Muhammad Gary Gagarin Akbar
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

POLITIK HUKUM DALAM PEMBAHARUAN PERATURAN EKSTRADISI DI INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNITED NATIONS MODEL TREATY ON EXTRADITION OF 1990 Zarisnov Arafat; Muhammad Gary Gagarin Akbar
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 4 No 1 (2019): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v4i1.640

Abstract

Ekstradisi secara universal hingga saat ini mengalami perubahan yang semakin baik, terutama setelah kehidupan bernegara sudah mulai tampak lebih maju sampai abad 20 ini. Hubungan dan pergaulan internasional menemukan bentuk dan substansinya yang baru dan berbeda dengan zaman sebelum Perjanjian Perdamaian Westphalia tahun 1648. Negara-negara yang berdasarkan atas prinsip kemerdekaan kedaulatan dan kedudukan sederajat mulai menata dirinya masing-masing terutama masalah domestik dengan membentuk dan mengembangkan hukum nasionalnya, yang salah satunya di bidang hukum pidana nasional. Hukum pidana nasional masing-masing negara, terutama jenis-jenis kejahatan atau tindak pidananya, disamping pula ada kesamaan dan perbedaannya. Semakin menguat batas wilayah dan kedaulatan teritorial masing-masing negara, semakin menguat pula penerapan hukum nasionalnya di dalam batas wilayah negara masing-masing. Semakin banyaknya perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara-negara baik bilateral ataupun multilateral untuk mengatur suatu masalah tertentu yang sudah, sedang, dan akan dihadapi. Dalam pembuatan perjanjian tersebut mulai dilakukan pengkhususan atas substansinya, jadi tidak lagi satu perjanjian mencakup berbagai macam substansi yang berbeda-beda. Di Indonesia peraturan mengenai Ekstradisi dibuat pada tahun 1979, mengingat hingga saat ini belum terjadi perubahan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 padahal PBB telah membuat suatu model pembuatan perjanjian ekstradisi pada tahun 1990, sehingga sudah selayaknya peraturan mengenai ekstradisi di Indonesia harus mengalami pembaharuan ke depan yang lebih baik. Kata Kunci: Ekstradisi, Politik Hukum, Hukum Pidana. Abstract Extradition is universally up to now experiencing increasingly good changes, especially after the state of life has begun to appear more advanced until the 20th century. International relations and relationships find new and different forms and substance from the times before the Treaty of Peace of Westphalia in 1648. Countries that are based on the principle of freedom of sovereignty and equal position begin to organize themselves, especially domestic problems by forming and developing national laws, which one of them is in the field of national criminal law. The national criminal law of each country, especially the types of crime or criminal acts, besides there are similarities and differences. The stronger regional boundaries and territorial sovereignty of each country, the stronger the application of national laws within the borders of each country. The increasing number of agreements made by countries both bilaterally and multilaterally to regulate a particular problem that has been, is being, and will be faced. In making these agreements, specialization of the substance began to be carried out, so no more than one agreement covers a variety of different substances. In Indonesia, the Extradition regulation was made in 1979, considering that until now there had been no changes in Law Number 1 of 1979 even though the United Nations had made a model for making an extradition treaty in 1990, so that proper regulations on extradition in Indonesia must undergo reform better future. Keyword: Extradition, Politics of Law, The Criminal Law.
BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DIREKSI PERSEROAN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI BISNIS Muhammad Gary Gagarin Akbar
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2016): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v1i1.77

