Diesty Anita Nugraheni
Department Of Pharmacy, Faculty Of Mathematics And Natural Sciences, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia

Published : 11 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

Evaluasi pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan di rumah sakit swasta Achmad Saiful; Diesty Anita Nugraheni; Dian Medisa
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 15 No. 1 (2019): Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jif.vol15.iss1.art3

Abstract

Abstract Background: WHO found that the inappropriate use of medicine still become a big problem in theworld. Therefore, pharmacy services evaluation must be done to improve the appropriate use ofmedicine.Objective: This study aims to know the pharmacy services based on WHO patient-care indicators andto determine the correlations between socio-demographic characteristics and patient knowledgeabout medicine use.Method: An observational cross-sectional study was conducted by using the WHO patient-careindicator on 211 regular outpatients or non-insurance at one of private hospital in Yogyakarta. Thisstudy used disproportionate stratified random sampling method. Data were collected by observationand interview the patient and analyzed by using WHO patient-care indicator. The relation betweensocio-demographic characteristics and patient knowledge were analyzed using chi-square andspearmen test.Results: The average of dispensing time was 47.52 second and 99.4% medicines dispensed.Percentage of medicine labelled was 92.26% and only 36,5% patients know about the medicines use.Based on statistical analysis, there was no correlation between level of patient knowledge with age(p=0.218) and gender (p=0.209). Otherwise, education (p=0.005) was correlated with level of patientknowledge.Conclusion: The pharmacy services in hospital was good, but pharmacist still need to improvecommunication to patients about medicines they received. Whereas, education have relationship withpatient level knowledge Keywords: pharmacy service, outpatient, hospital Latar belakang: Data WHO menyatakan bahwa masih banyak terjadi penggunaan obat yang tidaktepat oleh pasien. Oleh karena itu, perlu dilakukan dengan evaluasi pelayanan kefarmasian secararutin sebagai salah satu upaya peningkatan penggunaan obat yang tepat.Tujuan: Mengetahui gambaran pelayanan kefarmasian pada pasien rawat jalan umum berdasarkanindikator pelayanan pasien WHO dan mengetahui hubungan faktor sosiodemografi denganpengetahuan pasien tentang penggunaan obatMetode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan cross-sectional pada 211 pasien rawat jalan umum atau non-asuransi di salah satu rumah sakit swastaYogyakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode disproportionate stratified random sampling. Data diperoleh dari observasi dan wawancara kepada pasien kemudian data dianalisissecara deskriptif menggunakan rumus sesuai indikator pelayanan pasien WHO. Analisis hubungansosiodemografi dengan pengetahuan pasien tentang penggunaan obat dilakukan menggunakan ujistatistik chi-square dan spearman test.Hasil: Rata-rata waktu penyerahan obat yaitu 47,52 detik dengan persentase obat terlayani 99,4%.Persentase etiket obat yang memadai 91,7% dan pasien yang mengetahui cara penggunaan obat yangditerima sebesar 36,5%. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara usia(p=0,218) dan jenis kelamin (p=0,209) dengan tingkat pengetahuan, serta terdapat hubungan antaratingkat pendidikan (p=0,005) dengan pengetahuan pasien.Kesimpulan: Secara umum pelayanan kefarmasian di rumah sakit sudah baik, namun masih perlupeningkatan dalam pemberian informasi obat kepada pasien saat penyerahan obat. Sedangkan, faktorsosiodemografi yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan pasien tentang penggunaan obatadalah tingkat pendidikan.Kata kunci : pelayanan kefarmasian, pasien
Cost consequences analysis of hypertensive outpatients: a study in a private hospital in Yogyakarta special province Dinasari Bekti Pratidina; Fithria Dyah Ayu Suryanegara; Diesty Anita Nugraheni
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 17 No. 2 (2021): Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jif.vol17.iss2.art2

