Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Sengketa Tanah Wakaf di Sumatera Utara (Systematic Literature Review Terhadap Pemberitaan Media Online) Syahputra, Akmaluddin; Khalid, Khalid
Halu Oleo Law Review Vol 4, No 1 (2020): Halu Oleo Law Review: Volume 4 Issue 1
Publisher : Halu Oleo University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33561/holrev.v4i1.11525

Abstract

Fokus penelitian ini ialah melakukan penilaian terhadap konten media tentang sengketa Tanah Wakaf di Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi informasi yang berguna mengenai sengketa tanah wakaf di Sumatera yang bersumber dari media online yang dapat diakses di internet, dilaksanakan sejak 31 Juli 2019-30 November 2019. Metode yang digunakan pada penelitian ini Systematic literature review (SLR) atau tinjauan pustaka sistematis, yakni metode literature review yang mengidentifikasi, menilai, dan menginterpretasi seluruh temuan-temuan pada suatu topik penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil akhir yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan pemberitaan sebanyak 48 media yang memberitakan sengketa wakaf sejak tahun 2007 hingga 2019, terdapat setidaknya kriteria tertentu yang signifikan berdasarkan protokol yang ditetapkan pada penelitian ini: Pertama, dari sisi peruntukan wakaf, sengketa tanah wakaf didominasi pada masjid; Kedua, dari sisi pihak yang bersengketa, didominasi antara umat Islam dan pihak developer; Ketiga: dari sisi lokasi di Sumatera Utara, didominasi di Kota Medan; Keempat: dari sisi tahun terbit didominasi pada tahun 2018; dan Kelima, dari sisi kode media menunjukkan, tidak didominasi oleh karakter media tertentu, yang berarti baik media Islam, media mainstream, media lokal maupun nasional, secara berimbang memuat pemberitaan sengketa wakaf. Hasil evaluasi terhadap data sengketa wakaf yang diungkap media menunjukkan, bahwa secara umum, persoalan sengketa wakaf di Sumatera Utara belum tergambarkan secara menyeluruh di masing-masing daerah. Advokasi yang dilakukan baik secara litigasi maupun non litigasi menunjukkan belum adanya penyelesaian secara tuntas sengketa tanah wakaf di Sumatera Utara.Fokus penelitian ini ialah melakukan penilaian terhadap konten media tentang sengketa Tanah Wakaf di Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi informasi yang berguna mengenai sengketa tanah wakaf di Sumatera yang bersumber dari media online yang dapat diakses di internet, dilaksanakan sejak 31 Juli 2019-30 November 2019. Metode yang digunakan pada penelitian ini Systematic literature review (SLR) atau tinjauan pustaka sistematis, yakni metode literature review yang mengidentifikasi, menilai, dan menginterpretasi seluruh temuan-temuan pada suatu topik penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil akhir yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan pemberitaan sebanyak 48 media yang memberitakan sengketa wakaf sejak tahun 2007 hingga 2019, terdapat setidaknya kriteria tertentu yang signifikan berdasarkan protokol yang ditetapkan pada penelitian ini: Pertama, dari sisi peruntukan wakaf, sengketa tanah wakaf didominasi pada masjid; Kedua, dari sisi pihak yang bersengketa, didominasi antara umat Islam dan pihak developer; Ketiga: dari sisi lokasi di Sumatera Utara, didominasi di Kota Medan; Keempat: dari sisi tahun terbit didominasi pada tahun 2018; dan Kelima, dari sisi kode media menunjukkan, tidak didominasi oleh karakter media tertentu, yang berarti baik media Islam, media mainstream, media lokal maupun nasional, secara berimbang memuat pemberitaan sengketa wakaf. Hasil evaluasi terhadap data sengketa wakaf yang diungkap media menunjukkan, bahwa secara umum, persoalan sengketa wakaf di Sumatera Utara belum tergambarkan secara menyeluruh di masing-masing daerah. Advokasi yang dilakukan baik secara litigasi maupun non litigasi menunjukkan belum adanya penyelesaian secara tuntas sengketa tanah wakaf di Sumatera Utara.
Faktor Penyebab Perkawinan Tidak Tercatat (Studi Kasus Di Desa Pasir Jae Kecamatan Sosa) Sari Hasibuan, Jusmi; Syahputra, Akmaluddin
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1631

