Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Sifat Fisik dan Kimia Ubijalar pada Berbagai Pemupukan N di Lahan Pasang Surut Kalimantan Selatan Erliana Ginting; Rahmi Yulifianti; Dian Adi Anggraeni Elisabeth
Buletin Palawija Vol 16, No 1 (2018): Buletin Palawija Vol 16 No 1, 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v16n1.2018.p36-45

Abstract

Lahan pasang surut di Kalimantan Selatan memiliki potensi untuk usahatani ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Namun kondisi lahan yang masam, tingkat kejenuhan Al dan Fe yang tinggi, serta rendahnya kesuburan tanah memerlukan teknologi budidaya yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sifat fisik, kimia, dan sensori ubi jalar yang dibudidayakan di lahan pasang surut tipe C dengan pemupukan N yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di Desa Sidomulyo, Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala pada bulan Februari hingga Juni 2016 menggunakan rancangan petak terbagi dengan tiga ulangan.Varietas ubi jalar (Beta 3 dan lokal) digunakan sebagai petak utama dan sumber pupuk N (pupuk kandang 5 t/ha, Phonska 300 kg/ha, KNO3 2.000 L/ha dan kombinasi ketiganya) sebagai anak petak. Untuk ameliorasi digunakan dolomit 1 t/ha. Pengamatan, meliputi sifat fisik, kimia, dan sensori umbi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Beta 3 (daging umbi oranye) memiliki warna umbi (L*) paling tua pada pemupukan KNO3 dengan kadar beta karoten tertinggi (7.003 µg/100 g bb). Namun sumber pupuk N tidak berpengaruh terhadap intensitas warna umbi varietas lokal (daging umbi putih sembur ungu). Interaksi varietas dan pemupukan N berpengaruh nyata terhadap kadar abu dan pati umbi, sedangkan faktor genetik (varietas) tampak dominan pada kadar air, gula reduksi, dan amilosa. Pemupukan dengan pupuk kandang, Phonska dan KNO3 tidak berpengaruh terhadap kadar nitrat umbi segar, namun kombinasi ketiganya memberikan kadar nitrat yang lebih rendah. Kadar nitrat umbi (2,82-4,69 mg/kg bb) masih dalam batas aman untuk konsumsi. Bentuk, warna kulit dan daging umbi serta warna, rasa, dan tekstur umbi kukus varietas Beta 3 lebih disukai daripada varietas lokal sehingga berpeluang untuk dikembangkan di lahan pasang surut.
Kemampuan Daya Saing Kacang Hijau di Tingkat Usahatani pada Lahan Salin (Studi Kasus di Desa Gesik Harjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban) Dian Adi Anggraeni Elisabeth; Sutrisno Sutrisno; Salam Agus Riyanto; Henny Kuntyastuti; Fachrur Rozi
Buletin Palawija Vol 19, No 2 (2021): Buletin Palawija Vol 19 No 2, 2021
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v19n2.2021.p93-102

Abstract

Di Indonesia, kacang hijau umumnya dibudidayakan setelah kedelai dan kacang tanah. Kacang hijau memiliki peran strategis karena memiliki keunggulan agronomis dan ekonomis. Budidaya kacang hijau di lahan salin dengan karakteristik salinitas tinggi dapat berpengaruh  terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi kacang hijau serta pendapatan usahatani. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan daya saing dan dampak ekonomi usahatani kacang hijau di lahan salin. Penelitian dilaksanakan di Desa Gesik Harjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban pada bulan Maret 2020. Data yang dikumpulkan meliputi deskripsi usahatani kacang hijau, pendapatan serta daya saing usahatani kacang hijau dan tanaman pangan lain di lokasi penelitian. Salinitas lahan di Desa Gesik Harjo berdampak terhadap produktivitas lahan sehingga menyebabkan penurunan hasil panen kacang hijau sebesar 55-61%. Hal ini berakibat pada penurunan pendapatan usahatani kacang hijau sampai 50% bila dibandingkan dengan usahatani kacang tanah, dengan B/C ratio 0,9 dan daya saing lebih rendah. Namun, dengan B/C ratio mendekati 1 dan harga kacang hijau di pasaran cukup tinggi, daya saing kacang hijau di Gesik Harjo berpeluang untuk ditingkatkan apabila produksinya meningkat. Beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain peningkatan kapasitas petani dalam pengelolaan lahan salin, penggunaan varietas unggul toleran salin dan penerapan perbaikan teknik budidaya kacang hijau.
Paket Teknologi Budi Daya Kedelai pada Kebun Sawit Muda di Lahan Pasang Surut Arief Harsono; Didik Sucahyono; Dian Adi Anggraeni Elisabeth
Buletin Palawija Vol 18, No 2 (2020): Buletin Palawija Vol 18 No 2, 2020
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v18n2.2020.p62-73

