Claim Missing Document
Check
Articles

ANALISIS YURIDIS PEMOTONGAN UPAH PEKERJA DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) OLEH PERUSAHAAN TERDAMPAK COVID-19 Muhamad Abas
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 5 No 1 (2020): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v5i1.1267

Abstract

Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk yang lain. Pada Tanggal 11 Maret Tahun 2020 COVID-19 dinyatakan oleh World Health Organization (WHO) sebagai pandemik global. Ekonomi global dipastikan melambat, menyusul penetapan dari WHO yang menyebutkan wabah Corona sebagai pandemi yang mempengaruhi dunia usaha. Permasalahan penelitian adalah apakah perusahaan yang terdampak Covid-19 dapat melakukan pemotongan upah dan/atau Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerjanya? Metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan yang digunakannya yaitu yuridis normative, mencari permasalahan yang diangkat dari bahan bacaan atau literatur-literatur yang bersumber dari studi kepustakaan (library research). Hasil penelitian yaitu bahwa pemotongan upah pekerja akibat perusahaan merugi sebagai dampak wabah COVID-19 adalah tidak berdasarkan hukum dan dapat menimbulkan perselisihan hubungan industrial, yaitu perselisihan hak, sebaiknya perusahaan dapat menyepakati bersama dengan pekerja dan/atau serikat pekerja mengenai perubahan besaran maupun cara pembayaran upah selam perusahaan terdampak oleh COVID -19. Terkait PHK, ada masalah kemanusiaan yang harus diutamakan sesuai perintah yang sangat jelas termuat dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa pemerintah dan pengusaha dengan segala upaya harus sedapat mungkin menghindari terjadinya PHK. Kata kunci: Pemotongan Upah, PHK, COVID -19] A worker / laborer is anyone who works and receives wages or other forms of remuneration. On March 11, 2020, COVID-19 was declared by the World Health Organization (WHO) as a global pandemic. The global economy is certain to slow down, following a stipulation from the WHO which mentions the Corona outbreak as a pandemic affecting the business world. The research problem is whether companies affected by COVID -19 can cut wages and / or layoffs of workers? The qualitative research method, with the approach it uses, is juridical normative, looking for problems raised from reading material or literature sourced from library research. The results of the study show that the reduction in wages for workers due to companies losing money as a result of the COVID -19 outbreak is not based on law and can lead to industrial relations disputes, namely disputes over rights, the company should be able to agree together with workers and / or labor unions regarding changes in the amount and method of wage payment. dive companies affected by Covid-19. Regarding layoffs, there are humanitarian issues that must be prioritized according to the very clear instructions contained in Law no. 13 of 2003 concerning Manpower, which states that the government and employers with all efforts must avoid layoffs as much as possible. Keyword: Deduction of Wages, PHK, COVID-19
ANALISIS PELAKSANAAN PERJANJIAN JAM KERJA ANTARA PERUSAHAAN DENGAN PEKERJA DI PT. PLASINDO LESTARI DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 77 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Muhamad Abas; Sartika Dewi; Yusuf Rizki
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 2 (2021): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v6i2.1916

