Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Legal Reasons Underlying Demonopolization by State-Owned Enterprises in Indonesia Putu Samawati Saleh
Sriwijaya Law Review VOLUME 3 ISSUE 2, JULY 2019
Publisher : Faculty of Law, Sriwijaya University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/slrev.Vol3.Iss2.126.pp124-136

Abstract

Demonopolization policy towards PT. PLN (Persero) and PT. Pelindo (Persero) conducted by the Indonesian government is aimed at enhancing efficiency, the effectiveness of state-owned enterprises (SOEs), as well as global competitiveness. The rationale in determining the demonopolization policy towards the two SOEs is based on the concept of neo-liberalism market economy, which promotes efficiency and effectiveness on free market competition. The concept of neo-liberal economics is contrary to the concept of democratic economics. The concept of democratic economics based on the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia prioritizes fair efficiency. It is the reason for the Constitutional Court to return monopoly rights to PT. PLN (Persero) as an electricity provider in Indonesia. The argue of monopoly policy or demonopolization policy of SOEs is the main problem that will be elaborated through normative research methods (documentary research) by using secondary data as the main data. Problem analysis was done by qualitative juridical through of statute approach, philosophy approach, and history of law approach. This paper provides the reason of the policy of monopoly exemption on SOEs business activities, as well as the foundation of SOEs demonopolization policy taking into consideration the constitutional basis of Article 33 of the 1945 Constitution. The concept of demonopolization of SOEs is a new one that has never been described in the Indonesian literature. As a result, the demonopolization of SOEs does not divert SOEs into private companies but rather attempts to present competitors to SOEs to be able to compete in fair competition. In another side monopoly of SOEs can be implemented towards managing important production branches that control the livelihoods of many people. It is evidence of the state’s role in ensuring the welfare of its people.
Pengelolaan Keuangan Desa Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Berbasis Pertanggungjawaban Kepala Desa Suci flambonita; Vera Novianti; Putu Samawati; Artha Febriansyah; Lusi Apriyani
Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia Vol 2 No 1 (2022): JPMI - Februari 2022
Publisher : CV Infinite Corporation

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52436/1.jpmi.477

Abstract

Pengelolaan keuangan desa merupakan semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Keuangan desa dikelola berdasarkan atas asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Sedangkan pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa. Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) merupakan rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Diperlukan Peraturan Bupati/Walikota untuk mengatur mengenai Pengelolaan Keuangan Desa. Pada dasarnya tulisan ini membahas salah satu siklus dari pengelolaan Keuangan desa yaitu Pertanggungjawaban Keuangan Desa. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan pengetahuan bagi aparatur desa yang terkait dengan pengelolaan keuangan desa, terutama Kepala Desa sebagai tampuk pimpinan di desa serta pertanggungjawabannya. Metode yang digunakan adalah ceramah dan diskusi. Pembahasan pada tulisan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang pemeritahan desa, dimana kepala desa bertanggung jawab kepada camat, tetapi setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, maka kepala desa langsung bertanggungjawab kepada Bupati/walikota, yaitu terkait bagaimana pengelolaan dana desa secara baik.
DEMONOPOLISASI PT. KAI (PERSERO) DAN PT. PELINDO (PERSERO) PENGUATAN SISTEM EKONOMI DEMOKRASI Putu Samawati Saleh
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 31, No. 3 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.732 KB) | DOI: 10.22146/jmh.43140