Abstract

Abstract  Background: Hypertension is a chronic disease that requires long-term treatment and has an impact on the cost of treatment. The costs will be greater given the loss of productivity, family burden, and social life impacted by hypertension based on patient’s perspective.Objective: The purpose of the study was to determine the costs and clinical outcome of antihypertensive therapy from the patient's perspective and to identify the discrepancies between the costs and the INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups) tariff.Methods: The research was an observational study with a cross-sectional design. The targeted population was outpatients who had received antihypertensive therapy for at least 1 month at a private hospital in Yogyakarta. The costs included direct medical costs, direct non-medical costs, and indirect costs, while the clinical outcomes were patient’s blood pressure. The descriptive analysis was carried out to describe the characteristics of the research subjects, the clinical outcome, and the cost. Analysis of the discrepancies between the costs and the INA-CBGs tariff used the Mann-Whitney test and One-Sample t-test.Results: The results showed that the average direct medical costs, direct non-medical costs, and indirect costs from the patient’s perspective were IDR359,408.00, IDR24,617.00, and IDR 40,583.00, respectively. There was a significant difference between the real costs and the rate of INA-CBGs based on the results of statistical tests, while the cost discrepancy was IDR5,287,045.00.Conclusion: The direct non-medical costs and indirect costs of hypertensive outpatients were less than the direct medical costs.  A significant difference occurred between the real costs and INA CBG’s tariff.Keywords: hypertension, cost consequences, pharmacoeconomics, patient’s perspectiveIntisari  Latar belakang: Hipertensi termasuk penyakit kronis yang membutuhkan waktu pengobatan panjang dan biaya besar. Biaya akan lebih besar karena pasien kehilangan produktivitas, beban pada kehidupan keluarga dan masyarakat akibat penyakit hipertensi berdasarkan perspektif pasien.Tujuan: Penelitian bertujuan untuk mengetahui gambaran biaya dan outcome terapi antihipertensi berdasarkan perspektif pasien serta kesesuaian biaya riil dengan tarif INA-CBGs.Metode: Desain penelitian adalah observasional dengan rancangan cross-sectional. Populasi penelitian adalah pasien hipertensi rawat jalan di satu rumah sakit swasta Yogyakarta yang menerima terapi antihipertensi selama minimal 1 bulan. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik subjek penelitian, outcome terapi, dan biaya terapi. Analisis kesesuaian biaya riil  dengan tarif INA-CBGs dengan uji statistik Mann Whitney dan One Sample t-test.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan rata-rata biaya langsung medis, biaya non medis langsung, dan biaya tidak langsung berdasarkan perspektif pasien berturut-turut adalah Rp.359.408,00; Rp.24.617,00; dan Rp.40.583,00. Outcome terapi tertinggi ditunjukkan antihipertensi tunggal Calcium Channel Blocker (CCB) (60%). Terdapat perbedaan secara statistik antara biaya riil dengan tarif INA-CBGs (p=0,009 dan p=0,004) dan selisih biaya sebesar (Rp.5.287.045,00).Kesimpulan:Biaya nonmedis langsung dan biaya tidak langsung pasien hipertensi rawat jalan tidak sebesar biaya medis langsung. Perbedaan signifikan antara biaya riil dan tarif INACBG’s menjadi bahan evaluasi perbaikan tarif INACBG’s bagi BPJS Kesehatan. Hasil tersebut juga memicu pihak rumah sakit untuk melakukan evaluasi terhadap clinical pathway agar dapat memberikan terapi yang lebih efektif dan efisien.Kata kunci: hipertensi, cost consequences, farmakoekonomi, perspektif pasien
Evaluasi penyimpanan obat di Puskesmas "X" Kabupaten Sleman Novi Dwi Rugiarti; Atika Nurul Hidayati; Dian Medisa; Diesty Anita Nugraheni
Jurnal Ilmiah Farmasi Vol. 17 No. 1 (2021): Jurnal Ilmiah Farmasi
Publisher : Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jif.vol17.iss1.art8