Abstract

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinyaterhadap satu orang lain atau lebih. Di Dalam Pasal 1 angka (14) Undang-undang No.13Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan bahwa Perjanjian Kerja adalah perjanjian antarapekerja atau buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah pelaksanaanperjanjian kerja dengan perusahaan di PT Plasindo Lestari Menurut Perjanjian WaktuKerja? 2. Apakah yang menyebabkan ketidaksesuain jam kerja di PT Plasindo Lestari?Penelitian ini menggunakan Metode Pendekatan secara yuridis- Empiris, SpesifikasiPenelitian yang digunakan bersifat deskriptif , dan data yang diolah adalah deskriptifkualitatif isi sesuai dengan tujuan penelitian yang selanjutnya dikonstruksikan dalam suatukesimpulan perjanjian kerja dengan perusahaan sudah tidak asing lagi. Perjanjian kerjabersama merupakan hasil antara pihak pengusaha dan pihak pekerja yang diwakili olehserikat pekerja. Perjanjian kerja bersama di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003tercantum dalam pasal 116 sampai pasal 135, yang mengatur tentang persyaratan yangharus di penuhi untuk pembuatan suatu perjanjian kerja bersama.Hasil Penelitian penulisadalah di dalam perkara perusahaan mengenai jam kerja yang tidak sesuai karena diperusahaan PT Plasindo Lestari mengenai jam kerja paling banyak 1 (satu) Hari 12 (DuaBelas) Jam Dan 1 (satu) Minggu 72 (Tujuh Puluh Dua) Jam yang seharusnya didalamUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang KetenagaKerjaan Pasal 77 Ayat (2) waktukerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam dalam 1 (satu) hari dan 14(empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu Kata Kunci : Perjanjian, Perusahaan, Jam kerja An agreement is an act by which one or more persons bind themselves to one or more otherpersons. In Article 1 number (14) of Law No. 13 of 2003 concerning Manpower, it is statedthat a Work Agreement is an agreement between a worker or laborer and an entrepreneuror employer that contains the terms of work, rights and obligations of the parties. Identification of Problems 1. How is the implementation of the work agreement with thecompany at PT Plasindo Lestari according to the Working Time Agreement? 2. Whatcauses the incompatibility of working hours at PT Plasindo Lestari? This study uses ajuridical-empirical approach, the research specifications used are descriptive, and the dataprocessed is descriptive qualitative content in accordance with the research objectiveswhich are then constructed in a conclusion of a work agreement with a familiar company. Collective labor agreement is the result between the employer and the workers representedby the trade union. Collective labor agreements in Law No. 13 of 2003 are listed in articles116 to 135, which regulate the requirements that must be met for making a collective workagreement. at PT Plasindo Lestari regarding working hours at most 1 (one) Day 12(Twelve) Hours and 1 (one) Week 72 (Seventy Two) Hours which should be in Law Number13 of 2003 concerning Manpower Article 77 Paragraph ( 2) overtime can only be done fora maximum of 3 (three) hours in 1 (one) day and 14 (fourteen) hours in 1 (one) week. Keywords: Agreement, Company, Working Hours
ANALISIS PELANGGARAN PEMBAYARAN UPAH MINIMUM (Studi Putusan No. 401/PID.B/2012/PN.Bwi) Muhamad Abas
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2017): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v2i1.402

Abstract

Abstrak Pengertian tentang upah dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Sedangkan Abdul Khakim mengatakan bahwa upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pengertian upah minimum menurut Permenaker Nomor 7 Tahun 2013 tentang upah minimum Pasal 1 ayat 1 bahwa Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring pengaman. Upah minimum ini berlaku bagi pekerja lajang yang memiliki pengalaman kerja 0-1 tahun, berfungsi sebagai jaring pengaman, ditetapkan melalui Keputusan Gubernur berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan berlaku selama 1 tahun berjalan. Kata Kunci: Upah Minimum, Pekerja, Pengusaha
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PENGGUNA JASA PENGIRIMAN BARANG ATAS KEHILANGAN BARANG YANG DIKIRIMKAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Irma Garwan; Muhamad Abas; Nanik
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v6i1.1423

Abstract

Pembangunan dan perkembangan perekonomian dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi ditambah dengan globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi telekomunikasi memperluas transaksi barang atau jasa dapat dilihat dengan adanya pemanfaatan internet untuk menunjang transaksi perdagangan jarak jauh bahwa suatu perdagangan tidak lagi membutuhkan pertemuan antar pelaku bisnis maka dari itu hubungan konsumen dengan pelaku usaha jasa pengiriman barang itu sangatlah penting. Permasalahan dalam penelitian ini Yaitu Bagaimana Perlindungan Hukum bagi Konsumen pengguna jasa pengiriman barang jika barang yang dikirim tidak sampai atau hilang menurut Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penelitian ini menggunakan Metode Yuridis Normatif. Hasil penelitian adalah setelah melalui beberapa proses pemeriksaan barang akan segera dikirim ketempat tujuan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, apabila dalam pelaksanaan perjanjian tersebut mengalami wanprestasi, pihak jasa pengiriman barang bertanggungjawab untuk mengganti kerugian yang dialami pihak konsumen. Kedua belah pihak dapat menyelsaiakan masalah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, Apabila barang yang dikirim hilang atau rusak pihak jasa pengiriman barang bertanggungjawab untuk mengganti barang yang hilang atau rusak tersebut dengan barang yang sama atau mengganti uang sebesar harga barang tersebut. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Pelaku usaha jasa pengiriman barang, Konsumen.
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DI KABUPATEN KARAWANG M. Gary Gagarin Akbar; Muhamad Abas; Lia Amaliya
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 6 No 1 (2021): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v6i1.1425

