Ardi Zulfariansyah
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Pola Pneumonia Nosokomial di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Januari–Desember 2017 Ronald Tikuali Salukanan; Ardi Zulfariansyah; Ruli Herman Sitanggang
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 6, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.88 KB) | DOI: 10.15851/jap.v6n2.1337

Abstract

Pneumonia merupakan salah satu jenis infeksi nosokomial dengan jumlah kasus tertinggi dibanding dengan infeksi nosokomial lain di unit perawatan intensif (ICU) disertai jumlah morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Pola pneumonia nosokomial merupakan suatu karakteristik pneumonia nosokomial yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan dapat menjadi indikator untuk perbaikan terapi. Penelitian bertujuan menggambarkan pola pneumonia nosokomial di unit perawatan intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari–Desember 2017. Metode penelitian menggunakan deskriptif observasional yang dilakukan secara retrospektif terhadap 70 objek penelitian yang diambil dari rekam medis dan dilakukan dalam waktu 3 bulan, yaitu Oktober–Desember 2017. Hasil penelitian jumlah kematian akibat pneumonia nosokomial masih tinggi, yaitu 60% terutama pada pasien laki-laki usia ≥ 65 tahun. Komorbid terbanyak pada pneumonia nosokomial, yaitu hipertensi (31,4%) diikuti penyakit neuromuskular (15,7%). Mikrob terbanyak penyebab HAP adalah A. baumannii (38,1%), P. aeroginosa (30,4%), dan K. pneumoniae (15,2%), sedangkan mikrob penyebab terbanyak ventilator associated pneumonia (VAP) adalah A. baumannii (32%), P. aeroginosa (30,5%), dan K. pneumoniae (22%). Mikrob A. baumannii juga menjadi penyebab mortalitas tertinggi dengan persentase 45,4% dan terapi empirik yang sering digunakan adalah kombinasi meropenem–levofloxacin (40%), terapi tunggal meropenem (34,3%), dan kombinasi ceftazidime-levofloxacin (20%). Simpulan, pola pneumonia nosokomial di ICU RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari–Desember 2017 masih diperlukan perbaikan program penanganan terhadap infeksi ini untuk mencapai pelayanan yang baik.Kata kunci: Mikrob, mortalitas, pneumonia nosokomial, unit perawatan intensif Nosocomial Pneumonia Pattern in Intensive Care Unit (ICU) of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung from January to December 2017Pneumonia is the most common nosocomial infection in intensive care unit with high morbidity and mortality rates. Pattern of nosocomial pneumonia is an infection characteristic that helps the identification of a phenomenon or problem and serves as an indicator or model for predicting future behaviors. These patterns can be used for making a standardized therapy management for the disease. The aim of this study was to describe nosocomial pneumonia pattern in Intensive Care Unit (ICU) in Dr.  Hasan Sadikin Bandung from January to December 2017. A retrospective observational descriptive method on 70 samples from medical records with an observation period of three months starting from October to December 2017. It was shown that the mortality rate of nosocomial pneumonia was 60% with male patients aged ≥ 65 years old as the most affected group. The most common comorbid was hypertension (31.4%) followed by neuromuscular diseases (15.7%). The most common HAP-causing microbes were A. baumannii (38.1%), P. aeroginosa (30.4%), and K. pneumoniae (15.2%) and the most common microbes for VAP were A. baumannii (32%), P. aeroginosa (30.5%), and K. pneumoniae (22%). Acinetobacter baumannii caused most deaths (45.4%). The most common empirical therapy was meropenem–levofloxacin combination (40%), meropenem (34.3%), and ceftazidime–levoflocacin combination (20%). In conclusion, pattern of nosocomial pneumonia in ICU of Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung reflects a situation that therapy management for this infection needs to be improved for a proper service.Key words: Intensive care unit, microbes, mortality, nosocomial pneumonia 
perbandingan excessive daytime sleepiness dengan normal daytime sleepiness terhadap fungsi kognitif serta waktu reaksi peserta ppds anestesiologi dan terapi intensif Army Zaka Anwary; Iwan Fuadi; Ardi Zulfariansyah
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 9, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v9n2.2391

