Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

THE SPIRITUAL AND CULTURAL SYMBOLS IN A MAHAYANA BUDDHIST TEMPLE ‘VIHARA LOTUS’ SURAKARTA Lery Prasetyo
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 4, No 01 (2019): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18784/analisa.v4i01.788

Abstract

The symbols contained in a vihara is intentionally used to remind the people to something that is believed, both cultural and spiritual values. This article aims to analyze the meaning and value of spiritual and cultural symbols in Vihara Lotus Surakarta. This is a qualitative research. This article shows that (1) The meaning and value of spiritual symbols in Vihara Lotus can be found on the category of altar and statue which consist of ancestor altar, Amitabha Buddha Altar, Avalokitesvara Altar, Three Buddhas Alta, Si Mien Fo Altar, Maitreya Buddha, Si Da Tian Wang Statues, And Earth Gods. Then in category of Prayer tools consist of Ching/Gong, Muk Ie, He Che, and Tan Che. Those spiritual symbols have meaning and value in term of the Buddha teaching such as the Sigalovada sutta, sukhavati realm, reflection of Buddhas nature, concept of Tri Kaya, affection state, four nobles qualities, dharma wheel turning, awareness, equanimity concept, introspection, and catumaharajika realm. (2) Meaning and Value of Cultural Symbols in Vihara Lotus can be found on the category of altar and statue consists of Thian Kong Altar, Chinese Generals, Earth gods, and Horse statues. Then in plant and food category consist of soy bean, Candy and Cookie, cigarette, wine, Chinese evergreen, and pineapple. Those cultural symbols have meaning and value in term of Chinese tradition and habit, such as Tradition of Sky Praising, merits appreciation, Chinese mythology, traditional food, hope of better life, special service to idol, and hope of sustenance.
PROTOTIPE ‘PENYULUH AGAMA BUDDHA’ KAJIAN LINGUISTIK KOGNITIF: (Prototype of ‘Penyuluh Agama Buddha’: A Cognitive Linguistics Study) Lery Prasetyo; Asriani Abbas; Naniana N Benu
Uniqbu Journal of Social Sciences Vol. 3 No. 1 (2022): Uniqbu Journal of Social Sciences (UJSS)
Publisher : LPPM UNIQBU

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47323/ujss.v3i1.182

Abstract

Prototype in linguistics field is a mean to determine the level of meaning gradations, where the people have their own concepts, models or views on something. This is a descriptive qualitative research supported by quantitative data. The results show that the most important component of prototype of ‘Penyuluh Agama’ is moral according to the concept of sila (morality) as the basis of Buddha’s teaching implementation. In addition, the prototype of ‘penyuluh agama Buddha’ is based on including two variables, gender, and council.. The two variables have different perspectives and influences on the prototype of ‘penyuluh agama Buddha’. However, most consider the moral component as the most important component. Moreover, the component of the same council is also considered important.
Cover, Team Editor, and Table of Content Lery Prasetyo
SABBHATÃ YATRA : Jurnal Pariwisata dan Budaya Vol 1 No 2 (2020): SABBHATA YATRA : Jurnal Pariwisata dan Budaya
Publisher : STABN Raden Wijaya Wonogiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53565/sabbhatayatra.v1i2.258

Abstract

PERAN ALIANSI MASYARAKAT ADAT NUSANTARA (AMAN) DALAM MEMPERTAHANKAN EKSISTENSI ADAT KOMUNITAS PEMARU (Studi Kasus di Dusun Baru Murmas, Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara) Murtini; Lery Prasetyo; Niken Wardani
Jurnal Pendidikan, Sains Sosial, dan Agama Vol. 4 No. 2 (2018): Jurnal Pendidikan, Sains Sosial, dan Agama
Publisher : STABN RADEN WIJAYA WONOGIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.087 KB) | DOI: 10.53565/pssa.v4i2.100

