Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Larangan Penggunaan Fasilitas Negara Dalam Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Ardenolis Ardenolis; Sudi Fahmi; Ardiansyah Ardiansyah
Jurnal ADIL Vol 11, No 2 (2020): Desember 2020
Publisher : Lembaga Penelitian Universitas YARSI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33476/ajl.v11i2.1653

Abstract

Penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye petahana memang sudah cukup sering terjadi. Dimana para calon petahanan dianggap menggunakan baliho “promo daerah” yang sebenarnya bertujuan untuk mengenalkan daerah tersebut, juga digunakan sebagai alat untuk berkampanye secara terselubung. Terlebih didalam baliho tersebut hanya menonjolkan sosok mereka dibalik program pemerintah daerah dan “promo daerah”, sehingga hal tersebut dapat dikatagorikan kedalam kampanye terselubung. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adalah Larangan Penggunaan Fasilitas Negara Dalam Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Dan Akibat Hukum Terhadap Larangan Penggunaan Fasilitas Negara Dalam Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan.Dengan adanya kewenangan tersebut, sangat memungkinkan bagi kepala daerah untuk membujuk, memengaruhi bahkan memerintah para bawahannya untuk berpihak dan memberikan dukungan untuk kepentingan kepala daerah. Akibat hukum dari Larangan Penggunaan Fasilitas Negara Dalam Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan bahwa Pasal 187 ayat (3) Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah yaitu pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6(enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), apabila terindikasi melakukan tindak pidana penyelewengan fasilitas negara. Namun banyak yang tidak melaporkan ke ranah hukum akibat tidak adanya sosialisasi dan informasi dari pihak Bawaslu kepada instansi stake holder, yakni KPU, Pemda, Kepolisian dan Satpol PP.
Upaya Menemukan Kesimbangan Hubungan Pusat Dan Daerah sudi fahmi
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 12 No. 28: Januari 2005
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol12.iss28.art5

Abstract

Itis obvious, that the Decentralization that occurred through Law No. 22/1999 granted the political decentralization. However, the substance of Law No. 32/2004 is administrativedecentralization. It is suspected that through Law No.23/2004 re-centralization in local governance has occurred.
Beberapa Masalah Muatan Materi UU No. 22 Tahun 1999 dan Implikasinya terhadap Otonomi Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia Sudi Fahmi
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 8 No. 16 (2001): Cyberlaw
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol8.iss16.art7

Abstract

As a correction of local govemmerit regulation according to Law No. 5 1974 which is centralistic in nature, the advent of Law No. 22 1999 isexpected to blow the wind of change In the substance and the paradigm of the real autonomy. That is, the mechanismof decentralization system which guarantees (respects) the existence of local government Independence in regulating and arranging their home affairs and the dispersion ofnational revenue to local government for the even distribution of social justice. Never the less, the problems rises when the content of Law No 22 1999 runs against the amendment ofthe Constitution45, especially concerning article 18, article 18A, and article 18B. Namely, the confusion of decentralization which is placedas "principle/basic" in the (autonorhous)system of local government whereas in the oryitisa "process". The second is related to article 8(2) which gives privileges structurally to local government, while, on the otherhand, it can endanger the integrityof NKRI. To review the substance of Law No 221999 is a wise step in of fering solutions.
PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA TERHADAP PPPK YANG DILAKUKAN DI SMP NEGERI 15 PEKANBARU Sudi Fahmi; Adrian Faridhi; Nikko Hendayana
Jurnal Hukum Respublica Vol. 20 No. 2 (2021): Jurnal Hukum Respublica
Publisher : Faculty of Law Universitas Lancang Kuning

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31849/respublica.v21i1.7229

Abstract

Bagaimana Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap PPPK yang dilakukan di SMP Negeri 15 Pekanbaru. Bagaimana hambatan dan upaya dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap PPPK yang dilakukan di SMP Negeri 15 Pekanbaru. Metode yang dilakukan adalah metode sosiologis. Pelaksanaannya belum berjalan maksimal dikarenakan anggaran yang belum memadai, hambatan antara lain kurangnya anggaran,tidak linearnya pendidikan, durasi waktu mengajar dan kewajiban yang tidak berbeda dengan PNS sedangkan upayanya antara lain menyiapkan anggaran, memberikan gaji yang layak dan jumlah formasi juga harus ditambah.
Pemberian Bantuan Hukum Terhadap Aparatur Sipil Negara di Kota Pekanbaru Rezki Amellya; Sudi Fahmi; Ardiansah Ardiansah
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 13, No 2 (2021): Desember
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33087/legalitas.v13i2.291

