Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

POLICY OF TRANSFERRING PRISONERS IN THE CATEGORY OF NARCOTICS DEALERS TO SUPERMAXIMUM SECURITY PENITENTIARY Akhmad Muttaqien; Baharudin Baharudin; Lintje Anna Marpaung
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 11, No 1 (2023): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v11i1.3133

Abstract

The enactment of the Minister of Law and Human Rights Regulation Number 35 of 2018 concerning the Revitalization of Correctional Administration, one of which regulates the transfer of high-risk prisoners to Super maximum security prisons. Narcotics convicts who are at high risk are those who are included as dealers and narcotics controllers from within the prison. The purpose of this research are to analize: (1) Policy of transferring prisoners in the category of narcotics dealers to Supermaximum Security Penitentiary? Inhibiting factors for the policy of transferring prisoners in the category of narcotics dealers to the Supermaximum Security. The research using normative and juridical approach.  The results of this study indicate: (1) The policy of transferring prisoners in the category of narcotics dealers to the Supermaximum Security Penitentiary was implemented by the Class II Narcotics Prison in Bandar Lampung by transferring 19 prisoners to the Class Special Prison. IIA Karanganyar Nusakambangan and Class IIA Nusakambangan Narcotics Prison. The policy has been implemented even though it has not been maximized, because there are still inhibiting factors. (2) The inhibiting factors for the policy of transferring prisoners in the category of narcotics dealers to the Supermaximum Security Penitentiary as an effort to cut off the circulation of narcotics are the risky behavior of prisoners in the category of narcotics dealers that endanger or have a negative impact on themselves, others and the environment and the process of evaluation and reassessment of prisoners who need a relatively long time.Keywords: Transfer Policy, Narcotics, Super Maximum Security
Tinjauan Yuridis Nikah Siri Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan) Angely Gistaloka; Baharudin Baharudin; Zainab Ompu Jainah
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 1 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v4i1.8162

Abstract

Perkawinan siri merupakan suatu bentuk perkawinan yang tidak sah, meskipun ada beberapa agama yang menganggapnya sah. Suatu perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum adat dan adat istiadat. Pertanyaan: (1) Bagaimana pendapat anda mengenai perkawinan siri menurut hukum Islam dan apakah sah (UU No. 1 Tahun 1974)? (2) Sah sahnya nilai nikah siri menurut syariat Islam (UU No. 1 Tahun 1974) Pengumpulan data melalui survei sekolah dan survei lapangan. Analisis data yang digunakan dalam undang-undang ini sangat bagus. Pernikahan Suriah dalam Konteks Menurut hukum Islam dan Syariah yang ada (UU No. 1 Tahun 1974), pernikahan Suriah yang dilakukan oleh negara tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 dan 2. Ini bukan pernikahan agama. . UU 1 Tahun 1974 1974 artinya perkawinan batal demi hukum, oleh karena itu akad nikah dan keabsahannya tidak dapat didaftarkan menurut hukum Islam dan hukum yang baik (UU No. 1 Tahun 1974) berarti perkawinan. Kurangnya hak hidup atau cara pandang hidup, ketidakpastian kedudukan anak di hadapan hukum mempunyai dampak khusus terhadap hubungan antara anak dan ayah, dan apabila ayah tidak memahami hal tersebut maka menimbulkan masalah. mungkin saja. anak laki-laki. Oleh karena itu, anak yang lahir dari perkawinan ini tidak berhak menerima nafkah, pendidikan, atau warisan dari ayahnya.
TINJAUAN PUTUSAN HAKIM TENTANG GUGATAN SEORANG ISTRI AKIBAT PERSELISIHAN DALAM PERKAWINAN PADA TAHUN 2022 (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG) Baharudin Baharudin; Angga Alfiyan; Sonia Mas’ud
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP) Vol. 7 No. 1 (2024): Volume 7 No 1 Tahun 2024
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v7i1.25603

Abstract

Perceraian, sebagai konflik rumit dalam perkawinan, diatur oleh hukum Indonesia, baik agama maupun sipil. Penelitian ini fokus pada faktor yang mendorong istri menggugat cerai suami di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, mencakup kekerasan rumah tangga, perselingkuhan, dan masalah ekonomi sebagai pemicu utama. Metode penelitian melibatkan yuridis normatif dan pendekatan empiris dengan data sekunder dan primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim mempertimbangkan fakta hukum, seperti foto, saksi, dan surat, untuk menentukan apakah perbuatan melanggar hukum sesuai Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Saran melibatkan perlunya penyuluhan dari pihak penegak hukum dan berwenang mengenai perkawinan, khususnya untuk remaja guna mencegah pernikahan dini. Mahasiswa, terutama dari Fakultas Hukum, dapat ikut serta dalam sosialisasi pencegahan perceraian. Kepada masyarakat umum, ditekankan pentingnya komunikasi dalam rumah tangga untuk mencegah konflik. Bagi pasangan yang sudah bercerai, dianjurkan membangun hubungan harmonis demi kesejahteraan anak-anak. Sebagai penutup, selektivitas diperlukan dalam membangun hubungan baru.