Abstract

Corporate social responsibility merupakan kewajiban dari peraturan perundang-undangan yang dibebankan kepada setiap perusahaan agar memperhatikan lingkungan sekitar dimana perusahaan tersebut berada. Tujuan corporate social responsibility adalah untuk ikut berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat dan melakuka pembangunan secara berkesinambungan bersama pemerintah daerah. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana impelentasi kewajiban hukum perusahaan dalam memberikan corporate social responsibility di kabupaten karawang. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis empiris. Kesimpulan yang diperoleh adalah belum adanya kesadaran hukum bagi perusahaan di Kabupaten Karawang untuk memberikan corporate social responsibility kepada lingkungan dan Kabupaten Karawang pada umumnya. Padahal menurut ketentuan perundang-undangan perusahaan wajib memberikan corporate social responsibility sebagai kewajibannya untuk melakukan pembangunan ekonomi dan masyarakat yang ada di suatu daerah. Kata Kunci : Corporate Social Responsibility, Perusahaan dan Kewajiban Hukum
KEKUATAN HUKUM PERJANJIAN UTANG PIUTANG YANG DIBUAT DALAM BENTUK AKTA DI BAWAH TANGAN Lia Amaliya; Muhamad Abas; Muhammad Gary Gagarin Akbar
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2022): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v7i1.2292

Abstract

Perjanjian pada dasarnya tidak terikat dengan suatu bentuk tertentu. Khususperjanjian secara tertulis dapat dituangkan dalam bentuk akta baik akta otentik danakta di bawah tangan yang mempunyai kekuatan pembuktian yang berbeda. Permasalahan dari penelitian ini adalah bagaimana keabsahan perjanjian utangpiutang yang dibuat dalam bentuk akta dibawah tangan serta bagaimana kekuatanhukum dari perjanjian utang piutang yang dibuat dalam bentuk akta dibawahtangan. Metedologi yang digunakan adalah yuridis normatif dan dikaji denganpendekatan perundang-undangan (the statute approach) dan dikaitkan denganpermasalahan yang dibahas. Hasil dari penelitian adalah bahwa selama para pihakyang membuat akta perjanjian utang piutang dalam bentuk akta di bawah tangansesuai dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana tersirat dalam pasal 1320KUHPerdata, maka perjanjian utang piutang tersebut memiliki kekuatan hukumyang mengikat seperti undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Sertamemiliki kekuatan pembuktian selama isi dan tanda tangan yang terdapat dalamakta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut Kata Kunci : Kekuatan Hukum, Akta di bawah Tangan, Utang Piutang The agreement is basically not bound by a certain form. Specifically, a writtenagreement can be stated in the form of a deed, both authentic deed and private deed, which have dif erent evidentiary powers. The problem of this research is how thevalidity of the debt agreement made in the form of a deed under the hand and how thelegal force of the debt agreement is made in the form of a deed under the hand. Themethodology used is normative juridical and is reviewed with the statute approach andis related to the problems discussed. The results of the study are that as long as theparties who make the debt agreement deed in the form of an underhand deed inaccordance with the terms of the validity of the agreement as implied in article 1320 ofthe Civil Code, the debt agreement has binding legal force as law for the partiesinvolved. make it. And has the power of proof as long as the contents and signaturescontained in the deed are recognized by the parties who made the deed Legal Power, Deed Under Hand, Accounts Payabl
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MELAKUKAN MOGOK KERJA DARI TINDAKAN BALASAN PENGUSAHA DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 187 UNDANG-UNDANG NOMOR13 TAHUN 2003 TENTANGKETENAGAKERJAAN JUNCTO PASAL81 ANGKA (65) UNDANGUNDANG NOMOR11 TAHUN2020 TENTANGCIPTA KERJA Muhamad Abas; Abdul Kholiq; Arif Wicaksono
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2022): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v7i1.2295