Abstract

Excessive daytime sleepiness (EDS) adalah ketidakmampuan untuk tetap terjaga pada siang hari yang menghasilkan rasa kantuk berlebih dan tertidur pada waktu yang tidak tepat. Prevalensi EDS yang tinggi ditemukan pada tenaga medis seperti peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif. Kondisi EDS dapat memengaruhi fungsi kognitif dan waktu reaksi. Tujuan penelitian ini adalah  membandingkan EDS dengan normal daytime sleepiness (NDS) terhadap fungsi kognitif serta waktu reaksi peserta PPDS Anestesiologi. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif numerik dengan rancangan potong lintang yang dilakukan pada peserta PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran di bulan November 2020. Seluruh PPDS Anestesiologi mengisi kuisioner Epworth Sleepiness Scale (ESS) agar terbagi menjadi dua kelompok, kelompok EDS (n=23) dan kelompok NDS (n=23). Fungsi kognitif diukur menggunakan tes Montreal Cognitive Assessment versi Bahasa Indonesia dan waktu reaksi menggunakan perangkat lunak Personal Computer-Psychomotor Vigilance Task. Hasil penelitian menunjukkan fungsi kognitif lebih rendah pada kelompok EDS (26,74±1,096) dibanding dengan kelompok NDS (28,65±1,191) dan waktu reaksi lebih lambat pada kelompok EDS (337,38±62,021) dibanding dengan kelompok NDS (298,81±34,225). Simpulan penelitian adalah peserta PPDS Anestesiologi kelompok EDS memiliki fungsi kognitif lebih rendah dan waktu reaksi lebih lambat dibanding dengan peserta PPDS Anestesiologi kelompok NDS. Comparison between Excessive Daytime Sleepiness and Normal Daytime Sleepiness on Cognitive Function and Reaction Time of Anesthesiology and Intensive Care Residents Excessive daytime sleepiness (EDS) is the inability to stay alert during the day due to sleepiness during daytime, often associated with the tendency of falling asleep during inappropriate times. High prevalence of EDS was found among medical workers, such as anesthesiology residents. The condition is associated with increased secretion of cathecholamines, cortisol, and inflammatory mediators that may affect the prefrontal cortex, area of the brain that acts as a center for cognitive function and reaction time. The study aimed to compare EDS with normal daytime sleepiness (NDS) on cognitive function and reaction time of anesthesiology residents. The research was a numerical comparative analytic study with a cross-sectional design performed on anesthesiology residents of Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran in November 2020. All residents in the department were instructed to complete the Epworth Sleepiness Scale (ESS) questionnaire. After completion, the respondents were randomized using simple random sampling into two groups: the EDS group (n=23) and NDS group (n=23). Each group was assessed for cognitive function using the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment and reaction time using the Personal Computer-Psychomotor Vigilance Task software. Lower cognitive function scores were found in EDS group (26.74±1.096) compared to NDS group (28.65±1.191); slower reaction time were found in EDS group (337.38±62.021) compared to NDS group (298,81±34.225). Both variables had shown significant differences between both groups  (p<0.05). The study had concluded that anesthesiology residents with EDS have lower cognitive scores and slower reaction time compared to anesthesiology residents with NDS.     
Angka Kejadian dan Karakteristik Mortalitas dan Morbiditas Pada Pengelolaan Anestesi Perioperatif di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Tahun 2017-2019 Jannatin Aliya Indrina; Indriasari Indriasari; Ardi Zulfariansyah
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 10, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v10n1.2559

