 UU Perkebunan. Usaha dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut, termasuk mengedepankan Pasal 362, Pasal 363, dan Pasal 364 KUHP agar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2012 dapat diterapkan. Selain itu, hambatan struktural dan budaya juga menjadi kendala. Hambatan struktural muncul dari kelemahan aparatur penegak hukum dalam membedakan jenis pencurian, sementara hambatan budaya berkaitan dengan pemahaman masyarakat yang keliru terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2 Tahun 2012. Upaya diusulkan termasuk koordinasi antara pihak manajemen kebun dan penegak hukum, serta sosialisasi yang lebih baik kepada masyarakat mengenai ketentuan hukum yang berlaku.