Abstract

AbstractBackground: Medicines storage is one of the stages in drug management, which plays an essential role in ensuring the quality and availability of drugs. Therefore, it is necessary to evaluate medicines storage by comparing the performance with the storage efficiency indicators.Objective: This study aimed to determine the efficiency of medicines storage in “X” Primary Healthcare, Sleman Regency.Methods: This research was an observational study during April-May 2020 in “X” Primary Healthcare. Data collection was carried out retrospectively. Data were analyzed based on drug efficiency indicators, including the percentage of expired drugs, the percentage of dead stock, and turnover ratio (TOR).Results: The results showed 2.45% expired drugs, 2.45% deadstock, and 5.2 times TOR. The most expired drugs were pipemidic acid 400 mg, nifedipine 10 mg, and carbamazepine 200 mg.Conclusion: The storage of medicines in "X" Primary Healthcare was not yet efficient.Keywords: Drug storage, efficiency, primary healthcare
ANALISIS EFEKTIFITAS BIAYA KOMBINASI ANTIDIABETIK ORAL PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELITUS TIPE 2 Aji Tetuko; Diesty Anita Nugraheni
Cendekia Journal of Pharmacy Vol 5, No 2 (2021): Cendekia Journal of Pharmacy
Publisher : STIKES Cendekia Utama Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31596/cjp.v5i2.156

Abstract

Pembuatan keputusan dalam kebijakan farmasi di rumah sakit didukung oleh ilmu farmakoekonomi, antara lain keputusan terapi pasien yang cost effective, kebijakan formularium, kebijakan obat, dan alokasi sumber daya farmasi. American Diabetes Association (ADA) menyebutkan jumlah pasien DM yang tidak mencapai target terapi dengan monoterapi antidiabetika oral jumlahnya cukup banyak. Penggunaan akarbose atau metformin pada pasien NIDDM {Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus) efektif digunakan sebagai kombinasi dengan sulfonilurea yang tidak terkendali dengan monoterapi sulfonilurea. Penelitian bertujuan untuk menganalisis efektivitas-biaya penggunaan kombinasi metformin-gliklazid dibandingkan akarbose-gliklazid pada pasien diabetes melitus tipe 2 rawat jalan di rumah sakit. Penelitian menggunakan rancangan cross sectional dengan metode deskriptif non-eksperimental. Kriteria inklusi subyek penelitian adalah pasien DM tipe 2 rawat jalan di RS, yang telah menggunakan minimal tiga bulan terapi kombinasi metformin-gliklazid atau akarbose-gliklazid. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling selama 1 bulan. Subyek penelitian yang menggunakan kombinasi metformin-gliklazid dan akarbose-gliklazid masing-masing berjumlah 50 dan 27 pasien. Evaluasi ekonomi dilakukan dengan metode cost effectiveness analysis (CEA) dengan menggunakan Average Cost Effectiveness Ratio (ACER) dan analisis sensitivitas. Efektivitas diukur menggunakan persentase kadar glukosa darah puasa (GDP) dan glukosa darah post prandial (GDPP) yang mencapai target terapi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok metformin-gliklazid dapat mencapai target terapi lebih besar dibandingkan akarbose-gliklazid. Menggunakan perspektif rumah sakit, jumlah biaya medik langsung pasien DM tipe 2 rawat jalan untuk kelompok metformin-gliklazid dan akarbose-gliklazid masing-masing sebesar  Rp90.878,84 ± 65.246,5 dan Rp217.309,73 ± 87.198,66. Simpulan penelitian adalah pasien rawat jalan rumah sakit dengan diabetes melitus type 2 menunjukkan penggunaan kombinasi metformin-gliklazid lebih cost-effective dibandingkan akarbose-gliklazid.
PERBANDINGAN DISPENSING TIME DAN PENGETAHUAN PASIEN BERDASARKAN INDIKATOR WHO DI PUSKESMAS KABUPATEN SLEMAN Diesty Anita Nugraheni; Nadia Pudiarifanti
Media Farmasi: Jurnal Ilmu Farmasi Vol 16, No 2: September 2019
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (256.992 KB) | DOI: 10.12928/mf.v16i2.13988

