Claim Missing Document
Check
Articles

Found 28 Documents
Search

Menyoal Praktik Kebijakan Reforma Agraria di Kawasan Hutan M Nazir Salim; Westi Utami; Diah Retno Wulan; Sukmo Pinuji; Mujiati Mujiati; Harvini Wulansari; Bunga Mareta Dwijananti
BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan Vol. 7 No. 2 (2021): Bhumi: Jurnal Agraria dan Pertanahan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31292/bhumi.v7i2.476

Abstract

Abstract: The Agrarian Reform (RA) policy, especially land redistribution from the release forest areas, is considered slow. This was caused by several problems in the field, namely: leadership, institutions, regulations, and RA subjects-objects. Effective strategies to implement RA at central and regional levels has not been found, particularly on leadership and coordination between sectors at site level. This study is presented in the form of a policy forum by closely reviewing findings and solutions to RA practices in forest areas. Analysis, reduction, and interpretation of qualitative data were carried out to draw conclusions on real practices of RA at site level in the last three years. At macro level, the authors' findings confirm that the practice of RA experiences a fairly systematic problem due to the weakness of key actors controlling the implementation of RA, the ineffectiveness of the established institutions, and different interpretations of regulations impacted on the differences in understanding RA objects in the field. These findings emphasized that, resoundingly, strategic program of RA has not yet become a common agenda to be implemented in the framework of creating justice and welfare for the entitled people. Keyword: Agrarian reform policy, PPTKH, GTRA, TORA, release of forest area     Abstrak: Kebijakan Reforma Agraria (RA) khususnya redistribusi tanah dari objek pelepasan kawasan hutan dianggap lambat. Pelambatan tersebut disebabkan karena beberapa problem di lapangan, yakni: kepemimpinan, kelembagaan, regulasi, dan objek-subjek RA. Sampai saat ini, belum ditemukan cara yang efektif untuk menjalankan tata kelola RA di level pusat dan daerah, khususnya kepemimpinan dan koordinasi antarsektor di level tapak. Kajian ini dimaksudkan untuk memetakan problem dan menawarkan solusi dengan basis observasi dan studi di lapangan selama tiga tahun terakhir (2018-2020). Studi ini disajikan dalam bentuk policy forum dengan me-review secara padat temuan-temuan dan solusi atas praktik RA di kawasan hutan. Analisis, reduksi, dan tafsir atas data-data kualitatif dilakukan untuk menarik kesimpulan, bagaimana sesungguhnya praktik RA di level tapak dalam tiga tahun terakhir. Secara makro, temuan penulis mengkonfirmasi bahwa praktik RA mengalami problem yang cukup sistematis akibat lemahnya aktor-aktor kunci pemegang kendali RA, tidak efektifnya kelembagaan yang dibentuk, dan perbedaan tafsir atas regulasi yang berdampak pada perbedaan pemahaman atas objek RA di lapangan. Berbekal temuan tersebut, secara meyakinkan program strategis RA belum menjadi agenda bersama untuk dijalankan dalam kerangka menciptakan keadilan dan kesejahteraan untuk masyarakat yang berhak. Kata Kunci: Kebijakan RA, PPTKH, GTRA, TORA, Pelepasan Kawasan Hutan
Reconciling community land and state forest claims in Indonesia: A case study of the Land Tenure Settlement Reconciliation Program in South Sumatra M. Nazir Salim; Diah Retno Wulan; Sukmo Pinuji
Forest and Society Vol. 5 No. 1 (2021): APRIL
Publisher : Forestry Faculty, Universitas Hasanuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24259/fs.v5i1.10552

