Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Peranan Burung sebagai Agen Penyebaran Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani Muttaqin, Zainal; Budi R., Sri Wilarso; Wasis, Basuki; Siregar, Iskandar Z.; Corryanti, Corryanti
ZOO INDONESIA Vol 25, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Masyarakat Zoologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini ialah untuk menelaah peranan burung sebagai agen penyebaran benalu yang menginfeksi tegakan jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan. Rancangan penelitian berupa Petak Contoh Pengamatan (PCP) terdiri atas Petak Ukur Pengamatan (PUP-PUP) berukuran 50m x 50m sebanyak empat PUP dalam unit PCP dibedakan pada tingkat serangan benalu ringan, sedang, berat dan kontrol. Metode penilaian peranan burung menggunakan focal animal sampling dengan cara pengamatan perilaku burung yang berinteraksi dengan jenis benalu dominan Dendrophthoe pentandra pada jati; dilengkapi inventarisasi jumlah, kelimpahan relatif, dan penyebarannya menggunakan metode IPA (Index ponctualle de’Abondance). Hasil pengamatan menunjukkan terdapat tiga kelompok peranan burung sebagai agen penyebaran benalu ialah: 1) specialist frugivor ialah pemakan buah yang menangani buah benalu secara lengkap dengan cara defekasi, regurgitasi, dan pecking meliputi cabai jawa (Dicaeum trochileum), cabai polos (Dicaeum concolor), cabai gunung (Dicaeum sanguinolentum), dan khusus cucak kutilang (Pynonotus aurigaster) yang menangani buah benalu secara regurgitasi dan pecking dianggap sebagai secondary dispersers, 2) generalist frugivor yang menangani buah benalu secara tidak lengkap dianggap penyebar tambahan (occasionally dispersers) meliputi madu sriganti (Nectarinia jugularis), cinenen pisang (Orthotomus sutorius), madu jawa (Aethopyga mystacalis), 3) opportunistic frugivor yang tidak menangani buah benalu atau berkaitan tidak langsung dengan penyebaran biji benalu sebanyak 13 jenis burung lainnya. Parameter populasi burung menurut jumlah, kelimpahan relatif dan penyebarannya yang luas mencakup lima urutan teratas ialah cabai jawa (D. trochileum), madu sriganti (N. jugularis), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), sepah hutan (Pericrocotus flammeus), cucak kutilang (Pynonotus aurigaster).
Genetic Variation, Heritability and Correlation between Resin Production Character of Pinus merkusii High Resin Yielder (HRy) in Cijambu Seedling Seed Orchard (SSO) Arida Susilowati Iswanto; Supriyanto Supriyanto; Iskandar Z. Siregar; Imam Wahyudi; Corryanti Corryanti
BIOTROPIA - The Southeast Asian Journal of Tropical Biology Vol. 20 No. 2 (2013)
Publisher : SEAMEO BIOTROP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.11598/btb.2013.20.2.257

Abstract

Selection high resin candidate P.merkusii is a series of breeding activities to get high resin production trait of pine trees.  In selection process of candidate tress, genetic diversity plays  very important role because higher genetic diversity will give higher opportunity to get source of genes for improved trait. Selection activities of high resin yielder candidates were started  in 2006 through a series of survey activity and morphological identification of candidate trees with high resin production. Specific information about traits genetically related to resin production in Cijambu Seedling Seed Orchard is still not determined yet , although based on resin distribution trend this SSO has the highest mean of resin production.  In this study, progenies planted in 1978 -1983 were evaluated to determine the effectiveness of previous selection, as well as the value of heritability and phenotypic traits that allegedly related with resin production. The results showed high value of coefficient genetic variation (CVG:16.08%), narrow sense heritability values for resin production trait (0.65) and resemble with previous research. This indicates that genetic factor was  dominant for resin production and selection activities has been done for 30 years was effective to get high yielder superior candidate.  Bark thickness, crown length and stem diameter trait was positively significant correlated to resin production, whereas level of pests and diseases was negatively significant correlated to resin production, it is possible that  the trait related with lighting conditions that supporting photosynthesis process and number of resin duct in the wood.  Key words: Selection, high resin yielder, P. merkusii, variation, heritability,phenotypic
DNA BARCODE CHARACTERIZATION OF MISTLETOE INFESTATION IN TEAK CLONAL SEED ORCHARD (CSO) IN PADANGAN, EAST JAVA PROVINCE, INDONESIA Zainal Muttaqin; Sri Wilarso Budi; Basuki Wasis; Corryanti Corryanti; Iskandar Zulkarnaen Siregar
BIOTROPIA - The Southeast Asian Journal of Tropical Biology Vol. 24 No. 2 (2017)
Publisher : SEAMEO BIOTROP