Abstract

AbstractDemonopolization of PT KAI (Persero) and PT Pelindo (Persero), intend to make State Owned Enterprise (SOEs) as an independent corporation by balancing between  profit motives and running a business for public benefit. The opening up of opportunities for private companies to become competitors of SOEs which is a company that has been running a monopoly business, aiming to make SOEs as large corporations that are survive and compete, also remain an agent of development. Strengthening SOEs was done through normative by using documentary research. SOEs is expected to be the main business entity that plays a role in national development, by combining corporate/business and public service principles, which are able to be independent and compete globally but still rely on the concept of economic democracy as a distinctive feature of the Indonesian nation. IntisariDemonopolisasi BUMN Persero yang dilakukan terhadap PT KAI (Persero) dan PT Pelindo (Persero), menghendaki BUMN Persero sebagai korporasi yang mandiri yang mampu menyeimbangkan antara tujuan kegiatan usaha untuk profit motif sekaligus menjalankan usaha untuk kemanfaatan umum. Dibukanya peluang perusahaan swasta menjadi kompetitor BUMN Persero yang selama ini menjalani usaha secara monopoli, bertujuan untuk menjadikan BUMN Persero sebagai korporasi besar yang kuat bertahan dan bersaing, serta tetap menjadi agent of development. Penguatan terhadap BUMN Persero dilakukan melalui penelitian normatif dengan mengguakan documentary research. BUMN Persero diharapkan dapat menjadi badan usaha utama yang berperan dalam pembangunan nasional, dengan memadukan prinsip-prinsip korporat/bisnis dan pelayanan publik, yang mampu mandiri dan bersaing secara global tetapi tetap berpijak pada konsep ekonomi demokrasi sebagai ciri khas bangsa Indonesia.
KONSEP EKONOMI KERAKYATAN PADA PILIHAN KEBIJAKAN MONOPOLI ATAU DEMONOPOLISASI BUMN INDONESIA Putu Samawati Saleh
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum 2020: Volume 7 Nomor 1 Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v0i0.184

Abstract

Abstrak Kebijakan monopoli terhadap kegiatan usaha yang dilakukan BUMN seperti yang diamanahkan oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan Indonesia dilandasi dengan tujuan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan merata. Sedangkan kebijakan demonopolisasi terhadap BUMN dilakukan oleh pemerintah atas dasar tuntutan globalisasi demi menciptakan kondisi pasar persaingan sempurna, efisiensi serta efektifitas dalam pengelolaan korporasi. Pilihan antara monopoli atau demonopolisasi terhadap BUMN merupakan kebijakan yang harus dapat diputuskan oleh pemerintah. Atas dasar untuk mencarikan konsep dan solusi kebijakan mengenai penyeimbang antara aspek tuntutan globalisasi dan kedaulatan negara maka dilakukanlah kajian tersebut dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian berupa strategi antisipasi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan yang merupakan gagasan pemikiran kebaruan dengan mengutamakan prinsip-prinsip perekonomian kerakyatan yang sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia. Penentuan pilihan untuk menetapkan suatu BUMN dapat menjalankan usaha secara monopoli atau justru menerapkan kebijakan demonopolisasi harus mampu diputuskan dengan dasar pertimbangan yang kuat. Hal terpenting adalah memastikan bahwa sistem ekonomi kerakyatan harus mampu diterapkan dalam pelaksanaan kinerja BUMN baik yang melakukan kegiatan usaha secara monopoli maupun demonopolisasi. Kata Kunci: Ekonomi Kerakyatan, Monopoli, Demonopolisasi, BUMN, Indonesia. Abstract The monopoly policy on business activities carried out by State Owned Enterprises (SOEs) as mandated by the Indonesian constitution and regulations, is based on the aim of prospering the people of Indonesia in a just and equitable manner. While the policy of demonopolization of SOEs is carried out by the government based on the demands of globalization in order to create market conditions of fair competition, efficiency and effectiveness in managing the corporation. The choice between monopoly or demonopolization of SOEs is a policy that should be decided by the government. This articles focus on finding policy solutions regarding balancing between the aspects of the demands of globalization and state sovereignty. The study was conducted using desk research (yuridis normative) methods. The results of the research are anticipatory strategies that can be considered by the government in determining policies that are ideas of novelty thinking by prioritizing the principles of popular economy in accordance with the Indonesian Constitution. Determination of the choice to establish an SOEs can run a business monopoly or even implement a policy of demonopolization must be able to be decided on careful and hard consideration. The most important thing is to ensure that the populist economic system must be able to be implemented in the performance of SOEs that conduct monopoly and demonopolization business activities.
Demokratisasi Kewarganegaraan Ganda Terbatas bagi Perkawinan Campuran dalam Perspektif Nilai-nilai Pancasila Febrian Febrian; Putu Samawati
Pancasila: Jurnal Keindonesiaan Vol. 2 No. 2 (2022): VOLUME 2 NOMOR 2 OKTOBER 2022
Publisher : Badan Pembinaan Ideologi Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52738/pjk.v2i2.111