Abstract

Kebebasan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pendapat merupakan hak yangdijamin oleh konstitusi, oleh karena itu maka tidak boleh ada pihak yangmelarang/menghalang-halangi siapapun yang akan mendirikan/melaksanakankegiatan organisasi serikat. Pada salah satu Perusahaan, pengusaha melakukantindakan penghalang-halangan kegiatan serikat pekerja berupa kegiatan mogokkerja, dengan cara melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yangmelakukan mogok kerja. Tindakan tersebut adalah merupakan tindakan balasanterhadap mogok kerja yang sah sebagai akibat dari gagalnya perundingan. Mogokkerja yang sah adalah hak dasar pekerja yang dilindungi. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi Pekerja yangmelaksanakan hak mogok kerja dihubungkan dengan Pasal 187 Undang-UndangNomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto Pasal 81 angka (65)Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan untuk mengetahuipertanggungjawaban pidana atas tindak pidana berupa tindakan balasan terhadapPekerja yang melakukan mogok kerja. Penelitian ini menggunakan metodependekatan yuridis empiris dan spesifikasi adalah deskriptif eksplanatif. Adapunhasil penelitiannya yaitu mogok kerja yang dilakukan oleh para pekerja PT. MUGAI INDONESIA tersebut adalah mogok kerja yang tidak sah dikarenakanbukan sebagai akibat dari gagalnya perundingan. Sehingga perbuatan PT. MUGAIINDONESIA yang melakukan pemutusan hubungan kerja kepada pekerja yangmelakukan mogok kerja dapat dikategorikan sebagai tindakan balasan yangdilakukan oleh perusahaan terhadap pekerja yang melakukan mogok kerja, akantetapi perbuatan tersebut tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban pidanadikarenakan terdapat alasan pembenar atas tindakan tersebut Kata Kunci : Mogok Kerja, Tindakan Balasan, Perlindungan Hukum Freedom of association, assembly, expression of opinion is a right guaranteed bythe constitution, therefore no party may prohibit/obstruct anyone who willestablish/carry out the activities of a union organization. In one of the companies, the entrepreneur takes action to prevent the union's activities in the form of a strike, by terminating the workers who go on strike. This action is a countermeasureagainst a legitimate strike as a result of the failure of negotiations. A legal strike isa basic protected worker right. The purpose of this study is to determine the form oflegal protection for workers exercising the right to strike in relation to Article 187of Law Number 13 of 2003 concerning Manpower in conjunction with Article 81number (65) of Law Number 11 of 2020 concerning Job Creation and to find outcriminal liability for criminal acts in the form of retaliation against Workers whostrike. This study uses an empirical juridical approach and the specification isdescriptive explanatory. As for the results of the research, namely the strike carriedout by the workers of PT. MUGAI INDONESIA is an illegal strike because it is notthe result of failed negotiations. So that the actions of PT. MUGAI INDONESIAwhich terminates the employment relationship of workers who go on strike can becategorized as retaliatory actions taken by the company against workers who go onstrike, but such actions cannot be subject to criminal responsibility because thereare reasons to justify such actions Keywords: Strike, Countermeasures, Legal Protecti
KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PENGHAPUSAN HAK TANGGUNGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Muhamad Abas; Anwar Hidayat; Lilis Setiani
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2022): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v7i1.2296

Abstract

Hukum perdata dalam kehidupan masyarakat adalah sebuah perwujudan dari normayang berlaku dimasyarakat yang mengatur tata cara berkehidupan antara individudengan individu dalam bernegara. Dalam menyusun kehidupan rakyatnya Negarahadir untuk mengatur hukum dalam kehidupan masyarakat termasuk peraturanmengenai hak tanggungan yang diatur oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996tentang hak tanggungan, didalamnya diatur mengenai penghapusan hak tanggunganyang menjadi kepastian hukum bagi para debitur dan kreditur. Para pihakmendapatkan kepastian dengan adanya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996tentang Hak Tanggungan. Adapun permasalahan adalah bagaimana kepastianhukum untuk penghapusan Hak Tanggungan dan proses penghapusan haktanggungan melalui Kantor Notaris. Metode penelitian yang digunakan adalahmetode normatif-kualitatif. Dan pendekatan penelitian ini yuridis normatif. Hasilpenelitian yaitu Aspek hukum yang timbul dari penghapusan Hak Tanggungan(Roya) terhadap sertipikat tanahnya adalah bahwa dengan adanya penghapusan HakTanggungan/Roya terhadap sertipikat tanahnya, maka hal ini akan diketahui olehumum dan masyarakat akan tahu bahwa tanah yang telah dibebankan tadi telahbebas dan kembali dalam keadaan yang semula. Selain itu roya tersebut dilakukandemi ketertiban administrasi dan tidak mempunyai pengaruh hukum terhadap HakTanggungan yang sudah hapus. Kemudian penghapusan Hak Tanggungan dipahamibahwasannya suatu penghapusan hak tanggungan yang bersangkutan, telahdisepakati oleh kreditur dan debitur terhadap obyek Hak Tanggungan yang akandibebani hak tanggungan mampu ditentukan berapa besarnya nilai obyek jaminankepada masing-masing Kata Kunci: Penghapusan, Hak Tanggungan, Proses Civil law in public life is an embodiment of the norms that apply in society whichregulates the way of life between individuals and individuals in the state. Inregulating the lives of the people, the State is here to regulate the laws of people'slives, including the regulations regarding mortgage rights which are regulated byLaw Number 4 of 1996 concerning mortgage rights, in which it is regulated aboutthe abolition of mortgage rights which are legal certainty for debtors and creditors. The parties get certainty with the existence of Law Number 4 of 1996 concerningMortgage Rights. The problem is how is the law for the abolition of MortgageRights and the process of eliminating rights through the Notary Of ice. Theresearch method used is a normative-qualitative method. And this researchapproach is normative juridical. The results of the study, namely the legal aspectsthat arise from the abolition of Mortgage Rights (Roya) on their land certificatesare that with the abolition of Mortgage/Roya on their land certificates, this will beknown to the public and the public will know that the land that has been assignedhas been freed and returned in return state. In addition, the roya is carried out forthe sake of administration and has no legal ef ect on the abolished Mortgage. Thenthe abolition of the mortgage is determined that the abolition of the mortgage inquestion, has been agreed upon by the creditor and debtor of the object of themortgage, it will be determined how much the value of the object of the guarantee isto each. Keywords: Elimination, Mortgage, Process
HAK MENDAHULUI UPAH PEKERJA DALAM PERKARA KEPAILITAN (Analisis Putusan MK No. 18/PUU-VI/2008 Jo No. 67/PUU-XI/2013) Muhamad Abas
BUANA ILMU Vol 3 No 1 (2018): Buana Ilmu
Publisher : Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/bi.v3i1.464