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2755.603 KB) | DOI: 10.11598/btb.2017.24.2.651

Abstract

For effective teak plantation management, early detection system in controlling teak mistletoe requires various basic information, including degree of infestation and accuracy of the species names. Mistletoe infestations in teak and mistletoe species name have been reported, but there are still problems in identifying the correct species or subspecies due to morphological similarity.  The objective of this study was to clarify the species identity of hemi-parasitic mistletoe plants, which were found in teak Clonal Seed Orchard (CSO) in Padangan, East Java Province, Indonesia using DNA barcodes. Species identification of teak mistletoe based on leaf morphological characteristics and universal DNA barcode regions (i.e. matK and rbcL) were carried out. The results showed that the Canonical Discriminant Analysis (CDA) could differentiate Dendrophthoe pentandra and Macrosolen tetragonus based on leaf morphological characteristics. Variables having high correlation to distinguish both species were length of petiole,  width of the widest leaf, number of secondary leaf veins, leaf base shape, aspect ratio, form factor and perimeter ratio of diameter.  The results of  DNA barcoding showed that the two DNA barcode regions presented good  amplification and sequence results. Both DNA barcode regions successfully differentiated two species i.e. D. pentandra and M. tetragonus which belong to Loranthaceae family and have similar leaf morphological characteristics. Those regions were also able to identify Viscum articulatum and other species belonging to Santalaceae family. These results suggested that the two DNA regions could become recommended universal DNA barcode for identifying teak mistletoe.
Peranan Burung sebagai Agen Penyebaran Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani Zainal Muttaqin; Sri Wilarso Budi R.; Basuki Wasis; Iskandar Z. Siregar; Corryanti Corryanti
ZOO INDONESIA Vol 25, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Masyarakat Zoologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52508/zi.v25i2.3358

Abstract

Tujuan penelitian ini ialah untuk menelaah peranan burung sebagai agen penyebaran benalu yang menginfeksi tegakan jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan. Rancangan penelitian berupa Petak Contoh Pengamatan (PCP) terdiri atas Petak Ukur Pengamatan (PUP-PUP) berukuran 50m x 50m sebanyak empat PUP dalam unit PCP dibedakan pada tingkat serangan benalu ringan, sedang, berat dan kontrol. Metode penilaian peranan burung menggunakan focal animal sampling dengan cara pengamatan perilaku burung yang berinteraksi dengan jenis benalu dominan Dendrophthoe pentandra pada jati; dilengkapi inventarisasi jumlah, kelimpahan relatif, dan penyebarannya menggunakan metode IPA (Index ponctualle de’Abondance). Hasil pengamatan menunjukkan terdapat tiga kelompok peranan burung sebagai agen penyebaran benalu ialah: 1) specialist frugivor ialah pemakan buah yang menangani buah benalu secara lengkap dengan cara defekasi, regurgitasi, dan pecking meliputi cabai jawa (Dicaeum trochileum), cabai polos (Dicaeum concolor), cabai gunung (Dicaeum sanguinolentum), dan khusus cucak kutilang (Pynonotus aurigaster) yang menangani buah benalu secara regurgitasi dan pecking dianggap sebagai secondary dispersers, 2) generalist frugivor yang menangani buah benalu secara tidak lengkap dianggap penyebar tambahan (occasionally dispersers) meliputi madu sriganti (Nectarinia jugularis), cinenen pisang (Orthotomus sutorius), madu jawa (Aethopyga mystacalis), 3) opportunistic frugivor yang tidak menangani buah benalu atau berkaitan tidak langsung dengan penyebaran biji benalu sebanyak 13 jenis burung lainnya. Parameter populasi burung menurut jumlah, kelimpahan relatif dan penyebarannya yang luas mencakup lima urutan teratas ialah cabai jawa (D. trochileum), madu sriganti (N. jugularis), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), sepah hutan (Pericrocotus flammeus), cucak kutilang (Pynonotus aurigaster).
Resin Duct Anatomical Structure of High Resin Yielder Pinus merkusii Arida Susilowati; Imam Wahyudi; Supriyanto Supriyanto; Iskandar Z Siregar; Corryanti Corryanti; Apri H Iswanto
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol 11, No 2 (2013): Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis
Publisher : Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.362 KB) | DOI: 10.51850/jitkt.v11i2.90