Abstract

The purpose of the establishment of the government is to provide the best service in the context of meeting the needs of the community, to realize this a professional, responsible, honest and fair state civil apparatus is needed. In carrying out their duties and responsibilities, the state civil apparatus always deals with state administrative affairs, but not all state civil servants have the ability to understand the administrative competence and authority they have, so that it often leads to legal problems, when a state civil apparatus faces legal problems when carrying out its duties. In its duties, the state must be present to provide guarantees of legal protection by taking into account the presumption of innocence. The provision of legal assistance to state civil servants in Pekanbaru City who are involved in legal problems has not been implemented as stipulated in Law Number 5 of 2014 concerning State Civil Apparatus, this is because the Pekanbaru City Government does not have regulations and strategic plans in providing assistance law against the state civil apparatus so that it is necessary to accelerate and assist in accelerating the preparation and making of regulations in the context of providing legal assistance to the state civil apparatus in Pekanbaru City.
IMPLEMENTATION OF THE PROVISION OF SOUND LETTERS IN THE GENERAL ELECTION OF 2019 IN RIAU PROVINCE BASED ON LAW NUMBER 7 OF 2017 CONCERNING GENERAL ELECTIONS Adrian Faridhi; Sudi Fahmi; Tatang Suprayoga
Jurnal Hukum PRIORIS Vol. 8 No. 1 (2020): Jurnal Hukum Prioris Volume 8 Nomor 1 Tahun 2020
Publisher : Faculty of Law, Trisakti University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.474 KB) | DOI: 10.25105/prio.v8i1.14977

Abstract

General Election is a democratic party that involves all citizens to participate in the formation of leaders, but citizen involvement is limited by the electoral mechanism, Law Number 7 of 2017 concerning General Elections regulates the implementation of the 2019 elections, regulations governing the provision of ballots only 2 (two) % of Permanent Voter List (DPT) for each polling station. However, the large voter participation resulted in a shortage of ballots during the election. The research methodology used is in the form of sociological juridical research in this research area in Riau Province using primary data. The results of this study include: there is a shortage of ballots, due to the large number of voters participating in the election, but not registered in the DPT or DPTb, many voters who come only use electronic ID cards or other identities, these voters who have a shortage of ballots and cannot vote , and a solution that addresses the problem of increasing socialization so that voters participate in the election so that they do not lose their right to vote.
THE GOVERNMENT'S LEGAL RESPONSIBILITY IN FULFILLING PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT FOR DOCTORS DURING THE COVID-19 PANDEMIC Putri Bahari Derma; Ardiansyah Ardiansyah; Sudi Fahmi
JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH Vol 5, No 3 (2022): October 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54314/jssr.v5i3.1000

Abstract

Abstract: The high rate of Covid-19 infection that occurs today requires the fulfillment of health facilities for doctors and health workers, especially Personal Protective Equipment (PPE) in handling patients during the Covid-19 pandemic. PPE shortages were widely reported in some health care facilities in various regions. Not only in privately owned health service facilities, government hospitals and puskesmas are also not spared from experiencing limited PPE. This Study discusses how the Government's Legal Responsibility Arrangements in Fulfilling PPE (APD) for Doctors amidst the Covid-19 Pandemic. This study used normative legal as its research method. The results of this study indicated that there are no specific arrangements that regulate the government's responsibility in providing PPE (APD) for doctors during the Covid-19 period.  The government's responsibility for providing PPE for doctors amidst the covid-19 period was a form of  main responsibility. But it was still not done well. Ideally, the government’s responsibility in fulfilling physicians’ rights to health has emerged in accordance with the standards set by WHO in the form of providing appropriate personal protective equipment. It was important to Special monitoring is needed regarding the availability of existing PPE (APD) in the form of quantity and quality so that the safety and health rights of doctors can be fulfilled.Keywords: Job Characteristics, Individual Characteristics, Job Satisfaction, Civil Servant Performance. Abstrak: Tingginya angka infeksi Covid-19 yang terjadi saat ini menuntut pemenuhan fasilitas kesehatan bagi dokter dan tenaga kesehatan khususnya Alat Pelindung Diri (APD) dalam menangani pasien di masa pandemi Covid-19. Kekurangan APD dilaporkan secara luas di beberapa fasilitas pelayanan kesehatan di berbagai daerah. Tidak hanya di fasilitas pelayanan kesehatan milik swasta, rumah sakit pemerintah dan puskesmas juga tidak luput mengalami keterbatasan APD. Kajian ini membahas bagaimana Pengaturan Tanggung Jawab Hukum Pemerintah dalam Pemenuhan APD (APD) bagi Dokter di tengah Pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan hukum normatif sebagai metode penelitiannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaturan khusus yang mengatur tentang tanggung jawab pemerintah dalam penyediaan APD (APD) bagi dokter selama masa Covid-19. Tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan APD bagi para dokter di tengah masa Covid-19 merupakan bentuk tanggung jawab utama. Tapi itu masih belum dilakukan dengan baik. Idealnya, tanggung jawab pemerintah dalam memenuhi hak dokter atas kesehatan telah muncul sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh WHO dalam bentuk penyediaan alat pelindung diri yang sesuai. Penting Perlu pemantauan khusus mengenai ketersediaan APD (APD) yang ada dalam bentuk kuantitas dan kualitas agar hak keselamatan dan kesehatan dokter dapat terpenuhi.Kata kunci: Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Individu, Kepuasan Kerja, Sipil Kinerja Pelayan.
TANGGUNGJAWAB HUKUM RUMAH SAKIT TERHADAP TINDAKAN MEDIS DOKTER Nuzul Abdi; Sudi Fahmi; Bagio Kadaryanto
JOURNAL OF SCIENCE AND SOCIAL RESEARCH Vol 5, No 3 (2022): October 2022
Publisher : Smart Education

