Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Tempat bertelur penyu di pulau Salibabu kabupaten Talaud Balaira, Enos; Boneka, Farnis; Wagey, Billy
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol 5, No 2 (2017): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.5.2.2017.15047

Abstract

Penyu telah dinyatakan sebagai zatwa lindung, namun tempat bertelur penyu terabaikan dalam pengelolaan wilayah pantai dan pesisir; dampaknya, tempat bertelur penyu mengalami gangguan bahkan penyusutan akibat konversi lahan wilayah pantai untuk berbagai peruntukkan. Penyu meletakkan telur di mintakat pantai di atas garis pasang tertinggi di wilayah di mana mereka ditetaskan. Tempat bertelur penyu pada umumnya belum terdokumentasi. Studi ini bertujuan untuk mendokumentasikan dan mendiskripsi keadaan umum lokasi bertelur penyu di Pulau Salibabu, Talaud. Data diperoleh melalui wawancara dengan warga lokal yang pada umumnya bermukim di wilayah pesisir. Warga lokal mengenal tiga jenis penyu yakni penyu hijau atau C. mydas, penyu sisik atau E. imbricate dan penyu belimbing atau D. coriacea. Di Pulau Salibabu tercatat sepuluh tempat bertelur yakni Pantai Kalongan, Pantai Pasir Panjang, Pantai Rammenna, Pantai Matandikka, Pantai Apai, Pantai Tarawatta, Patai Dingkaren, Pantai Pasir Putih, Pantai Lairre, Pantai Batupengan. Letak tempat bertelur tersebut pada umumnya di luar wilayah pemukiman. Posisi geografis setiap lokasi bertelur penyu dicatat dan telah dipetahkan. Vegetasi yang tumbuh di sekitar lokasi sarang didominasi oleh pohon Kelapa (C. nucifera), Pandan Pantai (P. tectorius). Sedimen pasir berwarna putih dan berdasarkan ukuran butir termasuk kategori pasir sedang. Lokasi bertelur penyu patut dijadikan kawasan konservasi.
Aspek lingkungan lokasi bertelur penyu di pantai Taturian, Batumbalango Talaud Langinan, Fieter; Boneka, Farnis; Wagey, Billy
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol 5, No 2 (2017): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.5.2.2017.15049

Abstract

Penyu memiliki kebiasaan unik dalam siklus reproduksi yakni bertelur di lokasi di mana mereka ditetaskan, sekalipun wilayah pantai terus mengalami perubahan. Untuk itu, dipandang perlu melakukan inventarisasi dan menyediakan deskripsi keadaan lingkungan tempat bertelur penyu. Pantai Taturian Desa Batumbalango merupakan salah satu dari enambelas tempat bertelur di pulau Karakelang Talaud. Tujuan penelitian ini untuk menyediakan dideskripsi lokasi bertelur penyu di pantai Taturian mencakup posisi geografis, panjang-lebar pantai, kemiringan pantai, komposisi sedimen sekitar lubang sangkar peletakkan telur dan vegetasi darat. Posisi geografis ditentukan dengan menggunakan GPS, sedimen dianalisis menurut skala AFNOR, vegerasi difoto. Data disajikan secara deskriptif. Hasil menunjukkan bahwa pantai Taturian terletak pada 04º23’47,5” LU dan 126º41’37,1” BT berfungsi pula sebagai tempat penambatan perahu nelayan; panjang pantai ±100m dibatasi tanjung berbatu limestone, lebar pantai 19-20m, sedimen yang dominan adalah pasir sedang (44%); kemiringan pantai 4,5-9,0% atau termasuk kriteria landai hingga lereng miring. Lokasi ini berbatasan dengan pemukiman dan perkebunan kelapa. Mengingat penyu dinyatakan sebagai zatwa lindung, sepatutnya pantai Taturian ditetapkan sebagai lokasi konservasi penyu
Struktur komunitas ekosistem mangrove dan kepiting bakau di Desa Lamanggo dan Desa Tope, Kecamatan Biaro, Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro Jacobs, Reinol; Kusen, Janny; Sondak, Calvyn; Boneka, Farnis; Warouw, Veibe; Mingkid, Winda
JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS Vol 7, No 1 (2019): JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jplt.7.1.2019.22817

Abstract

Tujuan dari penelitian yaitu untuk mengetahui struktur komunitas mangrove di Desa Lamanggo dan Desa Tope, untuk mengetahui kelimpahan kepiting bakau di hutan mangrove, dan untuk mengetahui hubungan antara kerapatan mangrove dengan kepadatan kepiting.Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode line transek kuadran dengan menentukan lima lokasi titik pengamatan pengambilan sampel, dan untuk mengetahui kondisi mangrove maka dilakukan perhitungan kerapatan jenis, frekuensi jenis, penutupan jenis, dominasi, indeks nilai penting dan keanekaragaman serta analisis kelimpahan kepiting bakau yang berhubungan dengan kerapatan mangrove dengan rumus Y = a + b X.. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa jenis mangrove yang memiliki nilai kerapatan tertinggi yaitu Rhizophora apiculata, dan untuk nilai frekuensi tertinggi juga yaitu jenis Rhizophora apiculata, sedangkan untuk nilai dominasi tertinggi dimiliki oleh jenis Sonneratia alba.Berdasarkan uji korelasi antara kerapatan pohon mangrove (X) terhadap kepadatan kepiting (Y) sebagaimana terlihat diperoleh r sebesar = 0,814 dengan Fhitung sebesar 1.94 < Ftabel 10.12. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kerapatan  mangrove dengan kepadatan kepiting bakau. Selanjutnya untuk melihat besarnya kontribusi kerapatan mangrove terhadap kepadatan kepiting dicari melalui koefisien determinasi R² = 0.66 yang berarti variabel kerapatan pohon mangrove tidak memberikan kontribusi terhadap kepadatan kepiting. Karena jika setiap penambahan variabel X, maka variabel Y akan berkurang sebesar 67.54937 - 0.110 X.
Diversity and Abundance of Echinoderms in Pancuran Beach, Lembeh Island Yudith Christianti; Farnis Boneka; Erly Kaligis; Billy Th. Wagey; Chatrien A. L. Sinjal; Ridwan Lasabuda
Jurnal Ilmiah PLATAX Vol. 11 No. 2 (2023): ISSUE JULY-DECEMBER 2023
Publisher : Sam Ratulangi University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35800/jip.v11i2.47753

