Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : JURNAL HUKUM

IMPLEMENTASI DIVERSI GUNA MEWUJUDKAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Aryani Witasari; Muhammad Sholikul Arif
Jurnal Hukum Vol 35, No 2 (2019): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v35i2.11052

Abstract

The research objective is to identify and analyze the implementation of Diversion in order to realize Restorative Justice in the Juvenile Criminal Justice System in an effort to provide legal protection for child criminal offenders. The approach method used in this research is normative juridical or library law research or doctrinal law research, namely legal research by examining library materials and secondary materials, the results of the study found that the obligation to seek diversion with the Restorative Justice approach at every stage in the criminal justice process Children must be carried out in the Criminal Justice System, Diversion as a step towards transferring the settlement of children's cases from the criminal justice process to non-criminal justice processes by prioritizing the Restorative Justice approach which can be carried out by way of deliberation or mediation which emphasizes efforts to restore back to its original state in a friendly manner.
MPD BUKAN ADVOKAT PARA NOTARIS BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS Aryani Witasari
Jurnal Hukum Vol 28, No 2 (2012): Jurnal Hukum Volume XXVIII No. 2 Tahun 2012
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v28i2.218

Abstract

Notary is apublic official who runs most of the public functionsin the state, especially in the civil law. Notary has authority to make authentic certificate of all deeds, agreements, and regulations which is obligated by legislation or which is desired by an interested party, to be declared in the deed authentic, guaranteeing deed date, saving certificates, giving grosse, copies and citations of certificates, all along the deed is not assigned or excluded to the officer or other person which is specified by law.In the authority need to carry out surveillance and MPD is the only aut horized institution to implement surveillance, inspection and giving punishment toward notaries in the district/city. The institution exists of Region Supervisor Council and the Central Supervisors Council.MPD has a special authority which can be run to check notary relate to the investigators request, prosecutors or judges to take a photocopy minuta or other documents which is attached to the minuta or protocols in Notary storage, calling the Notary related to deed which has been made or notary protocols which are in Notary storage.Keywords: Notary, MPD, Lawyer
Tinjauan Teori Hukum Kewenangan Lembaga Pengadilan Niaga Terhadap Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Berdasar Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Aryani Witasari
Jurnal Hukum Vol 30, No 2 (2014): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v30i2.416

Abstract

AbstractThe Commercial Court authority as set out in Article 300 Law Number 37 of 2004  on The Bankruptcy and Delay of Debt Payments was unique, because this court is authorized also to examine the case in connection with the bankruptcy case containing the arbitration clause. Article 303 of the Bankruptcy Act states that the Court remains authorized to investigate and resolve the bankruptcy petition, all the debt on which the bankruptcy petition has complied with the provisions of Article 2 paragraph ( 1 ) of this Act .Regulations on the absolute authority possessed by the Commercial Court in the case of bankruptcy is really in the context of absolute meaning, although existing arbitration clause in the basic agreement between the parties nonetheless Commercial Court is authorized to examine and decide perkara. Base contained in Article 1338 of the Civil Code be respected, so that the corresponding theory against absolutism which is owned by the Commercial Court is the theory of authority .Bankruptcy decision by the court have implications for companies pailit. Some juridical result of a bankruptcy, the legal consequences occur if the debtor bankrupt, and some legal consequences if the debtor bankrupt among others should be compensated, then the presence of counter-reciprocity should be continued, applicable general encumbrances over the entire property of the debtor, debtor loses the right care of, and engagement after bankruptcy debtor can not pay. This uses the theories of legal protection. The focus of this theoretical study on people who are in a weak position, in this case legally weak.Keywords: Bankruptcy , Commercial Court , legal consequences. AbstrakKewenangan Pengadilan Niaga sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 300 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ini terasa unik, karena pengadilan ini berwenang juga untuk memeriksa perkara sehubungan dengan perkara pailit yang mengandung klausula arbitrase. Pasal 303 Undang-Undang Kepailitan menyebutkan bahwa pengadilan tetap berwenang memeriksa dan menyelesaikan permohonan pernyataan pailit, sepanjang utang yang menjadi dasar permohonan pernyataan pailit telah memenuhi ketentuan sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) undang-undang ini.Peraturan tentang kewenangan absolut yang dimiliki oleh Pengadilan Niaga dalam perkara kepailitan adalah benar-benar dalam konteks absolut, meskipun sudah ada klausula arbitrase di dalam perjanjian pokok antar pihak tetap saja Pengadilan Niaga berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara. Asas yang terdapat di dalam Pasal 1338 KUHPerdata menjadi tidak dihormati, sehingga teori yang sesuai terhadap absolutisme yang dimiliki oleh Pengadilan Niaga tersebut adalah  Teori kewenangan.Putusan pailit oleh Pengadilan memberikan implikasi bagi perusahaan pailit. Ada beberapa akibat yuridis dari suatu kepailitan, yaitu akibat hukum yang terjadi jika debitur dipailitkan dan beberapa akibat hukum jika debitur dipailitkan yaitu antara lain boleh dilakukan kompensasi, kemudian terdapatnya kontra timbal balik boleh dilanjutkan, berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur, debitur kehilangan hak mengurus, dan perikatan setelah debitur pailit tidak dapat dibayar. Adapun teori yang digunakan adalah menggunakan teori perlindungan hukum. Fokus dari kajian teori ini pada masyarakat yang berada pada posisi yang lemah, dalam hal ini lemah secara yuridis.Kata Kunci: Kepailitan, Pengadilan Niaga, akibat hukum.
KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Aryani Witasari
Jurnal Hukum Vol 25, No 1 (2011): Jurnal Hukum Volume XXV, Nomor 1, Edisi April 2011
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v25i1.205