Abstract

Pengetahuan pasien yang tidak memadai tentang obat yang diserahkan adalah hasil dari buruknya proses dispensing, misalnya seperti pemberian etiket, pemberian informasi obat dan dispensing time. Pengetahuan pasien yang memadai tentang obat saat mereka keluar dari fasilitas kesehatan adalah hal kritis dalam penerimaan kualitas informasi selama interaksi pasien dengan dokter dan apoteker. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan dispensing time dan tingkat pengetahuan pasien tentang obat di Puskesmas Ngemplak 1 dan Ngemplak 2 Kabupaten Sleman. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan metode cross-sectional. Populasi adalah pasien atau keluarga pasien yang mendapatkan obat di Unit Farmasi Puskesmas Ngemplak 1 dan 2 Kabupaten Sleman. Sampel dipilih menggunakan teknik systematic random sampling. Sumber data primer yaitu menghitung dispensing time dan wawancara terstruktur terkait pengetahuan serta karakteristik pasien dan petugas. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan pasien Puskesmas Ngemplak 1 mempunyai persentase pengetahuan obat benar lebih banyak dibandingkan Ngemplak 2 terdiri dari nama obat, dosis obat, aturan pakai dan durasi atau lama penggunaan obat. Kesimpulan penelitian adalah rata-rata dispensing time di Puskesmas Ngemplak 1 adalah 62,58 detik dan Ngemplak 2 adalah 63,38 detik. Persentase tingkat pengetahuan pasien tentang obat pada kategori baik di Puskesmas Ngemplak 1 sebesar 65,38% dan Ngemplak 2 sebesar 43,08%.
MODEL LOYALITAS PELANGGAN BERBASIS REPUTASI MEREK DAN KEPUASAN TERHADAP PRODUK FARMASI DI APOTEK KOTA MEDAN, SUMATERA UTARA Aji Tetuko; Diesty Anita Nugraheni
Media Farmasi: Jurnal Ilmu Farmasi Vol 18, No 1: Maret 2021
Publisher : Universitas Ahmad Dahlan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.308 KB) | DOI: 10.12928/mf.v18i1.18457

Abstract

Loyalitas pada pelanggan disebabkan oleh pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus-menerus.Selain itu, loyalitas mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek tertentu. Perilaku pembelian ulang terhadap merek yang sama bisa dikarenakan memang hanya satu-satunya merek yang tersedia, termurah, atau sebab lainnya. Penelitian bertujuan untuk menguji model pengaruh reputasi merek dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan. Penelitian mengikuti rancangan penelitian survei non-experimental pada apotek-apotek di kota Medan. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Sampel yang diambil dibatasi waktu pengambilan sampel yaitu bulan Januari-Desember 2012. Subyek penelitian yaitu pelanggan yang memiliki wewenang dalam melakukan pembelian di apotek, paling sedikit sekali setiap bulannya dalam selang waktu antara bulan Januari-Desember 2012 melalui PBF X Medan. Analisis data menggunakan uji regresi linier berganda. Sampel yang digunakan berjumlah 98 responden dengan mayoritas adalah wanita, usia 31-40 tahun, pekerjaan asisten apoteker, dan berpendidikan tamat SMA. Hasil analisis regresi berganda pada variabel reputasi merek dan kepuasan pelanggan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan masing-masing sebesar 0,32 dan 0,24 terhadap loyalitas pelanggan produk "X" pada apotek di kota Medan. Model persamaan regresi yang dihasilkan yaitu Y = 11,318 + 0,32 X1 + 0,243 X2. Maknanya adalah Y = loyalitas pelanggan; X1= reputasi merek; dan X2= kepuasan pelanggan. Kesimpulannya adalah reputasi merek dan kepuasan pelanggan secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan sebesar 18,4% terhadap loyalitas pelanggan produk "X" pada apotek di kota Medan.
Faktor yang Menentukan Pengetahuan Akhir Pasien tentang Obat di Puskesmas Diesty Anita Nugraheni; Prisca Widiyanti; Chaifah Salim Assaidi; Cendana Handayani Hariyadi; Kristina Dewi Pratiwi
Jurnal Pharmascience Vol 6, No 2 (2019): Jurnal Pharmascience
Publisher : Program Studi Farmasi FMIPA Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20527/jps.v6i2.7355