Abstract

Longstanding land tenure claims in state forest by communities continues to pose a challenge to government institutions in Indonesia. Such conditions require institutions to develop mechanisms to assure communities of their rights in the state ideals of manifest justice and welfare. One government policy to reconcile these goals is the mechanism on Land Tenure Settlement Reconciliation in State Forests (Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan/PPTKH). This study aims to describe this policy in the context of fieldwork experience related to fundamental problems in the process of identification and settlement of land tenure claimed by communities in state forests. Data collection was obtained through participant observation conducted with communities in Ogan Kemoring Ulu Regency by identifying and verifying community lands in state forests. This method allowed for a more nuanced understanding of settlement challenges and afforded the opportunity to develop a formula for addressing conflicts. The results of the study show that the main problems are a lack of access to information related to the PPTKH policy emergent from ineffective dissemination of information combined with an underdeveloped capacity of processes that support the community to convene and discuss with government actors, academics/researchers, and activists/scholars. The participative learning process conducted by the authors helped the community effectively prepare documents to propose to an Inventory and Verification (Inver) team of Land Tenure in State Forests. Therefore, going forward more collaborative work is needed within the framework of community assistance and capacity building so that the communities have the means and resources to able to understand the challenges of land tenure recognition and be empowered to propose such mechanisms independently. Communities who claim land in state forests depend upon formalized legality, without which can potentially harm their access and assets.
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DAN PEMANFAATAN DANAU TEMPE Rezky Zamzani; Dian Aries Mujiburohman; M Nazir Salim; Asih Retno Dewi
Publik: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Administrasi dan Pelayanan Publik Vol 9 No 2 (2022): Publik: Jurnal Manajemen Sumber Daya Manusia, Administrasi dan Pelayanan Publik
Publisher : Universitas Bina Taruna Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37606/publik.v9i2.294

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kebijakan antar instansi dalam menanggulangi banjir dan solusi terhadap permasalahan kerusakan ekosistem danau. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan penelitian perpustakaan. Hasil akhir dari penelitian ini menunjukkan bahwa terjadinya banjir yang terjadi selama ini dikarenakan meluapnya air dari Danau Tempe yang merupakan salah satu danau terbesar yang ada di Indonesia dan berada di Sulawesi Selatan. Danau tidak hanya berfungsi sebagai penjaga keseimbangan ekologi, penyedia sumber air (baku), protein, mineral dan energi tetapi memiliki potensi yang tinggi sebagai penyokong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut berkaitan erat dengan penataan ruang, sehingga dengan adanya penataan ruang, dapat mewujudkan ruang yang nyaman, aman dan teratur. Kolaborasi antar instansi terkait dan diperlukan adanya evaluasi berkelanjutan dari sisi ekonomi, sosial dan setiap kebijakan yang dilaksanakan.
EKSISTENSI MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN DINAMIKA TANAH ULAYAT DI MANGGARAI TIMUR Wasyilatul Jannah; M. Nazir Salim; Dian Aries Mujiburohman
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 11 No. 2 (2022)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish.v11i2.41006

Abstract

Masyarakat Hukum Adat (MHA) Manggarai merupakan komunitas yang terdiri atas puluhan atau bahkan ratusan suku yang berbeda-beda. Hampir seluruh wilayah Manggarai didiami oleh MHA. Setiap persoalan yang terjadi dalam kehidupan MHA memiliki potensi menimbulkan dampak luas. Kondisi tersebut membutuhkan perlindungan terhadap MHA Manggarai yang juga bermakna perlindungan terhadap masyarakat Manggarai secara luas termasuk tanah Ulayat. Atas situasi tersebut, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika MHA Manggarai Timur dan problematika tanah Ulayat khususnya di Desa Nanga Labang, Rondo Woing, dan Satar Punda, Manggarai Timur. Dengan metode kualitatif dan pendekatan sosial antropologi khususnya etnografi serta kajian yuridis normatif yang dilakukan di tiga Desa di atas, tulisan ini mampu menggambarkan eksistensi dan dinamika MHA dan hubungannya dengan tanah Ulayat. Temuan penelitian menunjukkan bahwa MHA di Manggarai Timur eksistensinya cenderung melemah dan memiliki pola perubahan yang berbeda di tiap daerah. Keberadaan tanah Ulayat masih ada namun jumlahnya semakin terbatas bahkan terdapat beberapa wilayah yang tidak lagi memiliki tanah Ulayat. Studi ini menawarkan skema perlindungan oleh negara agar agar eksisitensi MHA dan tanah Ulayat tetap eksis karena hal itu merupakan kearifan lokal yang mampu membendung arus globalisasi dan individualisasi tanah Ulayat. Idealnya, MHA dan tanah Ulayat mendapat perlindungan, dengan melindungi pranata adat maupun tanah Ulayatnya, minimal pengakuan dari pemerintah setempat agar eksistensi MHA Manggarai tetap bertahan.
Pemetaan Partisipatif Guna Pengusulan Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dalam Kawasan Hutan di Kabupaten Ogan Komering Hulu Fitria Nur Faizah Ekawati; M Nazir Salim; Westi Utami
Tunas Agraria Vol. 2 No. 3 (2019): Sep-Tunas Agraria
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1367.547 KB) | DOI: 10.31292/jta.v2i3.37