Abstract

Perkawinan Campuran yang terjadi antara Warga Negara Indonesia (WNI) dengan Warga Negara Asing (WNA) berlaku dua sistem hukum yang berbeda. Indonesia menganut sistem kewarganegaraan tunggal. Kepemilikan warga negara tunggal memiliki banyak persoalan hukum mulai dari persoalan pelanggaran hak sipil, hak politik, hak ekonomi, dan hak sosial. Wacana pemberlakuan kewarganegaraan ganda terbatas bagi perkawinan campuran merupakan salah satu upaya untuk meminimalisasi persoalan hukum tersebut. Hal mendasar yang harus dikaji adalah apakah wacana kewarganegaraan terbatas bagi perkawinan campuran tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara. Kajian tersebut dilakukan dengan metode normatif melalui penelitian kepustakaan yang bersumber pada data primer (bahan hukum) dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan filsafat. Analisis dilakukan secara kualitatif dengan teknik penarikan kesimpulan secara induktif. Pancasila sebagai dasar negara memberikan patokan dalam nilai-nilainya yang pada dasarnya berupaya memberikan perlindungan yang utuh bagi setiap warga negaranya. Jaminan kesejahteraan dan perlindungan bagi warga negara menjadi dasar bagi dimungkinkannya keberlakuan status kewarganegaraan ganda terbatas bagi perkawinan campuran.
PEMANFAATAN PEER GROUP SEBAGAI UPAYA MENEKAN JUMLAH PERKAWINAN CAMPURAN SECARA SIRRI Putu Samawati; Wahyu Ernaningsih; Suci Flambonita; Vera Novianti
Ekasakti Jurnal Penelitian & Pengabdian Vol. 3 No. 1 (2022): (EJPP) Ekasakti Jurnal Penelitian & Pegabdian (November 2022 - April 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/ejpp.v3i1.412

Abstract

Abstract: The increasing number of mixed marriages without document (nikah sirri) in Muaraenim Regency, South Sumatra Province is a main note, especially with regard to the issue of legal protection for women and children who was born from such marriages. Globalization is a major factor in increasing the number of mixed marriages. The formation of peer groups in adolescents as agents of change that can assist in providing socialization and at the same time help provide understanding and protection for their peers is one strategy that can be done to reduce the number of mixed marriages in a sirri manner. The FH-UNSRI Extension Team carried out community service with mentoring training methods for youth groups and mosque youth associations in Muaraenim. The aim is to provide an understanding and insight into the regulation of mixed marriages and the impact of mixed marriages that are more detrimental to women and children. In addition, assistance mechanisms are also provided for victims of mixed marriages who wish to claim their rights. It is hoped that this peer group can help provide socialization and protection for people who are disadvantaged in their community, especially for victims of mixed marriages. Socialization is the key to reduce the number of mixed marriages, which are mostly unknown to teenagers. Abstrak: Meningkatnya jumlah perkawinan campuran secara sirri di Kabupaten Muaraenim Provinsi Sumatera Selatan menjadi catatan tersendiri, khususnya berkaitan dengan persoalan perlindungan hukum bagi para wanita dan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Globalisasi menjadi faktor utama dalam peningkatan jumlah perkawinan campuran sirri. Pembentukan peer group pada remaja sebagai agen perubahan yang dapat membantu dalam memberikan sosialisasi dan sekaligus membantu memberikan pemahaman dan perlindungan bagi teman sebayanya merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah perkawinan campuran secara sirri. Tim Penyuluh FH-UNSRI melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dengan metode pelatihan pendampingan kepada kelompok remaja karang taruna dan ikatan remaja masjid di Muaraenim. Tujuannya memberikan pemahaman dan wawasan mengenai pengaturan perkawinan campuran dan dampak perkawinan campuran sirri yang lebih banyak merugikan wanita dan anak-anak. Selain itu juga diberikan mekanisme pendampingan bagi korban perkawinan campuran sirri yang ingin menuntut haknya. Harapannya peer group ini dapat membantu memberikan sosialisasi dan perlindungan bagi orang-orang yang dirugikan dalam lingkungan masyarakat mereka, khususnya bagi korban perkawinan campuran. Sosialisasi menjadi kata kunci untuk menekan jumlah perkawinan campuran sirri yang sebagian besar tidak diketahui dampaknya oleh para remaja.
KEHADIRAN BADAN USAHA PELABUHAN (BUP) SWASTA DALAM MENINGKATKAN PERSAINGAN PENGUSAHAAN KEPELABUHANAN DI INDONESIA Putu Samawati
Lex Librum : Jurnal Ilmu Hukum Vol 9, No 1 (2022): Desember
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda Palembang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/lljih.v9i1.335