Abstract

Di Indonesia, kebun sawit muda di lahan pasang surut mempunyai potensi besar untuk pengembangan kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk merakit dan mengevaluasi paket teknologi budi daya kedelai pada lahan pasang surut di perkebunan sawit muda. Penelitian dilaksanakan di lahan pasang surut tipe C di antara tegakan kelapa sawit umur 2-3 tahun di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Penelitian terdiri atas dua tahap: 1) penelitian skala plot untuk mengetahui respons beberapa varietas kedelai terhadap tingkat kejenuhan Al tanah, dan 2) evaluasi kelayakan paket teknologi yang dirakit dari hasil penelitian pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Tanggamus lebih adaptif dan mampu memberikan hasil lebih tinggi pada lahan pasang surut hingga kejenuhan Al 30% dibanding varietas Anjasmoro dan Panderman. Varietas Anjasmoro memiliki ukuran biji lebih besar dan pada kejenuhan Al 30% mampu memberikan hasil tidak berbeda dengan hasil pada kejenuhan Al 20%, yaitu 1,68 t/ha. Pada kebun sawit umur <3 tahun di lahan pasang surut dengan pH tanah <4,8 dan kejenuhan Al >38%, paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi dapat meningkatkan hasil kedelai menjadi 1,64 t/ha biji kering bila dibandingkan dengan paket teknologi eksisting petani (0,96 t/ha) dan paket rekomendasi Dinas Pertanian (0,92 t/ha). Dengan nilai MBCR 1,70 dan 3,44 masing-masing terhadap paket teknologi eksisting petani dan paket teknologi rekomendasi Dinas Pertanian, maka paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi ini layak diadopsi dan diterapkan oleh petani.
RESPON PENGRAJIN TEMPE TERHADAP INTRODUKSI VARIETAS UNGGUL KEDELAI UNTUK PRODUKSI TEMPE Dian Adi Anggraeni Elisabeth; Erliana Ginting; Rahmi Yulifianti
Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol 20, No 3 (2017): November 2017
Publisher : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpptp.v20n3.2017.p183-196

Abstract

ABSTRACT Response of Tempe SMEs Into Soybean Improved Varieties Introduction for Tempe Production. Intensive socialization and introduction of improved soybean varieties has been conducted along with the extension of soybean cropping area so that improved soybean varieties will be available abundantly in market. Therefore, socialization to soybean small and medium enterprises (SMEs) involving tempe producers particularly who live outside of soybean production center should be done due to they used to use imported soybean for the tempe processing. Study aimed to depict the introduction of Iletri’s soybean improved varieties for tempe production and to observe the producers’ responses on substitution of imported soybean. Study was conducted on September 2015 involving 122 respondents consisted of 39 tempe producers, 67 tempe chip producers, and 16 other soybean product producers. Primary data was obtained through interview method with semi-opened questionaire involving data of SME’s general characteristics, tempe sensory test result, and response of respondents. Data was equipped with physicochemical analysis of raw tempe made from improved soybean varieties with imported one as a comparison. The result showed that tempe made from Argomulyo, Anjasmoro, and Burangrang varieties had higher protein content than tempe form imported soybean. Tempe from Grobogan variety had no significantly different of weight and volume with imported one. For sensory atributes, the producers gave a positive response with standard of like to very like for tempe made from Anjasmorro variety. Information on physicochemical and sensory atributes of tempe showing that the qualities of tempe from improved soybean varieties were similar even better than imported soybean one depicted to the producers there is an opportunity for substitution of imported soybean. It is expected that the awareness will improve into adoption with the support of stakeholders including related local offices.  improved soybean varieties, imported soybean, substitution, tempe producers ABSTRAK Sosialisasi dan introduksi varietas unggul telah dilakukan secara intensif seiring dengan upaya perluasan areal tanam kedelai sehingga kedelai dari varietas unggul akan banyak tersedia di pasaran. Oleh karena itu, sosialisasi kepada industri pengolahan kedelai, terutama yang berdomisili di luar daerah sentra produksi kedelai termasuk Kota dan Kabupaten Malang perlu dilakukan karena selama ini mereka masih terbiasa menggunakan kedelai impor. Studi bertujuan memberikan gambaran mengenai hasil pembinaan berupa introduksi penggunaan varietas unggul kedelai Balitbangtan untuk produksi tempe dan melihat respon pengrajin. Studi dilaksanakan pada September 2015, melibatkan 122 orang responden, terdiri dari 39 pengrajin tempe, 67 pengrajin keripik tempe, dan 16 pengrajin olahan kedelai lain. Data primer didapatkan melalui metode wawancara dengan kuesioner semi-terbuka, meliputi data karakteristik umum usaha industri kecil menengah (IKM), uji sensoris tempe, dan respon pengrajin. Data dilengkapi dengan analisis fisik dan kimia tempe dari kedelai varietas unggul dan kedelai impor sebagai pembanding. Hasil menunjukkan tempe dari kedelai varietas Argomulyo, Anjasmoro, dan Burangrang memiliki kadar protein yang lebih tinggi dari tempe kedelai impor. Bobot dan volume tempe dari varietas Grobogan tidak berbeda nyata dengan tempe kedelai impor. Dari segi sensoris, pengrajin memberikan respon positif dengan tingkatan suka sampai sangat suka untuk tempe dari varietas Anjasmoro. Informasi mengenai mutu fisik, kimia, dan sensoris tempe yang menunjukkan bahwa mutu tempe yang dibuat dari kedelai varietas unggul tidak kalah bahkan melebihi mutu tempe dari kedelai impor memberikan gambaran pada pengrajin bahwa kedelai impor berpeluang disubstitusi oleh kedelai varietas unggul untuk produksi tempe. Kesadaran ini diharapkan dapat meningkat menjadi adopsi dengan dukungan berbagai pihak (stakeholders). kedelai varietas unggul, kedelai impor, substitusi, pengrajin tempe
The Economic Feasibility of Sweet Potatos Farming by Using Selected N Fertilization Dian Adi Anggraeni Elisabeth; Erliana Ginting; Joko Restuono
JOURNAL OF SOCIOECONOMICS AND DEVELOPMENT Vol 1, No 2 (2018): October
Publisher : Publisher of Widyagama University of Malang (UWG Press)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (452.612 KB) | DOI: 10.31328/jsed.v1i2.603