Abstract

Abstract: The Agrarian Reform Program of Jokowi’s era allocated land from the release of forest area of 4,1 million ha trough the Settlement of Land Tenure in Forest Areas (PPTKH) spread over 159 regencies/cities. The PPTKH proposal can only be done once by the community in the district unit. Therefore, participatory mapping is necessary so that the community can prepare the Inver PTKH proposal material. This study aims to explain the implementation, benefits and constraints of participatory mapping for proposing TORA in forest areas. The research method used was descriptive qualitative with spatial pattern analysis. Data collection is done by observation, interviews and document studies. Conduct participatory mapping with using Scaled 2D Mapping and semi-observation participatory. The results show that the benefits of participatory mapping are: the transfer of knowledge of the community, the preparation of a PPTKH proposed database for the community, and a working map for the Inver PTKH Team. The study was conducted to be an effective method of PPTKH socialization because it was carried out to the public so that the purpose of PPTKH can be understood directly.Keywords: agrarian reform, PPTKH, participatory mappingIntisari: Program Reforma Agraria era Jokowi mengalokasikan tanah dari pelepasan kawasan hutan sekitar 4,1 juta ha melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) yang tersebar dalam 159 kabupaten/kota. Usulan PPTKH hanya dapat dilakukan satu kali oleh masyarakat dalam satuan wilayah kabupaten. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemetaan partisipatif untuk membantu masyarakat agar dapat menyiapkan bahan usulan Inver PTKH. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan, manfaat dan kendala pemetaan partisipatif guna pengusulan TORA dalam kawasan hutan. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan analisis pola keruangan. Untuk memperoleh data dilakukan dengan observasi, wawancara dan studi dokumen. Pelaksanaan pemetaan partisipatif dengan teknik Scaled 2D Mapping dan observasi semi partisipatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat adanya pemetaan partisipatif adalah transfer of knowledge masyarakat, penyiapan data base usulan PPTKH bagi masyarakat, dan peta kerja bagi Tim Inver PTKH. Kajian yang dilakukan menjadi metode sosialisasi PPTKH yang efektif karena dilakukan kepada masyarakat sehingga maksud PPTKH dapat dipahami secara langsung.Kata Kunci: Reforma Agraria, PPTKH, Pemetaan Partisipatif
Desain Reforma Agraria Inklusif untuk Program Keluarga Harapan dan Kaum Difabel di Kabupaten Kediri Mohammad Fajar Hidayat; Ahmad Nashih Luthfi; M Nazir Salim
Tunas Agraria Vol. 3 No. 1 (2020): Jan-Tunas Agraria
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1789.61 KB) | DOI: 10.31292/jta.v3i1.65