Abstract

ABSTRAK Hak mendahului (hak preferen) upah pekerja dalam perkara kepailitan perusahaan sebaiknya dilakukan dengan penerapan asas kepastian hukum dan keadilan serta manfaat, hal ini dimaksudkan agar efektivitas penerapan dan pelaksanaan dari putusan Mahkamah Konstitusi(MK) No. 67/PUU-XI/2013 yang menyatakan upah pekerja harus didahulukan dapat terlaksana dengan baik. Terdapat benturan kepentingan antara kreditor saat terjadi kepailitan dan mudahnya syarat kepailitan. Putusan MK pertama lebih mengedepankan asas kepastian hukum daripada asas keadilan dan sependapat dengan pemerintah lebih melindungi investor daripada pekerja. MK menolak permohonan para Pemohon. Putusan MK kedua Majelis hakim bersifat responsif dalam memutus permohonan, menjunjung tinggi nilai keadilan berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dengan mempertimbangkan subjek hukum, objek hukum dan risiko yang timbul akibat kepilitan. MK menerima permohonan para Pemohon sebagian. Inkonsistensi penegakkan hukum bertentangan dengan konsep negara kesejahteraan dimana tugas negara memikul tanggungjawab mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan umum dan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Keadilan terhadap kedudukan pekerja dengan kreditor lainnya dapat terwujud apabila masyarakat menganut prinsip keadilan yang sama atau mempunyai pokok pikiran yang sama dalam perkara kepailitan. Kata Kunci : “ Hak Preferen, Upah Pekerja, Kepailitan”. ABSTRACT Preemptive rights (preferential rights) of workers' wages in the case of corporate bankruptcy should be carried out with the application of the principle of legal certainty and justice and benefits, this is intended so that the effectiveness of the implementation and implementation of the Constitutional Court decision No. 67 / PUU-XI / 2013 which states that workers' wages must take precedence can be carried out well. There is a conflict of interest between creditors when bankruptcy occurs and easy bankruptcy requirements. The first decision of the Constitutional Court to prioritize the principle of legal certainty over the principle of justice and agree with the government to protect investors more than workers. The Court rejected the Petitioners' petition. The second Constitutional Court verdict The panel of judges is responsive in deciding the petition, upholding the value of justice based on human values by considering legal subjects, legal objects and risks arising from constriction. The Court accepted the request of the Petitioners in part. The inconsistency in enforcing the law contradicts the concept of a welfare state where the duty of the state to assume responsibility is to realize social justice, public welfare and as much as possible for the prosperity of the people. Justice towards the position of workers with other creditors can be realized if the community adheres to the same principle of justice or has the same subject matter in bankruptcy cases. Keywords: "Preferential Rights, Workers' Wages, Bankruptcy".
KEPASTIAN HUKUM IMPLEMENTASI PERATURAN VERIFIKASI DAN AKREDITASI PEMBERI BANTUAN HUKUM DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM Adyan Lubis; Muhamad Abas
Justisi: Jurnal Ilmu Hukum Vol 7 No 1 (2022): Justisi: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Buana Perjuangan Karawang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36805/jjih.v7i1.2907