Abstract

Echinodermata are found quite commonly in the tidal areas of Lembeh Island but their diversity and abundance have not been well documented. The purpose of this study was to determine the types of Echinoderms and their abundance at Pancuran Beach, Lembeh Island, Bitung City. Samples were taken at two stations using the Lincoln-Smith Transect method 2 x 50 m which was stretched perpendicular to the beach with three replications. Samples were identified in situ and the number of individuals of each species was noted. The results showed that in Pancuran Beach there were 18 species of phylum Echinodermata; with details of 7 species from the Asteroidea class, 5 species of Echinoidea, 4 species of Ophiuroidea, 2 species of Holothuroidea. The results of the analysis using the diversity index show that the diversity of Echinodermata at both stations is in the medium category, characterized by the value of H' = 2.06 for station I and H'= 2.35 for station II.  At station 1, the type of Ophiocoma erinaceus has the highest density of 15 ind/100m2 and a relative abundance of 23.68%. At station II Echinothrix diadema has the highest abundance of 12 ind/100m2 with a relative abundance of 17.14%. Common species found in both stations are Diadema setosum, Echinometra mathaei, Echinothrix diadema, Holothuria atra, Ophiocoma erinaceus, and Ophiocoma scolopendrina. Keywords: Lembeh Island, Diversity, Abundance, Echinoderms Abstrak Echinodermata ditemukan cukup umum di daerah pasang surut Pulau Lembeh namun keanekaragaman dan kelimpahannya belum sepenuhnya didokumentasikan dengan baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis Echinodermata dan kelimpahannya di Pantai Pancuran, Pulau Lembeh Kota Bitung. Sampel diambil pada dua stasiun dengan menggunakan metode Lincoln-Smith Transect 2 x 50 m yang dibentangkan tegak lurus ke arah pantai dengan tiga replikasi. Sampel diidentifikasi secara insitu dan jumlah individu tiap spesies dicatat. Hasil menunjukkan bahwa di Pantai Pancuran terdapat 18 spesies filum Echinodermata; dengan rincian 7 spesies dari kelas Asteroidea, 5 spesies Echinoidea, 4 spesies Ophiuroidea, 2 spesies Holothuroidea. Hasil analisa menggunakan indeks keanekaragaman menunjukkan bahwa diversitas Echinodermata pada kedua stasiun dalam kategori sedang, ditandai dengan nilai H' = 2,06 untuk stasiun I dan H'= 2,35 untuk stasiun II.  Pada stasiun 1, jenis Ophiocoma erinaceus paling tinggi densitasnya yakni 15 ind/100m2 dan kelimpahan relatif 23,68%, Pada stasiun II Echinothrix diadema memiliki kelimpahan tertinggi yakni 12 ind/100m2 dengan kelimpahan relatif 17,14%. Jenis yang umum terdapat pada kedua stasiun adalah Diadema setosum, Echinometra mathaei, Echinothrix diadema, Holothuria atra, Ophiocoma erinaceus, dan Ophiocoma scolopendrina. Kata kunci: Pulau Lembeh, Keanekaragaman, Kelimpahan, Echinodermata.
PENANGKAPAN IKAN KARANG OLEH NELAYAN LOKAL BERDASARKAN “MAKANAN KEBIASAAN” DI TAMAN NASIONAL BUNAKEN, MANADO Farnis Boneka
EKOTON Vol. 3 No. 2 (2014): Juli - Desember 2014
Publisher : PPLH-SDA, Lembaga Penelitian Unsrat Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Population of coral polyp eaters such as Acanthaster planci and Drupella cornus increases in Bunaken National Park recently. It might be related to increasing fishing intensity around coral reefs which may reduce fish predators. The objective of the present research is to inventory fishes catched by local fishermen and to describe feeding categories of fish for tracing predation source. Fish were bough from local fishermen between May-July 2008, brought to the marine laboratory for stomach analysis. Feeding categories of fish were analyzed based on food items. A numbers of 69 fish species obtained by means of spear gun (jubi), hand-line (pancing) and gill net (soma, jaring insang). About 42,03 % of fish were carnivores, 30.44% herbivores and 27.53% omnivores. Carnivore fish catched around Bunaken National Park consit of Labridae, Carangidae, Serranidae, Lethrinidae, Sillaginidae, Nemipteridae, Apogonidae, Muraenidae, Pinguipedidae. Omnivores are Balistidae, Lutjanidae and Monochantidae. Food items identified mainly crustacean, polychaetes, fish and mollusk shells. There has not been found fractions of both coral polyp predators on the fish stomachs. Predation on D. cornus and A. plancii may occur during the larval stage.