Claim Missing Document
Check
Articles

Found 27 Documents
Search

PENGUPASAN DAN PEMOLISAN ROTAN DALAM KEADAAN BASAH DAN KERING Efrida Basri; Osly Rachman; Achmad Supriadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 8 (1998): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1998.15.8.475-487

Abstract

Pengupasan  dan pemolisan   rotan  berdiameter  besar selama  ini dilakukan  pada  keadaan kering. Yang menjadi permasalahan  di sini adalah  untuk mencapai  keadaan  kering,  waktu pengeringan  yang  diperlukan  sangat  lama yakni  bisa satu bulan atau lebih untuk mencapai  kadar air ±  16%. Keadaan yang  demikian  tentu tidak menguntungkan   karena selain menghambat  proses produksi, juga keawetan rotan  menjadi  turun.Penelitian  ini dilakukan  dengan  tujuan memperoleh  beberapa faktor   konversi  dalam pengupasan dan pemolisan yang   dilakukan  pada  rotan  dalam  keadaan  basah  dan  kering.  Sasarannya   adalah untuk  mengetahui   apakah  pengupasan  dan  pemolisan  rotan  pada  keadaan   kering  dapat  diganti dengan pada keadaan  basah.Bahan yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  tiga jenis  rolan  berdiameter   besar,  yaitu manau (Calamus manan Miq.),  seuti (Calamus  ornatus BL.), dan nunggal  (Calamus ornatus BL.) yang masing-masing  dikupas  dan dipolis  dalam keadaan  basah  (KA. 70-80%) dan kering  (KA.  15 - 18%). Faktor yang  diamati  pada  saat pengupasan  dan pemolisan  adalah pengurangan   diameter,  rendemen, cacat  serat  berbulu  dan serat patah,  cacat warna, dan produktivitasnya.Pengupasan   dan  pemolisan  rotan  dalam  keadaan  basah  menghasilkan  rendemen  lebih  rendah  serta  cacat  serat   berbulu  dan  serat  patah  lebih  tinggi, namun  pengurangan  diameter    dan produktivitas   sama dengan  rotan yang  dikupas  dan dipolis dalam keadaan kering.Mengacu  kepada  klasifikasi  pemesinan,   pengupasan   dan pemolisan  rotan  dalam  keadaan  basah menghasilkan   rotan  dengan  mutu  baik  untuk jenis  manau  dan nunggal,  dan mutu  sedang  untuk jenis seuti.  Sedangkan,   apabila  ketiga  jenis  rotan  tersebut  dikupas   dan  dipolis  dalam   keadaan  kering mutunya  menjadi  sangat  baik.Mengingat  alat pengupasan  dan pemolisan rotan yang  ada sekarang  hanya  untuk  rotan  kering, maka untuk meningkatkan   mutu  rotan kupas dan polis  basah perlu merekayasa  kedua  alat tersebut.
UJI COBA MESIN PENGERING KAYU KOMBINASI TENAGA SURYA DAN PANAS DARI TUNGKU TIPE I Efrida Basri; Achmad Supriadi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 5 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2425.527 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.5.437-448