Abstract

The objective of this research was to characterize resin duct anatomical structure of high resin yielder pine (Pinus merkusii) that influences resin production. Samples were collected from high resin yielder pine with different resin production class from seedling seed orchard Cijambu, Sumedang and normal trees from Bogor. Samples than evaluated through microscopic and macroscopic observation to get information about some parameter related to resin duct. The result on anatomical structure characterization showed that high resin yielder trees compared to that of normal one are as followed: darker in wood colour (reddish brown compared to creamy white), higher in number of axial resin duct (9.401.68 mm-2 to 101.30 mm-2 compared to 40.96 mm-2), wider in resin duct diameter (468.8998.72 μm to 562.11181.62 μm compared to 109.4211.26 μm), thicker in epithelium cell (50.81 12.20 μm to 58.599.55 μm compared to 23.1787 μm). These differences may affect to quantity of resin yielder compared to normal producer.Key words: anatomical structure, epithelium, high resin yielder, Pinus merkusii, resin duct
Peranan Burung sebagai Agen Penyebaran Benalu pada Jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan, Perum Perhutani Zainal Muttaqin; Sri Wilarso Budi R.; Basuki Wasis; Iskandar Z. Siregar; Corryanti Corryanti
ZOO INDONESIA Vol 25, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Masyarakat Zoologi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52508/zi.v25i2.3358

Abstract

Tujuan penelitian ini ialah untuk menelaah peranan burung sebagai agen penyebaran benalu yang menginfeksi tegakan jati di Kebun Benih Klonal (KBK) Padangan. Rancangan penelitian berupa Petak Contoh Pengamatan (PCP) terdiri atas Petak Ukur Pengamatan (PUP-PUP) berukuran 50m x 50m sebanyak empat PUP dalam unit PCP dibedakan pada tingkat serangan benalu ringan, sedang, berat dan kontrol. Metode penilaian peranan burung menggunakan focal animal sampling dengan cara pengamatan perilaku burung yang berinteraksi dengan jenis benalu dominan Dendrophthoe pentandra pada jati; dilengkapi inventarisasi jumlah, kelimpahan relatif, dan penyebarannya menggunakan metode IPA (Index ponctualle de’Abondance). Hasil pengamatan menunjukkan terdapat tiga kelompok peranan burung sebagai agen penyebaran benalu ialah: 1) specialist frugivor ialah pemakan buah yang menangani buah benalu secara lengkap dengan cara defekasi, regurgitasi, dan pecking meliputi cabai jawa (Dicaeum trochileum), cabai polos (Dicaeum concolor), cabai gunung (Dicaeum sanguinolentum), dan khusus cucak kutilang (Pynonotus aurigaster) yang menangani buah benalu secara regurgitasi dan pecking dianggap sebagai secondary dispersers, 2) generalist frugivor yang menangani buah benalu secara tidak lengkap dianggap penyebar tambahan (occasionally dispersers) meliputi madu sriganti (Nectarinia jugularis), cinenen pisang (Orthotomus sutorius), madu jawa (Aethopyga mystacalis), 3) opportunistic frugivor yang tidak menangani buah benalu atau berkaitan tidak langsung dengan penyebaran biji benalu sebanyak 13 jenis burung lainnya. Parameter populasi burung menurut jumlah, kelimpahan relatif dan penyebarannya yang luas mencakup lima urutan teratas ialah cabai jawa (D. trochileum), madu sriganti (N. jugularis), bondol jawa (Lonchura leucogastroides), sepah hutan (Pericrocotus flammeus), cucak kutilang (Pynonotus aurigaster).