Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Suhuf

KISAH ADAM DALAM TAFSIR SUFI (Sebuah Telaah Bibliografis) Abdullah Mahmud
Suhuf Vol 27, No 2 (2015): Nopember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tulisan ini menelaah kisah Nabi Adam AS dengan pendekatan tafsir sufi, setelah di kumpulkan data-data disimpulkan bahwa dalam perspektif al-Qur’an, Adam diciptakan Tuhan dari dua unsur. Pertama, unsur tanah yang mewakili unsur terendah dari yang rendah, yang membentuk tubuh pisik Adam (manusia). Kedua, Ruh yang berasal dari Tuhan, yang mewakili unsur tertinggi dari yang tinggi. Manusia merupakan representasi mikrokosmos, karena di dalam dirinya terkandung elemen-elemen yang terdapat di jagad raya (alam semesta, makrokosmos). Penciptaan manusia dari tanah dan ruh itu merupakan sebuah kehormatan besar, yang memungkinkannya sanggup melakukan komunikasi dengan kedua alam, ya’ni alam materi dan alam ruh (Tuhan)
KESEIMBANGAN EKOLOGIS DALAM TAFSIR AL- MISBAH (Studi Analitik Peran Manusia Terhadap Lingkungan) Ummi Bashyroh; Abdullah Mahmud
Suhuf Vol 33, No 2 (2021): November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Banyak bencana alam yang terjadi di antaranya kebakaran hutan, tanah longsor, banjir, dsb. Banyak kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh ulah tangan manusia. Tugas manusia sebagai khalifah dalam pandangan Al-Qur’an adalah untuk melestarikan serta memakmurkan bumi tanpa harus mengeksploitasi dan merusak. Akan tetapi fakta-fakta yang terjadi menunjukkan bahwa perusakan bumi karena tangan manusia lebih banyak dilakukan daripada pemeliharaannya. Oleh karena itu sudah menjadi tugas dan kewajiban manusia dalam menjaga keseimbangan ekologi agar lingkungan senantiasa lestari.Penelitian ini berfokus pada keseimbangan ekologi dan peran manusia sebagai khalifah yang berperan melakukan pemeliharaan terhadap alam dan lingkungan dalam pandangan tokoh mufassir Indonesia yaitu Quraish Shihab dalam kitab tafsir Al-Misbah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan tafsir. Sumber data utamanya adalah tafsir Al-Misbah yang datanya dikumpulkan secara dokumentatif. Adapun analisisnya bersifat deskriptif analitis.Keseimbangan ekologi menurut Quraish Shihab yaitu (1) menegakkan keadilan dalam segala hal, termasuk membuat sumber hukum/peraturan; (2) larangan bersikap zalim dalam berbagai bentuk, seperti mengurangi takaran atau timbangan, merampas harta orang lain dengan cara-cara yang batil, memanfaatkan sumber daya alam dengan melampaui batas, dan lain-lain; (3) bersikap moderat dan seimbang dalam perilaku kehidupan untuk menjaga keharmonisan dan tidak isrāf (berlebihan). Manusia berperan sebagai khalifah, menurut Quraish Shihab, bertugas untuk (1) melestarikan lingkungan, seperti melakukan kebijakan dalam penataan, pengembangan, pemelilharaan, pemulihan dan pengendalian lingkungan hidup (2) memanfaatkan sumber daya alam dengan bijaksana (3) tidak merusak lingkungan dan mengeksploitasi sumber daya alam.
ZIKR DAN FIKR: MENUJU TRANSFORMASI DIRI Abdullah Mahmud
Suhuf Vol 28, No 2 (2016): Nopember
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kebutuhan hati terhadap zikir adalah identik dengan kebutuhan ikan terhadap air, demikian kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Sedang Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah berkata:”Sesungguhya zikr adalah makanan pokok bagi hati dan roh, apabila hamba Allah gersang dari siraman zikr, maka jadialah ia bagikan tubuh yang terhalang untuk memperoleh makan pokok”. Zikir merupakan hakekat ibadah dan menjadi sarana untuk mencapai ketinggian dan kemulian rohani.  Zikr adalah perbuatan atau keadaan yang diwajibkan bagi seluruh umat muslim, karena para Nabi terdahulu juga  diperintahkan Allah untuk berzikir.Sedangkan Dalam khazanah Islam, Tafakkur mempunyai padanan kata yang banyak dan agak mirip maknanya, seperti I’tibar (mengambil pelajaran), ta’amul (memikirkan), tadabbur (merenungkan), dan tazakkur (mengingat-ingat). Dalam kata tafakkur terkandung objek yang mesti menjadi sasaran perenungan.
AL-QUR’AN DAN MULTIKULTURALISME Abdullah Mahmud
Suhuf Vol 30, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel pendek ini berupaya untuk menggali kembali nilai-nilai multikultural dalam sejarah panjang akar kehidupan bangsa dalam rangka untuk menemukan formula membangun kehidupan bersama yang bebas dari prejudice, stereotipe, dan sentimen-entimen primordial lainnya, yang sewaktu-waktu dapat menjadi “bom waktu” yang mengancam ko-eksistensi kehidupan dari perspektif agama Islam, yakni menggali kembali nilai-nilai multikultural dalam al-Qur’an. Menurut penulis Pluratiltas dan multikulturalitas adalah sebuah keniscayaan dan merupakan sunnatullah yang terjadi di alam semesta dan manusia. Multikulturalitas adalah sebuah realitas yang kasat mata dan tidak perlu diingkari keberadaannya. Namun demikian, dalam perspektif Islam ia tidak harus dipandang sebagai suatu hal yang berdiri sendiri, akan tetapi sangat bergantung pada konsep lain sebagai satu kesatuan. Tawhid (keesaan Tuhan) adalah sebuah konsep sentral yang meletakan kesatuan sebagai inti pandangan dan sekaligus merupakan esensi ajaran dan kebudayaan Islam yang berfungsi sebagai kekuatan sentripetal (pengikat) dari berbagai pluralitas-multikulturalitas bangsa, suku, ras, agama, madzab/golongan, politik, dan berbagai unsur budaya. Bhineka Tunggal Ika (unity in diversity) adalah ungkapan padanan yang tepat untuk menggambarkan Islam dan multikulturalisme itu. Dalam berbagai agama, khususnya Islam, terdapat apa yang disebut great tradition atau high tradition dan litlle tradition atau low tradition, sebagai akibat bertemunya agama dan budaya. Demikian juga dialektika antara Islam yang bersifat universal sebagai agama langit dan budaya lokal yang bersifat partikular pada gilirannya, akan menghasilkan corak atau warna Islam yang berbeda-beda satu tempat dengan tempat lain.