Abstract

ABSTRAK Proses pemberian informasi yang memuaskan antara pasien dan apoteker merupakan hal yang penting dalam penggunaan obat secara rasional oleh pasien dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor baik dispensing time, karakteristik pasien dan petugas kesehatan. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menentukan pengetahuan akhir pasien tentang obat di Puskesmas. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional yang dilakukan dengan metode cross-sectional. Populasi adalah pasien atau keluarga pasien yang mendapatkan obat di Unit Farmasi empat Puskesmas Kabupaten Sleman. Sampel dipilih menggunakan teknik systematic sampling. Sumber data primer yaitu menghitung dispensing time dan wawancara terstruktur. Data dianalisis menggunakan uji regresi linier dan crosstab. Faktor-faktor yang diteliti sebagai penentu pengetahuan akhir pasien tentang obat di Puskesmas yaitu waktu penyerahan obat (dispensing time), jenis petugas kesehatan yang menyerahkan obat, jenis kelamin, usia, pendidikan, suku bangsa, status pernikahan, pekerjaan, pendapatan, bahasa sehari-hari, dan area tinggal. Hasil penelitian menunjukkan faktor yang menentukan tingkat pengetahuan akhir pasien adalah jenis petugas kesehatan, usia, pendidikan, pendapatan, bahasa sehari-hari, dan area tinggal pasien yaitu dengan nilai p<0,1 pada analisis regresi linier. Kesimpulan penelitian yaitu tingkat pengetahuan pasien terkait obat di Puskesmas dapat digambarkan dengan persamaan regresi Y= 2,236 + 0,223 jenis petugas kesehatan - 0,338 usia + 0,231 pendidikan – 0,103 pendapatan – 0,115 bahasa – 0,403 area tinggal. Kata kunci: dispensing time, faktor, pengetahuan obat, puskesmas, sosiodemografi.  ABSTRACT The process of providing satisfactory information between patients and pharmacists was important in rational of drugs use and greatly influenced by many factors such as dispensing time, patient characteristics and health care workers. The objective of the study was to analyze the factors related to the patient's medication exit knowledge at primary health care. This research was an observational study conducted with cross-sectional method. The population werw patients or their families who get medication at pharmacy unit of four primary health care in the Sleman district. Samples were selected using systematic sampling techniques. The primary data source were observe dispensing time and structured interviews. Data were analyzed using linear regression and crosstab tests. The factors studied as determinants of the patient's medication exit knowledge at the primary health center were dispensing time, the health worker who dispensing drugs, sex, age, education, ethnicity, marital status, occupation, income,  language, and area of residence. The factors that determine patient’s medication exit knowledge were the type of health worker, age, education, income, language, and area of residence. The conclusion of the study is the patient’s medication exit knowledge at primary health center can be described by the regression equation Y = 2.236 + 0.223 types of health workers - 0.338 ages + 0.231 education - 0.103 income - 0.115 languages - 0.403 residence area. Keywords: dispensing time, factor, medication knowledge, primary health care, sociodemographic
COST - MINIMIZATION ANALYSIS KAPTOPRIL DIBANDINGKAN LISINOPRIL PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT JALAN Diesty Anita Nugraheni; Tri Murti Andayani
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 12 No 2 (2015): Jurnal Farmasi Indonesia
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.83 KB) | DOI: 10.31001/jfi.v12i2.91