Abstract

Terancamnya eksistensi adat komunitas pemaru menjadi alasan peneliti untuk melakukan penelitian tentang peran Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Tujuannya adalah untuk mendeskripsikan peran Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dalam mempertahankan eksistensi adat Komunitas Pemaru di Dusun Baru Murmas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Ferbuari sampai Juli. Tempat penelitian dilakukan di Dusun Baru Murmas Desa Bentek Kecamatan Gangga Kabupaten Lombok Utara. Data dalam penelitian kualitatif ini dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan trianggulasi. Teknik analisis data mengacu pada konsep Milles & Huberman. Hasil penelitian ini menunjukan deskripsi peran AMAN dalam mempertahankan eksistensi adat komunitas Pemaru yaitu sebagai berikut: (1) Peran AMAN dalam kemartabatan dalam budaya seperti: terawatnya situs-situs adat, terjaga tata krama adat, kepercayaan diri melalui alat musik tradisional, termasuk nilai-nilai dan norma adat. (2) Peran AMAN dalam kemandirian ekonomi yaitu masyarakat adat komunitas Pemaru dapat berproduksi untuk memenuhi kebutuhan pribadi tidak bergantung pada orang lain dalam menjalankan persoalan ekonomi melalui koprasi dan organisasi gemuh daya dalam mengelola dan mempertahankan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di adat komunitas Pemaru. (3) Peran AMAN dalam kedaulatanberpolitik yaitu pemerintah tidak mengklaim bahwa hutan adat yang ada di adat komunitas Pemaru bukan atas milik negera melainkan hak paten adat komunitas Pemaru.
ANALISIS MINAT UMAT BUDDHA DALAM MELAKSANAKAN AṬṬHASĪLA PADA SEBULAN PENGHAYATAN DHAMMA DI VIHARA VIRYA JAYALOKA, DESA GEMBONGAN, KECAMATAN PONGGOK, KABUPATEN BLITAR Dwi Ariyanto; Lery Prasetyo; Marjianto
Jurnal Pendidikan, Sains Sosial, dan Agama Vol. 5 No. 2 (2019): Jurnal Pendidikan, sains sosial, dan agama
Publisher : STABN RADEN WIJAYA WONOGIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.993 KB) | DOI: 10.53565/pssa.v5i2.112

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan minat umat Buddha dan menganalisis faktor-faktor yang mendorong dan menghambat umat Buddha dalam melaksanakan Aṭṭhasīla pada Sebulan Penghayatan Dhamma. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskritif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini mengunakan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sedangkan teknik untuk menguji keabsahan data, yaitu mengunakan teknik triangulasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa minat umat Buddha dalam melaksanakan Aṭṭhasīla pada sebulan penghayatan dhamma belum maksimal. Fakta yang terjadi banyak umat yang masih enggan datang ke vihara dan melaksanakan Aṭṭhasīla. Ada beberapa faktor yang mendorong dan menghambat umat Buddha dalam melaksanakn Aṭṭhasīla. Faktor pendorong dalam melaksanakan Aṭṭhasīla yaitu niat (cetana), semangat (vīrīya), kesadaran (sati), keyakinan (sadha), rasa malu (hīri), lingkungan, keluarga, dan adanya doorprize. Dengan adanya niat yang kuat mampu mendorong seseorang dalam melaksanakan Aṭṭhasīla. Sedangkan faktor yang menghambat seseorang dalam menjalankan Aṭṭhasīla adalah kemalasan, kondisi fisik, teman sebaya, dan acara televisi
ANALISIS UPACARA TRIBUANA MANGGALA BHAKTI (Studi Interaksionisme Simbolik Umat Buddha Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo) Legiyanti Legiyanti; Marjianto Marjianto; Lery Prasetyo
Jurnal Agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan Vol. 5 No. 2 (2019): JURNAL AGAMA BUDDHA DAN ILMU PENGETAHUAN
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Buddha Negeri Raden Wijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53565/abip.v2i2.83

Abstract

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukan bahwa: (1) Upacara ini menggabungkan tradisi Jawa dengan Buddhis, yang ditandai dengan melakukan tiga ritual yakni matra bumi dengan penanaman pohon (bija-niyama), matra air dengan penanaman pohon diberbagai sumber mata air, pelepasan ikan (fangsen dan pengembangan metta) dan matra udara atau cahaya dengan melakukan pelepasan burung. (2) Faktor yang melatarbelakangi terbentuknya upacara Tribuana Manggala Bhakti yakni: faktor internal dari dharmaduta Desa Jatimulyo yang menggagas ide upacara ini dan faktor dari eksternal dari masyarakat dan pemerintah daerah Desa Jatimulyo yang mendukung adanya upacara ini. (3) Pelaksanaan upacara ini terdapat keterikatan antara agama Buddha dan Budaya Jawa yakni: sabda Sang Buddha yang tertulis di Dhammapada puppha vagga 49 yang memiliki isi bahwa mengambil sesuatu dari alam, hendaknya tidak merusak alam dan Vanaropa Sutta yang menekankan bahwa menjaga pelestarian alam adalah bagian dari praktik kebijaksanaan yang luhur. Tetapi sebaliknya harus bermanfaat bagi alam, hal tersebut sejalan dengan ajaran para leluhur yakni bapa langit, ibu bumi yang menyatakan bagaimana menyayangi, melindungi, menghormati bumi dan langit sebagaimana orang tua.
THE SPIRITUAL AND CULTURAL SYMBOLS IN A MAHAYANA BUDDHIST TEMPLE ‘VIHARA LOTUS’ SURAKARTA Lery Prasetyo
Analisa: Journal of Social Science and Religion Vol 4, No 01 (2019): Analisa Journal of Social Science and Religion
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1138.449 KB) | DOI: 10.18784/analisa.v4i01.788