Abstract

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum dipergunakan sebagai suatu sarana mencapai kemudahan dan perlakuan khusus sebagai tindakan afirmatif (tindakan yang dilakukan langsung oleh pemerintah) untuk menciptakan persamaan dan keadilan setiap warga negara yang kurang mampu di Republik Indonesia. Upaya tersebut tidak terlepas dari ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28I ayat (4) dan ayat (5) di mana di dalam pemenuhan hak asasi manusia khususnya terhadap bantuan hukum bagi rakyat miskin merupakan tanggung jawab negara (state responsibility). Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, digunakan untuk meneliti atau menganalisis dan menjelaskan teori-teori dan asas-asas norma hukum yang mengulas mengenai peraturan yang berlaku tentang Bantuan Hukum secara umum serta secara khusus adalah Pengaturan Verifikasi dan Akreditasi Terhadap Pemberi Bantuan Hukum serta Ketentuan Pidana Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Pendekatan normatif dalam penelitian, digunakan untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai mekanisme verifikasi dan akreditasi serta ketentuan pidana dan peranan pemerintah dalam melaksanakan Bantuan Hukum telah sesuai dengan implementasi dan implikasi yang ditemukan pada lokasi penelitian. Tata Cara Verifikasi dan Akreditasi Lembaga Bantuan Hukum dan Organisasi Kemasyarakatan tersebut di atas, yang terkadang dirasakan terlalu sulit untuk dipenuhi oleh Organisasi Bantuan Hukum, untuk bisa melaksanakan tahapan verifikasi dan akreditasi. Sehingga hal ini akan berdampak pada kepastian hukum terhadap pemberian bantuan hukum bagi Organisasi Bantuan Hukum yang masih melaksanakan proses verifikasi dan akreditasi organisasinya. Permasalahan lainnya adalah waktu penyelenggaraan verifikasi dan akreditasi itu sendiri yang terlalu lama.
Co-Authors Abd. Rasyid Syamsuri Abdul Kholik Ade Ahmad Fauzan Adyan Lubis Adyan Lubis Agusra Ahmad Sopian Sauri Andri Susanto Anwar Hidayat Anwar Hidayat Anwar Hidayat Arif Wicaksono Astri Safitri Nurdin Dahrul Manalu Deny Guntara Deny Guntara Deny Guntara Deny Guntara deny guntara Deny Guntara Deny Guntara Deny Guntara Deny Guntara Deny Guntara Deny Guntara Destia Ayuning Thias Desyifa Nurhidayah Farhan Asyahadi Farhan Asyahadi Firman Aji Pamungkas Hendri Gunawan Imam Budi Santoso Imam Budi Santoso Imam Sofii Toha Ina Malia Putri Insan Supriyatin Irma Garwan Jannus Manurung Jihan Alfadia Khoirul Ummam Lia Amaliya Lia Amaliya Lia Amaliya Lilis Setiani Listiono listiono M. Gary Gagarin Akbar Mochamad Agus Antoni Moh. Shofi Anan Muhamad Jiia Fauzi Muhammad Gary Gagarin Akbar Muhammad Shidqi Mubarok Nadia Syahida Nanik Narya Suryadi Narya Suryadi Narya Nova Desi Ratnasari Nurdin Nurdin Nuryanah Tirostiah Meidah Raden Lita Nur Elita Rr. Winarti Pudji Lestari Rr. Winarti Pudji Lestari Sartika Dewi Sartika Dewi Sartika Dewi Siska Mariza Siti Dhiafajaazka Sopyan Sopyan Sopyan Sopyan Sri Wahyuni Sutras Budi Prayogo Suyono Sanjaya Tanti Alfareza Herdianti Tatang Targana Tatang Targana Taufik Caniago Taufiqoh Bina Ariani Tri Setiady Wahyu Hidayat Wahyu Koswara Wahyu Mulyandaru Wawan Indra R. Wike Nopianti Wike Nopianti Wike Nopianti Wulan Cahya Ningrum Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yuniar Rahmatiar Yustya Laraswati Yusuf Rizki Zarisnov Arafat Zarisnov Arafat Zatmika Nur Farhan