Deflit Dujerslaim Lilo
Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Presuposisi dan Metode Yesus dalam Menyampaikan Pendapat: Sebuah Pedoman bagi Para Akademisi Lilo, Deflit Dujerslaim
BIA Vol 2, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (754.543 KB) | DOI: 10.34307/b.v2i1.86

Abstract

Freedom of speech is the human rights of every human being. This freedom must be implemented responsibly with based on the right of thinking, good intentions and goals, and attention to the rules of thinking. This article examines how Jesus underlies and builds His paradigm and the method that He used to tell His arguments to others. By using a descriptive analysis method and hermeneutic approach to the narratives in the Gospels, it can be concluded that Jesus told his argument by using a logical and comprehensive paradigm and method so that it could be used as a guideline for the academics. Abstrak: Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi setiap manusia. Kebebasan ini harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan berlandaskan pemikiran yang sehat, maksud dan tujuan yang baik, serta memperhatikan aturan-aturan penalaran. Artikel ini meneliti bagaimana Yesus mendasari dan membangun paradigma berpikir-Nya serta cara yang digunakan-Nya untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain. Menggunakan metode analisis deskriptif serta pendekatan yang hermenutis pada narasi-narasi di kitab-kitab Injil, dapat ditarik kesimpulan bahwa Yesus menyampaikan pendapat dengan menggunakan paradigma dan metode yang logis dan komprehensif, sehingga dapat dijadikan sebagai suatu contoh bagi para akademisi.
Menamai Sang Nama: Polemik Nama YHWH-Allah Deflit Dujerslaim Lilo
SOPHIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol. 1 No. 1 (2020): SOPHIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/sophia.v1i1.6

Abstract

Abstract: The focus of this paper is about the polemic that occurred around the use of the names Yahweh and God in Christianity. The name Yahweh is claimed by The Sacred Name Movement as the only name of the LORD to be believed and mentioned by believers. Therefore, the purpose of this research is to examine this view and find out whether the mention of the name of God that used in both the Bible and worship is wrong and Christianity must re-use the name Yahweh. Using qualitative methods sourced from literature studies, authors make the critical but evaluative studies by examining hermeneutically and collecting data from various sources of literature. As a result, researcher concludes that Christianity is not antipathic to the use of the name Yahweh but stating that mentioning and using the name Yahweh will affect on the salvation of someone is an absurd assumption and a logical fallacy.   Keywords: God, the sacred name movement, tetragrammaton, Yudaism   Abstrak-Fokus dari tulisan ini adalah mengenai polemik yang terjadi di seputar penggunaan nama Yahweh dan Allah dalam kekristenan. Nama Yahweh diklaim oleh kelompok Gerekan Nama Suci sebagai satu-satunya nama TUHAN yang harus diimani dan disebut oleh orang percaya. Karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pandangan tersebut dan menemukan apakah sebutan Allah yang digunakan baik di dalam Alkitab maupun ibadah adalah sebutan yang keliru dan dengan demikian kekristenan harus kembali menggunakan nama Yahweh. Menggunakan metode kualitatif yang bersumber dari studi literatur, penulis membuat kajian yang bersifat kritis namun evaluatif dengan meneliti secara hermeneutis maupun mengumpulkan data dari berbagai sumber kepustakaan. Hasilnya, peneliti menyimpulkan bahwa kekristenan tidak bersikap antipati terhadap penggunaan nama Yahweh tetapi dengan menyatakan bahwa menyebut dan menggunakan nama Yahweh akan memengaruhi keselamatan seseorang merupakan asumsi yang absurd dan cacat logika.   Kata Kunci: Allah, gerakan nama suci, tetragramaton, Yudaisme
MISI GEREJA:: MENJANGKAU YANG TIDAK TERJANGKAU DI ERA DAN PASCA PANDEMI COVID-19 Deflit Dujerslaim Lilo
Phronesis: Jurnal Teologi dan Misi Vol. 3 No. 2 (2020): Phronesis: Jurnal Teologi dan Misi
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar (SETIA) Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (932.064 KB) | DOI: 10.47457/phr.v3i2.118

Abstract

The spread of the Corona virus has an impact on the implementation of the church's mission. The church, which has been carrying out various religious activities physically, is forced to use various digital media so that Christians can still get services. Even so, the virtual church services have not yet reached out to community groups such as Generation Z and those who do not have the capacity to access them. The purpose of this research is to find solutions that churches can do to reach communities that have not been reached by digital church services. Based on the study using the descriptive-analysis method, the authors conclude that church stewardship in social media should not only focus on the aspect of worship but also on discipleship which will mature the faith of believers and in the end, both young and old church members can be involved to help the church develop the ministry during the period of physical distancing even after this period.
Presuposisi dan Metode Yesus dalam Menyampaikan Pendapat: Sebuah Pedoman bagi Para Akademisi Deflit Dujerslaim Lilo
BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual Vol 2, No 1 (2019): Juni 2019
Publisher : Institut Agama Kristen Negeri Toraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34307/b.v2i1.86