Abstract

The symbols contained in a vihara is intentionally used to remind the people to something that is believed, both cultural and spiritual values. This article aims to analyze the meaning and value of spiritual and cultural symbols in Vihara Lotus Surakarta. This is a qualitative research. This article shows that (1) The meaning and value of spiritual symbols in Vihara Lotus can be found on the category of altar and statue which consist of ancestor altar, Amitabha Buddha Altar, Avalokitesvara Altar, Three Buddhas Alta, Si Mien Fo Altar, Maitreya Buddha, Si Da Tian Wang Statues, And Earth Gods. Then in category of Prayer tools consist of Ching/Gong, Muk Ie, He Che, and Tan Che. Those spiritual symbols have meaning and value in term of the Buddha teaching such as the Sigalovada sutta, sukhavati realm, reflection of Buddhas nature, concept of Tri Kaya, affection state, four nobles qualities, dharma wheel turning, awareness, equanimity concept, introspection, and catumaharajika realm. (2) Meaning and Value of Cultural Symbols in Vihara Lotus can be found on the category of altar and statue consists of Thian Kong Altar, Chinese Generals, Earth gods, and Horse statues. Then in plant and food category consist of soy bean, Candy and Cookie, cigarette, wine, Chinese evergreen, and pineapple. Those cultural symbols have meaning and value in term of Chinese tradition and habit, such as Tradition of Sky Praising, merits appreciation, Chinese mythology, traditional food, hope of better life, special service to idol, and hope of sustenance.
COVID-19 PREVENTION SIGNS IN THE INDONESIA'S SUPER PRIORITY TOURIST DESTINATION Lery Prasetyo; Ketut Artawa; I Wayan Mulyawan; Ketut Widya Purnawati; I Wayan Suardiana
SABBHATÃ YATRA : Jurnal Pariwisata dan Budaya Vol 4 No 1 (2023): SABBHATA YATRA : Jurnal Pariwisata dan Budaya
Publisher : STABN Raden Wijaya Wonogiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53565/sabbhatayatra.v4i1.827

Abstract

After a long struggle against Covid-19 for more than a year, the spread of COVID-19 in Indonesia gradually decreased and was considerably under control. Several public places, including some tourist destinations, were allowed to re-open. The Ministry of Tourism and Creative Economy made 20 tourist attractions for trial, including the Borobudur temple, the world’s largest Buddhist temple. It is carried out cautiously and under strict health protocols procedure. Implementing health protocol regulations was encouraged by making and placing many protocol signs in strategic places. The aim of this study was to identify and investigate the compositions meaning of the COVID-19 prevention sign at Borobudur Temple. The data were collected through the documentation method with photographic technique. The result showed that all signs have real and ideal information value. Salience signs appear as a result of a variety of fascinating text and images. The framing of the sign is presented in centered/circular with a linear and nonlinear composition. Overall, the signs proved the management of Borobudur temple’s strong commitment to opening the site with strict protocols to prevent the spread of COVID-19 in the Borobudur area.
BENTUK DAN MAKSUD TUTURAN TIDAK SANTUN ORANGTUA DAN ANAK DALAM KELUARGA BUDDHIS Lery Prasetyo
Vijjacariya: Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Buddhis Vol 6, No 1 (2019): June 2019
Publisher : STABN Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ketidaksantunan bahasa berkaitan penggunaan bahasa yang tidak baik dan seringkali menyinggung perasaan orang lain. Namun bentuk tuturan tersebut masih banyak digunakan, bahkan umat Buddha. Penggunaan bahasa yang kurang santun tersebut dapat menyinggung perasaan mitra tutur. Dalam alam ranah keluarga ujaran tidak santun dapat terjadi pada semua bagian dalam keluarga. Tujuan penulisan artikel ini adalah mendeskripsikan wujud dan maksud tuturan tidak santun antara orangtua dan anak dalam keluarga Buddhis. Artikel menggunakan metode penelitian kualitatif yang dilakukan pada Februari-Juli 2018. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data simak dan cakap. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tuturan yang tidak santun dilakukan tidak hanya oleh anak kepada orangtuanya, namun juga sebaliknya. Wujud tuturan tersebut terbagi ke dalam lima kategori yaitu kategori melanggar norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik. Lalu maksud dalam tuturan ketidaksantunan terdapat dua kategori yaitu maksud bernilai positif dan maksud bernilai negatif. Pada kategori maksud bernilai positif mengandung nilai-nilai kebudayaan dan keagamaan antara lain: tanggung jawab, ajaran untuk rajin dan semangat, kedermawanan (caga), hidup seimbang (samajīvitā), dan penerapan Sigalovada Sutta.