Abstract

Arbitrase sebagai salah satu alternatif dalam penyelesaian perkara khususnya perkara yang dapat didamaikan banyak diminati oleh kalangan pelaku usaha, karena sifat kerahasiaannya dan diselesaikan dengan waktu yang sudah ditentukan oleh undang-undang (Undang-undang No.30 tahun 1999).Proses persidangan arbitrase dipimpin oleh seorang arbiter, baik tunggal maupun majelis, yang penting jumlah arbiter adalah ganjil.Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan di dalam mengambil keputusan. Sebagai seseorang yang di amanahi untuk menjadi seorang arbiter adalah mengemban tugas yang tidak ringan. Dia harus dapat adil, tidak memihak, serta dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan memberikan hasil putusan dalam jangka waktu yang sudah ditentukan oleh undang-undang, yaitu 180 hari dengan perpanjangan waktu 60 hari.Waktu yang telah ditetapkan oleh undang-undang no.30 tahun 1999 tersebut di atas harus benar-benar di jalankan oleh seorang arbiter, sebab jika tidak, maka dia di ganjar untuk mengembalikan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh para pihak disamping juga dapat memunculkan rasa tidak percaya terhadap lembaga arbitrase yang diharapkan dapat menyelesaikan perkara yang tengah dihadapi dalam waktu yang tidak begitu lama.Kata Kunci: Arbitrase, Arbiter
Wewenang Majelis Pengawas Daerah (MPD) Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013 Dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Notaris Aryani Witasari
Jurnal Hukum Vol 31, No 2 (2015): Jurnal Hukum
Publisher : Unissula