Abstract

Abstrak Undang-undang No.17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran melepas kedudukan monopoli PT.Pelindo (Persero) sebagai pengusaha pelabuhanan. Peran PT.Pelindo (Persero) sebagai regulator juga dicabut dan dialihkan kepada otoritas pelabuhan. Hal mendasar adalah dibukanya peluang Badan Usaha Pelabuhan (BUP) Milik Swasta untuk berpartisipasi dalam pengusahaan pelabuhan yang akan bersaing dengan PT.Pelindo (Persero). Keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah untuk pembangunan dan pengembangan pelabuhan menjadi salah satu alasan dibutuhkannya investasi swasta. Skema kerjasama antara pemerintah dan BUP dilengkapi dengan pemberian hak konsesi oleh otoritas pelabuhan. Ada 223 BUP di Indonesia dan baru 15 BUP yang telah mendapatkan konsesi. Artinya masih banyak BUP yang belum memiliki hak konsesi, padahal hak ini merupakan syarat utama bagi BUP untuk menjalankan kegiatan usaha kepelabuhanan. Persoalan pemberian hak konsesi ini menjadi masalah dalam menghadirkan BUP yang dapat mengoptimalkan persaingan usaha kepelabuhanan. Artikel ini akan membahas permasalaan tersebut dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undanngan dan dianalisis secara kualitatif, sehingga akan ditarik kesimpulan yang bersifat induktif yang memberikan pemahaman tentang semakin banyak BUP yang mampu mengusahakan kepelabuhanan maka akan semakin terciptanya persaingan usaha kepelabuhanan yang dapat membantu percepatan pencapaian target pembangunan dan pengembangan pelabuhan di Indonesia. Kata Kunci: Persaingan Usaha, PT.Pelindo (Persero), Badan Usaha Pelabuhan, Hak Konsesi. Abstract Law No.17 of 2008 concerning Shipping relinquished the monopoly position of PT Pelindo (Persero) as a port operator. The role of PT Pelindo (Persero) as a regulator was also revoked and transferred to the port authority. The basic thing is the opening of the opportunity for Port Business Entities (PBE) to participate in the exploitation of ports that will compete with PT Pelindo (Persero). The limited state has for port establish and development is one of the reasons it was needed for private investment. The cooperation scheme between the government and PBE is complemented by granting concession rights by the port authority. There are 223 PBE in Indonesia and only 15 PBE that have obtained concessions. This means that there are still many PBE that do not yet have concession rights, even though this right is the main requirement for PBE to carry out port business activities. The issue of granting concession rights is a problem in presenting a PBE that can optimize port business competition. This article will be carried out using the doctrinal method, through a legislative approach and analyzed qualitatively, so that an inductive conclusions will be drawn which provide an understanding of the more PBE are able to work on ports, the more it will create port business competition that can help accelerate achievement of development targets and port development in Indonesia.
DEMOKRASI EKONOMI PADA KEBIJAKAN HAK KONSESI PELABUHAN DI INDONESIA DAMPAK DEMONOPOLISASI PT.PELINDO (PERSERO) Putu Samawati Saleh; Wahyu Ernaningsih; Suci Falmbonita
TANJUNGPURA LAW JOURNAL Vol 7, No 1 (2023): VOLUME 7 NUMBER 1, JANUARY 2023
Publisher : Faculty of Law, Tanjungpura University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlj.v7i1.51756