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54314/jssr.v5i3.1007

Abstract

Abstract: Hospitals have an important meaning in providing health services and medical services. Health services in hospitals are important and must be maintained or improved in quality according to applicable service standards so that the community as recipients of services can feel the health services provided. Calling a doctor is one form of health service, so if it is proven that a doctor has made a medical mistake, the hospital is also responsible for the doctor's mistake. Because hospitals and doctors have a legal relationship that is equally responsible for the health services provided to patients. The form of accountability can be in the form of criminal legal responsibility, civil legal responsibility, administrative legal responsibility.Keywords: legal liability, doctor's medical action Abstrak: Rumah  sakit  memiliki  arti  penting  dalam  memberikan  pelayanan  kesehatan maupun pelayanan medis. Pelayanan kesehatan pada rumah sakit merupakan hal yang penting dan harus dijaga maupun ditingkatkan kualitasnya sesuai standar pelayanan yang berlaku agar masyarakat sebagai penerima Jasa dapat merasakan pelayanan kesehatan yang diberikan. Pemanggilan dokter merupakan salah satu bentuk dari pelayanan kesehatan,  sehingga  jika  terbukti  dokter  melakukan kesalahan tindakan kedokteran, maka rumah sakit ikut bertanggungjawab atas kesalahan dokter tersebut. Karena rumah sakit dengan dokter memiliki hubungan hukum yang sama-sama bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien. Bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat berupa tanggung jawab hukum pidana, tanggungjawab hukum perdata, tanggungjawab hukum administasi.Kata kunci: tanggungjawab hukum, tindakan medis dokter 
TANGGUNG JAWAB HUKUM LARANGAN TERHADAP PENYEMBELIHAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BETINA DI INDONESIA soni chayadi; Ardiansah Syahril; Sudi Fahmi
EKSEKUSI Vol 5, No 1 (2023): Eksekusi : Journal Of Law
Publisher : Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/je.v5i1.14430

Abstract

Pasal 18 ayat (4) UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, mengatur bahwa: “Setiap orang dilarang menyembelih Ternak ruminansia kecil betina produktif atau Ternak ruminansia besar betina produktif.”. Namun larangan tersebut masih banyak dilanggar oleh pemilik RPH maupun TPH di Indonesia.  Penelitian ini bertujuan mengetahui pelaksanaan Pasal 18 ayat (4) UU Peternakan Kesehatan Hewan dan faktor – faktor yang menghambat pelaksanaannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kasus dan pendekatan konseptual dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian diketahui bahwa para pemilik RTH dan TPH di Indonesia masih menyembelih ternak ruminansia besar betina. Faktor penyebabnya adalah aparatur pemerintahan yang kurang tegas dalam menegakkkan sanksi pelanggaran disertai dengan belum adanya kebijakan yang implementatif di bidang peternakan hewan dalam rangka penyediaan kebutuhan daging yang cukup tanpa mengancam kelangsungan generasi dari ternak ruminansia betina; rendahnya kesadaran hukum masyarakat dan pengetahuan hukum masyarakat terutama pemilih RPH dan TPH. Dengan demikian diharapkan adanya ketegasan aparat penegak hukum agar sanksi yang tegas diberikan terhadap pelaku pelanggaran sebagai bentuk tanggung  jawab hukum mereka atas pelanggaran yang telah dilakukan dan juga adanya kebijakan yang implementatif di bidang peternakan. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran hukum dan pengetahuan hukum masyarakat.