Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI PADA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN BANGUNAN Tajuddin Noor; Suhaila Zulkifli
Jurnal Hukum Kaidah: Media Komunikasi dan Informasi Hukum dan Masyarakat Vol 22, No 3 (2023): Edisi Mei 2023
Publisher : Universitas Islam Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30743/jhk.v22i3.7376

Abstract

In practice, many binding sale and purchase agreements (PPJB) are carried out in buying and selling transactions of land rights as immovable objects. According to the Land Law, which underlies the sale and purchase transaction of land rights, has the basic concepts of trade and cash. However, in practice this basic and clear concept for various reasons often cannot be fulfilled. Not or have not fulfilled the requirements for the legal action of buying and selling land rights with a sale and purchase deed drawn up by the Land Deed Making Officer (PPAT) does not mean transaction cannot be made. There are other legal instruments as a legal breakthrough that can be carried out with the Deed of Sale and Purchase Agreement as a binder, as a sign of the completion of the transaction while waiting for the completeness of the requirements needed to carry out transactions with the deed of sale and purchase by the PPAT. The problem in this study is how to regulate the transactions made by prospective buyers and prospective sellers in binding sale and purchase agreements (PPJB) and how is the legal protection of the buyer in binding sale and purchase agreements (PPJB). The conclusion of this study is that the PPJB arrangements are based on articles in Civil Law, especially civil laws such as Article 1320 of the Civil Code and Article 1338 of the Civil Code and several important principles underlying the birth of the agreement to protect buyers in PPJB are: 1. The clauses contained in the PPJB notary deed. 2. There is full power of attorney (absolute) to the buyer in the PPJB deed 3. The existence of repressive protection in the event of a dispute through legal proceedings to the District Court Keywords: Legal Protection, Debtor, Sale Purchase Agreement, Land and Buildings
PEMANFAATAN TEKNOLOGI DALAM MEMBANGUN GENERASI YANG SADAR HUKUM Yanti Agustina; Suhaila Zulkifli; Marlina Elisabeth Pakpahan; Atika Sunarto; Muhammad Ali Adnan; Iwan Setyawan; Tajuddin Noor
PKM Maju UDA Vol 4 No 2 (2023): AGUSTUS
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung (UDA) Medan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/pkmmajuuda.v4i2.3687

Abstract

Generasi muda saat ini tidak lepas dari hubungannya dengan teknologi. Adapun Perkembangan Teknologi yang terjadi saat ini adalah perkembangan terhadap telepon seluler (HP) dan internet. Generasi muda khususnya remaja sering menyalahgunakan media internet seperti mengakses video-video yang seharusnya tidak boleh ditonton oleh remaja, penggunaan media sosial facebook, twitter, whatsapp dan berbagai platfon sosial lainnya untuk menghina orang lain, mencemarkan nama baik orang lain, menyebarkan kebencian terhadap suku, agama, ras dan antar golongan atau bahkan dengan sengaja memperlihatkan foto-foto diri yang kurang pantas untuk diperlihatkan kepada orang banyak, yang mana hal tersebut telah melanggar Undang-Undang ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan perbuatan tersebut memiliki resiko hukum. Maka dari itu penyuluhan ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran hukum terhadap pemanfaatan teknologi dikalangan generasi muda saat. Sehingga Generasi muda saat ini terutama para pelajar diharapakan lebih berhati-hati dalam menggunakan dan membagikan hal apa saja dimedia sosial dan harus menyaring segala informasi yang diperoleh melalui media sosial untuk dibagikan keorang lain agar terhindar dari penyalahgunaan media sosial dan dapat menciptakan generasi muda yang sadar hukum.
KEDUDUKAN DAN WEWENANGAN BALAI HARTA PENINGGALAN (BHP) DALAM PERWALIAN SEBAGAI PENGAWAS ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PADA BALAI HARTA PENINGGALAN MEDAN) Suhaila Zulkifli; Andrew Hans Cristoffel Aritonang; Tajuddin Noor
JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana Vol 5 No 3 (2023): EDISI BULAN SEPTEMBER
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Darma Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46930/jurnalrectum.v5i3.3796

Abstract

Penyebab kurangnya lembaga perwalian di Balai Peninggalan adalah kurangnya pemahaman warga tentang perwalian dan kurangnya koordinasi antar lembaga untuk mengkomunikasikan keadaan masyarakat Medan kepada Balai Peninggalan di Medan. Pemahaman dasar dan kuatnya adat istiadat masyarakat yang melarang penggunaan perwalian juga menjadi faktor rendahnya keberadaan perwalian harta warisan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya minat warga negara Indonesia dalam menggunakan lembaga perwalian antara lain faktor substantif hukum, faktor kelembagaan hukum, dan faktor budaya hukum. Tidak ada definisi atau pengertian perwalian dalam undang-undang, namun jika dirangkaikan dengan ketentuan-ketentuan perwalian, maka akan diketahui bahwa wali adalah orang yang mempunyai wewenang atas diri dan harta benda anak di bawah umur yang tidak berada dalam wilayah hukumnya. dari orang tuanya. Kendala yang dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan (BHP) dalam pengurusan perwalian anak dibawah umur terdiri dari faktor peraturan hukum dan faktor Aparatur, dimana kendala yang dihadapi Balai Harta Peninggalan terhadap pengurusan perwalian yang berkenan dengan peraturan hukum diantaranya adalah ketidak tegasan, kesemrautan dan tumpang tindihnya peraturan perwalian, sedangkan faktor aparatur antara lain Balai Harta Peninggalan telah mempelajari terlebih dahulu laporan daftar kematian yang telah diberikan dinas kependudukan kepada Balai Harta Peninggalan, sehingga Balai Harta Peninggalan dapat mengetahui apakah ada harta peninggalan yang didalamnya teurut berhak anak dibawah umur, sehingga membutuhkan pengawasan wali dari Balai Harta Peninggalan. Spesifikasi penelitian dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis, yaitu data hasil penelitian, baik yang berupa data hasil studi dokumen yang menggambarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum in concreto yang menyangkut permasalahan maupun penelitian lapangan yang berupa data hasil pengamatan dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, pendekatan yuridis normatif dilakukan oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah . Data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokomumen (data sekunder), data hasil pengamatan dan wawancara dianalisis dengan mentode analisis kualitatif.
THE COMPARATIVE LAW OF FRANCHISE AGREEMENTS IN REALIZING PROTECTION BETWEEN PARTIES Tajuddin Noor
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 10, No 2 (2023): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26532/jph.v10i2.33355

Abstract

Franchising as a business concept regarding the granting of the use of intellectual property rights and operational activity systems by franchisors to franchisees is a legal relationship between franchisors and franchisees regulated in a franchise agreement. The purpose of this research is to analyze the Regulations regarding franchising in Indonesia and Regulations regarding franchising in other countries to compare arrangements between Indonesia and other countries. This legal research uses normative juridical research methods. The approach used is a comparative approach that involves researcher activities that begin with identifying the effect of one variable on another. franchise is a relationship based on a contract between the franchisor and the franchisee. Franchisees operate using trade names, formats, or procedures owned and controlled by the franchisor. Legal regulations in other countries often provide global trademark protection, allowing trademark owners to protect their trademarks in several countries. In Indonesian legislation, the legal protection of franchises is limited to the territory of the Republic of Indonesia.