Abstract

AbstractThe demonopolization policy towards PT.Pelindo (Persero) through Law No.17 Year 2008 concerning Shipping, is carried out by the government based on the demands of globalization in order to create perfect competitive market conditions, efficiency and effectiveness in corporate management. Demonopolization has an impact on the change in the status of PT. Pelindo (Persero), which was previously a regulator and operator by monopolizing port business activities, and become a port operator in the format of a Port Business Enterprise (PBE). As PBE PT.Pelindo (Persero) has the same status as a Private PBE, where the exploitation of ports is done through concession rights granted by the Port Authority (PA). The fundamental issue is to examine whether the concession rights which are the impact of demonopolization are in line with the concept of economic democracy based on the Indonesian constitution. The study was conducted using a normative juridical research method and a legislative approach. The results of the study are anticipatory strategies that can be considered by the government in determining policies that prioritize the principles of democracy economy in accordance with the Constitution of the Republic of Indonesia. Determination of the choice to determine the granting of the port concession rights to the private sector must be able to be decided on carefully consideration. The most important thing is to ensure that the economic democratic system must be able to be implemented in the performance of ports even though managed by the private sector, not to override the protection function of the lives of many people in order to achieve the demands of the maximum profit of the company.AbstrakKebijakan demonopolisasi terhadap PT.Pelindo (Persero) melalui Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dilakukan oleh pemerintah atas dasar tuntutan globalisasi demi menciptakan kondisi pasar persaingan sempurna, efisiensi serta efektifitas dalam pengelolaan korporasi. Demonopolisasi berdampak pada perubahan status PT.Pelindo (Persero) yang semula berkedudukan sebagai regolator dan operator dengan memonopoli kegiatan usaha kepelabuhanan, berubah hanya menjadi operator pelabuhan dalam format Badan Usaha Pelabuhan (BUP). Sebagai BUP PT.Pelindo (Persero) memiliki status yang sama dengan BUP Swasta, dimana pengusahaan atas pelabuhan dilakukan melalui hak konsesi yang diberikan oleh Otoritas Pelabuhan. Persoalan mendasar yang menjadi bahasan dalam artikel ini adalah untuk menguji apakah hak konsesi yang merupakan dampak dari demonopolisasi sejalan dengan konsep demokrasi ekonomi berdasarkan konstitusi Indonesia. Kajian dilakukanlah dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian berupa strategi antisipasi yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan yang mengutamakaprinsip-prinsip perekonomian kerakyatan sesuai dengan Konstitusi Republik Indonesia. Penentuan pilihan untuk menetapkan pemberian hak konsesi pelabuhan kepada swasta harus mampu diputuskan dengan dasar pertimbangan yang kuat. Hal terpenting adalah memastikan bahwa sistem demokrasi ekonomi harus mampu diterapkan dalam pelaksanaan kinerja pelabuhan meskipun dikelola oleh swasta, jangan sampai mengenyampingkan fungsi perlindungan akan hajat hidup orang banyak demi mencapai tuntutan keuntungan maksimal perusahaan.
MONOPOLISTIC PORT BUSINESS ACTIVITIES POST-DEMONOPOLIZATION OF PT.PELINDO (PERSERO) BASE ON BUSINESS COMPETITION LAW Putu Samawati Saleh
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 24, No 3 (2022): Vol. 24, No. 3, December 2022
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v24i3.24230

Abstract

Since the implementation demonopolization of port business activities in 2008, the condition of Indonesian port business competition still dominates of PT.Pelindo (Persero) with market share od 84%. Even though the state has imposed a demonopolization policy with the aim of opening up opportunities for private port business entities to become competitors for PT.Pelindo (Persero). The monopolistic condition of PT Pelindo (Persero) is the reason to discuss in this paper. Finding mind problem in normative construction to get some solution are also be a purpose of this article. A normative juridical research and a statutory approach was carried out to find legally what was wrong in the port management mechanism. The expected results are in the form of normative improvement efforts that can be made in an effort to increase competition in port services, particularly in regards to restoring the role of port authorities and affirming the regulation of the separation of roles between port authorities and port business entities. This improvement is necessary, given the important role of ports as connectivity and mobility in Indonesia.