Abstract

Telah dilakukan uji coba teknis dan finansial terhadap mesin pengeringan kayu kombinasi tenaga surya dan panas dari tungku tipe SC+TI untuk kapasitas 19 m3 di salah satu industri/pengrajin kayu di Ngaringan, Grobogan, Jawa Tengah.   Uji coba dilakukan terhadap kayu jati (Tectona grandis L.f.). Kebutuhan panas pengeringan di siang hari diperoleh dari tenaga surya dan di malam hari atau tergantung kebutuhan diperoleh dari tungku pembakaran dengan  bahan bakar biomas/limbah kayu dari penggergajian sendiri. Tujuan uji coba adalah untuk mengetahui kelayakan teknis dan finansial dari pemanfaatan masin pengering tersebut.Hasil uji coba menunjukan suhu rata-rata harian dari panas surya yang diterima ruang pengering berkisar    antara 40 - 50°C, sementara suhu untuk pengeringan kayu jati berkisar antara 45 - 70°C. Kekurangan panas diperoleh dari tungku bakar. Untuk mengeringkan sortimen kayu dengan kadar air 50% sampai mencapai kadar air 10% memerlukan waktu rata-rata 13 hari dan menghasilkan rendemen kayu kering sekitar 80%. Konsumsi limbah kayu untuk bahan bakar tungku pada setiap periode pengeringan 8 m3.Investasi pendirian unit pengeringan memerlukan biaya sebesar Rp 74.635.000. Biaya produksi setahun (jumlah produksi 304 m3) adalah Rp 3.251.548.750, sehingga harga pokok produk Rp 10.695.884/m3. Analisis kelayakan finansial pemanfaatan mesin pengering menunjukan dengan harga jual kayu jati kering Rp 11.000.000/m3. Titik impas (BEP) tercapai pada produksi sebesar 86,3 m3, Nilai sekarang neto (NPV) Rp + 374.245.458 dan Internal Rate of Return (IRR) 80%. Hasil ini menunjukkan bahwa mesin pengering tersebut layak untuk dioperasikan.
IMPROVEMENT ON SEVERAL PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF JATI UTAMA NUSANTARA WOOD BY THERMAL COMPRESSION TREATMENT Efrida Basri; Saefudin Saefudin
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 39, No 3 (2021): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2021.39.3.121-128

Abstract

Jati Utama Nusantara (JUN) adalah salah satu tipe jati (Tectona grandis Linn. F) cepat tumbuh yang berasal dari Jati Plus Perhutani (JPP). Pohon JUN memiliki sedikit percabangan dan batang yang lebih berbentuk silinder serta menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan jati budidaya dari biji (konvensional), sehingga dapat dipanen dalam waktu singkat. Meskipun cepat tumbuh, berbagai penelitian menunjukkan kayu JUN belum memenuhi standar SNI 01-0608 sebagai bahan baku furnitur. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan beberapa sifat fisis dan mekanis kayu JUN umur muda melalui perlakuan pemadatan menggunakan kempa panas. Contoh uji kayu JUN umur 5 tahun berukuran 2,5 cm (tebal/radial), 10 cm (lebar/tangensial), dan 30 cm (panjang/longitudinal) diberi tekanan sebesar 25 kg/cm2 selama 40 menit dengan 3 perlakuan suhu, yaitu 170°C, 180°C, dan 190°C. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu mengacu pada standar ASTM D143. Perubahan kristalinitas kayu diamati menggunakan X-ray Diffractometer (XRD), dan permukaan kayu diamati secara visual. Sebagai penunjang, pengamatan struktur sel kayu dilakukan menggunakan mikroskop stereo (Zeiss). Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh uji kayu JUN yang diberi perlakuan tekan-panas dapat memperbaiki sifat fisis dan mekanisnya dibandingkan contoh uji kayu JUN tanpa perlakuan (kontrol). Berdasarkan hasil simulasi data, sifat fisis dan mekanis contoh uji terbaik  diperoleh pada suhu kempa sekitar 185°C.
BAGAN PENGERINGAN DASAR 16 JENIS KAYU INDONESIA Efrida Basri
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 23, No 1 (2005): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5880.888 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2005.23.1.23-33

Abstract

Indonesia memiliki sekitar 4000 jenis kayu yang baru sebagian kecil diketahui bagan pengeringannya, sehingga sering terjadi kesalahan dalam penerapan bagan. Selama ini bagan yang digunakan untuk mengeringkan suatu jenis kayu mengadopsi bagan kayu yang sudah dikenal dengan hanya berdasarkan kesamaan warna, kekerasan serta tekstur dari kayu tersebut. Akibatnya kayu yang dikeringkan mengalami penurunan mutu. Tujuan dari penelitian adalah menetapkan bagan pengeringan dasar 16 jenis kayu Indonesia berdasarkan sifat pengeringannya. Penetapan bagan pengeringan diawali dengan pengujian sifat pengeringan kayu menggunakan rnetode suhu tinggi (suhu 100ºC).Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap jenis kayu memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan suhu tinggi. Pada 16 jenis kayu yang diteliti, kayu sengon buto memiliki sifat paling tahan terhadap pemakaian suhu tinggi dan kayu sampora serta kumia batu sangat peka terhadap suhu tinggi. Berdasarkan sifat pengeringan tersebut, maka 16 jenis kayu yang diteliti telah diklasifikasikan ke dalam 10 kelompok bagan pengeringan.
TEKNIK PENGERINGAN EMPAT JENIS KAYU DIAMETER KECIL, ASAL HUTAN TANAMAN Efrida Basri
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 17, No 4 (2000): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3980.173 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2000.17.4.199-208

