Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Hukum Internasional sebagai Alat Interpretasi dalam Pengujian Undang-Undang Rauta, Umbu; Melatyugra, Ninon
Jurnal Konstitusi Vol 15, No 1 (2018)
Publisher : Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (435.824 KB) | DOI: 10.31078/jk1514

Abstract

Tulisan ini ingin menjawab dua isu utama mengenai hubungan hukum internasional dan pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi RI (MKRI). Isu pertama adalah legitimasi penggunaan hukum internasional sebagai alat interpretasi dalam pengujian undang-undang, sedangkan isu kedua adalah urgensi penguasaan hukum internasional oleh hakim MKRI. Tulisan ini merupakan penelitian hukum yang menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan historis dalam menjelaskan perkembangan pengujian undang-undang di Indonesia sekaligus menemukan legitimasi penggunaan hukum internasional oleh MK RI. Kesimpulan dari tulisan ini menegaskan bahwa hukum internasional memiliki sumbangsih yang penting dalam perannya sebagai alat interpretasi dalam proses pengujian undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait hak asasi manusia. Justifikasi keabsahan praktik penggunaan hukum internasional tersebut ditarik dari tradisi ketatanegaraan yang secara implisit dikehendaki UUD NRI Tahun 1945. Manfaat positif yang diberikan hukum internasional nyatanya harus disertai juga dengan penguasaan hukum internasional oleh hakim MK RI supaya hukum internasional dapat digunakan secara tepat. Pembahasan dalam tulisan ini dibagi ke dalam empat sub bahasan inti yakni, pengujian undang-undang, penggunaan hukum internasional sebagai the interpretative tool dalam pengujian undang-undang oleh MK, legitimasi penggunaan hukum internasional sebagai the interpretative tool dalam pengujian undang-undang, pentingnya penguasaan hukum internasional oleh hakim MK.This article intentionally answers two principal issues regarding the relationship between international law and judicial review by the Constitutional Court of the Republic of Indonesia. The first issue is the legitimacy of international use as an interpretative tool in judicial review. The second issue talks about the necessity of urgent international law mastery by the Constitutional Court’s judges. This legal research utilizes both a conceptual approach and a historical approach to explain the development of judicial review in Indonesia, and to find legitimacy of international law by the Constitutional Court. The analysis in this article affirms that international law positively contributes as an interpretative tool in judicial review by the Constitutional Court, particularly pertaining to human rights. A justification of a legitimate international law use is withdrawn from constitutional tradition which is implicitly desired by the Indonesian Constitution (UUD NRI 1945). Since international law has provided better insights into norms, a mastery of international law should be encouraged. There are four main discussions in this article: judicial review, application of international law in judicial review process, legitimacy of international law application in judicial review, and the importance of international law mastering by Constitutional Court judges.
TEORI INTERNASIONALISME DALAM SISTEM HUKUM NASIONAL Ninon Melatyugra
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 9 No 2 (2015): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.393 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2015.v9.i2.p199-208

Abstract

AbstrakKonstitusi suatu negara memegang peran penting dalam menjelaskan posisi hukum internasional dalam sistem hukum nasional. The South African Constitution adalah salah satu contoh konstitusi yang menjabarkan secara eksplisit mengenai kedudukan hukum internasional sehingga mempreskripsi pengadilan untuk menggunakan hukum internasional secara langsung dalam wilayah domestik. Masalah muncul bagi negara yang tidak memiliki ketentuan eksplisit dalam konstitusi, seperti Indonesia, namun praktiknya terdapat penggunaan hukum internasional oleh agen negaranya. Artikel ini menawarkan teori internasionalisme untuk memberi dasar legitimasi bagi negara yang ingin patuh terhadap hukum internasional di saat konstitusi tidak memiliki ketentuan eksplisit yang mengaturnya. Teori ini dibangun dengan fondasi 2 teori yakni teori transnational legal process yang menitikberatkan pada bagaimana negara memperlakukan hukum internasional, dan teori international constitution yang berfokus pada bagaimana perlakuan hukum internasional tersebut bersifat konstitusional.  Abstract A constitution of a nation holds an important role to define international law before municipal law. The South African Constitution is an example of constitutions that explain explicitly the position of international law and prescribe its courts to observe international law in domestic zone. A crucial problem has risen in States which have no explicit provisions in their constitutions, like Indonesia, but the State agent acts of using international law are often found. This article offers internationalism theory in order to give the States a legitimacy to be comply with international law although the constitution lacks the explicit provisions. The theory contains 2 basic theories which are transnational legal process theory that stresses on how states treat international law properly; and international constitution theory that focuses on how the treatment becomes constitutional.
REFUGEE DETENTION CENTRE: HUMANITY VS NATIONAL SECURITY Ninon Melatyugra
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 8 No 2 (2014): Jurnal Refleksi Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (151.701 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2014.v8.i2.p207-220