Abstract

Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan pada umumnya harus di catatkan di pegawai pencatat nikah. Akan tetapi sampai sekarang masih ada kurang lebih 33 orang di Desa Pasir Jae yang perkawinannya belum terdaftar atau belum di catatkan. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Ayat (1) menentukan bahwa perkawinan adalah sah apabila di lakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Ayat (2) menentukan bahwa tiap-tiap perkawinan harus di catatkan menurut peraturan perundang-undang yang berlaku. Dari pasal tersebut dapat di pahami bahwa sebuah perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan kepercayaannya itu. Ini berarti bahwa jika suatu perkawinan telah memenuhi syarat dan rukun nikah atau ijab kabul telah dilaksanakan (bagi umat Islam). Maka perkawinan tersebut adalah sah terutama di mata agama dan kepercayaan masyarakat perlu di sahkan lagi oleh negara. Perkawinan yang tidak memenuhi Pasal (2) ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini menimbulkan banyak kerugian bagi istri maupun anak yang dilahirkan. Terkait dengan hak-hak mereka dalam menuntut pembagian harta benda, dan lain sebagainya. Tuntutan pemenuhan hak-hak tersebut manakala terjadi sengketa akan sulit di penuhi karena tidak adanya bukti catatan resmi perkawinan yang sah. Tidak dapat di pungkiri bahwa untuk menentukan ukuran tentang sah dan tidaknya seorang anak yang dilahirkan. Hal tersebut tidak terlepas dengan persoalan keabsaan perkawinanyang di lakukan oleh kedua orang tuanya. Hak-hak anak tersebut dapat terlanggar, seperti tidak dapat mewarisi dari ayahnya secara hukum negara, meski secara agama anak tersebut mempunyai hak atas hal tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini membahas lebih lanjut mengenai status hukum hak anak yang lahir dari perkwinan tidak tercatat di kantor pegawai sipil. Rumusan masalah yang akan di bahas adalah mengapa masyarakat di Desa Pasir Jae melakukan perkawinan tidak tercatat, faktor penyebab perkawinan tidak tercatat di Desa Pasir Jae Kecamatan Sosa.
Juridical Analysis of the Tradition of Consuming Tritis (Case Study of the Muslim Community in Karo from 2011 to 2022) Sitepu, Fahri Roja; Tanjung, Dhiauddin; Syahputra, Akmaluddin
Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Vol 11 No 1 (2024): Volume 11 Nomor 1 Juni 2024
Publisher : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum uin alauddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/jurisprudentie.v11i1.47923

Abstract

The Law on Consuming Tritis from the Perspective of the Fatwa of the Indonesian Ulema Council (MUI) of North Sumatra Province No. 5 of 2011 Concerning the Law on Tritis and Law No. 33 of 2014 of the Republic of Indonesia Regarding Halal Product Assurance (Case Study of the Muslim Karo Community from 2011-2022) This journal explores the traditions of the Muslim Karo community in consuming tritis in relation to the implementation of the MUI North Sumatra Province Fatwa No. 5 of 2011, which discusses the legal status of consuming tritis. Tritis, a traditional food derived from undigested cow food processed with certain spices, holds significant cultural meaning for the Muslim Karo community. This study aims to explain the practice of consuming tritis in the Karo region and how these practices align with the religious guidelines provided by the MUI fatwa. Using an empirical juridical research approach and case study methodology, this research includes observations, interviews, and document studies. Through qualitative data analysis and deductive reasoning, this study examines the consumption habits of the Muslim Karo community and evaluates them based on the fatwa's provisions. The findings show that the tradition of consuming tritis is deeply embedded in Karo culture, influenced by long-held beliefs about the health benefits of tritis and the ease of obtaining its ingredients. However, the legal status of consuming tritis, as outlined by the MUI Fatwa No. 5 of 2011, states that the practice is haram because it derives from animal materials prohibited under Islamic law. The implementation of this fatwa has been inadequate due to a lack of religious knowledge, insufficient fatwa socialization, and deeply rooted cultural factors.
Religious Court Decisions Regarding the Revocation of Grant (Hibah) in the Perspective of Islamic Jurisprudence Harahap, Purnama Hidayah; Asmuni; Syahputra, Akmaluddin; Meidina, Ahmad Rezy; Zein, Anwar
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 17 No. 2 (2023)
Publisher : Sharia Faculty of State Islamic University of Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/mnh.v17i2.9767