Abstract

Freedom of speech is the human rights of every human being. This freedom must be implemented responsibly with based on the right of thinking, good intentions and goals, and attention to the rules of thinking. This article examines how Jesus underlies and builds His paradigm and the method that He used to tell His arguments to others. By using a descriptive analysis method and hermeneutic approach to the narratives in the Gospels, it can be concluded that Jesus told his argument by using a logical and comprehensive paradigm and method so that it could be used as a guideline for the academics. Abstrak: Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi setiap manusia. Kebebasan ini harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan berlandaskan pemikiran yang sehat, maksud dan tujuan yang baik, serta memperhatikan aturan-aturan penalaran. Artikel ini meneliti bagaimana Yesus mendasari dan membangun paradigma berpikir-Nya serta cara yang digunakan-Nya untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain. Menggunakan metode analisis deskriptif serta pendekatan yang hermenutis pada narasi-narasi di kitab-kitab Injil, dapat ditarik kesimpulan bahwa Yesus menyampaikan pendapat dengan menggunakan paradigma dan metode yang logis dan komprehensif, sehingga dapat dijadikan sebagai suatu contoh bagi para akademisi.
HADES MENURUT KITAB LUKAS 16:19-31 DAN IMPLIKASINYA BAGI HIDUP ORANG PERCAYA Angely Daniel; Deflit Dujerslaim Lilo
Voice of HAMI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 5, No 1 (2022): Agustus 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Hagiasmos Mission

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.909 KB)

Abstract

Understanding the world of the dead or the term hades in the context of the new covenant is something that is difficult to understand, especially as a believer. The visible great debate among theologians, for example, a theologian named Dr. Tuck, George Sandison said that “the Hebrews considered the world of the dead (Hades), a place for the dead, which was divided into two parts, one for the good and the other for the wicked. Then one place is called Firdaus and the other is gehenna. But on the other hand, hades is a form that contains, where all the dead come to that place only. Then there will be a separation between the righteous and the wicked. Hence, there is a difference of opinion between the theologians. Related to this, the writer will examine the title of this paper, namely Hades in Luke 16:19-31, and its implications for the lives of believers. Memahami dunia orang mati atau dengan istilah hades dalam konteks Perjanjian Baru adalah suatu hal yang sulit dipahami terutama sebagai orang percaya. Terlihat terjadi perdebatan hebat di kalangan para teolog misalnya, seorang teolog yang bernama Dr. Tuck, George Sandison mengatakan bahwa “orang Ibrani menganggap dunia orang mati (Hades), yakni tempat tempat bagi orang yang sudah mati, yang terbagi atas dua bagian yaitu untuk orang yang baik dan yang lain untuk orang fasik. Kemudian tempat yang satu bernama Firdaus dan yang lain adalah Gehenna. Namun di sisi lain hades merupakan satu bentuk yang berisi, di mana semua orang yang mati datang ke tempat itu saja. Lalu kemudian akan dipisahkan antara orang yang saleh dan orang yang fasik. Sehingga terjadi perbedaan pendapat antara pakar teolog tersebut. Terkait dengan hal tersebut maka penulis akan mengkaji judul tulisan ini yakni Hades dalam Lukas 16:19-31 dan implikasinya bagi hidup orang percaya.
Makna Kekudusan Hidup Menurut Imamat 19:2 Dan Implementasinya Bagi Kehidupan Rohani Persekutuan Pemuda Gereja Toraja Jemaat Sion Tiakka’ Resvin Tapparan; Joni Tapingku; Deflit Dujerslaim Lilo
Kharisma: Jurnal Ilmiah Teologi Vol 3, No 2 (2022): DESEMBER
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kharisma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54553/kharisma.v3i2.102

