Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Fermentasi tepung ampas tahu dengan cairan mikroorganisme mix. Sebagai bahan baku pakan surianti suarianti; Haryati Tandipayuk; Siti Aslamyah
Jurnal Agrokompleks Vol 9 No 1 (2020): Juni
Publisher : Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah IX Sulawesi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (307.44 KB)

Abstract

Ampas tahu adalah limbah industri pembuatan tahu yang dapat digunakan sebagai bahan pakan. Namun pemanfaatan ampas tahu masih rendah, karena serat kasar yang tinggi, kecernaan yang rendah, asam amino yang rendah dan memiliki sifat yang cepat basi dan berbau. Penelitian ini bertujuan menentukan dosis dan periode inkubasi mikroorganisme mix. yang tepat dalam menghidrolisis bungkil tahu. Penelitian didesain menggunakan pola faktorial dalam rancangan acak lengkap dengan 2 faktor, yaitu dosis mikroorganisme mix. (10, 15 dan 20 mL/100 g tepung ampas tahu) dan periode fermentasi (3, 6 dan 9 hari) pada suhu ruang. Hasil analisis ragam menunjukkan dosis mikroorganisme mix. tepung ampas tahu berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kecernaan bahan organik, namun tidak berpengaruh terhadap kecernaan bahan kering, sedangkan periode inkubasi berpengaruh nyata terhadap kecernaan bahan kering, namun tidak berpengaruh terhadap bahan organik. Kecernaan nilai tertinggi yang dihasilkan pada periode fermentasi 6 hari (55,65 ± 0,30%) dan terendah pada periode fermentasi 3 hari (51,59 ± 0,85%). sedangkan nilai tertinggi yang dihasilkan pada dosis mikroorganisme mix. 6 mL (54,23 ± 0,42%) dan terendah pada dosis mikroorganisme mix. 3 mL (50,3 ± 0,45%).
ESTIMASI BEBAN LIMBAH ORGANIK DARI TAMBAK UDANG SUPERINTENSIF YANG TERBUANG DI PERAIRAN TELUK LABUANGE Mudian Paena; Rajuddin Syamsuddin; Chair Rani; Haryati Tandipayuk
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis Vol. 12 No. 2 (2020): Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
Publisher : Department of Marine Science and Technology, Faculty of Fisheries and Marine Science, IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29244/jitkt.v12i2.27738

Abstract

Pencemaran lingkungan oleh limbah organik mengandung nitrogen (N) dan fosfat (P) yang bersumber dari tambak udang superintensif karena penggunaan pakan yang banyak merupakan masalah serius dalam pengembangan teknologi superintensif di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi jumlah pakan yang terbuang ke lingkungan selama budidaya di tambak superintensifdan untuk mengestimasi jumlah limbah N dan P yang terbuang ke lingkungan dari kegiatan budidaya superintensif. Metode penelitian dilakukan sebanyak 3 tahap; tahap pertama dilakukan pada tambak superintensif selama 76 hari dengan melakukan budidaya udang superintensif dengan kepadatan 600 ekor/m2 selanjutnya dilakukan pengamatan pakan yang terbuang. Tahap kedua adalah melakukan uji kecernaan udang skala laboratorium dan tahap ketiga adalah penelitian ekskresi udang skala laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pakan tidak termakan yang terbuang ke lingkungan dari tambak superintensif sebesar 24,32% dari total pakan yang digunakan. Beban limbah organik dari tambak udang superintensif yang terbuang ke perairan Teluk Labuange sebesar 3,89 ton terdiri dari limbah organik mengandung N sebesar 3,61 ton/tahun dengan rerata buangan ke perairan 10,31 kg/hari, dan limbah organik mengandung P sebesar 0,28 ton/tahun dengan rerata buangan ke perairan 0,81 kg/hari. Hasil ini menunjukkan bahwa perairan Teluk Labuange telah mengalami tekanan limbah organik yang berasal dari kegiatan tambak udang superintensif.
ANALISA STRUKTUR KOMUNITAS FITOPLANKTON DAN POTENSI PENGGUNAANNYA SEBAGAI BIOINDIKATOR LIMBAH ORGANIK DI TELUK LABUANGE, SULAWESI SELATAN Mudian Paena; Rajuddin Syamsuddin; Chair Rani; Haryati Tandipayuk
Jurnal Riset Akuakultur Vol 15, No 2 (2020): (Juni, 2020)
Publisher : Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.738 KB) | DOI: 10.15578/jra.15.2.2020.129-139