Abstract

Abstract: Agrarian Reform according to Presidential Regulation Number 86 of 2018 is carried out through two stages, namely the Asset Reform and Access Reform and there is an expansion of the subject and object of the Agrarian Reform. The research was conducted to design an inclusive Agrarian Reform design that combines Program Keluarga Harapan (PKH) and diffable people as subjects and former land use rights in Sempu Village, Ngancar District, Kediri Regency as its object. The research is aimed at (1) knowing the primary need of PKH and diffable people; (2) creating the design of inclusive Agrarian Reform for PKH and diffable people; (3) describing the involvement of stakeholders and community participation in supporting the design; and (4) identifying the existing constraints in the making of the design. The method used was descriptive qualitative using a rationalistic approach. The results showed that PKH and diffable people need to improve the quality of life through economy, education, health, and social welfare. There are 52 plots of land that will be used as designs for land use, namely agricultural and non-agricultural land. This design is expected to be a new idea in the completion of the Agrarian Reform starting from the asset reform through the granting of corporate and individual rights with land redistribution followed by access reform involving stakeholder’s synergy.Keywords: agrarian reform, family of hope, diffable, inclusive Intisari: Reforma Agraria menurut Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 dilaksanakan melalui dua tahapan yaitu penataan aset dan penataan akses serta terdapat perluasan subjek dan objek didalamnya. Penelitian ini dilakukan untuk membuat desain Reforma Agraria inklusif yang menggabungkan Program Keluarga Harapan (PKH) dan kaum difabel sebagai subjek dan tanah negara bekas hak guna usaha di Desa Sempu, Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri sebagai objeknya. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui kebutuhan utama PKH dan difabel; (2) membuat desain Reforma Agraria inklusif untuk PKH dan difabel; (3) menggambarkan keterlibatan stakeholder sekaligus partisipasi masyarakat dalam mendukung desain ini; serta (4) mengidentifikasi kendala apa yang akan terjadi di dalamnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan rasionalistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PKH dan difabel membutuhkan peningkatan kualitas hidup melalui ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Terdapat 52 bidang tanah yang dijadikan desain penggunaan tanahnya yaitu pertanian dan nonpertanian. Desain ini diharapkan menjadi gagasan baru dalam penyelesaian Reforma Agraria mulai dari penataan aset melalui pemberian hak milik bersama dan perorangan dengan redistribusi tanah dilanjutkan dengan penataan akses yang melibatkan sinergi stakeholder.Kata kunci: reforma agraria, PKH, difabel, inklusif
Pemberdayaan Masyarakat Pasca Kegiatan Ajudikasi di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang Agung Dini Riyadi; Nazir Salim; Mujiati Mujiati
Tunas Agraria Vol. 3 No. 2 (2020): Mei-Tunas Agraria
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.224 KB) | DOI: 10.31292/jta.v3i2.105