Abstract

Abstract:The problem of holiness of life among young people is often in the spotlight. The young generation is vulnerable to an attitude of life that does not reflect holiness. The holiness of life itself is emphasized in Leviticus 19:2 which is God's command to His people. To explore this research, the author will use qualitative research methods. Through literature study, the author conducted grammatical analysis while field research was conducted by means of observation and interviews. After doing research, the writer found that First, the meaning of the holiness of life stated in Leviticus 19:2 is related to God's commandments and the life principles of believers, both concerning moral matters and status before God. Second, the members of the Toraja Church Youth Fellowship (PPGT) of the Sion Tiakka' Congregation, Klasis Ulusalu have not understood and implemented the behavior of living in holiness according to God's will. Therefore, the meaning of the holiness of life based on Leviticus 19:2 can be applied to PPGT members of the Sion Tiakka Congregation in order to create a paradigm pattern and a holy life behavior. Abstrak:Permasalahan kekudusan hidup di kalangan anak muda sering menjadi sorotan. Generasi muda rentan dengan sikap hidup yang tidak mencerminkan kekudusan. Kekudusan hidup itu sendiri ditekankan dalam kitab Imamat 19:2 yang merupakan perintah Allah kepada umat-Nya. Untuk mendalami penelitian ini, Penulis akan menggunakan metode penelitian kualitatif.  Melalui studi kepustakaan, penulis melakukan analisis gramatikal sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Setelah melakukan penelitian, penulis menemukan bahwa Pertama, makna kekudusan hidup yang dinyatakan di dalam Imamat 19:2 berkaitan dengan perintah Allah dan prinsip hidup orang percaya baik yang menyangkut urusan moral maupun status di hadapan Allah. Kedua, para anggota Persekutuan Pemuda Gereja Toraja (PPGT) Jemaat Sion Tiakka’, Klasis Ulusalu belum memahami dan menerapkan perilaku hidup dalam kekudusan sesuai kehendak Allah. Karena itu, makna kekudusan hidup berdasarkan Imamat 19:2 dapat diterapkan kepada anggota PPGT Jemaat Sion Tiakka’ agar terciptanya pola paradigma dan perilaku hidup yang kudus.
Memaknai “Kehendak-Mulah Yang Jadi” Berdasarkan Lukas 22:42 dan Aplikasinya bagi Peningkatan Iman Anggota Gereja Toraja Monika Jerry D. Londongna; Stephani Intan M. Siallagan; Deflit Dujerslaim Lilo
DIEGESIS: Jurnal Teologi Kharismatika Vol 6, No 1: Juni 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Real Batam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.53547/diegesis.v6i1.243

Abstract

The aim of this study is to find out the meaning of "Thy will be done" according to the Bible in Luke 22:42, to find the right application for the lives of Toraja Church members of the Gloria Buttutanga, Buakayu Klasis. The authors begin with an overview and background of Luke 22:42, as well as an analysis of the text and then describes the understanding of church members Gloria Church about "Thy will be done" and the practices of life that members of the Gloria Church should have based on the meaning of "Thy will be done" from Luke 22:42. The qualitative research methods used in this research are literature review and a field study. For literature studies, the researcher also used the hermeneutic method, while field studies are carried out by observation and interview.  First, the phrase "Thy will be done" in Luke 22:42 can be interpreted as a form of total surrender and perfect obedience from Jesus. Second, members of the Toraja Church congregation in Gloria Buttutanga who are still weak in faith due to the suffering of life experienced should surrender themselves to God in totality and continue to live in obedience despite the suffering of life.Keywords: God's will; obedience; faith; the suffering of life.AbstrakTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna “Kehendak-Mulah Yang Jadi” menurut Alkitab dalam Lukas 22:42 untuk menemukan penerapan yang tepat bagi kehidupan anggota Gereja Toraja Jemaat Gloria Buttutanga, Klasis Buakayu. Penulis memulai dengan gambaran umum dan latar belakang Lukas 22:42, serta analisis teks dan selanjutnya memaparkan pemahaman anggota jemaat Gloria Buttutanga Klasis Buakayu tentang “kehendak-Mulah yang jadi” dan praktek kehidupan yang harus dimiliki oleh anggota Jemaat Gloria berdasarkan makna “kehendak-Mulah yang jadi” dari Lukas 22:42. Metode penelitian kualitatif yang digunakan dalam peneltian ini adalah studi pustaka dan studi lapangan. Untuk studi pustaka, penulis gunakan juga metode hermeneutik sedangkan studi lapangan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Temuan penelitian ini yaitu: pertama, frasa “Kehendak-Mulah Yang Jadi” di dalam Lukas 22:42 dapat dimaknai sebagai bentuk penyerahan diri total dan ketaatan yang sempurna dari Yesus. Kedua, anggota jemaat Gereja Toraja di Gloria Buttutanga yang masih lemah imannya karena penderitaan hidup yang dialami, seyogianya menyerahkan diri kepada Tuhan secara totalitas dan tetap hidup dalam ketaatan meski berada dalam penderitaan hidup.Kata kunci: kehendak Allah; ketaatan; iman; penderitaan hidup