Abstract

Sweet potato is normally cultivated in wet land after rice or in dry land during rainy season. N fertilization is commonly applied to increase sweet potato yield. Therefore, the economic feasibility of using selected N fertilizer in sweet potato farming in dry land was studied. Three improved varieties, namely Jago (white-fleshed), Beta 2 (orange-fleshed), and Antin 2 (purple-fleshed) were grown at the Experimental Station of Muneng, East Java and treated with six N fertilization as follows: F1= 0 N fertilization as a check; F2= 50 kg/ha of Urea; F3= 100 kg/ha of Urea; F4= 100 kg/ha of ZA; F5= 200 kg/ha of ZA; and F6= 5,000 kg/ha of manure. The treatment is assumed to be economically viable if the value of Marginal Benefit Cost Ratio (MBCR) is greater than 1. The results showed that the combination of  F2 with Beta 2, F3 with Antin 2, and F5 with Beta 2 were viable with the MBCR value of 17.13, 25.85, and 11.61, respectively. Although the data was limited, the study tentatively concludes that profitable N fertilization for sweet potato farming considerably depends on differences in yield, N fertilizer source and dose, as well as selling price of particular variety.JEL Classification: C93, D24, Q12
Paket Teknologi Budi Daya Kedelai pada Kebun Sawit Muda di Lahan Pasang Surut Arief Harsono; Didik Sucahyono; Dian Adi Anggraeni Elisabeth
Buletin Palawija Vol 18, No 2 (2020): Buletin Palawija Vol 18 No 2, 2020
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v18n2.2020.p62-73