Abstract

ABSTRAK Direksi mempunyai peran yang sangat vital bagi perseroan. Direksi ibarat nyawa bagi perseroan, tidak mungkin suatu perseroan tanpa adanya direksi. Direksi bertugas sebagai perwakilan perseroan dalam menjalankan perseroan. Dalam prakteknya, direksi sering kali dirugikan akibat keputusan bisnis yang diambilnya. Hal ini diakibatkan oleh belum adanya harmonisasi undang-undang mengenai definisi keuangan negara sehingga memungkinkan direksi dikenakan tindak pidana korupsi jika direksi dalam mengambil keputusan bisnis menimbulkan kerugian bagi perseroan. Jika direksi dalam mengambil suatu keputusan tidak mendapatkan perlindungan hukum maka direksi menjadi takut untuk mengadakan transaksi bisnis. Karena itu dalam hal ini sangat dibutuhkan doktrin Business Judgement Rule sebagai perlindungan hukum bagi direksi dalam melakukan transaksi bisnis agar mereka bisa menjalankan tugasnya dengan maksimal. Selain itu, jika direksi membuat keputusan bisnis yang menimbulkan kerugian untuk perseroan dikarenakan ultra vires atau melampaui kewenangan yang telah ditentukan dalam anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka direksi tersebut tidak bisa dilindungi oleh doktrin Business Judgement Rule. Dalam hal direksi melakukan tindakan ultra vires, maka direksi tersebut dapat dikenakan Pasal 97 ayat (3) UUPT, pasal ini menyatakan bahwa setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh sampai pada harta pribadi apabila direksi tersebut melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan perseroan mengalami kerugian, kemudian direksi BUMN juga dapat dikenakan Pasal 1365 mengenai perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, maka harus membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Kata Kunci: Direksi, BUMN, Business Judgement Rule ABSTRACT Directors have a very important role for company. Directors like soul of the company, impossible a company without directors. Directors served as representative of the company in running the company. In practice, directors are often adversely affected business decision taken. This is caused by the absence of harmonization of legislation on the definition of state finances so as to enable the directors subject to corruption if the directors in making business decisions result in losses for the company. If the directors in taking a decision not to get legal protection, the directors be afraid to conduct business transactions. Therefore in this case is necessary doctrine of Business Judgment Rule as legal protection for directors in the transaction of business so that they can carry out their duties to the fullest. In addition, if directors make business decisions causing losses to the company due to the ultra vires or beyond the authority specified in the statutes or regulations applicable law, the directors can not be protected by the doctrine of the Business Judgment Rule. In the event that the directors act ultra vires, the directors may be subject to Article 97 paragraph (3) of legislation limited liability company, this article states that each member of the board of directors fully responsible to the personal property if the directors of wrongdoing or negligence which resulted in the company at a disadvantage, then the board of directors SOE also be subject to Article 1365 of the unlawful act that caused financial losses to others, it must pay compensation to the injured party. Keywords : Directors, State Owned Enterprises, Business Judgement Rule (BJR)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DEBITOR YANG WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN UTANG PIUTANG DARI ANCAMAN HUKUM PIDANA Muhammad Gary Gagarin Akbar; Zarisnov Arafat
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2017): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v2i1.399

Abstract

Abstrak Perjanjian merupakan perbuatan hukum yang paling sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, khususnya perjanjian utang piutang. Dari masyarakat kelas atas sampai kelas bawah pernah melakukan perjanjian utang piutang untuk menutupi kebutuhan hidupnya. Dalam pelaksanaan perjanjian utang piutang mengandung resiko bahwa adanya kemungkinan terjadinya wanprestasi. Kasus wanprestasi yang dilakukan debitor dalam perjanjian utang piutang membawa masalah baru manakala kreditor yang merasa dirugikan melaporkan debitor kepada pihak kepolisian karena ketidakmampuannya membayar utang. Debitor harus mendapatkan perlindungan hukum dari ancaman pidana karena masalah perjanjian merupakan masalah hukum perdata yang jika terjadi permasalahan harus diselesaikan dengan jalur perdata pula. Lokasi dilakukannya penelitian ini yakni di beberapa wilayah Kabupaten Karawang dan Polres Karawang sebagai tempat dalam memperoleh data-data terkait kasus wanprestasi utang piutang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan cara melakukan observasi, catatan lapangan, dan wawancara terhadap pihak terkait di lokasi penelitian tersebut. Hasil penelitian ini menjelaskan mengenai perlindungan hukum terhadap debitor wanprestasi apabila debitor pada saat melakukan negosiasi sebelum tercapainya kesepakatan melakukan tipu daya seperti nama palsu ataupun martabat palsu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 378 KUHP. Kemudian pola penyelesaian sengketa yang ideal dalam sengketa utang piutang adalah melalui negosiasi agar tercapainya win-win solution. Kata Kunci : Debitor, Perjanjian, Wanprestasi.
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KABUPATEN KARAWANG Muhammad Gary Gagarin Akbar
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 3 No 1 (2018): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v3i1.551

