Muhammad Aminullah
IAI Muhammadiyah Bima

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

WAJAH ISLAM NUSANTARA PADA TRADISI PETA KAPANCA DALAM PERKAWINAN ADAT BIMA Muhammad Aminullah; Nasaruddin Nasaruddin
TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Vol 1 No 1 (2017): April
Publisher : LP2M IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/tadjid.v1i1.1

Abstract

Penyelenggaraan peta kapanca dalam masyarakat Bima telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat. Hadirnya peta kapanca dalam perkawinan adat Bima, merupakan bagian dari respon masyarakat terhadap kebudayaan yang berbasis Islam. Bentuk-bentuk akulturasi Islam dengan budaya Bima atau dalam istilah lain disebut dengan pribumisasi Islam pada tradisi peta kapanca dapat dilihat pada; pertama, pembacaan shalawat dan do’a pada saat dimulainya prosesi boho oi mbaru atau mandi uap dengan bunga-bunga. Kedua, iringan hadrah pada saat prosesi kalondo wei. Ketiga, pembacaan kalam ilahi yang kemudian dilanjutkan dengan jiki kapanca yang berisi pembacaan maulid syaraful anam saat prosesi peta kapanca. Keempat, prosesi peta kapanca yang berjumlah ganjil, melambangkan bahwa Allah swt. menyukai sesuatu yang ganjil dan hiasan bunga-bunga telur yang berjumlah sembilan buluh sembilan buah, melambangkan asmaul husna. Proses pribumisasi Islam pada tradisi peta kapanca itulah yang kemudian membentuk pola atau corak Islam yang khas Bima yang merupakan wajah Islam Nusantara.
Nagham Al-Quran dalam Masyarakat Bima Muhammad Aminullah
Proceedings of Annual Conference for Muslim Scholars No Seri 2 (2017): AnCoMS 2017: Buku Seri 2
Publisher : Koordinatorat Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta Wilayah IV Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.67 KB) | DOI: 10.36835/ancoms.v0iSeri 2.54

Abstract

Reading and understanding the Quran is the command of Allah and Propeth. To implementing that command, humans are required to know, develop and preserve it. Nagham al-Qur’an known as the art of reading the Quran is implementing of that command. In the case, Muslim in Bima develop nagham al-Qur’an in everyday life, both individually and social interaction. This is that makes nagham al-Qur’an as one of Islamic tradition and culture that is very demand by society of Bima. Implementing nagham al-Qur’an that is do by society of Bima can be seen in some activities, that is : nagham al-Qur’an as opener reading in events, tadarus al-Qur’an, and haflah tilawah al-Qur’an. The Quran in society of Bima have formed Muslim personal doing command of Allah and the Quran both individually and social interaction. It can be seen positive response from society of bima to nagham al-Qur’an in thse activies.Keyword: Nagham al-Qur’an, Tradition, Society, Bima
HUMANISME RELIGIUS PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Titik Temu Agama dan Filsafat) Muhammad Aminullah
TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Vol 6 No 2 (2022): Oktober
Publisher : LP2M IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/tadjid.v6i2.1193

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara deskriptif analitis tentang teori humanisme religius dalam sudut pandang Al-Qur’an. Sebagai upaya kritik terhadap konstruksi pemikiran humanisme Barat yang sekuler dan anti agama, spitualitas, serta nilai transenden. Humanisme religius merupakan rumusan yang integratif dan menjadi titik temu bagi filsafat dan agama. Filsafat dan agama tidak dapat dianggap sebagai dua kutub yang berseberangan. Nilai-nilai yang diperjuangkan oleh humanisme religius sangat sejalan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an sebagai basis nilai etika dan moral agama (Islam); kebebasan, persaudaraan, dan kesetaraan atau persamaan. Hanya saja perbedaannya, humanism religius qur’anik mendasarkan perjuangannya pada prinsip dan wahyu. Kajian ini memiliki relevansi yang sangat kuat dengan konteks keindonesiaan yang sangat majemuk, sehingga bisa membangun kesadaran masyarakat tentang etika sosial dalam pergaulannya.