Abstract

AbstrakHukum internasional mengakui refugee sebagai suatu entitas yang memiliki kepentingan kemanusiaan selama mencari perlindungan di luar negaranya dari penyiksaan yang terjadi di negaranya. Sebagai konsekwensi, setiap negara mempunyai kewajiban erga omnes untuk memberi perlindungan terhadap para refugee di negara tersebut. Sayangnya dalam praktik, terdapat ketidakseimbangan antara kepentingan manusiawi dan kepentingan keamanan nasional. Artikel ini menunjukkan ketidakseimbangan kedua posisi dengan mengambil fokus pada Detention Centre di Australia, sebuah negara yang telah meratifikasi the 1951 Convention relating to the Status of Refugees. Penahanan administrasi dan ketidaktransparanan penilaian keamanan yang dilakukan oleh ASIO merupakan dua faktor utama berlatarbelakang keamanan nasional yang telah melemahkan posisi kepentingan kemanusiaan. Artikel ini juga menawarkan dua solusi untuk mengatasi masalah; pertama, batasan penahanan administratif harus dilakukan untuk menjamin hak hukum para refugee selama proses pengajuan visa; kedua, transparansi penilaian keamanan untuk menciptakan check-and-balance antara pemerintah Australia dan refugee dalammenentukan status visa para refugee. AbstractInternational law recognizes refugee as an entity who possesses humanity interest while seeking for asylum outside his/her country from persecution in his/her country. As a consequence, each state has an erga omnes obligation to give asylum to refugees in its country. Unfortunately in practice, there is a lack of balance between humanity interest and national security interest. This article shows the imbalance of both position by taking focus on Detention Centre in Australia, a country that has ratified the 1951 Convention relating to the Status of Refugees. Administrative detention and intransparency of security assessment exercised by ASIO are two main factors with the national security background that have weakened the position of humanity interest. This article also proposes two solutions to tackle the problems; first, limitation of administrative detention must be undertaken to guarantee refugee’s legal right during the visa application process; second, transparency of security assessment in order to create check-and-balance position between Australian Government and refugee in determining refugees visa status.
MENDORONG SIKAP LEBIH BERSAHABAT TERHADAP HUKUM INTERNASIONAL: PENERAPAN HUKUM INTERNASIONAL OLEH PENGADILAN INDONESIA Ninon Melatyugra
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 1 No 1 (2016): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.058 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2016.v1.i1.p45-60

Abstract

AbstrakInkonsistensi dan keberagaman cara pandang tentang kedudukan hukum internasionaldalam sistem hukum Indonesia merupakan suatu masalah yang harus diselesaikan secaranormatif. Artikel ini menawarkan sebuah solusi yang mempreskripsi empat hal pentingyang harus dilakukan negara untuk mendorong sikap yang lebih bersahabat terhadaphukum internasional. Preskripsi pertama, memahami hukum internasional sebagai hukum.Kedua, menemukan legitimasi penggunaan hukum internasional dalam konstitusi RI secarakontekstual. Ketiga, mengaktifkan fungsi hakim sebagai interpreter untuk mengaplikasihukum internasional secara tepat. Keempat, memahami jenis dan karakter hukuminternasional beserta cara penerapannya.AbstractInconsistency and diversity of perspectives on international law in Indonesian legal systemare problems that need to be resolved normatively. This article offers a solution whichprescribes four significant things for states to be done in order to encourage State to showits friendly attitude to international law. First prescription is to understand that ‘internationallaw is law’. Second prescription is to find contextual legitimacy of using international lawby analyzing further the Indonesian Constitution. Third prescription is to activate judgesas interpreters to apply international law properly. Fourth prescription is to understandcategory and character of international law and observe the application.
PERJANJIAN INTERNASIONAL DALAM HUKUM NASIONAL: PERBANDINGAN PRAKTIK NEGARA INDONESIA, INGGRIS, DAN AFRIKA SELATAN Ninon Melatyugra; Titon Slamet Kurnia
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 2 No 2 (2018): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (355.881 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2018.v2.i2.p193-206