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan teknik pengeringan empat jenis kayu dari dolok diameter kecil asal tanaman dengan menggabungkan perlakuan pengkondisian dan bagan pengeringan yang optimal.Bagan pengeringan untuk setiap jenis ditetapkan berdasarkan hasil uji pendahuluan pada suhu 100ºC. Perlakuan pengkondisian dilakukan pada kadar air kayu 15% menggunakan suhu 85ºC dan kelembaban nisbi 96% yang ditetapkan selama 4-5 jam.Hasil penelitian menunjukkan bahwa bagan pengeringan yang optimal untuk kayu manii dan tusam adalah : suhu 49ºC - 78ºC dan kelembaban nisbi 79% - 33%, sedangkan untuk kayu tata dengan suhu 43ºC - 76ºC dan kelembaban nisbi 86% - 33% serta kayu mangium menggunakan suhu 40 ºC - 68 ºC dan kelembaban nisbi 86% - 40%. Perlakuan pengkondisian menggunakan suhu 85ºC dan kelembaban nisbi 98%, yang ditetapkan selama 4-5 jam mampu memulihkan kualitas seluruh contoh uji dari ketiga jenis kayu (manii, tusam dan tata). Namun untuk kayu mangium, perlakuan pengkondisian kurang efektif dalam memperbaiki mutu kayunya.
SIFAT KEMBANG-SUSUT DAN KADAR AIR KESEIMBANGAN BAMBU TALI (Gigantocbloa apus Kurtz) PADA BERBAGAI UMUR DAN TINGKAT KEKERINGAN Efrida Basri; Saefudin Saefudin
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 24, No 3 (2006): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (804.539 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2006.24.3.241-250

Abstract

Proses kembang susut berlangsung selama kadar air bambu belum mencapai kadar air keseimbangan (KAK) dengan lingkungannya.  Oleh karena itu pengetahuan tentang sifat kembang susut dan KAK penting diketahui untuk menjaga mutu produk.  Penelitian dilakukan pada bambu tali (Gigantochloa apus Kurts) umur 3, 4 dan 5 tahun yang diambil dari bagian pangkal, tengah dan ujung batang. Pengeringan menggunakan metode oven pada suhu + 60OC. Perlakuan kadar air untuk pengujian sifat kembang susut dan KAK adalah 0%, 6% dan 12%.Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu tali umur 4 tahun secara fisik sudah masak tebang dan dimensinya relatif stabil. Pengeringan bambu tali sampai ke kadar air 6% menghasilkan KAK pada level sekitar 9%.
PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN SEPULUH JENIS KAYU NUSA TENGGARA BARAT (Air drying and kiln drying properties of 10 wood species from Nusa Tenggara Barat) Efrida Basri; Syarif Hidayat
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 11, No 3 (1993): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1993.11.3.122-127

Abstract

This report presents result of a study on air drying properties and kiln drying schedule of ten  wood species from  Nusa   Tenggara Barat. the study  was   carried out   based On data from  quick drying test. The result shows that, the quality of almost all of the species dried using  air drying method are  inferior compared with that obtained from kiln drying. the ten wood species used   in the study can be grouped into four  drying schedules,  ringin, kabaukafa, sabaha and niu can be grouped into schedules  1 (easy to dry), katowi and kencari schedule 2, whereas red monggo and konca schedule 3, and mongo schedule  4 (difficult to dry).
SIFAT FISIS DAN PENGERINGAN LIMA JENIS BAMBU Efrida Basri; Rohmah Pari
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 35, No 1 (2017): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2017.35.1.1-13