Abstract

Abstract: Semarang Regency Land Office implemented community empowerment after asset legalization activities in 2009 in Sumogawe Village, namely by providing access to reforms aimed at increasing the potential of community businesses in Sumogawe Village to improve welfare. The purpose of this research is to find out the form of participation of the Semarang Regency Land Office, and the level of welfare after community empowerment in Sumogawe Village. This research uses a qualitative method with a descriptive approach, that is by describing as clearly as possible the implementation of community empowerment as an effort to improve the welfare of post-adjudication activities. Data is collected through observation, study of document, and interviews with people of the community. The results of this research are 1) the form of community empowerment in Sumogawe Village after the adjudication activity by providing access to capital to develop the dairy cattle dairy business, 2) the role of Semarang Regency Land Office, by mass land treaties, assisting access to business capital from banks, counseling and mentoring of dairy cattle businesses, and marketing of dairy cow products, 3) The enhancement welfare of Sumogawe Village community is marked by the increase of people's income from the business sector of dairy cow milk.Keyword: community welfare, community empowerment, agrarian reform, access reform. Intisari: Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang melaksanakan pemberdayaan masyarakat pasca kegiatan legalisasi aset tahun 2009 di Desa Sumogawe yaitu dengan memberikan akses reform yang bertujuan untuk meningkatkan potensi usaha masyarakat yang ada di Desa Sumogawe sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk peran serta Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang, serta tingkat kesejahteraan masyarakat pasca kegiatan dalam pemberdayaan masyarakat di Desa Sumogawe. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggambarkan sejelas-jelasnya pelaksanaan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya peningkatan kesejahteraan pasca kegiatan ajudikasi. Data dikumpulkan melalui observasi, studi dokumen, dan wawancara dengan narasumber. Hasil dari penelitian yaitu 1) bentuk pemberdayaan masyarakat yang ada di Desa Sumogawe pasca kegiatan ajudikasi yaitu dengan memberikan akses modal untuk mengembangkan usaha ternak susu sapi perah, 2) peran Kantor Pertanahan Kabupaten Semarang yaitu dengan pensertipikatan tanah massal, membantu akses modal usaha dari perbankan, penyuluhan dan pendampingan usaha ternak susu sapi perah, dan pemasaran produk olahan susu sapi perah, 3) meningkatnya kesejahteraan masyarakat Desa Sumogawe yang ditandai dengan meningkatnya pendapatan masyarakat dari sektor usaha susu sapi perah.Kata Kunci: kesejahteraan masyarakat, pemberdayaan masyarakat, reforma agraria, akses reform.
Evaluasi Pelaksanaan Redistribusi Tanah Eks Kawasan Hutan di Kabupaten Musi Rawas Agung Anugra Putra Dempo; M Nazir Salim; Abdul Haris Farid
Tunas Agraria Vol. 4 No. 1 (2021): Jan-Tunas Agraria
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1483.276 KB) | DOI: 10.31292/jta.v4i1.131

Abstract

In 2019, Musi Rawas Regency carried out land redistribution on ex-forest land. The issuance of Presidential Regulation Number 86 in 2018 is expected to accelerate the implementation of agrarian reform. This regulation requires the provision of technical standards, institutional, and stage of activity that run in ideal condition. Therefore, it is necessary to conduct research to explain the extent of the suitability of that components applied in its implementation. This research uses qualitative method and descriptive approach. The result of this research are in the form of mechanism for change of status of forest   area   through forest   area   inauguration and   the   implementation of that land redistribution is carried out according to procedure. Constraints encountered include the relinquishment of the forest area which is still at the official report of the boundary setting area  which  is still at the official report of the boundary setting  stage,  the revision of land use plan (RTRW) is still in progress, and some administrative deficiencies can be resolved appropriately with good coordination between that stakeholders involved.Pada tahun 2019, Kabupaten Musi Rawas melaksanakan redistribusi tanah dari tanah eks kawasan hutan. Terbitnya Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 diharapkan dapat mempercepat pelaksanaan reforma agraria. Regulasi ini mensyaratkan adanya standar teknis, kelembagaan, dan tahapan kegiatan yang berjalan dalam kondisi ideal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menjelaskan sejauh mana kesesuaian komponen tersebut diterapkan dalam pelaksanaanya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan   deskriptif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa mekanisme perubahan status kawasan hutan dilakukan dengan pengukuhan kawasan hutan dan pelaksanaan redistribusi tanah tersebut dilaksanakan sesuai prosedur. Kendala-kendala yang ditemui, yakni pelepasan kawasan hutan yang baru sampai pada tahap berita acara tata batas, revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sedang berjalan, dan beberapa kekurangan kelengkapan administrasi yang seharusnya bisa diselesaikan dengan tepat dengan koordinasi yang baik antara stakeholder yang terlibat
Potensi Tanah untuk Reforma Agraria dalam Kawasan Hutan di Pakpak Bharat, Sumatera Utara Surung Suranyate Manik; Rochmat Martanto; M. Nazir Salim
Tunas Agraria Vol. 4 No. 3 (2021): Sept-Tunas Agraria
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1655.694 KB) | DOI: 10.31292/jta.v4i3.153