Abstract

Pengelolaan anestesi perioperatif merupakan tanggungjawab dokter anestesi yang mencerminkan mutu pelayanan di rumah sakit. Tujuan penelitian ini mengetahui angka kejadian serta karakteristik mortalitas dan morbiditas pada pengelolaan anestesi perioperatif di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung tahun 2017–2019. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional retrospektif terhadap rekam medis pasien yang mengalami mortalitas dan morbiditas, perioperatif. Hasil penelitian mengungkapkan angka kejadian mortalitas dan morbiditas tahun 2017–2019 sebesar 2 kasus per 1.000 tindakan anestesi. Karakteristik pasien yang mengalami mortalitas dan morbiditas yaitu pasien usia produktif, jenis kelamin wanita, IMT normal, komorbid penyakit jantung, dan status fisik ASA 3. Karakteristik pembedahan, mortalitas ditemukan lebih banyak pada operasi digestif, waktu operasi pukul 07.00–16.00, dan lama operasi ≤3 jam, sedangkan pada morbiditas ditemukan lebih banyak pada operasi obstetri-ginekologi, waktu operasi pukul 07.00–16.00, dan lama operasi ≤3 jam. Karakteristik anestesiologi, mortalitas dan morbiditas lebih banyak terjadi pada anestesi umum, lama anestesi >3 jam, dan kegagalan penanganan jalan napas. Simpulan penelitian ini adalah kejadian mortalitas dan morbiditas pada pengelolaan anestesi perioperatif dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga penilaian, penatalaksanaan, dan koordinasi yang baik dari berbagai bidang dapat memberikan luaran yang baik pada pasien.Incidence Rate and Characteristics of Mortality and Morbidity in Perioperative Anesthesia Management at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung 2017–2019 The anesthesiologist is responsible for managing perioperative anesthesia, which reflects the quality of care in the hospital. This study aimed to determine the incidence and characteristics of cases of mortality and morbidity in the perioperative anesthesia management at Dr. Hasan Sadikin Bandung Year 2017–2019. This study was a retrospective descriptive observational study on the medical records of perioperative morbidity and mortality patients at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung Year 2017–2019. The results showed that the mortality and morbidity cases in 2017–2019 were 2 cases per 1,000 anesthetic procedures. Characteristics of patients who experienced mortality and morbidity were productive age, female gender, normal BMI, comorbid heart disease, and ASA physical status 3. The characteristics of surgery in mortality cases were digestive surgery, which was performed between 07.00–16.00 and with a duration of 3 hours. The characteristics of surgery in morbidity cases were obstetric-gynecological surgery performed between 07.00–16.00 and with a duration of 3 hours of surgery. The anesthesiological characteristics in cases of mortality and morbidity were in patients with general anesthesia, duration of anesthesia >3 hours, and failure of airway management. Various factors can influence the incidence of mortality and morbidity in perioperative anesthesia management. Appropriate assessment, management, and coordination of various fields can provide good patient outcomes.
Tatalaksana Intensive Care Unit Pasien Krisis Miastenia yang dipicu oleh Pneumonia Komunitas Agung Ari Budy Siswanto; Sobaryati; Nurita Dian Kestriani; Ardi Zulfariansyah; Erwin Pradian; Suwarman; Tinni T. Maskoen
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 38 No 1 (2020): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.622 KB)