Abstract

Informasi mengenai sifat fisis bambu penting untuk memahami kestabilan dimensi bambu, sedangkan informasi tentang sifat pengeringan dibutuhkan sebagai dasar untuk menetapkan suhu optimum pengeringannya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jenis bambu dan posisi bagian batang terhadap sifat fisis bambu serta sifat pengeringannya. Lima jenis bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu temen (Gigantochloa verticillata Munro), ori (Bambusa blumeana Bl. ex Schult.f.), ater (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz ex Munro), ampel (Bambusa vulgaris Schrad.), dan peting (Gigantochloa levis (Blanco) Merr.). Pengujian sifat fisis dilakukan pada arah diameter dan tebal batang bambu. Penetapan suhu pengeringan berdasarkan metode yang diadaptasi dari metode pengeringan kayu, dilanjutkan dengan pengamatan cacat pengeringan seperti deformasi (mencekung & mengeriput) dan pecah ujung/buku. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara kadar air segar bambu dengan kerapatan dan penyusutan batang bambu. Berdasarkan sifat pengeringannya (pangkal-tengah), suhu optimum (suhu awal dan suhu akhir) untuk bambu temen dan ori 45 – 70°C, ampel dan ater 40 – 60°C, sedangkan bambu peting 33 – 50°C
IMPROVEMENT ON SEVERAL PHYSICAL AND MECHANICAL PROPERTIES OF JATI UTAMA NUSANTARA WOOD BY THERMAL COMPRESSION TREATMENT Efrida Basri; Saefudin Saefudin
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 39, No 3 (2021): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2021.39.3.121-128

Abstract

Jati Utama Nusantara (JUN) adalah salah satu tipe jati (Tectona grandis Linn. F) cepat tumbuh yang berasal dari Jati Plus Perhutani (JPP). Pohon JUN memiliki sedikit percabangan dan batang yang lebih berbentuk silinder serta menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan jati budidaya dari biji (konvensional), sehingga dapat dipanen dalam waktu singkat. Meskipun cepat tumbuh, berbagai penelitian menunjukkan kayu JUN belum memenuhi standar SNI 01-0608 sebagai bahan baku furnitur. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan beberapa sifat fisis dan mekanis kayu JUN umur muda melalui perlakuan pemadatan menggunakan kempa panas. Contoh uji kayu JUN umur 5 tahun berukuran 2,5 cm (tebal/radial), 10 cm (lebar/tangensial), dan 30 cm (panjang/longitudinal) diberi tekanan sebesar 25 kg/cm2 selama 40 menit dengan 3 perlakuan suhu, yaitu 170°C, 180°C, dan 190°C. Pengujian sifat fisis dan mekanis kayu mengacu pada standar ASTM D143. Perubahan kristalinitas kayu diamati menggunakan X-ray Diffractometer (XRD), dan permukaan kayu diamati secara visual. Sebagai penunjang, pengamatan struktur sel kayu dilakukan menggunakan mikroskop stereo (Zeiss). Hasil penelitian menunjukkan bahwa contoh uji kayu JUN yang diberi perlakuan tekan-panas dapat memperbaiki sifat fisis dan mekanisnya dibandingkan contoh uji kayu JUN tanpa perlakuan (kontrol). Berdasarkan hasil simulasi data, sifat fisis dan mekanis contoh uji terbaik  diperoleh pada suhu kempa sekitar 185°C.
BAGAN PENGERINGAN BEBERAPA JENIS KAYU HUTAN TANAMAN INDUSTRI Efrida Basri
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 6, No 7 (1990): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1990.6.7.447-451

Abstract

This paper  describes  a  kiln  drying  experiment  of  wood,  with several species  that proposed  as industrial  timber  estate. There  are  eight  species  were  investigated five of  which taken from natural forest, while the  others  are from  plantation. The  experiment  was conducted in  two stages,  quick drying  tests in an electrical oven  and  actual  drying  in two small dry kilns. Result of quick drying tests are rough kiln schedules and the  schedules  were  tested  in  the small  kilns.Drying  properties of  wood  taken  from  natural   forest  are practically   similar  to  those  of plantation stands, Tengkawang, begontoi, kuntui, damar mata kucing and jeungjing   have  the  same kiln  drying  schedule.