Abstract

Cost minimal of hypertension can saving money because cardiovascular morbidity and mortality. This study intend to know cost minimal among captopril versus lisinopril of outpatients with hypertension, based on hospital aspect. This study was epidemiology survey, with descriptive analysis and retrospective. The subject was outpatients hypertension in RSUP Dr. Sardjito and RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta using captopril or lisinopril as new therapy, addition therapy, or replacement therapy, observed in two months therapy. Samples were selected non-randomly with purpose. Number of samples are 50 patients. The cost was direct medical cost of outpatients with hypertension. The analysis of data describe the use of antihypertensive, sum of direct medical cost, and cost-minimization analysis. The results showed that the clinical outcome of captopril and lisinopril was equivalent. The mean direct medical cost in hypentension without compelling indications for captopril was Rp 134.715,41, and lisinopril was Rp 315.093,16. In hypentension with compelling indications diabetes mellitus, mean direct medical cost for captopril was Rp 242.430 and lisinopril was Rp 492.270. Captopril was cost minimal among two diagnosis.
PENGARUH EDUKASI CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN OBAT COMMON COLD DI DESA Okti Ratna Mafruhah; Diesty Anita Nugraheni; Sita Ririn Safitri
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 6, No 1
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.241

Abstract

Common cold atau biasa disebut pilek merupakan salah satu penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian atas. Obat common coldmerupakan golongan obat bebas terbatas yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pengetahuan yang baik dalam swamedikasi dapat menciptakan penggunaan obat yang tepat, sehingga meminimalisir medication error. Penelitian yang dilakukan di Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh edukasi CBIA (Cara Belajar Ibu Aktif) terhadap tingkat pengetahuan obat common cold. Metode yang digunakan adalah Quasi Experimental dengan rancangan pretest-postest design with control group. Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang dibagikan sebelum dan sesudah intervensi. Data yang telah didapatkan dianalisis secara statistik dengan Wilcoxon dan Mann-Whitney test. Tingkat pengetahuan kelompok perlakuan meningkat secara signifikan dengan p value 0,000. Perbedaan tingkat pengetahuan yang signifikan juga terjadi anatara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan p value 0,000. Kategori baik pada kelompok perlakuan meningkat menjadi 81,6%.Kata kunci: CBIA,common cold, pengetahuan, swamedikasi
Vaccines distribution system at primary healthcares in the special region of Yogyakarta Dian Medisa; Diesty Anita Nugraheni
JKKI : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Indonesia JKKI, Vol 9, No 3, (2018)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/jkki.vol9.iss3.art8

Abstract

Background: Vaccine cold-chain distribution system must be monitored to guarantee the vaccine quality. Improper vaccine distribution system can cause damage and loss of efficacy. Therefore, the Indonesian government released some regulations to manage the vaccine cold-chain system, including the Good Distribution Practices for Pharmaceutical Products (Cara Distribusi Obat yang Baik/CDOB) in 2012 and Regulation of the Minister of Health Number 42 in 2013 (PMK 42/2013). Objective: The purpose of this study was to evaluate the implementation of the vaccine distribution system in primary healthcare (PHCs). Methods: A survey was conducted in 30 PHCs in the Special Region of Yogyakarta. Data were collected by observing the vaccine distribution system in PHCs using checklists developed based on CDOB 2012 and PMK 42/2013.Results: The study showed that the personnel in 24 PHCs (80%) checked the condition of the temperature monitoring device and Vaccine Vial Monitor (VVM) while receiving the vaccines. Furthermore, all PHCs (100%) had both cool packs and vaccine carriers, whereas those having cold packs were only 2 (7%). First expired - first out (FEFO) and first in - first out (FIFO) systems were implemented in 30 (100%) and 28 (93%) PHCs, respectively. Conclusion: The results indicated that most of the PHCs in Yogyakarta Special Region had implemented a good vaccine distribution system, yet they still need improvement especially in vaccine recording procedures.