Abstract

Artikel ini hendak mendiskusikan isu tentang daya keberlakuan perjanjian internasional dalam hukum nasional. Pembahasan atas isu tersebut dilakukan dengan jalan perbandingan hukum (comparative law) praktik negara Indonesia, Inggris, dan Afrika Selatan. Titik tolak substansial dalam melakukan perbandingan hukum tersebut adalah tidak atau kurang memadainya respons terhadap perjanjian internasional menyangkut isu keberlakuan atau aplikabilitasnya di depan forum pengadilan domestik. Isu ini muncul dikarenakan perbedaan pandangan tajam di Indonesia menyangkut mazhab dalam hubungan antara hukum nasional dan internasional. Dengan perbandingan sistem konstitusional di tiga negara tersebut, akan dihasilkan suatu deskripsi tentang sistem penerimaan perjanjian internasional dan suatu preskripsi bagi Indonesia untuk menyelesaikan isu problematik terkait aplikabilitas perjanjian internasional di depan forum pengadilan nasional.
KEABSAHAN RUISLAG BARANG MILIK DAERAH DENGAN TANAH MILIK YAYASAN Dyah Hapsari Prananingrum; Ninon Melatyugra
Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum Vol 5 No 1 (2020): Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (456.477 KB) | DOI: 10.24246/jrh.2020.v5.i1.p105-124

Abstract

Ruislag is a legal act conducted by the Local Government to optimize its assets, in which one of its forms is exchanging its assets with private assets. In practice, ruislag involves a foundation that owns assets, for instance, land ownership, as a party in ruislag. This article prescribes two main points that shall be noticed by the Local Government and the Foundation regarding the legitimate ruislag conduct. Those two main points highlight the organization of the foundation issue and the administrative aspects of legal documents of the land owned by the foundation, particularly the land that was obtained by a grant. This article uses a conceptual approach and a statutes approach in its analysis.
ILEGITIMASI ABORSI OLEH KORBAN PERKOSAAN BERDASARKAN HAK UNTUK HIDUP JANIN Tanti Agustina Sinambela; Ninon Melatyugra
Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA Vol 5 No 2 (2022): Jurnal Ilmu Hukum: ALETHEA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24246/alethea.vol5.no2.p111-128

Abstract

Artikel ini hendak mendiskusikan keberlakuan hak untuk hidup bagi janin serta mengkritisi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang memberikan pengecualian aborsi yang dilakukan korban perkosaan yang menyebabkan trauma psikologis. Tesis yang ingin dipertahankan adalah pengecualian aborsi yang dilakukan semata-mata untuk kepentingan korban perkosaan telah melanggar hak hidup bagi janin. Tesis ini menggunakan dasar argumen bahwa hak hidup merupakan hak yang bersifat non-derogable rights (berlaku juga untuk janin) serta personal integrity perempuan tidak bisa menjadi alasan pengecualian yang sah terhadap hak untuk hidup. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia, seyogyanya membatalkan norma pengecualian tindakan aborsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang telah melanggar hak hidup.
Pengelolaan BUMDes: Aspek Hukum dan Regulasi Ninon Melatyugra; Indirani Wauran; Dyah Hapsari Prananingrum; Umbu Rauta; Yafet Y.W. Rissy
Magistrorum et Scholarium: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol 1 No 2 (2020)
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (735.139 KB) | DOI: 10.24246/jms.v1i22020p215-224

Abstract

The purpose of BUMDes formation is to improve the welfare of the village community. However, the community does not yet have a sufficient understanding of BUMDes. Based on this reason, CoRRDev UKSW carried out community service in accordance with lecturer duties in the field of Higher Education Tri Dharma. The community service aims to deeper public understanding of the legal and regulatory aspects concerning BUMDesa governance and management. The community service was done in the form of online counseling, which took attendance from participants from BUMDes members, village officials, and its community. The community service also covered an evaluation of BUMDes governance that was carried out by each participant. The participants gave a good impression of the community service that the event has added their knowledge about many legal aspects, which they needed to concern on BUMDes governance.