Abstract

Komunitas fitoplankton di perairan Teluk Labuange semakin dipengaruhi oleh limbah organik yang berasal dari tambak udang superintensif dan kegiatan antropogenik lainnya di sepanjang garis pantai. Akibatnya, struktur komunitas plankton di teluk tersebut telah mengalami perubahan besar yang dapat digunakan sebagai bio-indikator pencemaran limbah organik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan struktur komunitas plankton di perairan Teluk Labuange dan potensi penggunaannya sebagai bio-indikator pencemaran limbah organik. Survei lapangan dilakukan di enam stasiun pengambilan sampel yang didistribusikan di dalam teluk untuk mengumpulkan sampel air, untuk analisis fitoplankton. Ada 12 titik pengambilan sampel di setiap stasiun dari total 72 sampel air dikumpulkan. Jenis-jenis bioindikator yang diidentifikasi kemudian dianalisis menggunakan CCA (Canonical Correlation Analysis) yang tersedia dalam perangkat lunak PAST (Statistik Paleontologis) untuk menghitung kekuatan hubungan antara kualitas air (amonia, nitrat, fosfat, BOT, dan COD) dan indikator fitoplankton. Data kelimpahan spesies dan fitoplankton dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA untuk menentukan perbedaan jenis dan kelimpahan fitoplankton di setiap stasiun. Studi ini telah mengidentifikasi 48 spesies fitoplankton, di mana 18 spesies fitoplankton diidentifikasi sebagai berpotensi HAB,s (plankton berbahaya). Dari 18 spesies plankton, enam spesies dapat diklasifikasikan sebagai plankton bioindikator limbah organik, yaitu Ceratium triops, Ceratium trichoceros, Lyngbya sp, Navicula pupula, Dinophysis caudata, dan Dinophysis sp. Kehadiran enam jenis fitoplankton secara langsung berkaitan dengan tingginya konsentrasi amonia, nitrat, fosfat, BOT, dan COD di perairan. Indeks keanekaragaman fitoplankton yang dihitung dari penelitian ini menunjukkan bahwa Teluk Labuange diklasifikasikan sebagai perairan yang sangat tercemar. Oleh karena itu, upaya untuk mengurangi pasokan limbah organik kedalam teluk sangat penting dilakukan untuk memastikan keberlanjutan akuakultur pantai di Teluk Labuange, seperti instalasi pengolahan limbah di tambak udang superintensif atau pengelolaan limbah yang efektif di daerah pemukiman pesisir.Phytoplankton communities in the waters of Labuange Bay have been increasingly affected by organic waste released by superintensive shrimp farms and other anthropogenic activities along the coastline. As a result, the plankton community structure of the bay might have undergone a substantial change which could be used as a bio-indicator of organic waste pollution. The objective of this study was to determine the structure of the plankton community in the waters of Labuange Bay and assess its potential use as a bio-indicator of organic waste pollution. Field surveys were conducted in six sampling stations distributed within the bay to collect water samples for phytoplankton analysis. There were 12 sampling points in each station from which a total of 72 water samples were collected. The types of bio-indicators identified were analyzed using canonical correlation analysis (CCA) available in the paleontological statistics (PAST) software to calculate the strength of the relationship between water quality (ammonia, nitrate, phosphate, BOT, and COD) and phytoplankton indicators. Data on species and phytoplankton abundance were statistically analyzed using ANOVA to determine the differences in the type and abundance of phytoplankton in each station. This study had identified 48 phytoplankton species, of which 18 species of phytoplankton were identified as potentially HABs plankton (harmful algae blooms). From the 18 plankton species, six species could be classified as organic bio-indicator planktons, namely Ceratium triops, Ceratium trichoceros, Lyngbya sp., Navicula pupula, Dinophysis caudata, and Dinophysis sp. The presence of the six types of phytoplankton was directly related to the high concentration of ammonia, nitrate, phosphate, BOT, and COD in the waters. The calculated phytoplankton diversity index from this research indicated that Labuange Bay was classified as heavily polluted waters. Therefore, efforts to reduce organic waste loading in the bay are critical to ensure the sustainability of coastal aquaculture in Labuange Bay, such as waste treatment plants in superintensive shrimp farms or effective waste management in the coastal settlement areas.