Abstract

Abstrak Pedagang Kali Lima (PKL) merupakan fenomena yang ada di seluruh wilayah di Indonesia. Kehadiran PKL seringkali dipandang negatif oleh masyarkat karena dianggap menganggu lalu lintas dan penggunaan trotoar sebagai tempat untuk berjualan. Untuk itu dibutuhkan peran dari pemerintah dalam rangka melakukan penataan terhadap PKL di Kabupaten Karawang. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam penataan pedagang kaki lima (PKL) di kabupaten karawang. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode pendekatan yuridis empiris yaitu mengelaborasikan antara studi kepustakaan dengan data-data empiris di lapangan. Hasil penelitian ini yaitu peran dan tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten Karawang sangat terlihat dari ketentuan-ketentuan yang ada dalam Peraturan daerah Kabupaten Karawang Nomor 4 Tahun 2015 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Peran dan tanggung jawab pemerintah daerah antara lain menyiapkan lokasi bagi PKL untuk berjualan sesuai dengan tempat dan waktu, mengarahkan PKL untuk melakukan pendaftaran di Dinas terkait, Pemberdayaan PKL, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap penataan dan pemberdayaan PKL, dan pembinaan dan pengawasan terhadap PKL. Kata Kunci: Pedagang Kaki Lima (PKL), Upaya Pemerintah, Asas Legalitas Abstract Street Vendors are a phenomenon that exists in all regions in Indonesia. The presence of street vendors is often viewed negatively by the community because it is considered to interfere with traffic and the use of sidewalks as a place to sell. For this reason, the role of the government is needed in order to organize the street vendors in Karawang Regency. The formulation of the problem in this study is how the roles and responsibilities of the local government in structuring street vendors in Karawang district. This research method uses a qualitative method with an empirical juridical approach method that is elaborating between library studies with empirical data in the field. The results of this study are the roles and responsibilities of the Karawang regency government are very visible from the provisions contained in the Karawang Regency Regional Regulation the area of Karawang Number 4 of 2015 on Arrangement and Empowerment of Street Vendors. Roles and responsibilities of the local government, among others, prepare locations for street vendors to sell according to place and time, direct street vendors to register in related offices, Empower street vendors, conduct monitoring and evaluation of structuring and empowering street vendors, and fostering and monitoring street vendors. Keyword: Street vendors, Government efforts, The Principle of legality
KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN UTANG PIUTANG YANG DIBUAT DALAM BENTUK AKTA DI BAWAH TANGAN Lia Amaliya; Muhamad Abas; Muhammad Gary Gagarin Akbar
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2022): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v7i1.2292

Abstract

Perjanjian pada dasarnya tidak terikat dengan suatu bentuk tertentu. Khususperjanjian secara tertulis dapat dituangkan dalam bentuk akta baik akta otentik danakta di bawah tangan yang mempunyai kekuatan pembuktian yang berbeda. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana keabsahan perjanjian utangpiutang yang dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan serta bagaimana kekuatanhukum dari perjanjian utang piutang yang dibuat dalam bentuk akta dibawahtangan. Metedologi yang digunakan adalah yuridis normatif dan dikaji denganpendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan dikaitkan denganpermasalahan yang dibahas. Hasil dari penelitian adalah bahwa selama para pihakyang membuat akta perjanjian utang piutang dalam bentuk akta di bawah tangansesuai dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana tersirat dalam pasal 1320KUHPerdata, maka perjanjian utang piutang tersebut memiliki kekuatan hukumyang mengikat seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Sertamemiliki kekuatan pembuktian selama isi dan tanda tangan yang terdapat dalamakta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut Kata Kunci : Kekuatan Hukum, Akta di bawah Tangan, Utang Piutang The agreement is basically not bound by a certain form. Specifically, a writtenagreement can be stated in the form of a deed, both authentic deed and private deed, which have dif erent evidentiary powers. The problem of this research is how thevalidity of the debt agreement made in the form of a deed under the hand and how thelegal force of the debt agreement is made in the form of a deed under the hand. Themethodology used is normative juridical and is reviewed with the statute approach andis related to the problems discussed. The results of the study are that as long as theparties who make the debt agreement deed in the form of an underhand deed inaccordance with the terms of the validity of the agreement as implied in article 1320 ofthe Civil Code, the debt agreement has binding legal force as law for the partiesinvolved. make it. And has the power of proof as long as the contents and signaturescontained in the deed are recognized by the parties who made the deed Legal Power, Deed Under Hand, Accounts Payabl