Gunawan, Anggraeni Sari
Unknown Affiliation

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

EFEKTIVITAS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 22/PUU-XV/2017 TENTANG BATAS USIA PERKAWINAN Hadiati, Mia; Syailendra, Moody R; Marfungah, Luthfi; Ramadhan, Febriansyah; Monalisa, Monalisa; Gunawan, Anggraeni Sari
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 1 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i1.10097.2021

Abstract

This paper will discuss how the post-judicial decision of the Constitutional Court has a minimum age of marriage for woman and consideration in the values of human rights. This paper aims to provide an understanding to the public that the importance of paying attention to the age of marriage is a form of protection of children’s rights, and as an effort to prevent discrimination against woman. The research method used is a combination of normative legal research and empirical legal research. The research material that will be used in this research includes secondary data and primary data. Primary data were obtained directly from samples / research subjects. While the legal materials for secondary data in this study were obtained from library materials related to the problem. After the verdict of the Constitutional Court at a minimum age is married to a 19-year-old woman in terms of the values of human rights, and this is one form of public awareness and responsibility of the state for the protection and fulfillment of human rights (children’s rights and principles of nondiscrimination) and constitutional rights. This issue further looks at the future impact of child marriage for woman can lead to discriminatory actions against woman related to the issue of legal position between men and women who will directly violate children’s rights. Tulisan ini akan membahas bagaimana pasca-putusan Mahkamah Konstitusi usia minimal menikah bagi perempuan dan pertimbangan dalam nilai-nilai hak asasi manusia. Tulisan ini bertujuan: memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pentingnya memperhatikan usia menikah sebagai salah satu bentuk perlindungan terhadap hak-hak anak dan sebagai salah satu upaya pencegahan tindakan diskriminasi terhadap perempuan. Metode penelitian yang digunakan yakni perpaduan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Bahan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder maupun data primer. Data primer diperoleh secara langsung dari sampel/subjek penelitian. Sedangkan bahan hukum data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan permasalahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pasca-putusan Mahkamah Konstitusi usia minimal menikah bagi perempuan 19 (sembilan belas) tahun menunjukan sangat sarat dengan pertimbangan nilai-nilai hak asasi manusia, dan ini merupakan salah satu bentuk kesadaran masyarakat dan tanggung jawab negara atas perlindungan dan pemenuhan terhadap hak asasi (hak-hak anak, dan prinsip non diskriminasi) dan hak konstitusi. Persoalan ini lebih jauh melihat kedepan dampak dari perkawinan usia anak bagi perempuan dapat menimbulkan tindakan diskriminasi terhadap perempuan terkait dengan persoalan kedudukan hukum antara laki-laki dan perempuan yang secara langsung akan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak anak.
PERAN DESA ADAT DALAM TATA KELOLA LEMBAGA PERKREDITAN (LPD) DI BALI Hadiati, Mia; Julianti, Lis; Syailendra, Moody R; Marfungah, Luthfi; Gunawan, Anggraeni Sari
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol 5, No 2 (2021): Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmishumsen.v5i2.10080.2021

Abstract

LPD as one of the MicroFinance Institutions is very rapidly growing in Bali Province. LPD is said to be the business center of the informal sector. The existence of LPD as a credit institution in the village has been recognized based on customary law. In 2020 LPD in Bali amounted to about 1,433 LPD from a total of 1,485 Indigenous Villages in Bali which more served loans for villagers for various purposes. Therefore, in the management of LPD must be managed properly, correctly, transparency so that there is no misuse of LPD in its management and designation. The research method used in this research is normative-empirical legal research. This research is a blend of normative legal research and empirical legal research. Normative legal research is legal research that uses secondary data, while empirical legal research is legal research that uses primary data.  Based on the results of this pre-study can be concluded the occurrence of criminal acts of corruption committed both the Board and lpd managers cause disputes. Disputes conducted by lpd managers and managers cause conflicts of interest either between the manager with customary karma or between managers and managers both in the duties and functions of their authority. Disputes over customary issues in the Village within the scope of LPD either indicated that cause village losses or violations of applicable laws and regulations are often resolved through national law compared to customary law that applies in an LPD area. LPD sebagai salah satu Lembaga Keuangan Mikro sangatlah berkembang pesat di Provinsi Bali. LPD dikatakan sebagai pusat usaha sektor informal. Eksistensi LPD sebagai lembaga perkreditan di desa telah diakui keberadaannya berdasarkan hukum adat. Tahun 2020 LPD di Bali berjumlah sekitar 1.433 LPD dari total 1.485 Desa Adat di Bali yang lebih banyak melayani pinjaman bagi masyarakat desa untuk berbagai keperluan. Oleh karena itu didalam pengurusan LPD haruslah dikelola dengan baik, benar, transparansi agar tidak terjadi penyalahgunaan LPD di dalam pengelolaan dan peruntukannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris. Penelitian ini merupakan perpaduan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang menggunakan data sekunder, sedangkan penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum yang menggunakan data primer.  Berdasarkan hasil pra penelitian ini dapat disimpulkan terjadinya tindak pidana korupsi yang dilakukan baik itu Pengurus dan pengelola LPD menimbulkan sengketa. Sengketa yang dilakukan oleh Pengurus dan pengelola LPD menimbulkan konflik kepentingan baik antara pengurus dengan karma adat atau antar pengurus dan pengelola baik dalam tugas dan fungsi kewenangannya. Sengketa permasalahan adat di Desa dalam ruang lingkup LPD baik itu terindikasi yang menimbulkan kerugian desa ataupun pelanggaran Peraturan Perundang Undangan yang berlaku seringkali sengketa tersebut diselesaikan melalui hukum Nasional dibandingkan dengan hukum adat yang berlaku di suatu wilayah LPD.