Abstract

Penguasaan dan pemanfaatan tanah oleh masyarakat dalam kawasan hutan merupakan persoalan yang terjadi di banyak tempat, termasuk di Kecamatan Pagindar, Pakpak Bharat. Realitas tersebut perlu diselesaikan agar hak-hak masyarakat dapat diberikan untuk menjamin keadilan dan kesejahteraannya. Atas kondisi tersebut, studi ini diawali dengan melakukan identifikasi potensi Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dalam kawasan hutan di Pagindar. Tujuannya untuk mengidentifikasi potensi TORA dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan keruangan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi lapangan, dan studi dokumen. Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis keruangan dan analisis konten dengan hasil daftar nominatif Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan tanah (P4T), peta P4T, peta identifikasi potensi TORA, dan peta kesesuaian penggunaan tanah dengan arahan RTRW. Identifikasi P4T menghasilkan tipologi dan permasalahan penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang terdiri atas penguasaan oleh masyarakat hukum adat, transmigran, dan PT. Gruti. Penguasaan tersebut telah berlangsung cukup lama dan pemerintah perlu menyelesaikan agar masyarakat terjamin keamanan tanahnya. Kebijakan yang dimungkinkan adalah perubahan batas melalui Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) (pemberian hak milik) atau perhutanan sosial (izin pemanfaatan/pengelolaan hutan).
Strategi Membangun Kemandirian dan Kesejahteraan Masyarakat Desa: Bukti Dari Gunung Sewu Geopark, Indonesia Rohmat Junarto; M. Nazir Salim
Tunas Agraria Vol. 5 No. 2 (2022): Mei-Tunas Agraria
Publisher : Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (872.575 KB) | DOI: 10.31292/jta.v5i2.181

Abstract

Knowing the successful development process of a region is important to make a benchmark to build a prosperous, advanced and independent society. The existence of the COVID19 virus pandemic situation requires adjustments to all aspects of life, including the existence of culturally independent villages. This study aims to study the innovations of Bejiharjo Village as an adaptation measure and survive the pandemic. This study uses a mix method with a triangulation approach to capture the wealth of rural areas and to describe community creativity in village development. The results showed that from a total of 20 hamlets in one village, they were unique in the form of tourism, creativity-arts, crafts/crafts and culinary arts. There are three hamlets that innovate through ecotourism and edu-tourism, two hamlets that are creative in the field of classical and modern art aesthetics, five hamlets that rely on local culinary arts with raw materials around the environment, 10 other hamlets by making traditions exist. Ecotourism and eco-creation that are based on local capabilities are an alternative to development and contribution to rural economic value. Local wisdom and the use of resources around the environment become the community's collective basis for sustainable village business management. This research crystallizes the steps in responding to the pandemic, namely mapping the potential and activities down to the village level, strengthening the ecotourism and eco-creative sectors, and increasing inclusive community participation. Abstrak Mengetahui keberhasilan atau hambatan dalam proses pembangunan perdesaan adalah penting untuk menjadikannya tolak ukur mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Pemberlakuan berbagai kebijakan akibat situasi pandemi COVID-19 meniscayakan masyarakat kehilangan pekerjaan, menderita kemiskinan, kegiatan ekonomi mengalami kontraksi, bahkan berhenti produksi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari strategi-inovasi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Bejiharjo terhadap basis ekonominya sebagai langkah penanggulangan kemiskinan atau pun pandemi. Penelitian ini menggunakan mix method dengan pendekatan triangulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekowisata dan eko-kreatif yang berpijak pada kemampuan lokal mampu memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat, yaitu: pangan, papan, dan sandang. Sektor pertanian menjadi basis ekonomi masyarakat desa untuk bertahan dari pandemi, seiring menurunnya pendapatan mereka karena terhentinya kegiatan industri wisata atau pun jasa. Kearifan lokal dan pemanfaatan sumber daya di sekitar lingkungan menjadi basis kolektif masyarakat desa untuk pemulihan dan keberlanjutan pengelolaan usaha desa. Penelitian ini menekankan bahwa pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan yang produktif terhadap sumber daya alam dan buatan mampu meningkatkan pendapatan, menjalankan roda perekonomian dan menciptakan kemandirian desa.