Claim Missing Document
Check
Articles

Found 13 Documents
Search

DUALISME HUKUM PERKAWINAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREMPUAN Faridy Faridy; Idrus Ali; Wahyu Wulan Suci
JURNAL HAKAM Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Agama Islam Universitas Nurul Jadid

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33650/jhi.v6i1.3887

Abstract

A sirri marriage is one in which the woman's guardian marries a man in front of two witnesses, but the marriage is not reported or registered with the Office of Religious Affairs (KUA). Marriage registration, in this situation, is covered by the law that governs the duty to register with the Marriage Registrar, which can be found in either the Marriage Law or the KHI (Islamic Law Compilation). Thus, if a marriage satisfies the elements of religious procedures and marriage registration procedures based on the norms established by the legislation, it can be considered legal activity. Sirri's marriage is invalid from a legal standpoint because there is no guarantee that it will benefit the establishment of the household without marriage registration and verification with a marriage certificate. Furthermore, on a religious level, it adheres to the Islamic law principles/rules that denying injury takes precedence over getting advantage.
TINJAUAN HUKUM TERHADAP STATUS DAN PERLINDUNGAN ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN Faridy Faridy; Muflahatul Hasanah; Fitria Wulandari
Legal Studies Journal Vol 1, No 2 (2021): Politik Hukum dan Hukum Perdata
Publisher : Legal Studies Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Artikel ini membahas tentang tinjauan hukum terhadap status dan perlindungan anak hasil perkawinan campuran. Sebab, hal ini menyangkut status kewarganegaraan sang anak yang lahir dari perkawinan campuran berikut perlindungan pada hak-haknya. Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa, perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. Dengan demikian, anak yang lahir dari perkawinan campuran memiliki kemungkinan bahwa ayah ibunya memiliki kewarganegaraan yang berbeda sehingga status hukum anak yang lahir dari perkawinan campuran, akan tunduk pada dua yurisdiksi hukum yang berbeda. Undang – Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI, menetapkan asas-asas kewarganegaraan universal, yaitu asas Ius Sanguinis, Iusoli dan Campuran. Berdasarkan ketentuan ini, anak dari hasil perkawinan campuran mendapat hak untuk menentukan atau memilih kewarganegaraan. Akan tetapi hak ini, hanya bisa diberikan jika telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan setelah berusia 18 tahun. Selanjutnya, ketentuan yang mengatur untuk memilih kewarganegaraan kepada anak hasil perkawinan campuran diberikan hanya pada anak yang tercatat atau didaftarkan di Kantor Imigrasi. Sedangkan yang tidak terdaftar tidak mendapatkan hak-hak seperti yang dinyatakan dalan UU No.12 Tahun 2006 Tentang KewarganegaraanKata kunci : Hukum, Perlindungan Anak dan Perkawinan Campuran
Implementation of State Theory of Law in The Country Based on Pancasila Faridy Faridy; Mushafi Miftah
Nurani Hukum Vol. 5 No. 2 December 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/nhk.v5i2.16955

Abstract

This article discusses the concept of the rule of law in the Pancasila State. In the rule of law theory, law has a very high position. It is above all. Indonesia as a state of law, as stipulated in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia Article 1 paragraph (3), has an obligation to carry out its state functions so that it is always based on applicable legal norms. Basing on this legal norm is a form of actualization of the values of Pancasila which are the ideals of national law. In the fifth precept, it is stated that justice is intended for the benefit of all levels of society regardless of social classes, so that law enforcement in Indonesia cannot be selective but must adhere to the principle of equality before the law.