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jh.v31i2.664

Abstract

Abstract               Notary is a state official who works in the lift by the Ministry of Justice and Human Rights, she serves people who need assistance services in terms of making a deed. Deed that has been made by a Notary under the legislation referred to an authentic deed, have the force of law and can be used as evidence when required. In order to conduct guidance and supervision of the performance of the Notary, required an institution assigned by law (UU No. 2 / 2014 on amendments to UU No. 30/ 2004 concerning Notary) , the agency called the Council of Trustees of Regions (MPD). Pursuant to Article 66 of Law No. 30 of 2004 Regional Supervisory Council is authorized to carry out the task of supervision on the performance of the Notary , to the benefit of the judicial process ,investigator , prosecutor or judge must be approved by the MPD and will take a copy of the minutes and certificates or letters attached to the minutes of a notary deed or protocol of storage , as well as when to call the notary to attend the hearings related to the deed prepared or protocols that are in storage Notary Public Notary . Based on the decision of the Constitutional Court Number 49 / PUU - X / 2013 ), the MPD no longer has the authority to give consent to the law enforcement if it will call the Notary related to their work , but by the Law on the switch to the Court of Honor , which until today Court of Honor was not yet in shape. Keywords : Notary, The Council of Trustees of Regions (MPD), Decision of The Constitutional Court Abstrak Notaris merupakan pejabat negara yang bekerja diangkat oleh Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia, dia melayani masyarakat yang memerlukan bantuan jasanya dalam hal pembuatan suatu akta. Akta yang telah dibuat oleh seorang Notaris berdasarkan undang-undang disebut dengan akta otentik, mempunyai kekuatan hukum dan dapat dijadikan sebagai alat bukti manakala diperlukan. Dalam rangka untuk mengadakan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja Notaris, diperlukan suatu lembaga yang ditugasi oleh undang-undang(Undang-undang no 2 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang no 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), lembaga tersebut bernama Majelis Pengawas Daerah (MPD). Berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 30 tahun 2004 Majelis Pengawas Daerah (MPD) diberi kewenangan untuk menjalankan tugas pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja Notaris, untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum atau hakim harus mendapat persetujuan dari MPD manakala akan mengambil fotocopi minuta akta dan atau surat-surat yang dilekatkan pada minuta akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris, begitu pula jika akan memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013), maka MPD tidak lagi memiliki kewenangan untuk memberi persetujuan kepada para penegak hukum jika akan memanggil Notaris berkaitan dengan pekerjaannnya, tetapi oleh Undang-undang di alihkan kepada Mahkamah Kehormatan, yang sampai saat ini Mahkamah Kehormatan itu belum juga di bentuk. Kata kunci: Notaris, Majelis Pengawas Daerah (MPD), Putusan Mahkamah Konstitusi
Co-Authors Abdul Hasim achmad sulchan Agus Supriadi Ahmad Hadi Prayitno Aji Sudarmaji Akhmad Khisni Akhmad Khisni Akhmad Mufasirin Akhmad Mufasirin Amin Purnawan Anak Agung Putra Dwipayana Angga Kusumah Ani Hilyani Hilyani Anindia Inka Saputri Anwar Saleh Hasibuan Ardito Yudho Pratomo Aris Setiono Aris Sophian Armina Dilla Zahirani Arpangi Arpangi, Arpangi Bayu Dwa Anugrah Beny Fajar Sanjaya Bonar Setyantono Bondan Satrio Bawono Chandra Kurniawan Christian Bagoes Prasetyo Danang Sucahyo Delvi Amalia Rosa Deni Dwi Noviandi Denny Suwondo Deny Suwondo Didi Wahyudi Sunansyah Dimas Sakti Wardhana Edi Suarto Eka Damayanti Damayanti Eliani Safitri Evie Pravitasari Fajar Fathan Fuadi Farman Riantama Budi Fiana Zahroh Suciani Grahita Fidianto Gunarto Gunarto Gunarto Gunarto Hapshary Noor Diansaputri Hengki Irawan Heri Mulyono Holyness Nurdin Singadimedja Indah Esti Cahyani Indah Setyowati Insan Al Ha Za Zuna Darma Illahi Ira Alia Maerani Irfan Iskhak Jawade Hafidz Junaidi Abdullah Justisia Pamilia Luberty Karolus Geleuk Sengadji Khoirulika Nur Harinda Kustriyo Kustriyo M Farid Amirullah M.Gargarin Friyandi Mahin Musyafa Masrur Ridwan Masrur Ridwan Masrus Ridwan Maulana Abdul Mujib Mochamad Rizqi Sismanto Mohamad Andi Rochman Monicha Rossalia Adigita Muchammad Qomaruddin Qomaruddin Muhammad Ali Maskun Muhammad Nur Aklif Muhammad Ramadhani Citrawan Muhammad Sholikul Arif Nanda Herawati Ngadino Ngadino Nirwan Kusuma Novita Irma Yulistyani Novitasari Novitasari Nur Muhammad Rajja Agung Peni Rinda Listyawati Risky Amalia Rizki Andika Putra Rudi Hendri Basuki Siti Rodhiyah Siti Rodhiyah Dwi Istinah Siti Rodhiyah Dwi Istinah Siti Rodhiyah Dwi Istinah Sri Endah Wanyuningsih Sri Kusriyah Sri Praptini Praptini Sukarmi Sukarmi Syafiera Amelia Tegar Firmansyah Tofan Alamsyah Umar Ma'ruf Umar Ma’ruf Widhi Handoko Widya Pratiwi Asmara Yeremias Tony Putrawan Yunus Rahendra