Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

AEVI-27 Investigasi Outbreak Rabies di Kecamatan Pinggir Tahun 2018 Puja Cikal Bangsa; Raynold Rahman; Elida Tamba; Syafrison Idris
Hemera Zoa Proceedings of the 20th FAVA & the 15th KIVNAS PDHI 2018
Publisher : Hemera Zoa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (396.778 KB)

Abstract

Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit zoonotik  bersifat akut dan menyerang sistim syaraf pusat yang disebabkan oleh virus kelompok negatif sense single-stranded RNA, golongan Mononegavirales, Family Rhabdoviridae, genus Lyssavirus (Priangle,1991). Penyakit rabies menyebabkan kematian pada manusia dengan Case Fatality Rate 100%. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terifeksi dan disebarkan melalui luka gigitan atau jilatan (Ludra I N, 2010).Tingginya tingkat kasus gigitan dan lalu lintas hewan terutama HPR Anjing di kelurahan Titian Antui menjadi suatu hal yang akan terus jadi perhatian utama petugas kesehatan hewan di Kabupaten Bengkalis. Petugas kesehatan hewan dari dinas pertanian juga sudah bekerjasama dengan Petugas Keshatan Masyarakat melalui sinergi One Health. Setiap tahun Petugas Kesehatan Hewan Rutin melakukan vaksin dan sosialisasi tentang rabies kepada masyarakat, mulai dari penyuluhan ke warga sekitar hingga ke sekolah-sekolah.Masa Inkubasi rabies pada anjing adalah 10 – 15 hari, dan pada hewan lain 3 – 6 minggu kadang-kadang berlangsung sangat panjang 1 – 2 tahun. Masa inkubasi pada manusia yang khas adalah 1 – 2 bulan tetapi  bisa 1 minggu atau selama beberapa tahun (6 tahun atau lebih). Masa inkubasi bisa tergantung pada umur pasien, latar belakang genetik, status imun, strain virus yang terlibat, dan jarak yang harus ditempuh virus dari titik pintu masuknya kesusunan syaraf pusat. Masa inkubasi tergantung dari lamanya pergerakan virus dari luka sampai ke otak pada gigitan dikaki masa inkubasi kira-kira 60 hari, pada gigitan di tangan masa inkubasi 40 hari, pada gigitan dikepala asa inkubasi kira-kira 30 hari (Gallaran, L.A. 2015).Tujuan kegiatan adalah (1) untuk Melakukan konfirmasi dan verifikasi diagnosa penyakit, (2) mengidentifikasi sumber penularan outbreak dan populasi beresiko, (3) menggambarkan karakteristik epidemiologi, (4)  mengidentifikasikan faktor-faktor resiko yang berasosiasi dengan penyakit, (5) merekomendasikan langkah langkah pengendalian penyakit.
PENGARUH PENINGKATAN SUHU TERHADAP JUMLAH ERITROSIT IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Puja Cikal Bangsa; Sugito -; Zuhrawati -; Razali Daud; Nuzul Asmilia; Azhar -
Jurnal Medika Veterinaria Vol 9, No 1 (2015): J. Med. Vet.
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (144.789 KB) | DOI: 10.21157/j.med.vet..v9i1.2985

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh peningkatan suhu terhadap jumlah eritrosit ikan nila. Sampel yang digunakan adalah darah ikan nila yang berasal dari 18 ekor ikan nila dengan bobot badan berkisar 40-50 g. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acaklengkap (RAL) pola searah dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Perlakuan P1 sebagai kontrol merupakan perlakuan dengan suhu akuarium 29±1°C, P2 merupakan perlakuan dengan suhu akuarium 32±1°C, dan P3 merupakan perlakuan dengan suhu akuarium 35±1°C. Ukuran akuarium pada masing-masing kelompok perlakuan adalah 80 x 60 x 40 cm dengan ketinggian air 30 cm. Perlakuan dilakukan selama 15hari dan pada hari ke-16 dilakukan pengambilan sampel darah. Darah diambil melalui vena caudalis. Data dianalisis dengan analisis varian(ANAVA) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Rata-rata (±SD) jumlah eritrosit ikan nila (106/mm3) pada P1, P2, dan P3 masing-masing adalah 3,01x106/mm3; 2,63x106/mm3; dan 2,08x106/mm3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suhu berpengaruh (P0,05) terhadap jumlaheritrosit ikan nila. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan suhu air 32±1°C dan 35±1°C dalam akuarium dapat menurunkan jumlah eritrosit ikan nila.