Abstract

Krisis miastenia adalah suatu eksaserbasi akut dari miastenia gravis, dimana kelemahan yang terjadi sampai melibatkan otot-otot pernafasan sehingga mengakibatkan kegagalan napas akut dan memerlukan dukungan ventilasi mekanik. Krisis miastenia merupakan komplikasi miastenia gravis yang paling berbahaya dan mengancam jiwa bila tidak segera ditangani. Timbulnya krisis miastenia dapat dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah infeksi paru yang didapat di masyarakat (pneumonia komunitas). Tatalaksana Intensive Care Unit (ICU) pasien krisis miastenia meliputi tatalaksana terhadap kegawatan respirasi, tatalaksana terhadap miastenia gravis, tatalaksana terhadap faktor pencetusnya dan dukungan nutrisi yang adekuat. Intubasi endotrakeal dan dukungan ventilasi mekanis merupakan pilihan utama tatalaksana kegawatan respirasi. Plasmaferesis adalah salah satu metoda terapi yang terbukti efektif dan efisien dalam menanggulangi krisis miastenia. Terapi lainnya adalah pemberian agen anticholinesterase, agen imunosupresif kronis, terapi imunomodulator cepat, dan timektomi. Terapi standar untuk menanggulangi pneumonia komunitas mengikuti panduan Infectious Diseases Society of America (IDSA) terkini. Dukungan nutrisi yang adekuat juga diperlukan untuk menunjang keberhasilan terapi. Diagnosis dini dan terapi yang adekuat diharapkan bisa memperbaiki prognosis pasien krisis miastenia. Pada laporan kasus ini kami sajikan tatalaksana ICU pasien krisis miastenia yang dipicu oleh pneumonia komunitas, yang dirawat di ICU RS. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Oktober 2019.
Kejadian Nyeri Kronis dan Kualitas Hidup Pascaoperasi Jantung Terbuka di Rumah Sakit DR. HAsan Sadikin Bandung Periode Januari 2019-Desember 2019 Andri Febriyanto Eka Putra; Budiana Rismawan; Ardi Zulfariansyah
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 10, No 3 (2022)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15851/jap.v10n3.2607

Abstract

Operasi merupakan salah satu penyebab tersering nyeri kronis, salah satu operasi yang paling sering menimbulkan nyeri kronis pascaoperasi adalah tindakan operasi di regio jantung (sebesar 55%). Nyeri kronis pascaoperasi dapat menyebabkan gangguan kesehatan mental dan menurunnya kualitas hidup yang signifikan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui angka kejadian nyeri kronis dan kualitas hidup pascaoperasi jantung terbuka di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan melakukan studi potong lintang melalui pengisian kuesioner yang dilakukan melalui wawancara jarak jauh dengan telepon terhadap pasien pascaoperasi jantung terbuka di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari sampai Desember 2019. Hasil penelitian menyatakan angka kejadian nyeri kronis pascaoperasi jantung terbuka di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung masih tinggi 78% (45 dari 58 orang) dengan nyeri intensitas ringan sebanyak 31 orang dan intensitas sedang sebanyak 14 orang, sedangkan kualitas hidup pasien pascaoperasi jantung terbuka pada 58 pasien secara keseluruhan baik. Skor SF-36 pada kelompok yang tidak mengalami nyeri kronis lebih tinggi dibanding dengan kelompok yang mengalami nyeri kronis, skor SF-36 pada kelompok yang mengalami nyeri intensitas ringan lebih tinggi dibanding dengan kelompok nyeri intensitas sedang. Simpulan penelitian ini adalah angka kejadian nyeri kronis pascaoperasi jantung terbuka di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada Januari sampai dengan Desember 2019 masih tinggi, namun memiliki kualitas hidup yang baik. Chronic Pain and Quality of Life Post Open Heart Surgery at Dr. Hasan Sadikin, General Hospital Bandung in January–December 2019Surgery is one of the most common causes of chronic pain, one of the operations that most often causes postoperative chronic pain is surgery in the heart region (55%). Postoperative chronic pain can lead to mental health problems and significantly reduced quality of life. This study aimed to determine the incidence of chronic pain and quality of life after open heart surgery at Dr. Hasan Sadikin, General Hospital Bandung. This descriptive study is conducting a cross-sectional study by filling out questionnaires through long-distance telephone interviews with patients after open heart surgery at Dr. Hasan Sadikin, General Hospital Bandung from January to December 2019. The study results stated that the incidence of chronic pain after open heart surgery at Dr. Hasan Sadikin Bandung was still high at 78% (45 out of 58 people), with mild-intensity pain in 31 people and moderate intensity in 14 people. At the same time, the overall quality of life for patients after open heart surgery in 58 patients was good. The SF-36 score in the group that did not experience chronic pain was higher than in the group that experienced chronic pain. The SF-36 score in the group that experienced mild-intensity pain was higher than the moderate-intensity pain group. This study concludes that the incidence of chronic pain after open heart surgery at Dr. Hasan Sadikin Bandung from January to December 2019 is still high; however, it has a good quality of life.