Abstract

Di Indonesia, kebun sawit muda di lahan pasang surut mempunyai potensi besar untuk pengembangan kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk merakit dan mengevaluasi paket teknologi budi daya kedelai pada lahan pasang surut di perkebunan sawit muda. Penelitian dilaksanakan di lahan pasang surut tipe C di antara tegakan kelapa sawit umur 2-3 tahun di Kecamatan Wanaraya, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Penelitian terdiri atas dua tahap: 1) penelitian skala plot untuk mengetahui respons beberapa varietas kedelai terhadap tingkat kejenuhan Al tanah, dan 2) evaluasi kelayakan paket teknologi yang dirakit dari hasil penelitian pertama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Tanggamus lebih adaptif dan mampu memberikan hasil lebih tinggi pada lahan pasang surut hingga kejenuhan Al 30% dibanding varietas Anjasmoro dan Panderman. Varietas Anjasmoro memiliki ukuran biji lebih besar dan pada kejenuhan Al 30% mampu memberikan hasil tidak berbeda dengan hasil pada kejenuhan Al 20%, yaitu 1,68 t/ha. Pada kebun sawit umur <3 tahun di lahan pasang surut dengan pH tanah <4,8 dan kejenuhan Al >38%, paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi dapat meningkatkan hasil kedelai menjadi 1,64 t/ha biji kering bila dibandingkan dengan paket teknologi eksisting petani (0,96 t/ha) dan paket rekomendasi Dinas Pertanian (0,92 t/ha). Dengan nilai MBCR 1,70 dan 3,44 masing-masing terhadap paket teknologi eksisting petani dan paket teknologi rekomendasi Dinas Pertanian, maka paket teknologi alternatif perbaikan Balitkabi ini layak diadopsi dan diterapkan oleh petani.
Produktivitas Tumpangsari Kedelai dengan Jagung pada Akhir Musim Hujan di Lahan Kering Beriklim Kering (Productivity of Soybean Intercropping with Maize at the End of Rainy Season in Dry Land with Dry Climate ) Afandi Kristiono; Siti Muzaiyanah; Dian Adi Anggraeni Elisabeth; Arief Harsono
JURNAL PANGAN Vol. 29 No. 3 (2020): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33964/jp.v29i3.495

Abstract

ABSTRAK Luas panen kedelai di Indonesia pada 2017 hanya mencapai 355.799 ha dengan produksi 538.728 ton. Untuk mencapai swasembada, luas panen tersebut harus dapat ditingkatkan menjadi 1,2 juta ha dengan produktivitas 1,6 ton/ha. Peningkatan luas panen kedelai dapat dilakukan pada lahan kering dan iklim kering yang pemanfaatannya belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produktivitas dan kelayakan teknis paket teknologi budidaya kedelai tumpang sari dengan jagung di lahan kering beriklim kering. Penelitian dilaksanakan pada musim hujan (MH) 2017/2018 di Kecamatan Tegaldlimo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada zona iklim D3 (3–4 bulan basah/tahun) dengan jenis tanah vertisol, mengikuti pola tanam padi gogo – jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara tanam tumpang sari kedelai dengan jagung baris ganda setelah panen padi gogo, mampu memberikan hasil biji jagung kering 2,03 ton/ha dan kedelai 1,50 ton/ha. Cara tanam ini lebih menguntungkan daripada tanam jagung atau kedelai monokultur yang berturut-turut memberikan hasil 3,50 ton/ha dan 1,85 ton/ha biji kering. Hasil kedelai dan jagung pada saat penelitian tidak maksimal karena selama pertumbuhan curah hujan hanya 194 mm, sehingga tanaman terutama jagung mengalami cekaman kekeringan. Keuntungan usahatani kedelai monokultur, jagung monokultur, dan kedelai tumpang sari dengan jagung berturut-turut adalah Rp8.633.500,00; Rp5.039.400,00; dan Rp11.090.600,00 per ha. Tumpang sari kedelai dengan jagung mampu memanfaatkan lahan lebih efisien dengan Nilai Kesetaraan Lahan (NKL) 1,39. kata kunci: jagung, kedelai, lahan kering beriklim kering, tumpang sari ABSTRACT Soybean harvested area in Indonesia in 2017 only reached 356,799 ha with a total production of 538,728 tons. To achieve self-sufficiency, the harvested area must be increased to 1.2 million ha with a productivity of 1.6 tons/ha. To increase the harvested area, soybean can be developed in a dry land with dry climate that has not been utilized optimally. The study aimed to evaluate the productivity and technical feasibility of soybean intercropping with maize in a dry land with a dry climate. The study was conducted in the rainy season of 2017/2018 at Tegaldlimo Sub-district, Banyuwangi Regency, East Java Province in the D3 climate zone (3–4 wet months/year) at vertisol soil using the cropping pattern of upland rice-maize.The results indicated that soybean is intercropping with maize in a double row after upland rice harvesting was able to provide the dry seeds yield of maize 2.03 tons/ha and soybean 1.50 tons/ha. This planting method was more profitable compared to maize monoculture yielding 3.50 tons/ha or soybean monoculture yielding 1.85 tons/ha dry seeds yield. The yields of soybean and maize in the study were not optimal due to low precipitation to only 194 mm during the plant growth, so the crops, particularly the maize experienced drought stress. The benefits of soybean monoculture, maize monoculture, and soybean intercropping with maize farming were 8,633,500 IDR, 5,039,400 IDR, and 11,090,600 IDR per ha, respectively. The soybean intercropping with maize was also able to utilize land more efficiently with a Land Equivalent Ratio (LER) of 1.39. keywords: maize, soybean, dry land with dry climate, intercropping