Abstract

This scholarly article examines the judgments rendered by Religious Courts concerning disputes related to the revocation of grants, employing the viewpoint of Islamic jurisprudence and the maslahah theory. In this instance, the judicial panel overseeing the dispute related to the cancellation of the grant primarily invoked the provisions outlined in Article 35, Paragraph 1, and Article 36, Paragraph 1 of the Marriage Act (Law Number 1 of 1974), which pertain to joint property, along with Article 1338 of the Civil Code, addressing agreements. Consequently, the judges disregarded the article pertaining to the right to withdraw the grant’s subject, even though the grant is given without the consent of the other heirs. Meanwhile, in accordance with the maslahah theory, decisions rendered by a panel of judges in the Religious Court ideally aim to actualize the concept of Maqasid al-Shari’ah, specifically focused on the preservation of both property and descendants. This approach helps mitigate adverse consequences that may arise within familial dynamics, particularly in relationships between parents and their heirs. Nevertheless, in accordance with Hans Kelsen’s justice theory, the deliberations undertaken by judges when adjudicating cases involving the revocation of grants often exhibit inconsistency in the application of the pertinent legal framework, thereby leading to a partial realization of the intended concept of justice.
Tinjauan Fiqh Siyasah Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 Tentang batas Usia Capres dan Cawapres Wahyuni Dekananda, Atika; Syahputra, Akmaluddin
Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik Vol. 4 No. 3 (2024): (JIHHP) Jurnal Ilmu Hukum, Humaniora dan Politik (Maret - April 2024)
Publisher : Dinasti Review Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jihhp.v4i3.1902

Abstract

The Constitutional Court in Decision Number 90/PUU-XXI/2023 examines the qualifications stipulated in Article 169 letter (q) of Law Number 7 of 2017 concerning the General Elections for the President and Vice President Candidates. This study aims to examine how the interpretation of Fiqh Siyasah relates to the Constitutional Court Decision No. 90/PUU-XXI/2023 regarding the age limits of presidential and vice-presidential candidates. The research method used in this journal is normative juridical research techniques. The research findings show an analysis of Siy?sah qa?h?'iyyah's assessment of Constitutional Court Decision Number 90/PUU-XXI/2023 regarding the age limits of presidential and vice-presidential candidates. This can be equated with the authority of Wil?yah al-ma?h?lim in addressing injustices, arbitrariness, and abuse of authority by the authorities towards their society. Provisions regarding the inability of the Constitutional Court (MK) to decide on matters related to family interests must be more precisely and firmly regulated in relation to such issues. Solutions to Constitutional Court decisions (MK) due to violations of the code of ethics or legal issues are needed. Legal efforts must include improvements by the People's Representative Council (DPR) or reconsideration by the Constitutional Court (MK), excluding judges who have violated the code of ethics. Constitutional Court Decision Number 90/Puu-XXI/2023 which imposes age limits on presidential and vice-presidential candidates is considered to violate the Code of Ethics of the Constitutional Court.